Anda di halaman 1dari 4

www.muslim.or.

id

Bersemangatlah Menuntut Ilmu Agama


muslim.or.id/6338-bersemangatlah-menuntut-ilmu-agama.html

Yulian Purnama June 10, 2011

Menuntut ilmu agama termasuk amal yang paling mulia, dan ia merupakan tanda dari
kebaikan. Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Orang yang dikehendaki oleh
Allah untuk mendapatkan kebaikan, akan dimudahkan untuk memahami ilmu agama” (HR.
Bukhari-Muslim). Hal ini dikarenakan dengan menuntut ilmu agama seseorang akan
mendapatkan pengetahuan yang bermanfaat baginya untuk melakukan amal shalih.

Allah Ta’ala juga berfirman yang artinya, “Dan Allahlah yang telah mengutus Rasul-Nya
dengan hudaa dan dinul haq” [At Taubah: 33]. Dan hudaa di sini adalah ilmu yang
bermanfaat, dan maksud dinul haq di sini adalah amal shalih. Selain itu, Allah Ta’ala
pernah memerintahkan Nabi-Nya Shalallahu’alaihi Wasallam untuk meminta tambahan
ilmu, Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Katakanlah (Wahai Muhammad), Ya Rabb,
1/4
tambahkanlah ilmuku” [Thaha: 114]. Al Hafidz Ibnu Hajar berkata: “Ayat ini adalah dalil
yang tegas tentang keutamaan ilmu. Karena Allah Ta’ala tidak pernah memerintahkan
Nabinya Shalallahu’alaihi Wasallam untuk meminta tambahan terhadap sesuatu, kecuali
ilmu” [Fathul Baari, 187/1]. Dan Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam memberi nama
majlis ilmu agama dengan ‘Riyadhul Jannah’ (Taman Surga). Beliau juga memberi julukan
kepada para ulama sebagai ‘Warotsatul Anbiyaa’ (Pewaris Para Nabi).

Dari sisi keilmuan dan pengamalan terhadap ilmu, manusia terbagi menjadi 3 jenis:

Jenis yang pertama yaitu orang yang berilmu dan mengamalkan ilmunya. Mereka ini
adalah orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah untuk menempuh shiratal mustaqim,
yaitu jalan yang lurus yang telah ditempuh oleh para nabi, orang-orang jujur, pada
syuhada, dan orang-orang shalih. Dan merekalah teman yang terbaik.

Jenis yang kedua yaitu orang yang berilmu namun tidak mengamalkannya. Mereka ini
adalah orang-orang yang dimurkai oleh Allah, semisal orang-orang Yahudi dan pengikut
mereka.

Jenis yang ketiga yaitu orang yang beramal tanpa ilmu. Mereka ini adalah orang-orang
yang sesat, semisal orang-orang Nashrani dan para pengikut mereka.

Ketiga jenis manusia ini tercakup dalam surat Al Fatihah yang senantiasa kita baca setiap
rakat dalam shalat kita,yang artinya: ”Ya Rabb, tunjukkanlah kami jalan yang lurus. Yaitu
jalan yang telah ditempuh oleh orang-orang yang Engkau beri ni’mat, bukan jalannya orang
yang Engkau murkai dan bukan jalannya orang-orang yang sesat” [Al Fatihah: 6 – 7].

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata: “Firman Allah Ta’ala (yang artinya) ‘bukan
jalannya orang yang Engkau murkai dan bukan jalannya orang-orang yang sesat’, yang
dimaksud orang yang dimurkai di sini adalah para ulama yang tidak mengamalkan ilmu
mereka. Dan orang-orang yang sesat adalah orang-orang yang beramal tanpa ilmu.
Apapun yang pertama, adalah sifat Yahudi. Dan yang kedua adalah sifat Nashrani. Namun
kebanyakan orang jika melihat tafsir ayat ini mereka mengira bahwa sifat ini khusus bagi
Yahudi dan Nashrani saja, padahal ia membaca bahwa Rabb-nya memerintahkan untuk
membaca doa tersebut dan berlindung dari jalannya orang-orang yang bersifat demikian.
Subhanallah! Bagaimana mungkin Allah mengabarkan sesuatu dan memilah sesuatu serta
memerintahkan untuk selalu berdoa jika tidak ada maksud untuk memberi peringatan atau
memberi gambaran keburukan mereka untuk dijauhi. Hal ini termasuk perbuatan
berprasangka buruk terhadap Allah. (Karena mengira bahwa firman Allah tersebut tidak
ada faedahnya -pent.)”. (Lihat Tarikh Najdi, Ibnu Ghonam)

Dan beliau juga menjelaskan tentang hikmah diwajibkannya membaca surat Al Fatihah
dalam tiap rakaat shalat kita, baik shalat wajib maupun shalat sunnah, yaitu sebuah rahasia
yang agung. Secara ringkas rahasia dari doa tersebut adalah harapan agar Allah Ta’ala
memberikan kita petunjuk kepada jalannya orang-orang yang berilmu dan mengamalkan
ilmunya, yang merupakan jalan keselamatan di dunia dan di akhirat. Juga harapan agar
Allah Ta’ala menjaga kita dari jalannya orang-orang yang binasa, yaitu orang-orang yang
berlebihan dalam amal shalih saja atau berlebihan dalam ilmu saja.

2/4
Kemudian, ketahuilah wahai pembaca yang budiman, ilmu yang bermanfaat itu di ambil
dari Al Qur’an dan hadits, dengan bantuan para pengajar, juga dengan bantuan kitab-kitab
tafsir Al Qur’an dan kitab syarah (penjelasan) hadits, kitab fiqih, kitab nahwu, dan kitab
bahasa arab yang merupakan bahasa Al Qur’an. Semua kitab ini adalah gerbang untuk
memahami Al Qur’an dan Sunnah.

Wahai saudaraku, agar amalmu termasuk amal shalih, wajib bagimu untuk mempelajari
hal-hal pokok yang menegakkan agamamu. Seperti mempelajari tentang shalat, puasa,
haji, zakat, juga mempelajari perkara muamalah yang engkau butuhkan. Agar engkau
dapat mengambil yang boleh saja dan tidak terjerumus pada hal yang diharamkan oleh
Allah Ta’ala. Agar penghasilanmu halal, makananmu halal sehingga doamu dapat
dikabulkan oleh Allah Ta’ala. Semua ini adalah hal-hal yang mempelajarinya adalah
kebutuhan bagimu. Semua ini akan mudah dijalani, dengan izin Allah, bila benar tekadmu
dan bersih niatmu.

Maka bersemangatlah membaca kitab-kitab yang bermanfaat, dan berkonsultasilah


dengan para ulama. Tanyakanlah kepada mereka tentang hal-hal yang membuatmu
bingung, dan temukan jawaban tentang hukum-hukum agamamu. Hal ini bisa dilakukan
dengan menghadiri pengajian-pengajian yang diadakan di masjid atau di tempat lain, atau
mendengarkan program-program Islami dari siaran radio, atau membaca majalah atau
buletin yang membahas permasalahan agama, jika engkau bersemangat terhadap semua
media-media yang bermanfaat ini, tentu bersinarlah cahaya ilmu bagimu dan teranglah
penglihatanmu.

Dan jangan lupa saudaraku, ilmu itu akan disucikan dengan amal. Jika engkau
mengamalkan apa yang telah engkau ilmui, maka Allah Ta’ala akan menambahkan ilmu
bagimu. Sebagaimana peribahasa orang arab “Orang yang mengamalkan apa yang telah
ia ilmui, maka Allah akan mewarisinya ilmu yang belum ia ilmui”. Peribahasa ini dibenarkan
oleh firman Allah Ta’ala yang artinya: “Bertaqwalah kepada Allah, maka Allah akan
membuatmu berilmu. Sungguh Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” [Al Baqarah: 272]

Ilmu adalah kesibukan yang paling layak untuk mengisi waktu, ia juga merupakan hadiah
yang paling layak untuk diperlombakan bagi orang-orang yang berakal. Ilmu akan
menghidupkan hati dan mensucikan amal.

Allah Ta’ala telah memuji para ulama yang mengamalkan ilmunya, dan mengangkat
derajat mereka dalam Al Qur’an. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Apakah sama antara
orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu? Sesungguhnya hanya orang yang
berakal saja yang dapat menerima pelajaran” [Az Zumar: 9]. Allah Ta’ala juga berfirman
yang artinya, “Allah telah meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu dari
kalian beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” [Al
Mujaadalah: 11]. Allah Ta’ala telah menjelaskan keistimewaan orang-orang berilmu yang
digandengkan dengan iman. Kemudian setelah itu Allah mengabarkan Ia Maha
Mengetahui atas apa yang kita kerjakan. Maka di sini terdapat tanda yang menunjukkan
bahwa ilmu harus digandengkan dengan amal, dan juga harus bersandar pada iman dan
muqorobah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

3/4
[Diterjemahkan dari muqoddimah kitab “Al Mulakhos Al Fiqhiy”, Syaikh Shalih bin Fauzan
Al Fauzan]

Penerjemah: Yulian Purnama

Artikel www.muslim.or.id

4/4

Anda mungkin juga menyukai