Anda di halaman 1dari 5

A.

Hadits Mengamalkan Ilmu


َُ‫ْن َعلِ ٍّي قَا َل تَ َعلَّ ُموا ْال ِع ْل َم تُ ْع َرفُوا بِ ِھ َوا ْع َملُوا بِ ِھ تَ ُكونُوا ِم ْن َأ ْھلِ ِھ فَِإنَّھ‬

ُ‫ْرفُ فِی ِھ تِ ْس َعةُ ُع َش َراِئ ِھ ْم ْال َم ْعرُوفَ َوالَ یَ ْنجُو ِم ْنھ‬ ٌ ‫َسیَْأتِي بَ ْع َد ھَ َذا زَ َم‬
ِ ‫ان الَ یَع‬

َ ‫ِإالَّ ُكلُّ نُ َو َم ٍة فَُأولَِئكَ َأِئ َّمةُ ْالھُدَى َو َم‬


ِ ِ‫صابِی ُح ْال ِع ْل ِم لَ ْیسُوا بِ ْال َم َسای‬
َ‫یح َوال‬

‫یع ْالب ُْذ ِر قَا َل َأبُو ُم َح َّمد نُ َو َمةٌ غَافِ ٌل ع َْن ال َّش ِّر ْال َم َذایِی ُع ْالب ُْذ ِر َكثِی ُر‬
ِ ِ‫ْال َم َذای‬
‫ْالك‬

Telah disampaikan kabar dari Ali radliallahu 'anhu ia berkata; "Pelajarilah ilmu, kamu akan mengenalnya,
dan amalkanlah ilmu kalian, kalian menjadi ahlinya. Akan datang satu jaman yang ketika itu sembilan
persepuluh kebaikan sudah tidak dikenali lagi. Tidak ada yang selamat kecuali sekelompok kecil. Mereka
adalah para pemimpin yang tercerahkan dan menjadi cahaya ilmu, mereka bukanlah orang yang selalu
berbuat buruk dan mengadu domba, dan mereka juga bukan orang yang hanya pandai bicara "

B. Penjelasan
Hadits di atas menjelaskan bahwa setelah mempelajari dan memiliki ilmu, kewajiban yang harus
ditunaikan adalah mengamalkan ilmu tersebut. Karena ilmu tidak dicari kecuali untuk diamalkan yaitu
mengubah ilmu tersebut menjadi sebuah perilaku nyata yang tercermin dalam setiap tindak tanduk dan
pemikiran seorang manusia. Para ulama Ahlussunnah wal Jamaah menasihati kita supaya menuntut ilmu
dan mempelajarinya, serta mengamalkannya. Mereka mengatakan bahwa tegaknya agama serta kunci
kemenangan adalah dengan ilmu. Hal ini sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Swt.:
‫َصيرًا‬ َ ِّ‫َبي َعدُوا ِمنَ ْال ُمجْ ِر ِمينَ َو َكفَى بِ َرب‬
ِ ‫ك هَا ِديًا َون‬ ٍِّ ‫َك َذلِكَ َج َع ْلنَا لِ ُك ِّل ن‬

Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa. Dan
cukuplah Tuhanmu menjadi Pemberi petunjuk dan Penolong.” (QS. Al-Furqaan [25]: 31).

Hilal bin Ala juga mengatakan bahwa menuntut ilmu itu berat, menghafalnya lebih sulit lagi,
mengamalkannya lebih sulit dari menghafalnya, selama (dengan keikhlasan) dalam proses tersebut
paling sulit. Ilmu itu adalah sesuatu yang berat. Menuntut ilmu syar’i itu suatu perkara yang berat, butuh
keseriusan dan memohon pertolongan kepada Allah Swt. Dan, lebih berat dari itu adalah
menghafalkannya, terkadang ilmu yang telah dipelajari itu terlupa.

C. Pengertian Ilmu
Ilmu merupakan suatu istilah yang berasal dari bahasa Arab, yaitu ‘alima. Secara harfiah ilmu dapat
diartikan kepada tahu atau mengetahui. Secara istilah ilmu berarti memahami hakikat sesuatu, atau
memahami hukum yang berlaku atas sesuatu. Ilmu itu terbagi menjadi dua bagian, ilmu zhahir dan ilmu
batin. Ilmu zhahir ialah ilmu yang harus diketahui oleh orang mukallaf dalam bab ibadah dan muamalah,
yang menjadi subjeknya ialah ilmu tafsir ,ilmu hadits, dan ilmu fiqh. Ilmu batin terbagi menjadi dua
bagian, yaitu : ilmu muamalah dan ilmu mukasyafah. Ilmu muamalah merupakan fardhu ‘ain pula,
karena orang yang berpaling darinya terancam binasa oleh kekuasaan Allah di hari kemudian. Sedangkan
ilmu muamalah ialah pengetahuan yang menyangkut pembersihan jiwa dan menjernihkan hati dari sifat-
sifat tercela seperti riya, ‘ujub, takabur, tamak, sombong, cinta kedudukan, dan kemasyhuran. Kemudian
mempereloknya dengan akhlak-akhlak Nabi Muhammad SAW.

Seperti ikhlas, sabar, syukur, rendah diri, qanaah, wara’, zuhud, dan bertawakal kepada Allah SWT.

Seseorang tidak akan memperoleh martabat (kedudukan) ilmu yang hakiki kecuali dengan mengamalkan
kedua jenis ilmu tadi, yaitu ilmu zhahir dan ilmu batin. Karena ilmu tanpa amal sama dengan sarana
tanpa tujuan, dan sebaliknya merupakan jinayah (tindakan kriminal). Apabila seseorang mengamalkan
kedua ilmu tersebut, niscaya Allah akan memberikan kepadanya ilmu yang belum ia ketahui.
Sehubungan dengan ini Allah swt. telah berfirman:

ُ ‫َواتـَّقُوا هَّللا َ َويـ ُ َعلِّ ُم ُك ُم هَّللا‬

"Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu" (Al Baqarah 282)5

D. Keutamaan Mengamalkan Ilmu

1. Anjuran agar kita semakin bersemangat dalam menuntut ilmu syar’i sehingga semoga setiap ilmu
yang kita dapatkan, kita berusaha untuk dapat kita amalkan.

2. Maka seharusnya ini dapat kita jadikan sebagai tujuan utama kita dalam menuntut ilmu, yaitu kita
mencari ilmu agar kita dapat mengamalkannya; bukan hanya sekedar “koleksi” ilmu saja, namun
tercermin dalam amal-amal kita, baik amalan hati, lisan maupun anggota badan.

3. Dengan mengamalkan ilmu (dengan ikhlas), maka pasti Allah akan menunjuki kita akan ilmu-ilmu yang
belum kita ketahui.

4. Dengan mengamalkan ilmu (dengan ikhlas) pula, maka akan memperkuat keimanan dalam hati kita.
Seperti yang firman Allah dalam QS. An-Nisa ayat 66.

‫َولَوْ َأنـَّهُ ْم فـ َ َعلُوا َما يُو َعظُونَ بِ ِه لَ َكانَ خَ يـْرًا لهَُ ْم َوَأ َش َّد تـ َ ْثبِيتًا‬

Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal
yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka)

5. Dengan mengamalkan ilmu (dengan ikhlas) pula, maka akan membantu kita istiqamah diatas jalan
yang haq.
6. Allah menyebut “mengamalkan ilmu” sebagai salah satu bentuk jihad. maka ini sebagai jawaban
kepada kaum takfiriy yang hanya mengkhususkan jihad kepada jihad qital (perang) saja; yang mana
sebenarnya Jihad sangat luas maknanya, tidak sebatas perang saja.

7. Sebagaimana menuntut ilmu adalah jihad, maka mengamalkan ilmu pun merupakan jihad.

E. Ancaman Bagi Yang Menyembunyikan Ilmu

Mengamalkan ilmu adalah suatu kewajiban. Meninggalkan kewajiban yang memilki konsekuensi yang
beragam tergantung hukum dari amalan yang ditinggalkan, bisa jadi merupakan sebuah kekufuran,
perbuatan maksiat, perbuatan makruh ataupun mubah.

Meninggalkan beramal dengan ilmu yang merupakan kekufuran, seperti meninggalkan untuk
mengamalkan tauhid. Seseorang mengetahui bahwasanya wajib mentauhidkan Allah dalam ibadah dan
tidak boleh berbuat syirik, kemudian dia meninggalkan tauhid ini dengan melakukkan perbuatan syirik,
mempersembahkan ibadah kepada selain Allah, ia beribadah kepada makhluk yang tidak kuasa
memberikan manfaat atau menolak bahaya. Dengan demikian dia telah terjatuh dalam kekufuran.

Meninggalkan beramal dengan ilmu yang merupakan maksiat, seperti melanggar salah satu larangan
Allah. Seseorang mengetahui bahwasanya khamr itu diharamkan baik meminumnya, memperjual
belikannya, menghidangkannya dan seterusnya. Kemudian dia meninggalkan ilmu ini dengan
mengamalkan kebalikan dari ilmu ini, iameminumnya atau menjualnya. Maka orang ini telah jatuh
dalam keharaman dan telah berbuat maksiat.
Meninggalkan beramal dengan ilmu yang merupakan perbuatan makruh, seperti menyelisihi tuntunan
Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallamdalam sebuah tatacara ibadah. Seseorang telah mengetahui
bahwasanya Rasulullah melakukan shalat dengan cara tertentu kemudian dia menyelisihinya, maka
dengan penyelisihannya itu dia telah jatuh dalam perkara yang makruh.

Meninggalkan beramal dengan ilmu bisa jadi mubah. Seperti tidak mengikuti Rasulullah dalam
perkara-perkara yang merupakan kebiasaan Rasulullah yang tidak disunnahkan atau diwajibkan bagi kita
untukmenirunya, seperti tatacara berjalan, warna suara dan semisalnya.

Sungguh sangat bagus ucapan Al-Fudhail Bin ‘Iyadh :

(‫ال یزال العالم جاھالً حتى یعمل بعلمھ فإذا عمل بھ صار عالما‬

“Seorang alim tetap dikatakan jahil sebelum ia mengamalkan ilmunya, jika ia mengamalkannya maka
barulah ia dikatakan seorang alim.”

Ucapan ini mengandung makna yang dalam. Seseorang mempunyai ilmu namun tidak diamalkan maka
ia tetap dikatakan jahil (bodoh). Karena tidak ada yang membedakan antara dirinya dengan orang yang
jahil (bodoh) jika dia memiliki ilmu tapi dia tidak mengamalkan ilmunya. Seseorang yang berlimu tidak
dikatakan ‘alim/ulama yang tulen kecuali jika ia mengamalkan ilmunya.

Orang yang menyembunyikan ilmunya mendapat ancaman dari Allah, sahabat Abu hurairah r.a telah
menceritakan, bahwa Rasulullah bersabda:
“Barang siapa yang ditanya mengenai suatu ilmu, lalu ia menyembunyikanya (tidak mau memberikan
jawabanya), niscaya Allah akan mencocok (mulutnya), dengan kendali api kelak pada hari kiamat.”
(Riwayat Abu Daud dan Turmudzi).

Keterangan :
Karena menyembunyikan ilmunya dan membungkamkan mulutnya tanpa mau mengatakannya, maka
mulutnya itu disiksa oleh Allah kelak di hari kiamat sebagai balasan yang setimpal. Hadis ini mengandung
ancaman siksaan bagi orang yang menyembunyikan ilmu; dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
menyampaikan ilmu itu wajib hukumnya, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Abdullah ibnu Amr r.a telah menceritakan, bahwa Nabi saw. bersabda:

“Sampaikanlah oleh kalian dariku sekalipun hanya satu ayat, dan ceritakanlah tentang Bani Israil tiada
dosa (bagi kalian). Barang siapa yang sengaja berbuat dusta terhadapku, maka hendaklah ia menempati
tempat tinggalnya di neraka.” (Riwayat Bukhari dan Turmudzi).

Keterangan:

Maksud sampaikanlah ilmu atau pelajaran dari Nabi SAW walaupun sedikit sesuai dengan kemampuan,
atau sesuai dengan kemampuan yang dimiliki atau sesuai ilmu yang diketahuinya. Menyampaikan ilmu
wajib dan menyimpannya perbuatan dosa yang disebut dengan katim al-‘ilmi. Beritakanlah tentang
kisah-kisah tentang Bani Israil yang disebut dengan Israiliyat asal tidak berdosa yakni tidak bohong dan
tidak berdusta, tetapi ada dasar periwayatan yang kuat. Ancaman orang yang berdusta dalam
pemberitaan dari Nabi seperti membuat hadis bohong adalah neraka.

F. Aspek Tarbawi

1. Menuntut ilmu hukumnya adalah wajib, dan mengamalkannya hukumnya pun wajib.

2. Agar terhindar dari ancaman yang disebutkan oleh Allah SWT, hendaknya penuntut ilmu,
mengamalkan apa yang sudah diperolehnya walaupun hanya sedikit.
3. Sesorang mengamalkan ilmu haruslah sesuai dengan kemampuannya atau sesuai dengan ilmu yang
diketahuinya.

4. Amalkanlah ilmu dengan tujuan mencari ridha Allah SWT, bukan dengan tujuan buruk.

Anda mungkin juga menyukai