Anda di halaman 1dari 11

MENGAMALKAN ILMU

Disusun guna memenuhi tugas


Mata Kuliah : Hadits Tarbawi II
Dosen Pengampu : Drs.H.Ahmad Rifa’i.M.Pd

Disusun Oleh :

Syarifatul Shafira (2021115124)

Kelas D

JURUSAN TARBIYAH / PAI


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PEKALONGAN

2017

1
BAB I

MUQODDIMAH

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang


telah melimpahkan rahmat, karunia serta hidayah-Nya kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Mengamalkan Ilmu”.
Sholawat serta salam tidak lupa penulis curahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, sebagai rahmatan lil alamin.

Alhamdulillah makalah ini dapat diselesaikan semata-mata karena


limpahan karunia-Nya dan bantuan serta dukungan dari semua pihak. Penulis
ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung
terutama kepada orang tua, para dosen IAIN Pekalongan khususnya kepada bapak
Ahmad Rifa’i sebagai dosen pengampu mata kuliah hadits tarbawi II, serta teman-
teman yang saya banggakan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik maupun saran positif yang bersifat
membangun dan memotivasi dari pembaca demi perbaikan pada makalah
berikutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun
pembaca pada umumnya.

Pekalongan, Maret 2017

Syarifatul Shafira

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hadits Mengamalkan Ilmu


ُ‫ﻋَﻦْ َﻋﻠِ ﱟﻲ ﻗَﺎ َل ﺗَ َﻌﻠﱠﻤُﻮا ا ْﻟ ِﻌ ْﻠ َﻢ ﺗُ ْﻌ َﺮﻓُﻮا ﺑِ ِﮫ َوا ْﻋ َﻤﻠُﻮا ﺑِ ِﮫ ﺗَﻜُﻮﻧُﻮا ﻣِﻦْ أَ ْھﻠِ ِﮫ ﻓَﺈِﻧﱠﮫ‬
ُ‫َﺳﯿَﺄْﺗِﻲ ﺑَ ْﻌ َﺪ ھَﺬَا َزﻣَﺎنٌ َﻻ ﯾَ ْﻌﺮِفُ ﻓِﯿ ِﮫ ﺗِ ْﺴ َﻌﺔُ ُﻋ َﺸ َﺮاﺋِ ِﮭ ْﻢ ا ْﻟ َﻤ ْﻌﺮُوفَ و ََﻻ ﯾَ ْﻨﺠُﻮ ِﻣ ْﻨﮫ‬
‫ﺢ وَ َﻻ‬ ِ ‫ﺼﺎﺑِﯿ ُﺢ ا ْﻟ ِﻌﻠْﻢِ ﻟَ ْﯿﺴُﻮا ﺑِﺎ ْﻟ َﻤﺴَﺎﯾِﯿ‬
َ ‫ﻚ أَﺋِ ﱠﻤﺔُ ا ْﻟﮭُﺪَى َو َﻣ‬ َ ِ‫إ ﱠِﻻ ﻛُﻞﱡ ﻧُﻮَ َﻣ ٍﺔ ﻓَﺄ ُوﻟَﺌ‬
‫ا ْﻟ َﻤﺬَاﯾِﯿ ِﻊ ا ْﻟﺒُ ْﺬ ِر ﻗَﺎ َل أَﺑُﻮ ﻣُﺤَ ﻤﱠﺪ ﻧُﻮَ َﻣﺔٌ ﻏَﺎﻓِ ٌﻞ ﻋَﻦْ اﻟ ﱠﺸ ﱢﺮ ا ْﻟ َﻤﺬَاﯾِﯿ ُﻊ ا ْﻟﺒُ ْﺬ ِر َﻛﺜِﯿ ُﺮ‬
ِ‫ا ْﻟﻜ ََﻼم‬
Telah disampaikan kabar dari Ali radliallahu 'anhu ia berkata; "
Pelajarilah ilmu, kamu akan mengenalnya, dan amalkanlah ilmu kalian,
kalian menjadi ahlinya. Akan datang satu jaman yang ketika itu sembilan
persepuluh kebaikan sudah tidak dikenali lagi. Tidak ada yang selamat
kecuali sekelompok kecil. Mereka adalah para pemimpin yang
tercerahkan dan menjadi cahaya ilmu, mereka bukanlah orang yang
selalu berbuat buruk dan mengadu domba, dan mereka juga bukan orang
yang hanya pandai bicara ".1
B. Penjelasan
Hadits di atas menjelaskan bahwa setelah mempelajari dan
memiliki ilmu, kewajiban yang harus ditunaikan adalah mengamalkan
ilmu tersebut. Karena ilmu tidak dicari kecuali untuk diamalkan yaitu
mengubah ilmu tersebut menjadi sebuah perilaku nyata yang tercermin
dalam setiap tindak tanduk dan pemikiran seorang manusia.
Para ulama Ahlussunnah wal Jamaah menasihati kita supaya
menuntut ilmu dan mempelajarinya, serta mengamalkannya. Mereka
mengatakan bahwa tegaknya agama serta kunci kemenangan adalah
dengan ilmu. Hal ini sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Swt.:

‫ﺼ ًﲑا‬
ِ َ‫ﱢﻚ ﻫَﺎ ِدﻳًﺎ َوﻧ‬
َ ‫ﲔ َوَﻛﻔَﻰ ﺑَِﺮﺑ‬
َ ‫َﱯ َﻋﺪُوا ِﻣ َﻦ اﻟْ ُﻤ ْﺠ ِﺮِﻣ‬
‫ِﻚ َﺟ َﻌ ْﻠﻨَﺎ ﻟِ ُﻜ ﱢﻞ ﻧِ ﱟ‬
َ ‫َوَﻛ َﺬﻟ‬

1
Darimi, kitab: muqaddimah, bab: Beramal Dengan Pedoman Ilmu dan Niat Baik, nomor hadits:
261

3
“Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh
dari orang-orang yang berdosa. Dan cukuplah Tuhanmu menjadi Pemberi
petunjuk dan Penolong.” (QS. Al-Furqaan [25]: 31)2
Hilal bin Ala juga mengatakan bahwa menuntut ilmu itu berat,
menghafalnya lebih sulit lagi, mengamalkannya lebih sulit dari
menghafalnya, selama (dengan keikhlasan) dalam proses tersebut paling
sulit. Ilmu itu adalah sesuatu yang berat. Menuntut ilmu syar’i itu suatu
perkara yang berat, butuh keseriusan dan memohon pertolongan kepada
Allah Swt. Dan, lebih berat dari itu adalah menghafalkannya, terkadang
ilmu yang telah dipelajari itu terlupa.3

C. Pengertian Ilmu
Ilmu merupakan suatu istilah yang berasal dari bahasa Arab, yaitu
‘alima. Secara harfiah ilmu dapat diartikan kepada tahu atau mengetahui.
Secara istilah ilmu berarti memahami hakikat sesuatu, atau memahami
hukum yang berlaku atas sesuatu.4
Ilmu itu terbagi menjadi dua bagian, ilmu zhahir dan ilmu batin.
Ilmu zhahir ialah ilmu yang harus diketahui oleh orang mukallaf dalam
bab ibadah dan muamalah, yang menjadi subjeknya ialah ilmu tafsir ,
ilmu hadits, dan ilmu fiqh. Ilmu batin terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
ilmu muamalah dan ilmu mukasyafah.
Ilmu muamalah merupakan fardhu ‘ain pula, karena orang yang
berpaling darinya terancam binasa oleh kekuasaan Allah di hari kemudian.
Sedangkan ilmu muamalah ialah pengetahuan yang menyangkut
pembersihan jiwa dan menjernihkan hati dari sifat-sifat tercela seperti riya,
‘ujub, takabur, tamak, sombong, cinta kedudukan, dan kemasyhuran.
Kemudian mempereloknya dengan akhlak-akhlak Nabi Muhammad SAW.

2
Ahmad Zainal Abidin, Untaian Hikmah Ulama Ahlussunah Untuk Muslimah Ahlul Jannah,
(Yogyakarta: DIVA Press, 2015), hlm. 99
3
Ahmad Zainal Abidin, hlm. 102
4
Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi (Pesan-Pesan Al-Qur’an Tentang Pendidikan), (Jakarta:
AMZAH, 2013), hlm. 16-17.

4
Seperti ikhlas, sabar, syukur, rendah diri, qanaah, wara’, zuhud, dan
bertawakal kepada Allah SWT.
Seseorang tidak akan memperoleh martabat (kedudukan) ilmu
yang hakiki kecuali dengan mengamalkan kedua jenis ilmu tadi, yaitu ilmu
zhahir dan ilmu batin. Karena ilmu tanpa amal sama dengan sarana tanpa
tujuan, dan sebaliknya merupakan jinayah (tindakan kriminal). Apabila
seseorang mengamalkan kedua ilmu tersebut, niscaya Allah akan
memberikan kepadanya ilmu yang belum ia ketahui. Sehubungan dengan
ini Allah swt. telah berfirman:

ُ‫وَاﺗـﱠ ُﻘﻮا اﻟﻠﱠﻪَ َوﻳـُ َﻌﻠﱢ ُﻤ ُﻜ ُﻢ اﻟﻠﱠﻪ‬

Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu (Al Baqarah 282)5

D. Keutamaan Mengamalkan Ilmu


1. Anjuran agar kita semakin bersemangat dalam menuntut ilmu syar’i
sehingga semoga setiap ilmu yang kita dapatkan, kita berusaha untuk
dapat kita amalkan.
2. Maka seharusnya ini dapat kita jadikan sebagai tujuan utama kita
dalam menuntut ilmu, yaitu kita mencari ilmu agar kita dapat
mengamalkannya; bukan hanya sekedar “koleksi” ilmu saja, namun
tercermin dalam amal-amal kita, baik amalan hati, lisan maupun
anggota badan.
3. Dengan mengamalkan ilmu (dengan ikhlas), maka pasti Allah akan
menunjuki kita akan ilmu-ilmu yang belum kita ketahui.
4. Dengan mengamalkan ilmu (dengan ikhlas) pula, maka akan
memperkuat keimanan dalam hati kita. Seperti yang firman Allah
dalam QS. An-Nisa ayat 66.

‫َوﻟ َْﻮ أَﻧـﱠ ُﻬ ْﻢ ﻓَـ َﻌﻠُﻮا ﻣَﺎ ﻳُﻮ َﻋﻈُﻮ َن ﺑِِﻪ ﻟَﻜَﺎ َن َﺧْﻴـﺮًا ﳍَُ ْﻢ َوأَ َﺷ ﱠﺪ ﺗَـﺜْﺒِﻴﺘًﺎ‬

5
Syekh Manshur Ali Nashif, Mahkota Pokok-Pokok Hadis Rasulullah SAW Jilid I, (Bandung: CV
Sinar Bandung, 1993), hlm. 138-139

5
Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang
diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik
bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka)
5. Dengan mengamalkan ilmu (dengan ikhlas) pula, maka akan
membantu kita istiqamah diatas jalan yang haq.
6. Allah menyebut “mengamalkan ilmu” sebagai salah satu bentuk jihad.
maka ini sebagai jawaban kepada kaum takfiriy yang hanya
mengkhususkan jihad kepada jihad qital (perang) saja; yang mana
sebenarnya Jihad sangat luas maknanya, tidak sebatas perang saja.
7. Sebagaimana menuntut ilmu adalah jihad, maka mengamalkan ilmu
pun merupakan jihad.

E. Ancaman Bagi Yang Menyembunyikan Ilmu

Mengamalkan ilmu adalah suatu kewajiban. Meninggalkan


kewajiban yang memilki konsekuensi yang beragam tergantung hukum
dari amalan yang ditinggalkan, bisa jadi merupakan sebuah kekufuran,
perbuatan maksiat, perbuatan makruh ataupun mubah.

Meninggalkan beramal dengan ilmu yang merupakan kekufuran,


seperti meninggalkan untuk mengamalkan tauhid. Seseorang mengetahui
bahwasanya wajib mentauhidkan Allah dalam ibadah dan tidak boleh
berbuat syirik, kemudian dia meninggalkan tauhid ini dengan melakukkan
perbuatan syirik, mempersembahkan ibadah kepada selain Allah, ia
beribadah kepada makhluk yang tidak kuasa memberikan manfaat atau
menolak bahaya. Dengan demikian dia telah terjatuh dalam kekufuran.

Meninggalkan beramal dengan ilmu yang merupakan maksiat,


seperti melanggar salah satu larangan Allah. Seseorang mengetahui
bahwasanya khamr itu diharamkan baik meminumnya, memperjual
belikannya, menghidangkannya dan seterusnya. Kemudian dia
meninggalkan ilmu ini dengan mengamalkan kebalikan dari ilmu ini, ia

6
meminumnya atau menjualnya. Maka orang ini telah jatuh dalam
keharaman dan telah berbuat maksiat.

Meninggalkan beramal dengan ilmu yang merupakan perbuatan


makruh, seperti menyelisihi tuntunan Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-
dalam sebuah tatacara ibadah. Seseorang telah mengetahui bahwasanya
Rasulullah melakukan shalat dengan cara tertentu kemudian dia
menyelisihinya, maka dengan penyelisihannya itu dia telah jatuh dalam
perkara yang makruh.

Meninggalkan beramal dengan ilmu bisa jadi mubah. Seperti tidak


mengikuti Rasulullah dalam perkara-perkara yang merupakan kebiasaan
Rasulullah yang tidak disunnahkan atau diwajibkan bagi kita untuk
menirunya, seperti tatacara berjalan, warna suara dan semisalnya.

Sungguh sangat bagus ucapan Al-Fudhail Bin ‘Iyadh :

(ً ‫)ﻻ ﯾﺰال اﻟﻌﺎﻟﻢ ﺟﺎھﻼً ﺣﺘﻰ ﯾﻌﻤﻞ ﺑﻌﻠﻤﮫ ﻓﺈذا ﻋﻤﻞ ﺑﮫ ﺻﺎر ﻋﺎﻟﻤﺎ‬
“Seorang alim tetap dikatakan jahil sebelum ia mengamalkan
ilmunya, jika ia mengamalkannya maka barulah ia dikatakan seorang
alim.”6

Ucapan ini mengandung makna yang dalam. Seseorang


mempunyai ilmu namun tidak diamalkan maka ia tetap dikatakan jahil
(bodoh). Karena tidak ada yang membedakan antara dirinya dengan orang
yang jahil (bodoh) jika dia memiliki ilmu tapi dia tidak mengamalkan
ilmunya. Seseorang yang berlimu tidak dikatakan ‘alim/ulama yang tulen
kecuali jika ia mengamalkan ilmunya.

6
https://tigalandasanutama.wordpress.com/2011/07/13/penjelasan-kitab-3-landasan-utama-
muqoddimah-kewajiban-mengamalkan-ilmu/ (Diakses pada 13 Maret 2017 pukul 22.08 WIB)

7
Orang yang menyembunyikan ilmunya mendapat ancaman dari
Allah, sahabat Abu hurairah r.a telah menceritakan, bahwa Rasulullah
bersabda:

“Barang siapa yang ditanya mengenai suatu ilmu, lalu ia


menyembunyikanya (tidak mau memberikan jawabanya), niscaya Allah
akan mencocok (mulutnya), dengan kendali api kelak pada hari kiamat.”
(Riwayat Abu Daud dan Turmudzi).

Keterangan :

Karena menyembunyikan ilmunya dan membungkamkan mulutnya


tanpa mau mengatakannya, maka mulutnya itu disiksa oleh Allah kelak di
hari kiamat sebagai balasan yang setimpal. Hadis ini mengandung
ancaman siksaan bagi orang yang menyembunyikan ilmu; dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa menyampaikan ilmu itu wajib
hukumnya, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Hadis ini sesuai
dengan firman Allah dalam QS Al-Baqarah ayat 159.

‫ﱠﺎس ِﰲ‬
ِ ‫َﺎت وَاﳍُْﺪَى ِﻣ ْﻦ ﺑـَ ْﻌ ِﺪ ﻣَﺎ ﺑـَﻴﱠـﻨﱠﺎﻩُ ﻟِﻠﻨ‬
ِ ‫إِ ﱠن اﻟﱠﺬِﻳ َﻦ ﻳَ ْﻜﺘُﻤُﻮ َن ﻣَﺎ أَﻧْـَﺰﻟْﻨَﺎ ِﻣ َﻦ اﻟْﺒَـﻴﱢـﻨ‬

‫ِﻚ ﻳـَْﻠ َﻌﻨُـ ُﻬ ُﻢ اﻟﻠﱠﻪُ َوﻳـَْﻠ َﻌﻨُـ ُﻬ ُﻢ اﻟﻼ ِﻋﻨُﻮ َن‬


َ ‫َﺎب أُوﻟَﺌ‬
ِ ‫اﻟْ ِﻜﺘ‬

Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah


Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk,
setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka
itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat
melaknati,(Al-Baqarah159).7

7
Syekh Manshur Ali Nashif, hlm. 162

8
Abdullah ibnu Amr r.a telah menceritakan, bahwa Nabi saw.
bersabda:

“Sampaikanlah oleh kalian dariku sekalipun hanya satu ayat, dan


ceritakanlah tentang Bani Israil tiada dosa (bagi kalian). Barang siapa
yang sengaja berbuat dusta terhadapku, maka hendaklah ia menempati
tempat tinggalnya di neraka.” (Riwayat Bukhari dan Turmudzi).

Keterangan:

Maksud sampaikanlah ilmu atau pelajaran dari Nabi SAW


walaupun sedikit sesuai dengan kemampuan, atau sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki atau sesuai ilmu yang diketahuinya.
Menyampaikan ilmu wajib dan menyimpannya perbuatan dosa yang
disebut dengan katim al-‘ilmi. Beritakanlah tentang kisah-kisah tentang
Bani Israil yang disebut dengan Israiliyat asal tidak berdosa yakni tidak
bohong dan tidak berdusta, tetapi ada dasar periwayatan yang kuat.
Ancaman orang yang berdusta dalam pemberitaan dari Nabi seperti
membuat hadis bohong adalah neraka.8

F. Aspek Tarbawi
1. Menuntut ilmu hukumnya adalah wajib, dan mengamalkannya
hukumnya pun wajib.
2. Agar terhindar dari ancaman yang disebutkan oleh Allah SWT,
hendaknya penuntut ilmu, mengamalkan apa yang sudah diperolehnya
walaupun hanya sedikit.
3. Sesorang mengamalkan ilmu haruslah sesuai dengan kemampuannya
atau sesuai dengan ilmu yang diketahuinya.
4. Amalkanlah ilmu dengan tujuan mencari ridha Allah SWT, bukan
dengan tujuan buruk.

8
Abdul Majid Khon, Hadis Tarbawi: Hadis-Hadis Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenadamedia
Group, 2012), hlm. 82

9
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Setelah mempelajari dan memiliki ilmu, kewajiban yang harus
ditunaikan adalah mengamalkan ilmu tersebut. Karena ilmu tidak dicari
kecuali untuk diamalkan yaitu mengubah ilmu tersebut menjadi sebuah
perilaku nyata yang tercermin dalam setiap tindak tanduk dan pemikiran
seorang manusia.
Ilmu itu terbagi menjadi dua bagian, ilmu zhahir dan ilmu batin.
Ilmu zhahir ialah ilmu yang harus diketahui oleh orang mukallaf dalam
bab ibadah dan muamalah, yang menjadi subjeknya ialah ilmu tafsir ,
ilmu hadits, dan ilmu fiqh. Ilmu batin terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
ilmu muamalah dan ilmu mukasyafah.
Seseorang tidak akan memperoleh martabat (kedudukan) ilmu
yang hakiki kecuali dengan mengamalkan kedua jenis ilmu tadi, yaitu ilmu
zhahir dan ilmu batin. Karena ilmu tanpa amal sama dengan sarana tanpa
tujuan, dan sebaliknya merupakan jinayah (tindakan kriminal). Apabila
seseorang mengamalkan kedua ilmu tersebut, niscaya Allah akan
memberikan kepadanya ilmu yang belum ia ketahui.

B. Saran

Manusia dalam berbuat tentunya terdapat kesalahan yang sifatnya


tersilap dari yang telah ditetapkan atau seharusnya. Apalagi dalam
kegiatan menyusun makalah ini. Untuk itu, penulis harapkan dari
pembaca, mohon kritik dan sarannya guna perbaikkan penyusunan
selanjutnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Darimi. Kitab: muqaddimah, bab: Beramal Dengan Pedoman Ilmu dan Niat Baik,
nomor hadits: 261.

Abidin, A. Zainal. 2015. Untaian Hikmah Ulama Ahlussunah Untuk Muslimah


Ahlul Jannah. Yogyakarta: DIVA Press.

Yusuf, Kadar M. 2013. Tafsir Tarbawi (Pesan-Pesan Al-Qur’an Tentang


Pendidikan). Jakarta: AMZAH.

Nashif, Syekh Manshur Ali. 1993. Mahkota Pokok-Pokok Hadis Rasulullah SAW
Jilid I. Bandung: Sinar Bandung.

Khon,Abdul Majid. 2012. Hadis Tarbawi: Hadis-Hadis Pendidikan. Jakarta:


Kencana Prenadamedia Group.

https://tigalandasanutama.wordpress.com/2011/07/13/penjelasan-kitab-3-
landasan-utama-muqoddimah-kewajiban-mengamalkan-ilmu/ (Diakses pada 13
Maret 2017 pukul 22.08 WIB)

11

Anda mungkin juga menyukai