Para pemuka kabilah di Yatsrib menyadari bahwa keadaan sosial politik di kota
itu mengalami krisis sehingga membutuhkan seorang hakam atau arbitrator yang
mampu menyelesaikan sengketa dua suku besar. Dan, mereka lantas sepakat
bahwa Nabi Muhammad SAW adalah sosok yang layak dan kapabel untuk
menjadi sang arbitrator guna menyelesaikan konflik tersebut.
Piagam madinah
Pada 622 Masehi atau tahun pertama hijriah, Nabi Muhammad SAW membuat
perjanjian dengan perbagai kalangan yang terdiri dari beragam suku, ras, dan
agama di Yatsrib, yang dikenal dengan sebutan Piagam Madinah
Piagam Madinah berisi pernyataan bahwa para warga muslim dan non-muslim
di Yatsrib (Madinah) adalah satu bangsa, dan orang Yahudi dan Nasrani, serta
non-muslim lainnya akan dilindungi dari segala bentuk penistaan dan gangguan.
Rasulullah Saw hanya terbatas memerangi orang-orang Quraisy saja, tidak semua bangsa Arab. Akan tetapi tatkala mereka
bahu membahu bersama orang-orang musyrik Arab untuk memerangi orang-orang Muslim, maka Allah Swt memerintahkan
kepada Rasulullah Saw untuk memerangi orang-orang musyrik secara keseluruhan.
Dengan demikian jihad itu bersifat umum, yaitu diadakan untuk melawan orang-orang yang tidak memiliki kitab suci dan atau
orang-orang watsani (penyembah berhala). Setelah turunnya wahyu diperbolehkannya umat Islam berperang dalam rangka
mempertahankan diri, umat Islam tidak lagi bersifat pasif dan mengalah terhadap tindakan semena-mena kaum kafir.
Perang Badar
Pasca peristiwa Hijrah pada tahun 622 Masehi, Nabi Muhammad SAW
dan kaum muslimin mulai mengalami banyak peperangan dengan kaum
kafir.
Peperangan pertama yang dialami oleh kaum muslim adalah Perang
Badar. Perang Badar yang terjadi pada 17 Maret 624 Masehi atau tanggal
17 Ramadhan tahun 2 Hijriah.
PASUKAN
KAUM
KAFIR 1.000 orang,
MUSLIMIN
313 kaum muslim, QURAISY
600 persenjataan
8 pedang,
lengkap,
6 baju perang,
70 ekor unta, serta
700 unta, serta
“Motif penghadangan didasari oleh keinginan kaum muslim yang ingin mengambil hak-hak
mereka yang dulu dirampas oleh kaum Quraisy”
Tujuan kaum muslimin melakukan perang Badar adalah untuk mempertahankan dan
menegakan eksistensi dari agama Islam.
Nabi Muhammad SAW berperang melawan kaum Quraisy bukan untuk mendapatkan
kekuasaan, kekayaan, ataupun kesenangan pribadi maupun golongan. Lebih dari itu, Nabi
Muhammad SAW ingin menegakkan agama Islam di muka bumi.
Peristiwa – peristiwa penting dalam dakwah Rasullah Saw periode madinah
Perang Badar
Saat melihat banyaknya tentara kaum kafir Quraisy berserta kelengkapan
persenjataan, zirah, tombak, pedang, dan alat tempur lainnya, Nabi Muhammad SAW
sempat menangis.
Dia lantas berdoa kepada Allah SWT. “Ya Allah. Jikalau rombongan yang bersamaku ini
ditakdirkan untuk binasa, maka tidak akan ada seorang pun setelah aku yang akan
menyembah-Mu. Semua orang yang beriman akan meninggalkan agama Islam nan sejati
ini.”
Dampak :
Kekalahan pasukan muslim dalam Perang Uhud membawa dampak yang besar.
Kemampuan militer dari pasukan muslim bertambah karena melakukan pelatihan dan
ekspedisi penaklukan.
Kaum Quraisy semakin bernafsu untuk menaklukan kekuatan Islam di Madinah.
Peristiwa – peristiwa penting dalam dakwah Rasullah Saw periode madinah
Perang Ahzab / Khandak
Salah satu peperangan yang terjadi di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
adalah Perang Khandaq. Perang yang terjadi pada bulan Syawwal tahun 5 H ini
memberikan kemenangan bagi umat Islam.
Perang Khandaq disebut juga dengan Perang Parit, Pertempuran Al Ahzab,
Pertempuran Konfederasi, atau Pengepungan Madinah.
Setelah parit ini dibuat, pasukan koalisi pun datang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersama para sahabat, tiga ribu prajurit muslimin, dan penduduk Madinah pun berlindung
di dalam parit.
Maka itu, pada awal bulan Dzulqa'dah tahun ke 6 Hijriyah, Rasulullah SAW
bersama 1500-an sahabat berangkat ke Makkah.
Adapun kepemimpinan di Madinah dipasrahkan untuk sementara kepada
Abdullah bin Ummi Maktum
Perjanjian Hudaibiyah
Dalam rombongan Rasulullah SAW, juga ada puluhan unta dengan tanda di
lambung kanannya sebagai petunjuk bahwa hewan-hewan itu untuk kurban,
bukan kendaraan perang. Pesan terang benderang ditunjukkan Rasulullah SAW
bahwa kedatangannya ke Makkah bukan untuk bertempur dengan kaum Qurays.
Bahkan saat sampai di tempat bernama Dzul Hulaifah, Rasulullah SAW
meminta para sahabatnya segera memakai pakain ihram, berniat melaksanakan
umrah, dan membaca talbiah sepanjang perjalanan.
Meskipun begitu, kaum Qurays di Makkah tetap curiga dan bahkan berusaha
menghalangi rombongan Rasulullah SAW agar tidak bisa masuk ke Kota Makkah
Negosiasi pun dilakukan oleh Nabi Muhammad agar tidak terjadi
pertumpahan darah. Beberapa kali kedua belah pihak terlibat pembicaraan,
namun berujung buntu.
Kemudian diutuslah Suhail bin Amr dan Mukriz oleh para pemuka Mekah
untuk membuat kesepakatan apapun dengan Nabi Muhammad SAW dan
rombongannya.
Perjanjian Hudaibiyah
Isi Perjanjian Hudaibiyah
Adapun inti dari isi perjanjian Hudaibiyah ada lima butir seperti berikut:
1. Gencatan senjata antara Mekkah dengan Madinah selama 10 tahun. Tidak boleh ada
permusuhan dan tindakan buruk terhadap masing-masing pihak selama masa
tersebut.
2. Siapa yang datang dari kaum musyrik kepada Nabi, tanpa izin keluarganya, harus
dikembalikan ke Makkah. Namun jika ada kaum Muslim yang mendatangi kaum
Musyrik, maka ia tidak akan dikembalikan.
3. Diperkenankan siapa saja di antara suku-suku Arab untuk mengikat perjanjian damai
dan menggabungkan diri kepada salah satu dari kedua pihak. Ketika itu, suku
Khuza’ah menjalin kerja sama dan mengikat perjanjian pertahanan bersama dengan
Nabi Muhammad saw. dan Bani Bakar memihak kaum musyrik.
4. Tahun ini Nabi Muhammad SAW dan rombongan belum diperkenankan memasuki
Mekah. Namun harus ditunda sampai tahun depan dengan syarat hanya bermukim
tiga hari tanpa membawa senjata kecuali pedang yang tidak dihunus. Kaum Quraisy
akan keluar dari Mekah.
5. Perjanjian ini diikat atas dasar ketulusan dan kesediaan penuh untuk
melaksanakannya, tanpa penipuan atau penyelewengan.
Thank You