Anda di halaman 1dari 11

HAJI WADA & WAFATNYA RASULULLAH

2023
HAJI WADA

Peristiwa Haji Wada’ tidak saja menjadi momen bahagia umat Muslim
karena dikenal sebagai simbol prestasi dakwah Rasulullah saw yang ditandai
dengan animo masyarakat Arab untuk menjadi mualaf, tetapi juga sekaligus hari
duka karena menjadi pertanda usia Nabi tidak lama lagi berdasarkan gelagat yang
ditangkap sejumlah sahabat.

Kisah Haji Wada' bermula ketika Nabi SAW menunaikan ibadah haji
bersama istri-istrinya pada 25 Zulka’dah, akhir tahun 10 Hijriyah. Rasulullah
SAW berangkat setelah menjalankan Sholat Dzuhur dan diikuti oleh 90 ribu
hingga 114 ribu jamaah. Mereka bersama-sama menuju Tanah Suci dengan
kegembiraan. s

Tiba di Dzul Hulaifa, tepatnya sebelum ashar, Nabi SAW dan kaum
muslimin bermalam selama satu hari. Esok harinya, Nabi Muhammad SAW
mengenakan pakaian ihram, yang diikuti oleh kaum muslim lainnya.

Perjuangan Dakwah

Selama kurang lebih 23 tahun Nabi Muhammad menjalankan misi


risalahnya mengajak umat manusia untuk memeluk agama Islam, membawa
mereka perlahan meninggalkan segala bentuk ajaran nenek moyang yang
menyimpang kepada nilai-nilai kebenaran yang Allah sampaikan melalui Rasul-
Nya. Selama 23 tahun pula Nabi Muhammad bersama sekalian umat Muslim
harus merasakan beratnya melewati tantangan dan ujian di tengah kaum
musyrikin. Harta dikorbankan, tenaga dikerahkan, pikiran didedikasikan, hingga
nyawa pun siap menjadi taruhan jika memang untuk mempertahankan keimanan
harus dibayar dengan nyawa

Dalam catatan sejarah yang dikemukakan oleh banyak sejarawan, kita


akan menemukan sejumlah nama sahabat yang begitu tegar menghadapi
perlawanan kaum musyrik yang selalu berusaha menggagalkan dakwah Nabi
dengan menghalalkan segala upaya. Selain tentu Nabi sendiri yang selalu menjadi
incaran utama, untuk sekadar menyebut, ada satu keluarga sahabat yang dibunuh
secara kejam karena mempertahankan akidahnya. Mereka adalah keluarga Ammar
bin Yasir.  Ayah Ammar, yaitu Yasir, meninggal dalam penyiksaan itu. Disusul
sang ibu, Sumayyah yang juga disiksa Abu Jahal. Beruntung, dalam insiden itu
Ammar selamat karena pura-pura murtad. (Safyurahman al-Mubarakfuri, Ar-
Raḫîqul Makhtûm, 2013: h. 85)

Haji Wada’

Setelah 23 tahun perjuangan dakwah berlalu, tepatnya hari Sabtu empat


hari sebelum habisnya bulan Dzulqa’dah tahun 11 H, Rasulullah bersama umat
Muslim bertolak ke Madinah untuk menunaikan ibadah haji. Peristiwa ini
kemudian dikenal dengan Haji Wada’. Kata 'Wada' sendiri berarti perpisahan
karena tidak lama setelah itu Nabi Muhammad wafat. Peristiwa Haji Wada’ ini
ditulis oleh para sejarawan dengan begitu detail dalam catatan-catatan sejarah
mereka. Mulai dari Nabi mempersiapkan keberangkatan, manasik per manasik,
sampai kembali lagi ke Madinah. 

Nabi memasuki kota Makkah pada hari Senin, 4 Dzulqa’dah tahun 10 H


dengan menghabiskan perjalanan selama delapan hari. Waktu tempuh perjalanan
yang lebih lama dari biasanya ini menggambarkan betapa Rasulullah menikmati
proses ibadah tersebut. Mengingat ini adalah momen haji pertama sekaligus
terakhir baginya sebagaimana dituturkan sebagian sejarawan. (Ibnul Atsir, Al-
Kâmil fit Târîkh, 2010: juz 2, h. 170)

Momen Haji Wada’ ini juga menunjukkan animo manusia untuk memeluk
agama Islam begitu besar. Syekh Mushtafa as-Siba’i dalam As-Sîrah an-
Nabawiyah Durus wa ‘Ibar saja melaporkan sebanyak 114.00 umat Muslim dari
Jazirah Arab dan sekitarnya turut serta menunaikan rukun Islam yang kelima itu.
Sementara Safyurrahman al-Mubarakfuri dalam Ar-Raḫîqul Makhtûm melaporkan
jumlah jamaah haji sebanyak 124.000 atau 140.000.

Tentu angka ini sangat fantastis mengingat Nabi hanya butuh waktu 23
tahun untuk mengislamkan bangsa Arab yang sudah mapan dengan ideologi
jahiliyah warisan nenek moyang dan sudah mengakar kuat di tubuh bangsa Arab
saat itu. Di tengah lautan umat Muslim itulah kemudian Rasulullah
menyampaikan pidato yang cukup mengharukan. Pesan-pesannya mengisyaratkan
bahwa usia beliau tidak lama lagi.

‫دًا‬DDَ‫ف َأب‬DD
ِ ِ‫ َذا ْال َموْ ق‬DDَ‫ َذا بِه‬DDَ‫ا ِمي ه‬DDَ‫ َد ع‬DDْ‫ا ُك ْم بَع‬DDَ‫ِإنِّي اَل َأ ْد ِري لَ َعلِّي اَل َأ ْلق‬DDَ‫ ف‬،‫وْ لِي‬DDَ‫ َمعُوا ق‬DD‫اس‬
ْ ، ُ‫ا النَّاس‬DDَ‫َأيُّه‬

Artinya, “Wahai sekalian manusia, dengarkanlah perkataanku! Aku belum tahun


secara pasti, boleh jadi aku tidak akan bertemu kalian lagi setelah tahun ini
dengan keadaan seperti ini.”

Haji Wada’ merupakan haji yang pertama dan terakhir kali dilakukan oleh
Rasulullah SAW usai diutus menjadi nabi. Beliau menyampaikan dakwah Islam
kepada umat manusia sekaligus dengan praktiknya, termasuk ibadah haji.

Haji Wada’ dilakukan Rasulullah SAW tepatnya pada bulan Dzulqa’dah


tahun 10 hijriah. Pada saat itu sekitar 100.000 sampai 114.000 kaum Musim dari
seluruh jazirah Arab turut serta bersama Nabi SAW melaksanakan haji Wada’.

Peristiwa Haji Wada’ merupakan pertanda disyariatkannya ibadah haji bagi


kaum Muslim. Tak hanya itu, pelaksanaan Haji Wada’ tersebut juga sebagai
pertanda bahwa usia Nabi SAW tidak akan lama lagi.

Pada saat itu banyak kaum Muslim yang merasakan akan adanya
perpisahan yang megharukan. Sehingga banyak dari mereka menangis ketika
mendengarkan khutbah dari Rasulullah SAW. Terdapat kisah yang mengharukan
di balik Haji Wada’ yang rupanya menjadi tanda perpisahan Rasulullah SAW
dengan umatnya.

Pada saat Haji Wada' tersebut, Allah SWTt menurunkan wahyu yang
terakhir kepada Nabi Muhammad SAW. Wahyu ini turun dan disampaikan Nabi
SAW dalam khutbah ibadah wukuf di Padang Arafah.

ُ‫ت َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةُ َوال َّد ُم َولَحْ ُم ْال ِخ ْن ِزي ِْر َو َمٓا اُ ِه َّل لِ َغي ِْر هّٰللا ِ بِ ٖه َو ْال ُم ْن َخنِقَة‬ ْ ‫حُرِّ َم‬
‫َو ْال َم ْوقُ ْو َذةُ َو ْال ُمتَ َر ِّديَةُ َوالنَّ ِطي َْحةُ َو َمٓا اَ َك َل ال َّسبُ ُع اِاَّل َما َذ َّك ْيتُ ۗ ْم َو َما ُذبِ َح َعلَى‬
‫س الَّ ِذي َْن َكفَر ُْوا ِم ْن‬ ٌ ۗ ‫ب َواَ ْن تَ ْستَ ْق ِس ُم ْوا بِااْل َ ْزاَل ۗ ِم ٰذلِ ُك ْم فِ ْس‬
َ ‫ق اَ ْليَ ْو َم يَ ِٕى‬ ِ ‫ص‬ُ ُّ‫الن‬
‫ت َعلَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِ ْي‬ُ ‫ت لَ ُك ْم ِد ْينَ ُك ْم َواَ ْت َم ْم‬ ُ ‫اخ َش ْو ۗ ِن اَ ْليَ ْو َم اَ ْك َم ْل‬
ْ ‫ِد ْينِ ُك ْم فَاَل تَ ْخ َش ْوهُ ْم َو‬
‫ف اِّل ِ ْث ۙ ٍم‬ َ ‫ْت لَ ُك ُم ااْل ِ ْساَل َم ِد ْينً ۗا فَ َم ِن اضْ طُ َّر فِ ْي َم ْخ َم‬
ٍ ِ‫ص ٍة َغ ْي َر ُمتَ َجان‬ ُ ‫ضي‬
ِ ‫َو َر‬
‫فَاِ َّن هّٰللا َ َغفُ ْو ٌر َّر ِح ْي ٌم‬

Artinya:

" Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan


(daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang
dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali
yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk
berhala. Dan (diharamkan pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah),
(karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa
untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka,
tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu
untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam
sebagai agamamu. Tetapi barangsiapa terpaksa karena lapar, bukan karena ingin
berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."

Mendengar wahyu yang disampaikan oleh Nabi SAW, sebagian sahabat


merasakan keharuan yang luar biasa hingga menangis. Mereka merasakan akan
ada perpisahan yang tak bisa terelakkan. Salah satu di antaranya adalah Sahabat
Umar bin al-Khattab. Seolah mereka paham bahwa usia Rasulullah tidak akan
lama lagi. Saat Umar ditanya: “ Apa yang membuatmu menangis?” Umar menjawab: “
Sesungguhnya, tidak ada kesempurnaan, kecuali setelahnya ada kekurangan.”

Ucapan Umar bin Khatab tersebut menegaskan bahwa Islam telah


sempurna, sehingga selesai sudah tugas Rasulullah SAW untuk menyampaikan
ajaran Islam kepada umatnya. Kata 'kekurangan' yang dimaksud adalah kepergian
Rasulullah SAW menghadap Sang Pencipta.
WAFATNYA RASULULLAH

Delapan hari perjalanan, Rasulullah SAW dan para pengikutnya tiba di


Mekah. Beliau melaksanakan thawaf, kemudian sa'i antara Shafa dan Marwa.
Lalu pada 8 Zulhijjah, Nabi Saw berangkat menuju Mina dan bermalam di sana.
Usai matahari terbit keesokan harinya, Nabi SAW beserta rombongan menuju
Padang Arafah. Di sanalah Rasulullah Saw menyampaikan khutbahnya.

Pada awal Shafar tahun 11 H, tanda-tanda bahwa Rasulullah saw. akan


meninggalkan umat Islam mulai terlihat. Saat itu Rasulullah pergi ke Uhud untuk
shalat atas orang-orang yang mati syahid disana layaknya orang yang hendak
berpisah. Lalu Rasulullah saw berkhutbah “Sesungguhnya aku lebih dahulu
meninggalkan kalian, aku menjadi saksi atas kalian dan demi Allah, aku benar-
benar akan melihat tempat kembaliku saat ini. Aku telah diberi kunci-kunci
gudang dunia, dan demi Allah, aku tidak takut engkau menjadi musyrik
sepeninggalku. Namun, aku takut kalian akan bersaing dalam masalah itu.” (HR.
Muttafaq ‘Alaih, HR. Bukhori).

Pada hari Senin, sepulang dari Baqi, dalam perjalanan tiba-tiba beliau
merasakan pusing di kepala dan panas tubuhnya naik, hingga orang-orang bisa
melihat tanda suhu badan beliau yang panas lewat urat-urat nadi di kepala beliau.
Beliau sakit selama 14 hari, dan tetap shalat bersama sahabat selama 11 hari masa
sakitnya.

Sakit Rasulullah saw. semakin lama bertambah parah, Rasulullah


memutuskan untuk pindah ke rumah Aisyah. Beliau berjalan dengan dipapah Al-
Fadhl bin Abbas dan Ali bin Abi Thalib hingga tiba di rumah Aisyah. Beliau
berada di sana pada pekan terakhir dari kehidupan beliau. Sementara Aisyah terus-
menerus membacakan mu’awwidzat dan doa-doa yang dihafalkan dari Rasulullah
saw. sambil meniup tubuh beliau dan mengusap-usap tangan beliau seraya
mengharapkan barakah.

Pada hari Rabu, tepatnya lima hari sebelum Rasulullah wafat, suhu badan
beliau semakin tinggi, sehingga beliau semakin demam dan menggigil. Hingga
beliau meminta untuk diguyur badannya dengan air. Usai itu beliau keluar untuk
mengimami dan berkhutbah.

Pada hari itu Rasulullah menyampaikan tiga wasiat.

- Wasiat untuk mengeluarkan orang-orang Yahudi dan Nasrani serta


orang-orang musyrik dari Jazirah Arab.
- Wasiat tentang pengiriman para utusan seperti yang pernah beliau
lakukan.
- Rawi hadits ini lupa, bisa jadi yang ketiga adalah wasiat untuk
berpegang teguh kepada al-Qur’an dan Sunnah, atau perintah untuk
melanjutkan pengiriman pasukan Usamah, atau wasiat untuk
memperhatikan untuk shalat dan hamba-hamba sahaya yang dimiliki.

Meskipun sakit Rasulullah cukup parah, beliau tetap mengimami shalat


lima waktu, pada shalat maghrib beliau membaca surat Al-Mursalat. Menjelang
shalat isya sakit beliau bertambah parah sampai-sampai beliau tidak sanggup pergi
ke masjid.

Pada hari Sabtu atau Ahad, Nabi merasakan badannya agak ringan, beliau
dipapah dua sahabatnya keluar rumah untuk melaksanakan shalat dzuhur,
sementara itu Abu Bakar sedang mengimami orang-orang, saat melihat
kedatangan beliau Abu Bakar beranjak mundur, namun Rasulullah saw. memberi
isyarat agar tidak perlu mundur.

Pada hari Ahad. Nabi memerdekakan para pembantu laki-lakinya,


menyedekahkan 7 dinar harta beliau yang masih tersisa dan memberikan senjata
milik beliau kepada orang-orang muslim. Pada malam sebelumnya Aisyah
meminjam minyak lampu pembantu perempuannya, sementara baju besi
digadaikan kepada seorang Yahudi seharga 30 sha’ gandum.

Ketika sedang melaksanakan shalat subuh pada hari Senin, Abu Bakar
menjadi imam, dan Rasulullah tak nampak di antara mereka. Beliau hanya
menyibak tabir kamar Aisyah dan memandangi mereka yang sedang berbaris
dalam shaf-shaf shalat, kemudian beliau tersenyum. Abu Bakar mundur karena
mengira Rasulullah saw. akan keluar untuk menjadi imam shalat. Orang-orang
muslim bermaksud menghentikan shalat karena merasa gembira dengan keadaan
Rasulullah saw. Namun beliau memberi isyarat dengan tangan agar mereka
menyelesaikan shalat, kemudian beliau masuk ke bilik dan menurunkan tabir.

Setelah itu beliau tidak mendapat waktu shalat berikutnya, waktu dhuha
semakin beranjak. Nabi memanggil putrinya Fatimah, lalu beliau membisikkan
sesuatu yang membuat menangis, Kemudian beliau mendoakan Fatimah, setelah
itu beliau membisikkan sesuatu yang membuatnya tersenyum. Di kemudian hari
kami menanyakan kejadian ini kepada Fatimah, dia menjawab, “Beliau membisiki
aku bahwa beliau akan meninggal dunia, lalu akupun menangis. Kemudian beliau
membisiki aku lagi, berisi kabar gembira bahwa akulah anggota keluarga yang
pertama kali menyusul beliau, maka akupun tersenyum.”

Nabi juga mengabarkan kepada Fatimah bahwa dia adalah pemimpin


wanita alam semesta. Kemudian beliau memanggil Hasan dan Husain lalu
memeluk keduanya dan memberikan nasihat yang baik. Beliau juga memanggil
para istri dan memberi nasihat dan peringatan kepada mereka.

Abdurrahman bin Abu Bakar masuk sambil memegangi siwak, saat itu
Aisyah merengkuh tubuh beliau dan melirik ke arah siwak di tangan
Abdurrahman, maka ia bertanya, “Apakah aku boleh mengambil siwak itu untuk
beliau?” dan Rasulullah mengiyakannya.

Sesudah bersiwak beliau mengangkat tangan atau jari-jari, mengarahkan


pandangan ke langit-langit rumah dan kedua bibir beliau bergerak-gerak. Aisyah
masih sempat mendengar sabda beliau pada saat itu, “Bersama orang-orang yang
engkau beri nikmat atas mereka dari para nabi, Shiddiqqin, syuhada, dan shalihin,
Ya Allah ampunilah dosaku dan rahmatilah aku. Pertemukan aku dengan kekasih
yang maha tinggi ya Allah, kekasih yang maha tinggi.” Kalimat terakhir diulang
tiga kali disusul tangan beliau yang melemah . Innalillahi wa inna ilaihi
rajiun beliau telah berpulang kepada kekasih yang maha tinggi. Pada hari Senin
12 Rabiul Awwal 11 H, dalam usia 63 tahun lebih 4 hari.
Setelah selesai khutbah, Nabi kemudian mencukur rambutnya dan
berangkat menuju Mekah untuk melaksanakan tawaf ifadah dan juga sholat
dzuhur. Saat itu Nabi SAW juga meminum air zam-zam, dan kemudian kembali
dan bermalam di Mina.

Pada 11 Dhulhijah, tepatnya ketika matahari mulai ke barat, beliau Saw


melontar jumrah di jamarat. Di sinilah Rasulullah Saw kembali menyampaikan
khutbahnya. Setelah dari Mina, kemudian melaksanakan thawaf wada' di
Baitullah dan melanjutkan perjalanan ke Madinah. Berakhirlah perjalanan haji
Rasulullah Saw, sebab tiga bulan kemudian beliau wafat.

Belum lagi setelah pidato selesai turun ayat Al-Qur’an yang semakin
memperkuat bahwa tidak lama lagi Nabi akan tutup usia.

Artinya, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan
telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi
agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja
berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.
Al-Maidah [5]: 3)

Ayat ini menjelaskan bahwa ajaran Islam yang disampaikan Rasulullah


telah tuntas dan sudah sempurna. Dengan demikian misi risalah Nabi juga telah
rampung. Artinya, tidak lama lagi Nabi akan tutup usia. Memang, banyak umat
Muslim yang tidak menangkap pesan tersirat itu, akan tetapi ada beberapa
sahabat yang merasakan betul bahwa usia Nabi tidak lama lagi. Seperti yang
dialami olah Umar bin Khattab, begitu Nabi selesai menyampaikan pidato dan
turun ayat di atas, tak kuasa Umar menahan air mata.

Kemudian seseorang bertanya padanya, “Mengapa engkau menangis?”


“Sesungguhnya setelah kesempurnaan pasti akan ada kekurangan,” jawab Umar.
Maksud Umar adalah ajaran Islam telah sempurna. Jika telah sempurna maka
akan ada yang berkurang, yaitu kepergian Rasulullah saw yang tinggal
menghitung hari. Pesan serupa di bulan yang sama juga pernah Nabi sampaikan
saat mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman untuk misi tertentu, beliau berpesan
padanya, “Wahai Mu’adz, boleh jadi engkau tidak akan berjumpa denganku
setelah tahun ini, dan boleh jadi engkau akan lewat di masjidku dan kuburanku
ini.” Mendengar apa yang baru saja Nabi ucapkan begitu serius, Mu’adz sangat
khawatir kalau usia beliau sudah tidak lama lagi.

Sebagai salah satu sahabat, tentu Mu’adz mengimani betul bahwa apa
yang diucapkan Rasulullah tidak main-main. Setelah hari demi hari Nabi lalui
dengan sederet peristiwa yang mengindikasikan usianya tidak lama lagi, empat
bulan setelah Haji Wada’ beliau tutup usia. Tepatnya pada hari Senin, 12 Rabi’ul
Awwal 11 H, di usianya yang ke-63 tahun lebih empat hari. Innâ lillâhi wa innâ
ilaihi râji’ûn. (Safyurahman al-Mubarakfuri, Ar-Raḫîqul Makhtûm, 2013: h. 395)
Referensi

Budi Kisworo, “Ibadah Haji Ditinjau dari Berbagai Aspek”, Jurnal Hukum Islam,
Vol. 2, No. 1, 77, 2017.

Haris M, dkk.. Sejarah Kehidupan Nabi Muhammad SAW: Lentera Kegelapan,


Kediri: Pustaka Gerbang Utama, Cet. VIII, 2015

Muhammad Said Ramadhan, Sirah Nabawiyah: Sejarah Pergerakan Islam di


Masa Rasulullah, Jakarta: Robbani Press, cet. 17, 2006.

Syafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,


Cet. 43, 2015.

Anda mungkin juga menyukai