Anda di halaman 1dari 7

Catatan tarbiyah

Tgl 03 Desember 2022, ustadzah. Asrina;Umma abdillah

C. Keterasingan yang pertama

1. sebap-sebap

2. ciri-cirinya

3. Bagaimana menghadapi keterasingan

Ciri dakwah rasulullah yang pertama adalah berdakwah secara syirriyah, beliau berdakwah
syirriyah selama 3 tahun di mekkah, selama 3 tahun pertama tercatat ada 30 orang yang pertama
masuk islam, sedikit sekali orang-orang yang mengikut dakwah rasulullah, orang-orang qurays
tidak mudah menerima islam dan masih sulit meninggalkan agama nenek moyang mereka, ada
banyak ulah serta penyiksaan diawal awal datangnya islam. Salah satu faktor orang qurays
menyiksa umat islam saat itu adalah orang yang masuk islam diawal rata-rata dari golongan
mengah kebawah. Sehingga karena banyak tekanan dan penyiksaan rasulullah memerintahkan
untuk berhijrah, hijrah yang pertama adalah ke habbasyah, setelah itu baru ke madinah.

 Berdakwah terang terangan


Setelah turunnya perintah dalam surah asy syuara dan al hijr baru rasulullah berdakwah
secara terang terangan, dikumpulkan keluarganya dan diajak masuk islam secara terang
terangan ada yang menerima dan ada yang menolak/menentang. Kelurga rasulullah yang
menolak islam salah satumya adalah abu lahab.
 Berdakwah keluar dari mekkah

Setelah khodijah, kurang lebih setahun pamannya rasululah abu tholib yang
mendukung penuh dakwah beliau juga meninggal. Maka rasulullah berdakwah ke
thoif, rasulullah dilempar oleh penduduk thoif sampai zaid bin haritsah yang menjadi
perisainya pun berdarah. Sehingga Rasulullah didatangi oleh malak penjaga gunung agar
dibalas perbuatan penduduk terhadapnya tetapi rasulullah malah mendoakan kebaikkan
dan hidayah untuk penduduk thoif. Ini hikmah bagi kita sebagai murobbiyah agar
berdakwah dan selalu mendoakan mutorrobbi kita, bisa jadi kita istiqomah sekarang
dalam tarbiyah karena doa orang-orang sholeh untuk kita.

 Membaiat kaum anshar, hijrah dan mendirikan daulah


Baiat aqobah 1
Baiat aqobah 2 ada 70 orang termasuk mush’ab bin umair yang ditugaskan membuka
yasrib.
Pada musim haji tahun ke-13 kenabian, datanglah sebanyak lebih dari 70 orang kaum
muslimin yang berasal dari Madinah, yang ketika itu masih dikenal dengan nama Yatsrib.
Mereka datang bersama rombongan para jama’ah dari kaum mereka yang masih musyrik.
Pada musim haji tahun ke-12, sebagian mereka telah membuat janji dengan Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam untuk bertemu pada musim haji berikutnya, yang tahun ke-
13.
Tatkala mereka tiba di Mekah, terjadilah kontak rahasia antara mereka dengan Rasulullah
yang bersepakat untuk berkumpul pada hari-hari Tasyriq di sisi Aqabah, tempat dimana
terdapat al-Jumrah al-Ula di Mina. Pertemuan tersebut akan dilaksankan dalam suasana
sangat rahasia di tengah kegelapan malam.Akhirnya malam itu, keluar sebanyak 73 orang
laki-laki dan 2 orang perempuan dan berkumpul di celah dekat Aqabah. Mereka
menunggu kedatangan Rasulullah, yang ketika itu didampingi oleh paman beliau, al-
Abbas bin Abdul Muthalib, yang ketika itu masih memeluk agama kaumnya. Setelah
peserta lengkap, dimulailah dialog untuk mengesahkan perjanjian persekutuan religi dan
militer.Kaum Anshar, yang berasal dari suku Aus dan Khazraj, diminta untuk berbai’at
kepada Rasulullah untuk bersumpah setia dan selalu melindungi beliau. Bai’at inilah
yang menjadi salah satu penguat bagi Rasulullah dan para sahabat untuk hijrah ke
Madinah. Kaum Anshar menanyakan perihal apa mereka membai’at Rasulullah.
Kemudian beliau menyampaikan lima point bai’at :
Untuk mendengarkan dan taat (loyal), baik di dalam kondisi semangat maupun malas.
Untuk berinfaq di dalam masa sulit maupun mudah.
Untuk berbuat amar ma’ruf dan nahi munkar
Untuk senantiasa tegak di jalan Allah, tanpa mempedulikan celaan orang selama
dilakukan di jalan Allah.
Untuk membelaku manakala aku datang kepada kalian, dan melindungiku sebagaimana
kalian melindungi diri kalian sendiri, istri-istri dan anak-anak kalian.

Jika hal ini kalian lakukan, maka surgalah sebagai imbalan bagi kalian. (hasan. HR.
Ahmad 3/322, al-Baihaqi 9/9)
Rasulullah saw. meninggalkan rumah beliau untuk melakukan hijrah bersama Sahabat
Abu Bakar Shiddiq pada malam tanggal 27 Shafar tahun 14 kenabian atau bertepatan
pada 13 September 622 M. Setelah sebelumnya gelombang hijrah dilakukan para
Sahabat. Setelah beliau tiba di Quba pada 8 Rabiul Awwal tahun 14 kenabian dan
membangun masjid di sana, empat hari setelahnya, Rasulullah saw. tiba di Madinah
dengan disambut gegap gempita oleh penduduk Madinah.

Titik Awal Penegakkan Daulah Islam


Sejak tiba di Madinah, Rasulullah saw. memerintahkan para sahabat membangun masjid
sebagai tempat shalat, berkumpul, bermusyawarah dan mengatur berbagai urusan kaum
Muslim sekaligus memutuskan perkara yang ada di antara mereka. Beliau menjadikan
Abu Bakar dan Umar sebagai dua orang pembantunya. Beliau bersabda, “Dua (orang)
pembantuku di bumi adalah Abu Bakar dan Umar.”
Kaum Muslim senantiasa berkumpul di sekitar beliau dan merujuk semua persoalan
kepada beliau.

Rasulullah saw. juga mengadakan perjanjian dengan Yahudi dari Bani Dhamrah, Bani
Mudlij, Kafir Quraisy, Penduduk Ailah, Jarba dan Adzrah. Di antara tujuannya, agar
tidak ada yang menghalangi orang yang menunaikan ibadah haji dan agar tidak ada
provokasi pada saat bulan haram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, Rajab).

Posisi Rasulullah saw. sebagai seorang kepala negara sangat tampak ketika beliau
mengangkat para wali (kepala daerah setingkat provinsi). Rasulullah saw. mengangkat
‘Uttab bin Usayd menjadi wali di Makkah, Badzan bin Sasan menjadi wali Yaman dan
Shana’a, Utsman bin Abil al-’Ash menjadi wali di Thaif. Berikutnya ‘Ala’ bin al-
Hadhrami menjadi wali di Bahrain, ‘Amr bin al-Ash menjadi wali di Oman, Abu Sufyan
bin Harb menjadi wali di Najran, Amr bin Said bin al-Ash menjadi wali di Wadi al-Quro,
Yazid bin Abiy Sufyan menjadi wali di Tayma, Tsumamah bin ‘Atsal menjadi wali di
Yamamah, Farwah bin Musayk menjadi wali di Murad, Zabid dan Madhij serta Abi
Rabi’ah al-Makhzumi menjadi wali di Yaman.

Selain mengangkat wali, untuk membantu mengurus berbagai urusan kaum Muslim,
Rasulullah saw. juga mengangkat amil (kepala daerah setingkat bupati atau walikota).
Rasulullah saw. mengangkat Syahr al-Hamdani menjadi amil di Yaman, Abu Musa
al-‘Asy’ari menjadi amil di Zabid dan ‘Adn, Al-Harits bin ‘Abd al-Muthallib menjadi
amil sebagian Makkah, Abi Syaibah menjadi amil di Thaif, ‘Amr bin Hazm al-Anshari,
menjadi amil di Najran, Qays bin Malik al-Arhabi menjadi amil di Bani Hamdan, Ibn
Mandah menjadi amil Hajar, Sawad bin al-Ghaziyah menjadi amil di Khaibar, Ziyad bin
Labib menjadi amil di Hadhramaut dan Muadz bin Jabal menjadi amil di Janad.

Dalam bidang hukum, Rasulullah saw. mengangkat qâdhi (hakim) untuk memutuskan
perkara hukum di tengah masyarakat. Beliau mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai
qâdhi di Yaman, Abdullah bin Naufal sebagai qâdhi di Madinah, Muadz bin Jabal dan
Abu Musa al-Asy’ari sebagai qâdhi di Yaman (Utara dan Selatan). Rasulullah saw. juga
secara langsung menjatuhkan sanksi/hukuman kepada orang yang melanggar hukum
Islam.
 Berjihad dijalan Allah, jihad fisabilillah
Berjihad dengan jiwa kita harta kita, kebaikkannya kembali ke diri kita bukan untuk
siapa-siapa, bersyukur ada dalam barisan dakwah mengurus umat dan ini perlu kita
syukuri karena tidak semua orang mendapatkanya, berinfak tidak mengurangi harta kita.
Tidak cukup dengan jiwa atau harta saja tapi dengan segala apa yang kita miliki baik
dalam keadaan lapang atau sempit. Qs an nisa ;95 menjelaskan bahwa orang-orang yang
berjihad dan tidak berjihad itu berbeda
Tidak sama orang yang bergerak dan diam, tidak sama antar orang yang mengurus orang
lain dengan orang yang hanya menguru dirinya sendiri. Derajad orang yang berjihad lebih
tinggi, apa balasannya? Allah menyediakan syurga yang paling tinggi yakni Firdaus,
inilah yang menjadi inspirasi para sahabat dahulu untuk berjihad mereka rela;berkorban
memberikan apapun yang dimilikinya untuk menolong agama Allah, mereka berperang
dijalan Allah dari perang 1 ke peperangan berikutnya, perang badar perang uhud dstnya.

Hadist ke 18 Memutuskan silaturrahim


Oleh ukhti Nurbaynah
Larangan Memutus Silaturahim
: ‫س ْو ُل هَّللا صلى هللا عليه و سلم‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:‫َوعَنْ ُجبَ ْي ِر ْب ِن ُم ْط ِع ٍم رضي هللا عنه قا َل‬
.‫ق َعلَ ْي ِه‬ٌ َ‫ ُمتَّف‬. ‫اط َع َر ِح ٍم‬ ِ َ‫الَ يَد ُْخ ُل ا ْل َجنَّةَ ق‬
ِ َ‫ ق‬:‫يَ ْعنِي‬ ، ‫اط ٌع‬
Dari Jubair bin Muth‘im radhiallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Tidak akan masuk surga
orang yang memutus silaturahim.” (Muttafaqun ‘alaih)

Dalam hadits ini terdapat ancaman yang sangat keras bagi orang yang memutuskan silaturahim, yaitu tidak
masuk surga. Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan adab atau akhlak adalah permasalahan yang penting.
Betapa tidak, akhlak dan adab ternyata dapat menjadi penyebab masuk surga atau masuk nerakanya seseorang.

Jika pada pembahasan yang lalu kita telah mengetahui bahwa di antara keutamaan menyambung silaturahim
adalah bisa menyebabkan masuk surga (sebagaimana yang Allāh sebutkan dalam surat Ar-Ra’d), maka
sebaliknya Allāh juga menjelaskan bahwa memutuskan silaturahim merupakan salah satu sebab masuknya
seseorang ke dalam neraka. Allāh ‫ﷻ‬ berfirman,

‫ُوص َل‬ َ ‫ُون َع ْه َد ٱهَّلل ِ ِم ۢن بَ ْع ِد ِمي ٰثَقِ ِهۦ َويَ ْقطَع‬


َ ‫ُون َمٓا َأ َم َر ٱهَّلل ُ بِ ِٓۦه َأن ي‬ َ ‫ين يَنقُض‬َ ‫َوٱلَّ ِذ‬
ٓ ٰ ۟ ‫ُأ‬
‫ار‬
ِ َّ
‫د‬ ‫ٱل‬ ‫ء‬ُ ‫ُو‬
ٓ ‫س‬ ‫م‬
ْ ُ ‫ه‬َ ‫ل‬‫و‬َ ُ ‫ة‬َ ‫ن‬‫ع‬ْ َّ ‫ٱلل‬ ‫م‬
ُ ُ ‫ه‬َ ‫ل‬ ‫ك‬
َ ‫ِئ‬َ ‫ض ۙ ول‬ ِ ْ‫ون فِى ٱَأْلر‬
َ ‫َويُ ْف ِس ُد‬
“Orang-orang yang merusak janji Allāh setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang
Allāh perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang
memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam).” (QS. Ar-Ra’d: 25)

Ancaman dalam ayat ini sangat jelas. Disebutkan bahwa di antara yang menyebabkan seseorang mendapat
laknat dan masuk neraka jahannam adalah memutuskan silaturahim.

Dalam ayat yang lain Allāh ‫ﷻ‬ juga berfirman,

‫ض َوتُقَطِّع ُٓو ۟ا َأرْ َحا َم ُك ْم‬ ۟


ِ ْ‫فَهَلْ َع َس ْيتُ ْم ِإن تَ َولَّ ْيتُْ…م َأن تُ ْف ِس ُدوا فِى ٱَأْلر‬
“Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan
hubungan kekeluargaan?” (QS. Muhammad: 22)

ٓ
َ ٰ ‫ص َّمهُ ْم َوَأ ْع َم ٰ ٓى َأب‬
‫ْص َرهُ ْم‬ َ ‫ين لَ َعنَهُ ُم ٱهَّلل ُ فََأ‬ َ ‫ُأ ۟و ٰلَِئ‬
َ ‫ك ٱلَّ ِذ‬
“Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allāh dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya
penglihatan mereka.” (QS. Muhammad: 23)

Ayat-ayat ini juga berisi ancaman yang keras terhadap orang yang memutus silaturahim. Disebutkan pada ayat
ini bahwa orang yang memutuskan silaturahim akan dilaknat oleh Allāh, dibutakan penglihatan mereka, dan
dijadikan telinga mereka tuli sehingga tidak bermanfaat bagi mereka ayat-ayat Allāh ‫ﷻ‬.
Para pembaca yang dirahmati Allāh ‫ﷻ‬. Derajat menyambung silaturahim terhadap kerabat ada 3 tingkatan
berikut ini.

Tingkatan yang pertama adalah tingkatan yang paling afdhal, paling mulia, yaitu menyambung silaturahim
terhadap kerabat yang memutuskan silaturahim.

Dalam hadits, Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda,

‫صلَهَا‬
َ ‫ت َر ِح ُمهُ َو‬ ِ ‫اص ُل بِ ْال ُم َكافِِئ َولَ ِك َّن ْال َوا‬
ْ ‫ص َل الَّ ِذي ِإ َذا قُ ِط َع‬ ِ ‫ْس ْال َو‬
َ ‫لَي‬
“Bukanlah penyambung silaturahim adalah yang hanya menyambung kalau dibaiki, akan tetapi penyambung
silaturahim adalah yang tetap menyambung meskipun silaturahimnya diputuskan (oleh kerabatnya).” (HR.
Al-Bukhari)

Artinya, penyambung silaturahim yang sesungguhnya adalah orang yang jika diputuskan silaturahim dia tetap
menyambungnya.

Dalam Shahih Muslim disebutkan,

ِ ‫ ِإ َّن لِي قَ َرابَةً َأ‬،ِ‫ يَا َرسُو َل هللا‬:‫ َأ َّن َر ُجاًل قَا َل‬:َ‫َع ْن َأبِي هُ َر ْي َرة‬
،‫صلُهُ ْم َويَ ْقطَعُونِي‬
َ ‫ ” لَِئ ْن ُك ْن‬:‫ال‬
‫ت َك َما‬ َ َ‫ ق‬.‫ي‬ َ ُ‫ َوَأحْ لُ ُم َع ْنهُ ْم َويَجْ هَل‬،‫ي‬
َّ َ‫ون َعل‬ َ ‫َوُأحْ ِس ُن ِإلَ ْي ِه ْم َويُ ِسيُئ‬
َّ َ‫ون ِإل‬
َ ِ‫ت َعلَى َذل‬
‫ك‬ َ ‫ َما ُد ْم‬،‫ك ِم َن هللاِ ظَ ِهي ٌر َعلَ ْي ِه ْم‬َ ‫ َواَل يَ َزا ُل َم َع‬،َّ‫ تُ ِسفُّهُ ْم ْال َمل‬ ‫ فَ َكَأنَّ َما‬،ُ‫تَقُول‬
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu,  ada seorang lelaki berkata kepada Rasulullah ‫ﷺ‬, “Ya Rasulullah,
sesungguhnya aku mempunyai kerabat, aku menyambung silaturahim kepada mereka, namun mereka
memutuskan silaturahim kepadaku. Aku berbuat baik kepada mereka, namun mereka berbuat buruk kepadaku.
Aku bersabar dengan mereka sementara mereka berbuat kejahilan kepadaku, yaitu dengan mengucapkan
kata-kata yang buruk.” Maka kata Nabi ‫ﷺ‬, “Kalau engkau benar sebagaimana yang engkau katakan, maka
seakan-akan engkau memasukkan debu yang panas di mulut-mulut mereka, dan senantiasa ada penolong dari
Allah bersamamu atas mereka selama engkau dalam kondisi demikian.” (HR. Muslim no. 2.558)

Maksudnya, Rasulullah ‫ ﷺ‬menjelaskan kalau dalam kondisi demikian, maka sesungguhnya engkau
menghinakan mereka, seakan-akan engkau memasukkan debu yang  panas ke dalam mulut mereka, karena
mereka berusaha berbuat buruk dan engkau terus membalas dengan kebaikan.

Ini adalah tingkat silaturahim yang tertinggi, karena menyambung silaturahim bukan untuk mendapatkan
balasan kebaikan dari kerabat, tetapi karena Allāh ‫ﷻ‬ dan berharap surga.

Tingkatan kedua adalah menyambung silaturahim jika kerabat berbuat baik, sedangkan jika kerabat tidak
berbuat baik, maka dibalas dengan tidak baik juga.

Tingkatan yang ketiga adalah tingkatan yang buruk dan haram yang menyebabkan masuk neraka, yaitu
memutus silaturahim, tidak menyambung silaturahim, acuh kepada kerabat, tidak menghubungi mereka, tidak
berbuat baik kepada mereka bahkan berbuat kasar. Maka, ia telah melakukan perbuatan yang terancam dengan
neraka jahannam.
Semoga Allāh menjadikan kita termasuk orang-orang yang menyambung silaturahim dan menjadikan kita
orang yang bersabar seandainya ada kerabat yang berbuat buruk kepada kita.

https://firanda.com/4131-kitabul-jami-bab-2-hadits-2-larangan-memutus-silaturahim.html

Anda mungkin juga menyukai