PENDAHULUAN
Artinya :
Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah)
penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mngerjakan) yang ma’ruf, mencegah
dari yang mungkar, mendirikan sholat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan
rasul-Nya, mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa Lagi
Maha Bijaksana.
Ayat ini menyatakan bahwa orang-orang yang beriman itu wajib tolong menolong,
melakukan amar ma’ruf dan mencegah kemungkaran, mendirikan sholat dan menunaikan
zakat, serta mentaati Allah dan rasul. Dan ayat ini menerangkan bahwa sholat itu terasuk
merupakan rangkaian iman yang barang siapa yang melakukannya termasuk muslim yang
benar dan sungguh-sungguh menegakkan perumahan atau tiang agama. Karena itu orang yang
tidak sholat dan tidak takut kepada Allah di pandang bukan seorang muslim yang sejati. Oleh
karena itu janganlah kita sekali kali meninggalkan sholat.
D. Hikmah Isra’
Kita telah mengetahui bahwa dengan Isra’ dan Mi’raj, Allah SWT memperlihatkan
kebesaran-Nya kepada Muhammad SAW tanda-tanda kekuasaannya, Yang Maha Besar.
Mukjizat yang dimiliki para Nabi dan Rasul terdahulu dimaksudkan untuk mengajak kaumnya
untuk beriman. Dengan demikian, mukjizat sebgai sarana pendukung bagi para Nabi dan
Rasul untuk meyakinkan musuh-musuh mereka. Namun begitu, kehidupan Rasulullah lebih
tinggi daripada kemukjizatan-kemukjizatan itu.
Kaum musyrikin pernah menuntut pembuktian supaya Rasulullah SAW naik ke langit.
Kemudian datanglah jawaban dari Allah SWT berupa wahyu kepada beliau:
“Katakanlah (Hai Muhammad): “Maha Suci Tuhanku, bukankah aku ini hanya manusia
utusan (Rasulullah)?” (QS. Al-Isra’ : 93)
Akan tetapi beberapa waktu kemudian, setelah Rasulullah benar-benar naik ke langit
(Mi’raj), beliau sama sekali tidak pernah menerangkan bahwa peristiwa itu untuk menjawab
tantangan kaum musyrikin. Dapat dikatakan, bahwa Isra’ dan mi’raj itu semata-mata
merupakan penghormatan dan penambahan pengetahuan yang diberikan Allah SWT pada
Rasul-nya.
Dengan peristiwa Isra’ dan Mi’raj, ciri pertama agama Islam adalah agama yang fitrah.
Fitrah adalah inti sari agama Islam. Tidak mungkin pintu tujuh petala langit dibukakan bagi
seseorang yang berperangai buruk dan berhati cacat. Fitrah yang tidak sehat adalah ibrat mata
diserang trakhum yang selalu mengeluarkan kotoran.
Ibdah dapat dijadikan selimut untuk menutupi fitrah yang buruk. Ibdah seperti itu
nilainya lebih rendah daripada perbuatan maksiat. Tiap peradaban bertambah maju, pada
umumnya manusia makin suka melakukan sesuatu secara dibuat-buat dan membelenggu
dirinya dengan pemujaan serta tradisi yang buruk. Ulah tingkah yang dibuat-buat itu sering
menjadi tutup yang memadamkan cahaya kemurnian fitrah dan mengeruhkan kejernihan dan
kebersihannya.
Pada saat Mi’raj Rasulullah menerima perintah shalat lima kali sehari semalam.
Ketentuan itu ditetapkan di langit, agar shalat menjadi “mi’raj’ yang mengangkat martabaat
manusia lebih tinggi, sanggup menundukkan hawa nafsu dan ujuk rayu keduniaan lainnya.
Shalat lima waktu yang diwajibkan Allah tidak seperti yang dilakukan oleh kenyakan orang
pada zaman sekarang. Ada pun tanda-tanda orang yang menunaikan shalat engan benar adalah
ia mampu menjauhkan diri dari perbuatan tercela dan malu untuk mengulangi perbuatan
tersebut. Bilamana shalat dilakukan berulang-ulang itu tidak mengangkat orang yang
bersangkutan kepada martabat seperti di atas, maka jelaslah bahwa shalat yang dilakukannya
itu kbohongan belaka.
Banyak hadits yang meriwayatkan, bahwa dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj Rasulluah
SAW menyaksikan berbagai gambaran mengenai balasan yang akan diterima orang yang
shalih dan yang durhaka. Semua buku riwayat kehidupan Nabi SAW menerangkat bahwa
berbagai gambaran yang disaksikan oleh beliau itu terjadi dalam Isra’ dan Mi’raj.
Yang benar ialah gambaran tentang balasan (pahala atau siksa) itu dilihat oleh Nabi
SAW dalam mimpi malam lainnya, bukan malam Isra’ dan Mi’raj. Hal ini diberitakan oleh
hadits-hadits yang shohih.1[9