Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG TERJADINYA


Sebelum terjadinya isra’ mi’raj, ada beberapa peristiwa yang terjadi antara lain :
1.      Piagam Pembaikotan oleh kaum Quraisy
Masuk islamnya Umar bin Khattab dan hamzah membuat kaum Quraisy menjadi takut,
lalu membuat rencana lagi mengatur langkah berikutnya. Setelah sepakat, mereka membuat
ketentuan tertulis dengan persetujuan bersama mengadakan pemboikotan total terhadap Banu
Hasyim dan Banu Abd'l-Muttalib: untuk tidak saling kawin-mengawinkan, tidak saling
berjual-beli apapun. Piagam persetujuan ini kemudian digantungkan di dalam Ka'bah sebagai
suatu pengukuhan dan registrasi bagi Ka'bah. Menurut perkiraan mereka, politik yang negatif,
politik membiarkan orang kelaparan dan melakukan pemboikotan begini akan memberi hasil
yang lebih efektif daripada politik kekerasan dan penyiksaan, sekalipun kekerasan dan
penyiksaan itu tidak mereka hentikan. Blokade-blokade yang dilakukan Quraisy terhadap
kaum Muslimin dan terhadap Banu Hasyim dan Banu Abd'l Muttalib sudah berjalan selama
dua atau tiga tahun, dengan harapan sementara itu Muhammadpun akan ditinggalkan oleh
masyarakatnya sendiri. Dengan demikian dia dan ajarannya itu tidak lagi berbahaya.
2.      Meninggalnya abu thalib dan khadijah
Beberapa bulan kemudian sesudah penghapusan piagam itu, secara tiba-tiba sekali
dalam satu tahun saja Muhammad mengalami dukacita yang sangat menekan perasaan, yakni
kematian Abu Talib dan Khadijah secara berturut-turut. Waktu itu Abu Talib sudah berusia
delapanpuluh tahun lebih. Setelah Quraisy mengetahui ia dalam keadaan sakit yang akan
merupakan akhir hayatnya, mereka merasa kuatir apa yang akan terjadi nanti antara mereka
dengan Muhammad dan sahabat-sahabatnya. Apalagi sesudah ada Hamzah dan Umar yang
terkenal garang dan keras.
Ketika Abu Talib meninggal hubungan Muhammad dengan pihak Quraisy lebih buruk
lagi dari yang sudah-sudah.
Dan sesudah Abu Talib, disusul pula dengan kematian Khadijah, Khadijah yang
menjadi sandaran Muhammad, Khadijah yang telah mencurahkan segala rasa cinta dan
kesetiaannya, dengan perasaan yang lemah-lembut, dengan hati yang bersih, dengan kekuatan
iman yang ada padanya. Khadijah, yang dulu menghiburnya bila ia mendapat kesedihan,
mendapat tekanan dan yang menghilangkan rasa takut dalam hatinya. Ia adalah bidadari yang
penuh kasih sayang. Pada kedua mata dan bibirnya Muhammad melihat arti yang penuh
percaya kepadanya, sehingga ia sendiripun tambah percaya kepada dirinya. Abu Talibpun
meninggal, orang yang menjadi pelindung dan perisai terhadap segala tindakan musuh.
Pengaruh apakah yang begitu sedih, begitu pedih menusuk jiwa Muhammad 'alaihissalam?!
Yang pasti, dua peristiwa itu akan meninggalkan luka parah dalam jiwa orang - yang
bagaimanapun kuatnya - akan menusukkan racun putus asa kedalam hatinya. Ia akan dikuasai
perasaan sedih dan duka, akan dirundung kepiluan dan akan membuatnya jadi lemah, tak dapat
berpikir lain di luar dua peristiwa yang sangat mengharukan itu.
3.      Penolakan Penduduk Ta’if
Terasing seorang diri, ia pergi ke Ta'if, dengan tiada orang yang mengetahuinya. Ia
pergi ingin mendapatkan dukungan dan suaka dari Thaqif terhadap masyarakatnya sendiri,
dengan harapan merekapun akan dapat menerima Islam. Tetapi ternyata mereka juga
menolaknya secara kejam sekali. Kalaupun sudah begitu, ia masih mengharapkan mereka
jangan memberitahukan kedatangannya minta pertolongan itu, supaya jangan ia disoraki oleh
masyarakatnya sendiri. Tetapi permintaannya itupun tidak didengar. Bahkan mereka
menghasut orang-orang pandir agar bersorak-sorai dan memakinya.
Karena begitu banyaknya musibah yang terjadi kepada Nabi Muhammad SAW pada
tahun tersebut, maka tahun itu di namakan Ammul Huzni (tahun duka cita/kesedihan).
BAB II
PEMBAHASAN

A. ARTI ISRA’ MI’RAJ


Dalam beberapa buku pengertian isra’ dan mi’raj itu beragam. Tapi dapat kita
simpulkan menjadi pengertian sederhana yang dapat di mengerti oleh setiap masyarakat.
Isra’ adalah berjalan malam hari dari mekkah ke baitul maqdis (Palastina) dan mi’raj
itu adalah naiknya rasulullah ke langit, sampai ke langit ke tujuh dan bahkan sampai ke tempat
yang lebih tinggi, yaitu sidaratul muntaha dan mustawa.
Hal ini di lakukan oleh nabi Muhammad Saw, dnegan ditemani oleh malaikat jibril
setahun sebelum hijrah dari mekkah ke madinah yaitu pada malam senin 27 rajab, bertepatan
dengan tahun 621 M.

B. ISRA’ MI’RAJ DENGAN RUH DAN TUBUH


I’tiqad umat islam ahlussunnah wal jama’ah mengi’tiqadkan bahwa nabi isra’ dan
mi’raj dengan ruh dan jasad, di waktu sadar, bukan dalam mimpi dan diwaktu tidur atau oleh
ruh saja tanpa tubuh/ jasad. Inilah I’tiqad atau kepercayaan jumhur ulama umat islam di atas
dunia ini sampai sekarang.
Dalil-dalil yang dapat kita pergunakan dalam hal ini adalah :
1.      Firman Allah dalam surat Al-Isra’ ayat 1 :
‫ انه هوالسميع البصير‬,‫سبحن الذي أسرى بعبده ليال من المسجد الحرام الى المسجد األقصا الذي بركنا حوله لنريه منايتنا‬
)1: ‫(اإلسراء‬
Artinya :
Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya (nabi Muhammad Saw) pada suatu
malam dari Masjid al-haram sampai ke masjid al-aqsa yang kami berkati sekelilingnya, untuk
kami perlihatkan kepadanya ayat-ayat kami , sesungguhnya tuhan mendengar lagi melihat”
(Al-Asra:1)
Dalam ayat ini ada beberapa hal yang harus kita cermati, yaitu :
a.       Ayat ini dimulai dengan kalimat “‫”سبحن‬, artinya Maha Suci Tuhan. Ini dianggap perlu supaya
jangan ada anggapan bahwa nabi Muhammad Saw, anak-Nya karena beliau dipaggil ke langit.
Maka dikatakan lebih dahulu “amat suci tuhan dari mempunyai anak”.
b.      Nabi Muhammad Saw di panggil melakukan isra’ dan mi’raj bukan hanya kemauan beliau,
tetapi di apnggil oleh tuhan. Dalam ayat ini dikatakan asraa’ yaitu memperjalankan atau
memerintahkan hamba-Nya berjalan malam hari.
Oleh karena itu sekalian perjalanan dalam isra’ dan mi’raj tidak sulit untuk dilakukan, ibarat
seseorang yang dipanggil dan dijemput menghadap raja, tidak seorang pun yang dapat
menghalanginya.
c.       Perjalanan dilakukan malam. Hamba itu adalah kumpulan dari tubuh dan ruh. isra’ dan mi’raj
dilakukan pada malam hari, karena perjalanan malam hari lebih sunyi, lebih aman dan lebih
tenang.
d.      Untuk melihat-lihat kebesaran Tuhan. isra’ dan mi’raj dilakukan untuk melihat-lihat ayat-ayat
(tanda-tanda kebesaran Tuhan. Untuk melihat ruang angkasa dan isinya. Dalam istilah zaman
sekarang adalah untuk meninjau.
e.       Andai kata isra’ dan mi’raj dalam mimpi maka itu tidak ada artinya sama sekali sebagai
mu’jizat, karena setiap orang boleh bermimpi dan tidak akan merayakan dan mengagungkan
mimpi. Kalau orang islam di seluruh dunia merayakan isra’ dan mi’raj malam 27 rajab atau
mengagungkan malam itu berupa beribadat kepada Allah, itu menandakan bahwa perjalanan
itu bukan perjalanan mimpi tapi perjalanan dengan tubuh dan ruh dalam keadaan yang sadar.
2.      Hadis rasulullah pada sahih muslim :
‫ اتيت با لبراق وهو دابة أبيض طوي ل ف وق الحم ارودون البغ ل‬, ‫ ان رسول هللا ص م قل‬,‫عن انس بن مالك‬
‫يضع حافره عندمنهى طرفه قل فركبته حتى أتيت بين المقدس قل فربطت ه ب ا لحلق ة ال تى يرب ط ب ه األنبي اء‬
)‫رواه مسلم صحيحى مسلم‬,‫(الحديث‬
Artinya :
“Dari Anas bin Malik, bahwasanya rasulullah Saw, berkata : “Dibawa Boraq kepada saya,
seekor hewan yang putih dan panjang, lebih besar dari himar dan lebih kecil dari bagal. Ia
meloncat sejauh pemandangan, saya kendarai ia sampai ke Baitul Maqdis. Maka saya ikatkan
ia dipautan dimana nabi-nabai memautkan kendaraannya”.
(Hadist riwayat Imam Muslim)
Di dalam hadist ini terang-terang dikatakan bahwa nabi Muhammad Saw, pada malam isra’ itu
mengaendarai boraq yaitu seekor hewan yang lebih besar dari keledai dan lebih kecil dari
bagal.
Kalau isra’ itu hanya dengan mimpi tentulah tidak memerlukan kendaraan. Mungkin ada orang
yang berkata bahwa nabi Muhammad Saw, pada malam mi’raj bermimpi mengendarai buraq.
Kita sudah melihat dan memperhatikan seluruh kitab hadist dimana tidak ada suatu pun yang
mengatakan bahwa nabi menyatakan bahwa beliau bermimpi menegebdarai boraq. Yang
dikatakan nabi adalah bahwa beliau bermimpi mengendarai boraq.
Kesimpulan yang dapat kita ambil dari bahwa dalil dari al-qur’an dan hadist tidak ada
sama sekali menyatakan bahwa nabi Muhammad Saw, bermimmpi pada malam Mi’raj. Itu
adalah ucapan jempol dari orang-orang yang anti Mi’raj.

C. PERINTAH MENERIMA SHOLAT SAAT ISRA’ DAN MI’RAJ


Nabi Muhammad Saw isra’ dan mi’raj di panggil sendiri kehadirat Allah SWT tidak
sebagai perinta-perintah yang lainnya yang cukup dengan perantaraan wahyu yang dibawa
oleh malaikat jibril kemudian di sampaikan kepada nabi Muhammad Saw, imi menunjukkan
kalau perinrah shplat lima waktu itu sangat penting merupakan ragam iman, sebagaimana
firman Allah SWT dalam surat at-taubah ayat 71 yang berbunyi:

Artinya :
Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah)
penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mngerjakan) yang ma’ruf, mencegah
dari yang mungkar, mendirikan sholat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan
rasul-Nya, mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa Lagi
Maha Bijaksana.
Ayat ini menyatakan bahwa orang-orang yang beriman itu wajib tolong menolong,
melakukan amar ma’ruf dan mencegah kemungkaran, mendirikan sholat dan menunaikan
zakat, serta mentaati Allah dan rasul. Dan ayat ini menerangkan bahwa sholat itu terasuk
merupakan rangkaian iman yang barang siapa yang melakukannya termasuk muslim yang
benar dan sungguh-sungguh menegakkan perumahan atau tiang agama. Karena itu orang yang
tidak sholat dan tidak takut kepada Allah di pandang bukan seorang muslim yang sejati. Oleh
karena itu janganlah kita sekali kali meninggalkan sholat.

D. Hikmah Isra’
Kita telah mengetahui bahwa dengan Isra’ dan Mi’raj, Allah SWT memperlihatkan
kebesaran-Nya kepada Muhammad SAW tanda-tanda kekuasaannya, Yang Maha Besar.
Mukjizat yang dimiliki para Nabi dan Rasul terdahulu dimaksudkan untuk mengajak kaumnya
untuk beriman. Dengan demikian, mukjizat sebgai sarana pendukung bagi para Nabi dan
Rasul untuk meyakinkan musuh-musuh mereka. Namun begitu, kehidupan Rasulullah lebih
tinggi daripada kemukjizatan-kemukjizatan itu.
Kaum musyrikin pernah menuntut pembuktian supaya Rasulullah SAW naik ke langit.
Kemudian datanglah jawaban dari Allah SWT berupa wahyu kepada beliau:
“Katakanlah (Hai Muhammad): “Maha Suci Tuhanku, bukankah aku ini hanya manusia
utusan (Rasulullah)?” (QS. Al-Isra’ : 93)
Akan tetapi beberapa waktu kemudian, setelah Rasulullah benar-benar naik ke langit
(Mi’raj), beliau sama sekali tidak pernah menerangkan bahwa peristiwa itu untuk menjawab
tantangan kaum musyrikin. Dapat dikatakan, bahwa Isra’ dan mi’raj itu semata-mata
merupakan penghormatan dan penambahan pengetahuan yang diberikan Allah SWT pada
Rasul-nya.
Dengan peristiwa Isra’ dan Mi’raj, ciri pertama agama Islam adalah agama yang fitrah.
Fitrah adalah inti sari agama Islam. Tidak mungkin pintu tujuh petala langit dibukakan bagi
seseorang yang berperangai buruk dan berhati cacat. Fitrah yang tidak sehat adalah ibrat mata
diserang trakhum yang selalu mengeluarkan kotoran.
Ibdah dapat dijadikan selimut untuk menutupi fitrah yang buruk. Ibdah seperti itu
nilainya lebih rendah daripada perbuatan maksiat. Tiap peradaban bertambah maju, pada
umumnya manusia makin suka melakukan sesuatu secara dibuat-buat dan membelenggu
dirinya dengan pemujaan serta tradisi yang buruk. Ulah tingkah yang dibuat-buat itu sering
menjadi tutup yang memadamkan cahaya kemurnian fitrah dan mengeruhkan kejernihan dan
kebersihannya.
Pada saat Mi’raj Rasulullah menerima perintah shalat lima kali sehari semalam.
Ketentuan itu ditetapkan di langit, agar shalat menjadi “mi’raj’ yang mengangkat martabaat
manusia lebih tinggi, sanggup menundukkan hawa nafsu dan ujuk rayu keduniaan lainnya.
Shalat lima waktu yang diwajibkan Allah tidak seperti yang dilakukan oleh kenyakan orang
pada zaman sekarang. Ada pun tanda-tanda orang yang menunaikan shalat engan benar adalah
ia mampu menjauhkan diri dari perbuatan tercela dan malu untuk mengulangi perbuatan
tersebut. Bilamana shalat dilakukan berulang-ulang itu tidak mengangkat orang yang
bersangkutan kepada martabat seperti di atas, maka jelaslah bahwa shalat yang dilakukannya
itu kbohongan belaka.
Banyak hadits yang meriwayatkan, bahwa dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj Rasulluah
SAW menyaksikan berbagai gambaran mengenai balasan yang akan diterima orang yang
shalih dan yang durhaka. Semua buku riwayat kehidupan Nabi SAW menerangkat bahwa
berbagai gambaran yang disaksikan oleh beliau itu terjadi dalam Isra’ dan Mi’raj.
Yang benar ialah gambaran tentang balasan (pahala atau siksa) itu dilihat oleh Nabi
SAW dalam mimpi malam lainnya, bukan malam Isra’ dan Mi’raj. Hal ini diberitakan oleh
hadits-hadits yang shohih.1[9

Anda mungkin juga menyukai