Anda di halaman 1dari 10

SURAH AL-LAHAB

Surah Al-Lahab atau Al-Masad, adalah surah ke-111 di Alquran. Surah yang terdiri
dari lima ayat ini, merupakan surah yang turun di Makkah atau biasa disebut dengan
Surah Makkiyah. Surah ini menjelaskan tentang nasib paman Rasulullah Saw, yaitu
Abu Lahab dan istrinya yang terancam dengan siksaan neraka.

Bagi siapa saja yang membaca Surah Al-Lahab, maka akan diingatkan dengan dua
sosok yang selalu mengganggu dakwah Rasulullah Saw. Yaitu Abu Lahab dan
istrinya. Dari kisah itulah, banyak hikmah yang bisa diambil dari surah ini. Di
antaranya adalah sebagai berikut;

Bahwasannya sebuah hubungan kekeluargaan dapat bermanfaat jika dibangun di atas


keimanan. Yaitu sama-sama percaya kepada dzat Maha Pencipta. Dengan beriman,
maka tidak akan muncul rasa menjadi seorang yang paling benar. Sebagaimana yang
dilakukan Abu Lahab kepada Rasulullah Saw.

Surah ini juga menjelaskan bahayanya saling tolong-menolong dalam kejelekan dan
kehajatan. Sebagaimana yang dilakukan oleh istri Abu Lahab, yaitu Ummu Jamil
dalam membantu suaminya untuk menyakiti Rasulullah Saw.

Dari sinilah bisa diketahui, setiap nabi atau orang yang mengajak ke arah kebaikan,
pasti akan mendapat sebuah cobaan, dari orang yang tidak suka pada apa yang kita
dakwahkan. Hal ini merupakan bagian dari sunnatullah yang harus dijalani dengan
sebuah kesabaran. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw.

Hikmah lain yang ada dalam surah ini yaitu supaya manusia menjauhkan diri dari
hidup penuh derita. Dalam artian, tidak meniru watak Abu Lahab yang senang
melakukan fitnah terhadap Islam dan Rasulullah Saw. Sehingga menjadikannya
mengalami kehidupan penuh dengan derita. Sebagaimana Islam mengajarakan untuk
tidak saling memfitnah, dan menebar kebencian.

Kisah Abu Lahab memberikan kita pelajaran, bahwa sebuah kedudukan yang mulia,
jika tidak dibarengi dengan keimananan tidak akan bermanfaat di akhirat kelak.
Selain itu, surah ini juga menandakan kekuasaan Allah SWT itu benar-benar ada.

Di mana Allah SWT menurunkan Surah Al-Lahab, saat kondisi Abu Lahab dan
istrinya masih hidup. Dan menetapkan keduanya akan disiksa dengan api neraka. Hal
ini mengisyaratkan kepada kita semua, bahwa apa saja yang sudah dikabarkan Allah
SWT, maka pasti akan terjadi. Maka tugas manusia untuk menghadapi apa yang sudah
ditakdirkan oleh Allah SWT, adalah dengan beriman kepada-Nya.

Selain memiliki berbagai kandungan hikmah yang ada dalam Surah Al-Lahab, surah
ini juga mempunyai khasiat yaitu bisa menahan hujan dan menjauhkan ketakutan
ketika berhadapan dengan seseorang yang menakutkan. Tentu saja, untuk mencapai
khasiat tersebut harus niat ikhlas meminta pertolongan kepada Allah SWT, sebagai
dzat yang maha besar, dan penuh kasih sayang kepada para hambanya.
ara ulama kesulitan menentukan urutan surah an-Nashr. Terkait tempat
turunnya, semua sepakat bahwa surah ini termasuk surah Madaniyah, turun di
Madinah. Kapan surat ini turun?

Ada yang menyebutkan bahwa surah ini turun setelah peristiwa perang Khaibar, yakni
sekitar 8 Hijriah. Ada pula yang mengatakan bahwa surah ini turun menjelang
wafatnya Nabi. Ada juga yang mengatakan surah ini turun bertepatan dengan Haji
Wada’ (haji perpisahan). Betapapun, surah ini bukan berarti wahyu yang terakhir
sebab ada ayat lain yang turun setelah surah ini.

SURAH AN-NASR

Sebelum surah ini turun, ada perjanjian antara Nabi dengan orang musyrik Mekkah:
Hudaibiyah. Salah satu isi perjanjian menyebutkan bahwa siapa saja suku yang masuk
kelompok Nabi, maka tidak boleh diganggu oleh kaum Musyrik. Begitu pula
sebaliknya.

Intinya, umat Islam dan musyrik tidak boleh mengganggu, saling mengakui
eksistensinya. Akan tetapi ada pelanggaran perjanjian yang dilakukan oleh orang
musyrik. Karena suku Khuzaah yang masuk ke dalam kelompok Nabi Muhammad,
tiba-tiba diserang.

Nabi Muhammad pun menghimpun kekuatan menuju Mekkah, marani orang-orang


yang telah melanggar perjanjian. Orang musryik takut juga melihat perisapan Nabi, di
samping makin banyak orang Mekkah yang berbondong-bondong masuk Islam.
Namun Nabi bukan tipe pembenci. Beliau mengadakan rekonsiliasi sehingga ketika
masuk Mekkah, tak ada darah yang mengalir.

Baca juga:

 Tafsir dan Keutamaan Surah An-Naas


 Tafsir Surah Al-Lahab
 Alquran dan Kebudayaan Kontemporer

Kisah lain datang dari az-Zuhri. Dia menceritakan bahwa ketika Rasulullah memasuki
kota Mekkah pada tahun kemenangan itu, Rasulullah mengirimkan Khalid bin Walid
sebagai panglima perang. Khalid bin Walid dan pasukannya bertempu melawan
barisan pasukan orang-orang Quraisy di daerah rendah kota Mekkah. Khalid
memenangi peperangan sebentar itu.

Kemudian Nabi memerintahkan kepada orang-orang Quraisy itu supaya meletakkan


senjatanya. Beliau pun memaafkan mereka meskipun sebelumnya mereka melanggar
perjanjian. Pada saat inilah Allah menurunkan firman-Nya:

“Apabila Telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia
masuk agama Allah dengan berbondong-bondong. Maka bertasbihlah dengan memuji
Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya dia adalah Maha
Penerima taubat.”

Menurut Tafsir Al-Mishbah, kalau ada kata “idzaa”, ini menunjukkan kepastian.
“Idzaa jaa’a nashrullah” berarti ini menunjukkan pertolongan Allah pasti akan
datang.

“Al-Fath” adalah sesuatu yang terbuka. Sesuatu yang terbuka berarti sebelumnya
tertutup. Suatu daerah yang telah dikuasai berarti sesuatu yang terbuka. Dalam
peperangan, yang menguasai suatu daerah adalah pemenang. Sehingga “al-fath”
bermakna kemenangan. Boleh jadi juga kata “al-fath” ini bermakna terbukanya hati
orang musyrik setelah tertutup dari kebenaran ajaran Islam.

Menurut Syekh Nawawi Al-Bantani, kata al-fath bermakna peristiwa Fathul Makkah.
Dalam peristiwa ini, Kanjeng Nabi Muhammad keluar dari Madinah menuju kota
Mekkah bersama kurang lebih 10.000 kaum Muhajirin, Kaum Anshar dan beberapa
kelompok suku Arab.

Keberangkatan Rasulullah ini membawa kemanangan orang Islam atas orang-orang


musyrik Mekkah. Peristiwa bersejarah tersebut terjadi pada bulan Ramadan tahun
kedelapan setelah hijrah.

Dan kamu melihat orang-orang masuk agama Allah dengan berbondong-bondong.


Sebelumnya orang masuk Islam satu persatu. Sesudah kemenangan atas kota Mekkah,
orang-orang Arab masuk Islam.

Dalam Tafsir Marah Labid, orang Arab yang masuk Islam bukan hanya dari Mekkah,
melainkan dari daerah Thaif, Yaman, Hawazin dan beberapa daerah lain.

Penduduk Mekkah sangat mengagungkan Kakbah. Mereka yakin Tuhan


mengagungkan Kakbah. Mereka yakin bahwa Kakbah tidak mungkin dikuasai oleh
orang Yahudi. Jika Kakbah saja tidak berhasil dikuasai maka Mekkah juga tak dapat
dikuasai. Ketika Kanjeng Nabi masuk Mekkah, beliau tidak menghancurkan Kakbah.
Yang dihancurkan hanya berhala-berhala.

Ketika Kanjeng Nabi datang ke Mekkah lagi, orang-orang melihat akhlak baik
Rasulullah yang sangat berkesan seperti memaafkan orang musyrik, tidak memaki
orang musyrik, tidak melakukan kekerasan kepada orang musyrik, tidak
menumpahkan darah dan perbuatan baik lainnya. Hal inilah yang kemudian membuat
orang-orang yang baru masuk Islam menjadi sadar bahwa yang Muhammad bin
Abdullah yang rambutnya sebahu itu memang benar manusia pilihan Allah.
Muhammad bukan orang yang kaprahnya saat itu jika ada orang yang berkuasa, pasti
akan menindas orang-orang yang pernah menyakitinya.

Betapa ini menunjukkan sikap Rasulullah sebagai manusia paripurna. Bahasa orang
sekarang, Rasulullah adalah seorang negarawan karena punya sifat rekonsiliatif.
Dengan memberi maaf, tidak mencaci dan tidak menumpahkan darah, ini
menunjukkan persatuan antar orang Mekkah dan Madinah lebih penting dari pada
kepentingan kelompok.

Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya.


Mengapa Nabi Muhammad mendapatkan perintah khusus untuk beristighfar?

SURAH AL-KAFIRUN

Surah al-Kafirun merupakan wahyu ke-18 yang diterima oleh Kanjeng Nabi
Muhammad di Mekkah (Makiyyah). Ada ulama lain yang mengatakan bahwa surah
al-Kafirun adalah wahyu yang ke-19. Nama lain dari surah al-Kafirun adalah al-
Munaabadzah, al-Mu’abadah, Ikhlasul Ibadah, al-Musyaqsyaqah dan lainnya. Surah
ini terdiri atas 6 ayat, 26 kata dan 74 huruf.

Ada peristiwa yang mengiringi turunnya surah ini sebagaimana tertulis dalam kitab
Tafsir Marah Labid karya Syekh Nawawi Al-Bantani. Setelah Rasulullah
menyampaikan ajaran Islam, beberapa tokoh musyrik merasa bahwa ajaran
Muhammad mengancam ajaran mereka. Untuk itu, tokoh-tokohnya datang kepada
Rasulullah. Mereka adalah al-Walid bin Mughirah, Ash bin Wail, Aswad bin Abdul
Muthalib dan Umayyah bin Khalaf.

Mereka datang ke hadapan Rasulullah dan mengusulkan untuk berkomporomi dan


berdamai di antara dua belah pihak. Mereka mengatakan:

“Hei Muhammad, bagaimana kalau beberapa waktu (selama setahun) engkau


mengikuti agama kami. Sembahlah berhala dan tuhan-tuhan kami. Dan sebaliknya
selama beberapa lama (setahun) kami akan mengikuti agamamu dan menyembah
Tuhanmu. Kita menyembah tuhan-tuhan dengan bergantian. Kalau ajaranmu benar,
maka kami bisa selamat. Begitu juga sebaliknya. Kalau ajaranmu yang benar, kami
bisa selamat.”

Nabi Muhammad saw menolak dengan tegas tawaran ini sebab tidak mungkin
Rasulullah menerima ajaran yang bertolak belakang dengan wahyu yang sudah
diterima dari Allah. Tidak mungkin Rasulullah menyembah sesembahan orang kafir
Mekkah. Untuk menjawab tawaran orang musyrik tersebut, turunlah surah al-Kafirun.

Katakanlah, “Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang
kalian sembah. Dan kalian bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak
pernah men]adi penyembah apa yang kalian sembah, dan kalian tidak pernah (pula)
menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untuk kalianlah agama kalian, dan
untukkulah agamaku.”

Di dalam Tafsir at-Thabari, disebutkan sebuah riwayat lain yang berasal dari Ibnu
Abbas. Ibnu Abbas menyebutkan bahwa orang kafir Quraisy menjanjikan Rasulullah
dengan harta agar beliau bisa menjadi orang yang paling kaya di negeri Mekkah.
Selain itu juga beliau dijanjikan untuk menikah dengan wanita yang diinginkannya.
Bahkan beliau dijanjikan akan diberi tahta kerajaan.

Mereka berkata, “Wahai Muhammad ini untukmu semua. Berhentilah untuk mencaci
maki tuhan-tuhan kami. Jangan menyebut mereka dengan hal-hal yang buruk. Jika
kamu tidak mau melakukannya, maka kami akan memaparkan satu permintaan yang
lain, yang mana hal ini akan memberikan kebaikan kepada kita bersama,”

“Apa itu?” tanya Kanjeng Nabi.


Mereka menjawab, “Engkau sembah tuhan-tuhan kami Lata, `Uzza setahun dan kami
sembah Tuhanmu selama setahun pula.” Lalu Nabi menjawab dengan surah Al-
Kafirun.

Riwayat dari Ibnu Abbas ini merupakan atsar sahabat. Ibnu Abbas menjelaskan
tentang Asbabun nuzul surah ini, sedangkan riwayat pertama yang bersumber dari
Sa`id Mina adalah merupakan hadis. Hadis ini juga merupakan Asbabun nuzul tentang
surah ini.

Inti dari kedua riwayat tersebut adalah bahwa orang kafir Qurays memberikan
penawaran dengan mengajak Rasulullah agar Rasul mau menyembah Tuhan mereka.
Akan tetapi semua ajakan dan bujukan kafir Qurays tidak mampu mempengaruhi
ketegaran Rasul untuk tetap menyampaikan dakwah Islam.

Peristiwa kedatangan tokoh-tokoh kafir ini membuktikan bahwa sebenarnya tantangan


dakwah Rasulullah bukan hanya berupa tantangan fisik. Kedatangan mereka
sebenarnya ingin mengajak diskusi agar menemukan titik temu antar ajaran agar tidak
terjadi perselisihan. Sehingga bisa dikatakan bahwa ini merupakan salah satu ujian
intelektual kepada Rasulullah di hadapan umatnya.

Karena bimbingan Allah, Rasulullah bisa mengalahkan argumen tokoh-tokoh kafir


yang mendatanginya. Untuk itu jika para ulama sekarang mendapatkan tantangan
intelektual dalam dakwahnya, maka tantangan itu juga harus dijawab dengan jawaban
yang cerdas pula.

Di dalam ayat yang pertama disebutkan “Katakanlah, Hai orang-orang yang kafir,”
jika melihat asbabun nuzul surah ini, maka kata orang-orang kafir (al-kafirun) yang
disebutkan adalah tokoh-tokoh yang mendatangi Kanjeng Nabi. Bukan semua orang
kafir. Mengapa?

Sebab ayat berikutnya disebutkan aku tidak akan menyembah apa yang kalian
sembah. Jika orang-orang kafir yang disebut di dalam surah ini adalah semua orang
kafir baik yang ada sejak zaman Kanjeng Nabi sampai sekarang, maka ini tidak sesuai
dengan kenyataan. Sebab ada beberapa orang kafir yang kemudian masuk Islam dan
menyembah Allah.

Sedangkan tokoh-tokoh kafir yang mendatangi Rasulullah tidak akan beriman selama-
lamanya. Buktinya mereka mati di dalam kekafiran.
Quraish Shihab menjelaskan bahwa Nabi Muhammad diperintahkan oleh Allah untuk
mengatakan kepada orang-orang yang membencinya untuk menjelaskan keyakinannya
secara jelas dan konsisten kepada orang-orang kafir. Bahwa tidak ada kompromi
dalam hal akidah dan beliau tidak akan menyembah dengan apa yang disembah oleh
orang-orang kafir. Sampai kapan pun. Sebab orang-orang kafir menyembah berhala
yang berbeda-beda tergantung tempat, situasi dan kondisi.

SURAH Al-KAUSAR

Surah Al-Kautsar atau surah An-Nahr terdiri atas tiga ayat, sepuluh kalimat dan empat
puluh dua huruf. Dengan rincian ini, maka surah Al-Kautsar merupakan surah
terpendek di dalam Alquran. Kendati demikian, tidak akan pernah ada manusia yang
mampu membuat surah yang mampu menandingi surah sependek Al-Kautsar.

Surah Al-Kautsar merupakan wahyu ke-14 yang diturunkan kepada Rasulullah di


Makkah (Makiyyah). Di dalam kitab Tafsir Al-Tabari disebutkan kronologi turunnya
surah Al-Kautsar. Beberapa kaum musyrik Makkah seperti Al-Ash bin Wail, Uqbah
bin Abi Muaith, Abu Lahab dan beberapa kaum musyrik lain, setiap kali mereka
mengetahui wafatnya putra-putra Rasulullah, mereka selalu mengejek, “Muhammad
telah terputus. Muhammad Abtar!” artinya Nabi Kanjeng Muhammad dianggap sudah
terputus garis keturunannya. Sehingga tak ada yang bisa melanjutkan perjuangannya.
Keadaan demikian bagi mereka adalah suatu aib dan dijadikan alat untuk menghasut
para sahabat agar tak lagi bersimpati kepada Rasulullah.

Selain itu mereka juga suka sekali mengejek dan meremehkan umat Islam karena
kelemahan dan kemelaratan serta karena jumlah pengikutnya yang sedikit. Mereka
menganggap jumlah yang sedikit dan kemiskinan yang dialami sebagian umat Islam
sebagai sesuatu yang hina. Mereka menganggap umat Islam tak memiliki apa-apa.
Sehingga mereka merasa kelemahan umat Islam adalah bukti bahwa Islam bukanlah
ajaran yang benar. Sekiranya benar, sudah pasti Islam akan cepat berkembang dan
meraih kekayaan dan kejayaan. Bukan malah terpuruk, miskin dan memiliki sedikit
penganut.

Bukan hanya kaum musyrikin yang berpendapat demikian. Orang-orang munafik pada
masa itu juga berharap kelak kaum musyrikin lah yang menang atas persaingan ini.
Sehingga mereka bisa kembali lagi ke ajaran yang lama. Orang-orang munafik
memang tidak serius ketika masuk Islam. Mereka hanya mencari keuntungan duniawi
waktu itu.

Dalam kondisi seperti ini, Allah turun menguji Kanjeng Nabi dan para pengikutnya.
Sebesar apa kesetiaan mereka dalam memegang teguh ajaran Islam. Sebab sudah
barang tentu Allah akan memberikan kemenangan kepada kaum Muslim jika mereka
bisa bersabar. Namun, sebagai manusia biasa pasti di antara sahabat ada yang belum
punya keyakinan yang kuat sehingga perlu dikukuhkan hatinya melalui wahyu dari
Allah Swt. Sebab, kaum musyrikin terus menghina dan membuat hati umat Islam
merasa rendah. Untuk itulah Allah berfirman, “ Sesungguhnya aku telah memberimu
Al-kautsar.”

Kata al-kautsar adalah bentuk mubalaghah (hiperbola) dari kata katsiir yang berarti
sesuatu banyak. Sehingga secara bahasa kata al-kautsar bermakna sesuatu yang amat
sangat banyak.

Beberapa ulama berbeda pendapat mengenai kata al-kautsar. Ada yang mengatakan
bahwa al-kautsar adalah nubuwwah (kenabian) sebagaimana yang dikatakan oleh
Ikrimah. Ada yang mengatakan agama yang haqq, hidayah, serta segala sesuatu yang
bisa mengantarkan seseorang menuju kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Bukan
sekadar harta duniawi semata. Abu Bakar bin ‘Ayyas dan Yaman bin Watstsab
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan al-kautsar adalah pribadi-pribadi para
sahabat serta para pengikut Nabi Muhammad sampai hari kiamat. Dengan arti ini,
seolah Allah memberikan garansi kepada Rasulullah bahwa kelak pengikut Rasulullah
jumlahnya sangat banyak sampai kiamat kelak.

Ada pula yang mengatakan bahwa al-kautsar adalah agama Islam. sedangkan menurut
Hilal, al-kautsar adalah tauhid. Dari beberapa pengertian ini, umat Islam
menggarisbawahi bahwa hidayah, ajaran agama yang haqq dan aturan dalam
kehidupan sebagaimana dalam ajaran Islam merupakan anugerah Allah yang banyak.
Tak ada sesuatu pun yang melebihinya. Umat Islam tidak boleh menganggapnya
sebagai hal remeh. Sekali pun secara lahir, orang yang memeluk ajaran Islam
bukanlah orang yang memiliki harta yang berkecukupan. Jika ada umat Islam yang
hari ini merasa harta kekayaannya lebih berharga dari pada hidayah yang diraihnya,
maka sama halnya dia memiliki pola pikir sebagaimana kaum musyrikin yang pernah
mengejek Rasulullah dan para sahabat.

Oleh karena itu umat Islam harus berpegang teguh pada keyakinannya sebagai
ungkapan rasa syukur atas banyaknya kebaikan yang telah Allah berikan kepadanya.
Jika Allah menakdirkan menjadi orang miskin, tak akan ada rasa risau di dalam
hatinya sebab dalam keyakinannya, yang paling berharga adalah hidayah. Bukan
harta.

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibnu Abbas Ra., manakala menafsirkan ayat di atas
beliau mengatakan, “Al-Kautsar ialah kebaikan yang banyak, yang telah diberikan
oleh Allah ta’ala kepadanya.”

Sedang dalam riwayat Imam Ahmad dan Tirmidzi dijelaskan dari Ibnu Umar, beliau
berkata, “Rasulullah pernah bersabda, “Al-Kautsar adalah sungai di dalam surga yang
terbuat dari emas, tempat mengalirnya dari batu permata dan yaqut, sedang tanahnya
lebih harum dari minyak kesturi, airnya lebih manis dari madu, dan lebih putih dari
pada salju.” HR Ahmad 9/257 no: 5355. at-Tirmidzi no: 3361.

Al-Hafidh Ibnu Hajar menjelaskan, “Al-Kautsar adalah sungai di dalam surga, yang
airnya akan mengalir sampai bermuara pada telaga Nabi Muhammad.”
Mengenai al-kautsar yang bermakna sungai di surga, Muhammad Abduh mengatakan,
betapa pun banyaknya riwayat tentang adanya sungai di surga, hal ini termasuk berita
gaib yang tidak perlu diperpanjang lagi pembahasannya.

SURAH Al-MAUN

Surah Al-Maun terdiri atas tujuh ayat dan dua puluh lima kata. Jumlah hurufnya
sebanyak seratus dua puluh tiga. Nama lainnya adalah Surah Ad-Din dan surah Araita.
Surah ini diturunkan di Mekkah dan di Madinah.

Surah Al-Maun ayat 1-3 diturunkan di Mekkah. Ketiga ayat ini diturunkan berkaitan
dengan Abu Sufyan. Dia biasa memasak dua unta besar setiap hari untuk disantap
bersama kaumnya. Namun, pada suatu hari, ada seorang anak yatim mendatangi
pintunya dan meminta pertolongan. Alih-alih mendapat pertolongan, Abu Sufyan
malah memukul anak yatim itu dengan tongkat dan mengusirnya.

Adapun ayat 4-7 diturunkan di Madinah. Menurut Ibnu Abbas r.a., empat ayat ini
diturunkan berkenaan dengan orang-orang munafik, karena mereka selalu
memamerkan salat mereka di hadapan orang-orang mukmin sewaktu orang-orang
mukmin di antara mereka. Tetapi jika orang-orang mukmin tidak ada, maka mereka
meninggalkan salat.

Mereka menunjukkan keshalehannya di depan kaum muslimin lain agar mendapat


pujian dari publik. Tetapi tanpa sepengetahuan kaum muslim ketika sedang tidak
bersama orang-orang munafik, maka perlakuan mereka sangatlah bertolakbelakang
dengan apa yang mereka lakukan di depan banyak orang.

Lalu bagaimana bisa dua ayat 1-7 dikumpulkan menjadi satu surah? Dalam hal ini
para ulama mengemukakan pendapat. Pendapat yang kuat mengatakan bahwa
penyusunan ayat dalam suatu surah merupakan sesuatu yang sudah tauqifi, artinya
sudah menjadi perintah Allah melalui Rasulullah. Sehingga ada banyak surah di dalam
Alquran yang turunnya tidak bersamaan dan tidak secara urut. Sebab penurunan ayat
biasanya didasarkan pada suatu peristiwa atau berdasarkan suatu pertanyaan yang
dikemukakan kepada Rasulullah. Baik pertanyaan itu dimunculkan oleh sahabat,
orang kafir atau orang Yahudi. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dijawab dengan ayat
yang diwahyukan kepada Rasulullah melalui malaikat Jibril. Kendati demikian tidak
semua ayat Alquran turun karena suatu peristiwa atau karena pertanyaan kepada
Rasulullah.

Kemudian proses pembuatan urutan ayat dan surah dilakukan oleh Rasulullah sesuai
panduan Allah melalui Malaikat Jibril. Sehingga alquran yang ada pada hari ini,
khususnya mushaf usmani, telah sampai di tangan kita sesuai dengan urutan ayat dan
surah yang telah ditentukan oleh Rasulullah dan dibukukan pada zaman pemerintahan
Khalifah Usman bi Affan.

Dari fakta ini, seharusnya pengkaji Alquran menyadari bahwa untuk memahami ayat-
ayat Alquran diperlukan pengetahuan tentang latar belakang diturunkannya ayat.
Surah ini dimulai dengan pertanyaan, “Tahukah Engkau (orang yang mendustakan
agama?” artinya Alquran menyuruh agar masalah yang ditanyakan itu diperhatikan
sunguh-sungguh. Pertanyaan pada ayat ini mengenai penerapan agama, yakni
“Bagaimanakah ciri orang yang mendustakan agama?”, banyak yang mengira bahwa
pendusta agama adalah mereka yang tidak melaksanakan rukun Islam saja, namun
pemahaan ini kurang tepat.

Imam Al-Qurtubi mengatakan bahwa sebenarnya terdapat kalimat yang tidak


disebutkan di dalam ayat ini yakni, “Bagaimana pendapat kamu mengenai orang yang
mendustakan hari kiamat? Apakah benar tindakannya atau salah?”

Yunan Yusuf dalam Tafsir juz ‘Amma As-Sirajul Wahhaj menjelaskan bahwa ayat ini
memperingatkan Nabi dan kaum beriman agar benar-benar memahami agama sebagai
ajaran yang menerapkan nilai-nilai secara konkret dalam kehidupan sehari-hari.
Maksud dari mendustakan hari kiamat dalam ayat ini adalah mengingkari nilai-nilai
Islam dalam hal berkaitan dengan harkat dan martabat manusia sebagai khalifah di
muka bumi yang dimuliakan Allah.

Sedangkan menurut Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah, ayat ini sebetulnya untuk
penekanan bukan pertanyaan yang membutuhkan jawaban sebab Allah maha
mengetahui. Jadi ayat ini bertujukan untuk menggugah hati dan pikiran lawan bicara
agar memperhatikan kandungan pembicaraan tersebut, yakni mengajak manusia untuk
menyadari salah satu bukti utama kesadaran beragama, yang tanpa itu
keberagamaannya dinilai sangat lemah.

Quraish Shihab ketika memberikan penjelasan terhadap pemaknaan addiin. Diin dari
segi bahasa antara lain berarti agama, kepatuhan, dan pembalasan. Kata diin dalam
Q.S. al-Ma’un ayat pertama sangat populer diartikan dengan agama, tetapi dapat juga
berarti pembalasan. Kemudian jika makna kedua ini dikaitkan dengan sikap mereka
yang enggan membantu anak yatim atau orang miskin karena menduga bahwa
bantuannya itu tidak menghasilkan apa-apa, maka berarti bahwa pada hakikatnya
sikap mereka itu adalah sikap orang-orang yang tidak percaya akan adanya (hari)
pembalasan.

Sikap yang demikian merupakan pengingkaran serta pendustaan terhadap ad-dỉn, baik
dalam arti agama, lebih-lebih dalam arti hari pembalasan. Bukankah yang percaya dan
meyakini bahwa kalaulah bantuan yang diberikannya tidak menghasilkan sesuatu di
dunia, namun yang pasti ganjaran serta balasan perbuatannya itu akan diperoleh di
akhirat kelak.

Quraish Shihab melanjutkan, ia mengutip dari perkataan Sayyid Quthub tentang


hakikat pembenaran ad-diin yaitu bukannya hanya pembenaran dengan lidah tetapi ia
adalah perubahan dalam jiwa yang mendorong kepada kebaikan dan kebajikan
terhadapan sesama, Allah tidak menghendaki pembenaran tersebut hanya dengan lisan
saja, namun harus dibuktikan dalam amalan sehari-hari.
Ahmad Mustafa Al-Maraghi dalam Tafsir Al-Maraghi menyebutkan ciri-ciri orang-
orang yang tidak percaya terhadap kebenaran agama atau hari pembalasan yakni,
“Suka menghina orang-orang yang tidak mampu, bersikap sombong terhadap
mereka.”

Dari uraian para mufassir di atas, maka penulis dapat memahami bahwa Ayat pertama
ini menjelaskan tentang seperti apa sebenarnya maksud dari pendusta agama, dan
bagaimana ciri-cirinya, yakni mereka yang menjalankan kehidupannya sehari-hari
tanpa dilandasi oleh nilai-nilai ajaran Islam, kasar dan kikir terhadap anak yatim
berlaku buruk kepada sesama dan beribadah bukan karena Allah, maka mereka yang
berbuat demikanlah yang dikatakan sebagai pendusta agama.

Anda mungkin juga menyukai