Anda di halaman 1dari 7

MASA KERASULAN SAMPAI ISLAMNYA UMAR

DI

OLEH:

BAHRUMSAH BANCIN (200501023)

M.QADAFI AL-HADI FAJAR (200501031)

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS NEGRI AR-RANIRY

DARUSSALAM, BANDA ACEH

2021
1.Masa kerasulan

Menjelang usia Nabi yang ke empat puluh, Nabi sudah terlalu biasa
memisahkan diri dari pergaulan masyarakat, berkontemplasi ke gua hira, yang
bertepatan beberapa kilometer dari Makkah. Disana nabi Muhammad mula-
mula hanya berjam-jam kemudian berhari-hari untuk bertafakkur. Pada tanggal
17 Ramadhan tahun 611 M, Malaikat Jibril datang kehadapan nabi untuk
menyampaikan wahyu dari Allah yang pertama yaitu: bacalah dengan nama
tuhanmu yang telah mencipta. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal
darah. Bacalah, dan tuhanmu itu maha mulia. Dia telah mengajar dengan
qalam. Dia telah mengajar manusia apa yang mereka tidak ketahui (QS al-alaq
1-5 ). Dengan turunnya wahyu pertama ini, berarti Nabi Muhammad telah
dipilih tuhan sebagai Nabi. Dalam wahyu pertama ini, Nabi Muahmmad belum
diperintahkan untuk menyeru manusia kepada suatu agama.

Setelah wahyu pertama ini datang, Jibril tidak pernah muncul lagi untuk
beberapa lama, sementara itu Nabi Nuhammad menantikannya dan selalu
datang ke Gua Hira. Dalam keadaan menanti itulah turun wahyu yang
membawa perintah kepadanya. Wahyu itu berbunyi sebagai berikut: Hai orang-
oramg yang berselimut, bangun, dan berilah peringatan. Hendaklah engkau
besarkan tuhanmu dan bersihkanlah pakaianmu, tinggalkanlah perbuatan dosa,
dan janganlah engkau memberi ( dengan maksud ) memperoleh ( balasan )
yang lebih banyak dan untuk ( memenuhi perintah ) tuhanmu, bersabarlah ( QS.
Al-Muddatsir: 1-7 ).

Dengan turunnya perintah tersebut, mulailah Rasulullah berdakwah.


Pertama-tama, beliau melakukannya secara diam-diam dilingkungan sendiri dan
dikalangan rekan-rekannya. Karena itulah, orang yang pertama kali menerima
dakwahnya Nabi adalah keluarga dan sahabat dekatnya. Mula-mula istrinya
sendiri yaitu khadijah, kemudian saudara sepupunya Ali bin Abi Thalib yang
baru berumur 10 tahun. Kemudian, Abu Bakar, sahabat karib Nabi sejak masa
kanak-kanak, lalu Zaid, bekas budak yang menjadi anak angkat Nabi. Ummu
Aiman, pengasuh Nabi sejak ibunya Aminah masih hidup, juga termasuk orang
pertama yang masuk islam. Sebagai seorang pedangang yang berpengaruh, Abu
Bakar berhasil mengislamkan beberapa orang teman dekatnya, seperti Usaman
bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin ‘Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash,
dan Thalhah bin Ubaidillah. Mereka dibawa Abu Bakar langsung kepada Nabi
dan masuk islam di hadapan Nabi sendiri. Dengan dakwah secara diam-diam
ini, belasan orang telah memeluk agama islam.

Setelah beberapa lama dakwah tersebut dilaksanan secara individual, baru


turunlah perintah agar Nabi menjalankan dakwah secara terbuka. Mula-mula
Nabi mengundang dan menyeru kerabat karibnya dari Bani Abdul Muthalib.
Nabi mengatakan kepada mereka, “ saya tidak melihat seorang pun dikalangan
Arab yang dapat membawa sesuatu ke tengah-tengah mereka lebih baik dari apa
yang saya bawa kepada kalian. Kubawakan kepada kalian dunia dan akhirat
yang terbaik. Tuhan memerintahkan saya mengajak kalian semua. Siapakah
diantara kalian yang mau mendukung saya dalam hal ini ? “.1 Mereka semua
menolak kecuali Ali.

Langkah dakwah seterusnya yang diambil Nabi Muhammad adalah


menyeru masyarakat umum. Nabi mulai menyeru segenap lapisan masyarkat
kepada islam dengan terang-terangan, baik golongan bangsawan maupun hamba
sahaya. Mula-mulanya Nabi menyeru masyarakat Makkah, kemudian penduduk
negri-negri lain. Di samping itu, Nabi juga menyeru orang-orang yang datang
Makkah, dari berbagai negri untuk mengerjakan haji. Kegiatan dakwah ini
dijalankan Nabi tanpa mengenal lelah. Dengan usaha Nabi yang gigih, hasil
yang diharapkan mulai terlihat. Jumlah pengikut Nabi yang awalnya hanya
belasan orang, makin hari makin bertambah. Mereka terdiri dari kaum wanita,
budak, pekerja, dan orang-orang yang tak punya. Meskipun kebanyakan mereka
adalah orang-orang yang lemah, namun semangat mereka sungguh-sungguh
membaja.

Setelah dakwah secara terang-terangan itu, pemimpin Quraisy mulai


berusaha menghalangi dakwah Nabi. Semakin bertambahnya pengikut Nabi
maka semakin keras pula tantangan yang di lancarkan kaum Quraisy. Menurut
1
Ibid., hlm,91.
Ahmad Syalabi, ada lima faktor yang mendorong orang Quraisy menentang
seruan islam.2(1) Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan
kekuasaan. (2) Nabi Muhammad menyerukan persamaan hak antara bangsawan
dan hamba sahaya. Hal ini tidak disetujui oleh kelas bangsawan Quraisy. (3)
Para pemimpin Quraisy tidak dapat menerima ajaran tentang kebangkitan
kembali dan pembalasan di akhirat. (4) Taklid kepada nenek moyang adalah
kebiasaan yang tidak bisa hilang pada bangsa Arab. (5) Pemahat dan penjual
patung memandang islam sebagai penghalang rezeki.

2. Umar bin khattab masuk islam

Di tengah udara yang pengap karena dipenuhi awan kesewanang-wenang dan


kezhaliman, muncul bekas cahaya lain yang lebih terang dari cahaya yang
pertama, yaitu keislaman Umar bin Al-Khaththab. Dia masuk islam pada bulan
Dzul Hijjah pada tahun keenam dari nubuwah, tepatnya tiga hari setelah
keislaman Hamzah bin Abdul Muththalib.

Sebelum itu, Nabi telah berdoa kepada Allah untuk keislamannya. At- Tirmidzi
mentakhrij dari Ibnu Umar, dan dia menshahihkannya, Ath-Thabarani dari Ibnu
Mas’ud dan Anas, bahwa Nabi bersabda pada doanya, “Ya Allah, kokohkanlah
Islam dengan salah satu dari dua orang yang paling Engkau cintai, dengan Umar
bin Al-Kaththab atau dengan Abu jahal bin Hisyam.” Ternyata orang yang
paling dicintai Allah adalah Umar bin Kaththab.

Dengan mengamati semua Riwayat tentang keislamannya, maka dapat


disimpulkan bahwa menyusupnya Islam ke dalam sanubari terjadi secara
bertahap. Namun, sebelum kita mengupas kesimpulan tentang Riwayat-riwayat
ini, ada baiknya kami isyaratkan terlebih dahulu tentang watak dan perasaannya.

Umar dikenal sebagai orang yang menjaga kehormatan dirinya dan memiliki
watak yang temperamental. Setiap kali dia berpapasan dengan orang-orang
Muslim, pasti dia menimpakan berbagai macam siksaan. Yang pasti, didalam
hatinya bergolak berbagai perasaan sebernarnya saling bertentangan.
Penghormatannya terhadap tradisi-tradisi leluhur, kebebasan menenggak
minuman keras hingga mabuk dan bercanda ria, bercampur baur dengan
ketaajubannya terhadap ketabahan dan kesabaran orang-orang Muslim dalam
menghadapi cobaan dalam rangka mempertahankan akidahnya. Keadaan ini
2
Ahmad Syalabi, op. cit., hlm. 87-90
masih ditambah lagi dengan keraguan-raguan yang bernari-nari di dalam
benaknya dan berhak siapapun yang berakal, bahwa apa yang diserukan Islam
jauh lebih bagus dan agung daripada yang lain. Umar benar-benar bingung
hingga dia menjadi lemas sendiri. Begitulah yang dikatakan Muhammad Al-
Ghazali.”

Inilah kesimpulan dari beberapa riwayat tentang keislamannya dan setelah


mengompromikan riwayat-riwayat tersebut, bahwa suatu malam dia keluar
rumah hingga dia tiba di Baitul-Haram. Dia menyibak kain penutup Ka’bah,
dan dilihatnya Nabi sedang berdiri melaksanakan shalat. Saat itu beliau
membaca surah Al-Haqqah. Umar menyimak bacaan Al-qur’an dan dia merasa
taajub terhadap susunan bahasanya. Dia berkata di dalam hati, “ Demi Allah
tentunya ini adalah ucapan seorang penyair seperti yang biasa diucapkan orang-
orang Quraisy.”

Lalu beliau membaca:

“Sesungguhnya Al-Qur’an adalah benar-benar wahyu ( Allah yang diturunkan


kepada ) Rasul yang mulia, dan Al-Qur’an itu bukanlah perkataan seseorang
penyair. Sedikit kalian beriman kepadanya.”

( Al-Haqqah: 40-41 )

Umar berkata di dalam hati, “Kalau begitu ucapan tukang tenung.”

Beliau membaca,

“Dan, bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kalian mengambil
pelajaran darinya. Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Rabb semesta alam.”

Beliau meneruskan bacaannya hingga akhir surat. Seperti yang diceritakan


Umar sendiri, mulai saat itulah Islam menyusup kedalam hatinya.

Inilah awal benih-benih Islam merusak ke dalam hati Umar bin Al-Khaththab.
Tetapi, selubung jahiliyah dan fanatisme terhadap tradisi yang sudah mandarah
daging serta pengagungan terhadap agama leluhur tetap tampil sebagai
pemenang dari inti hakikat yang merusak ke dalam hatinya. Sehingga dia tetap
berkeras bermusuhi Islam, tidak peduli terhadap perasaan yang bersembunyi di
balik selubung itu.
Di antara gambaran wataknya yang temperamental dan permusuhannya yang
sengit terhadap Rasulullah, suatu dia keluar rumah sambal menghunus
pedangnya, dengan bermaksud ingin menghabisi beliau. Di tengah jalan dia
berpapasan dengan Nu’aim bin Abdullah An-Nahham Al-adwi, atau seorang
laki-laki dari Bani Zuhrah, atau seorang laki-laki dari Bani Makhzum.

“ Hendak kemana engkau wahai umar “

“ Aku akan menghabisi Muhammad,” jawabnya.

“ Apa yang bisa menjamin keamanan dirimu dari pembalasan Bani


Hasyim dan Bani Zuhrah jika engkau membunuh Muhammad?”

“ Menurut pengamatanku, rupanya engkau telah keluar dan meninggalkan


agama yang telah engkau peluk selama ini,” kata Umar.

“ Bagaimana jika kutunjukkan sesuatu yang membuatmu lebih


tercengang wahai Umar? Sesungguhnya saudarimu dan iparmu telah
keluar dari agama serta meninggalkan agama yang selama ini engkau
peluk.”

Dengan terburu-buru Umar berlalu hingga tiba di rumah adik perempuannya


dan iparnya, yang saat itu ada pula Khabbab bin Al-Art, sedang menghadapi
Shahifah berisi surat thaha. Dia membacakan surat ini dihadapan mereka
berdua. Tatkala Khabbab mendengar suara kedatangan Umaar, dia menyingkir
ke belakang ruangan, sedangkan fathimah menyembunyikan Shahifah Al-
Qur’an. Namun, tatkala mendekati rumah adikny tadi, Umar sempat mendengar
bacaan Khabbab di hadapan adik iparnya.

“ Apa suara bisik-bisik yang sempat kudengar dari kalian tadi/’ tanya
Umar tatkala sudah masuk rumah.

“ Hanya sekedar obrolan di antara kami,’ jawab keduanya.

“ Kupikir kalian berdua sudah keluar dari agama,” kata Umar.

“ Wahai umar,” kata adik iparnya, apa pendapatmu jika kebenaran ada
dalam agama selain agamamu?”
Sekitar Umar melompat kea rah adik iparnya dan menginjaknya keras-keras.
Adiknya mendekat untuk menolong suaminya dan mengangkat badannya.
Namun, Umar menonjok fathimah hingga wajahnya berdara. Menurut riwayat
Ibnu Ishaq, Umar memukul Fathimah hingga terluka.

“ Wahai Umar,” kata Fathimah dengan berang, “ jika memang kebenaran


itu ada dalam selain agamamu, maka, bersaksilah bahwa tiada Ilah selain
Allah dan bersaksilah bahwa Muhammad adalah Rasul Allah.”

Umar mulai merasa putus asa. Dia lihat darah yang meleleh dari wajah
adiknya. Maka dia merasa menyersal dan malu atas perbuatannya.

“ Berikan Al-Kitab yang tadi kalian baca, kata Umar “

Adiknya menjawab “ Engkau adalah orang yang najis. Al-Kitab ini tidak
boleh disentuh kecuali orang-orang yang suci, Bagaimana dan mandilah
jika mau!”

Anda mungkin juga menyukai