Anda di halaman 1dari 2

Nabi SAW pernah merasakan sedih kala ditinggal wafat oleh kedua orang yang seakan-akan menjadi

tulang punggung beliau selama ini. kepedihan dan kedukaan yang lebih besar yang beliau rasakan
selama sepuluh tahun setelah menjadi Rasulullah SAW. para pembesar musyrikin Quraisy menyadari
bahwa Nabi tidak lagi mempunyai tulang punggung yang dapat melindungi beliau apabila disakiti dan
dianiaya, mereka makin menghalangi dan memusuhi beliau.

beliau datang ke Thaif dikarenakan beliau teringat jika ada seseorang yang masih keluarga dekat beliau
dari keturunan Tsaqif. Di kota Thaif, merekalah yang memegang kekuasaan. bertemu dengan mereka,
mereka bisa mengikuti seruannya dan ikut serta menggerakkan dakwah beliau Dengan tidak berpikir
panjang, Nabi SAW pergi ke Thaif secara diam-diam bersama Zaid dan Harits dengan berjalan kaki.

Sesampai nya di thaif beliau mencari tempat kediaman orang yang di tujunya, yakni para pemimpin Bani
Tsaqif yang sedang berkuasa di sana.dan mereka mencaci maki beliau dan mendustakan nya Mereka
mengusir beliau dari kota Thaif. Setelahnya, beliau mohon diri, seraya berkata, “Jikalau kamu tidak sudi
menerima kedatanganku ke sini, tidakmengapa. Tapi janganlah kedatanganku kemari disiarkan kepada
penduduk kota”

kejadian di Thaif telah didengar oleh kaum Quraisy. Karenanya Rasulullah memutuskan untuk tidak
memasuki Mekkah sebelum yakin benar akan keselamatan jiwa dan keberhasilan dakwahnya. Beliau
mengirim pesan kepada Muth’am bin Adiy untuk meminta perlindungan agar beliau bisa melaksanakan
dakwahnya. Permintaan beliau disambut baik oleh Muth’am. Ia memerintahkan para putranya agar
mempersenjatai diri dan berjaga di sudut-sudut Ka’bah. Sedang Muth’am sendiri duduk di atas unta
sambil berseru, “Hai orang-orang Quraisy, aku telah memberi jaminan keselamatan kepada Muhammad
SAW. Jadi, jangan ada di antara kalian yang mengusiknya!” Setibanya di Ka’bah, Rasulullah menunaikan
shalat dua rakaat, kemudian pulang ke rumah dengan dikawal oleh Muth’am dan anak-anaknya yang
bersenjata lengkap.

Setelah hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Thaif dan kembali ke Mekkah, Di saat beliau sedang giat
meneruskan perjuangannya, terjadilah peristiwa Isra’ dan Mi’raj.

terjadinya isra’ mi’raj dapat perselisihan apakah sesudah atau sebelum beliau menjadi Rasul, atau
menjelang hijrah. Padahal jarak dua masa itu lebih dari 10 tahun. Tapi karena surat al-isra’ disepakati
dalam kronologi sebagai surat ke-50 dari 86 surat yang turun di mekkah maka dapat diduga isra’ itu
terjadi beberapa waktu sebelum hijrah. Mengenai tanggal juga ada berbagai pendapat misalnya, tanggal
17 Rajab, 27 Rabiul Awal, 29 Ramadhan, serta 27 Rabiul Akhir. Semua itu memperkirakan tahunnya
berkisar antara saat menjadi Rasul dan beberapa tahun setelah hijrah.

Dalam waktu tersebut menceritakan tentang perjalanan Nabi SAW dari masjidil haram ke masjidil aqsa
di waktu malam hari dengan durasi yang sangat pendek, di tengah-tengah perjalanan, beliau sempat
dipertemukan oleh Allah SWT berkumpul dengan para Nabi, naik ke langit, melihat keajaiban alam para
malaikat, dan bermunajat langsung dengan Allah SWT dengan izin-Nya. Sehubungan dengan itu, Nabi

SAW menceritakan kejadian tersebut melalui sabda Rasulullah SAW yang berbunyi : “Bahwa Rasulullah
SAW bersabda : “Didatangkan kepadaku Buraq, yaitu binatang yang berbulu putih lebih besar dari
keledai yang lebih kecil dari baghal. Apabila ia terbang kaki depannya dapat mencapai sejauh pandangan
mata. Lalu aku menaikinya dan ia membawaku hingga sampai di Baitulmakdis. Kemudian aku tambatkan
ia pada tempat penambatan yang biasa dipakai oleh para nabi. Selanjutnya aku memasuki Masjidilaksa
dan melakukan salat dua rakaat di dalamnya. Setelah itu aku keluar dari Masjidilaksa datanglah
kepadaku malaikat Jibril seraya membawa dua buah cawan; yang satu berisikan khamar sedangkan yang
lain berisikan susu. Aku memilih cawan yang berisikan susu, lalu malaikat Jibril berkata, 'Engkau
telah memilih fitrah (yakni agama Islam).” (H.R. Ahmad).

Pada saat Mi’raj Rasulullah menerima perintah shalat lima kali sehari semalam. Ketentuan itu ditetapkan
di langit, agar shalat menjadi “mi’raj’ yang mengangkat martabaat manusia lebih tinggi, sanggup
menundukkan hawa nafsu dan ujuk rayu keduniaan lainnya. Shalat lima waktu yang diwajibkan Allah
tidak seperti yang dilakukan oleh kenyakan orang pada zaman sekarang. Ada pun tanda-tanda orang
yang menunaikan shalat engan benar adalah ia mampu menjauhkan diri dari perbuatan tercela dan
malu untuk mengulangi perbuatan tersebut. Bilamana shalat dilakukan berulang-ulang itu tidak
mengangkat orang yang bersangkutan kepada martabat seperti di atas, maka jelaslah bahwa shalat yang
dilakukannya itu kbohongan belaka.

Anda mungkin juga menyukai