Anda di halaman 1dari 8

Booklet Da’wah Jumat, 26 Rabi’ul Awwal 1439 H / 15 Desember 2017 M 1

Berilmu Sebelum Berkata & Beramal

DEMONSTRASI,
PENYAMPAIAN ASPIRASI YANG TIDAK SYAR’I

A gama Islam adalah agama keteraturan, ketenangan,


dan ketentraman. Kaum muslimin tunduk di bawah
aturan-aturan yang tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Mereka adalah manusia-manusia yang mudah diarahkan
pada kebaikan.
‫ََِمَّنَ ا اْ ُ ْ ِ ُ ا َ ْاَ َ ِ ا ْاَاِ ِ ا َ ْْي ُ َ ا ِ َيا اْْي َ َا‬
“Hanyalah orang yang beriman bagaikan unta yang jinak. Ke
mana saja diarahkan (pada kebaikan), ia akan mengikutinya.”
(H.R Ibnu Majah, dishahihkan Syaikh al-Albaniy).
Tabiat asal orang beriman mudah tunduk dalam kebaikan.
Mereka bukan tipikal orang-orang yang sedikit-sedikit protes.
Bahkan, dalam memperjuangkan haknya pun mereka akan
bersikap ramah dan tidak melampaui batas.
َ َ‫ىاوإِ َذ ا ْْيت‬
‫ضى‬ ِ َ ‫رِ ما َمَّنَّللارج اًلاَسَْح اإِ َذ اَب‬
َ ‫ع َاوإ َذ ا ْشتَْيَر‬ َ ‫ا‬ َُُ َ َ
“Semoga Allah merahmati seseorang yang ramah ketika
menjual, ketika membeli, dan ketika menuntut haknya.” (H.R
al-Bukhari dari Jabir bin Abdillah)
Karakter calon penghuni Surga adalah yang santun dan
mudah dalam muamalah. Bukan yang keras, kaku, ngotot
memperjuangkan haknya.
“Maukah kalian aku khabarkan tentang orang yang
diharamkan dari anNaar (Neraka)? Yaitu setiap orang yang
dekat (dengan manusia), tenang, lembut, dan mudah (dalam
muamalah).” (H.R atTirmidzi, dinyatakan shahih lighoirihi
oleh Syaikh al-Albaniy dalam Shahih atTarghib wat Tarhib).
Jangan dibaca saat Adzan berkumandang atau Khatib sedang Khutbah!
2 Booklet Da’wah
Dalam hubungan pemerintah dan rakyatnya, kadangkala
rakyat melihat hal-hal yang tidak benar dilakukan oleh
pemerintahnya. Islam tidak menutup peluang menyampaikan
nasehat. Bahkan, agama Islam adalah agama nasehat.
Nasehat adalah ketulusan sikap menginginkan kebaikan pada
saudaranya sesama muslim, bukan untuk mempermalukan
atau membuka aibnya di hadapan pihak lain.
Agama Islam mengajarkan penyampaian nasehat kepada
penguasa tidak secara terang-terangan (tersembunyi) dan
disampaikan dengan santun dan lembut. Bahkan kepada
Fir’aun sang panguasa yang congkak dan sangat kafir, Allah
Ta’ala perintahkan Nabi Musa untuk mendakwahinya dengan
lemah lembut:
َ ‫ا َْي ُ َوَلااَوُا َْي ْواَلااَِّنا ااَ َعلَمَّنوُايْيَتَ َذ َمَّن ُراأ َْو‬.‫ْذ َىبَ اإِ ََلا ِْر َع ْو َناإِاَمَّنوُاطَغَى‬
. ‫اَيْ َشى‬
“Pergilah kalian berdua menuju Fir’aun, sesungguhnya ia
melampaui batas. Ucapkanlah kepadanya ucapan yang
lembut, semoga saja ia menjadi ingat dan takut.” (Q.S Thoha
ayat 43-44).
Nabi shollallahu alaihi wasallam dan para Sahabatnya
mengajarkan penyampaian nasehat kepada penguasa secara
rahasia, cukup diketahui oleh sang penyampai nasehat dan
pihak yang menjadi sasaran nasehat.
“Barangsiapa yang memiliki nasehat kepada penguasa,
janganlah disampaikan dengan terang-terangan. Tapi
peganglah tangannya dan bicarakan berdua dengannya. Jika
ia mau menerima, maka akan diterima olehnya. Jika tidak,
maka engkau telah menunaikan kewajibanmu terhadapnya.”
(H.R al-Hakim, dishahihkan oleh Syaikh al-Albany dalam
Dzhilalul Jannah).
Sahabat Nabi Usamah bin Zaid pernah ditanya oleh
seseorang:Tidakkah engkau masuk ke Utsman bin Affan dan
berbicara kepadanya? Usamah bin Zaid menjawab:
‫َُسعُ ُك ْم َاو َمَّنَّللِااََ ْيا َ لَمَّن ْ تُوُا ِ َ ابْيَْ ِِن َاوبْيَْْينَوُا‬
ِْ ‫أَتَْيرو َناأَِّن َاَلاأُ َ لِّ واإَِمَّنَلاأ‬
ُُ ّ َْ
“Apakah engkau menganggap bahwa pembicaraanku
dengannya pasti aku perdengarkan kepada kalian? Demi
Allah aku telah berbicara berdua dengan dia saja.” (H.R
Muslim no 5305)
Booklet Da’wah 3
Seseorang bertanya kepada Sahabat Nabi Ibnu Abbas
tentang beramar ma’ruf nahi munkar terhadap pemimpin. Ibnu
Abbas menjawab:
ِ ِ
ُ‫َِ ْنا ُ ْن َ اَلَابُيَمَّنا َ عًلاا َ َ ابْيَْْينَ َ َاوبْيَْْينَاو‬
“Jika engkau harus melakukannya, maka lakukanlah dengan
penyampaian yang hanya antara engkau dan dia saja yang
tahu.” (Riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnafnya).
Penyampaian aspirasi dengan demonstrasi jelas
bertentangan dengan petunjuk Nabi dan para Sahabatnya
tersebut. Seandainya, keburukan demonstrasi hanyalah
karena tidak menjalankan bimbingan Nabi ini saja, itu sudah
mudharat yang sangat besar. Tidak ada kerugian yang paling
besar bagi seorang muslim selain ketika ia bermaksiat
kepada Allah dan Rasul-Nya:
‫اض ًَلاَلا ُبِ نا‬
َ ‫اض َمَّن‬ ِ ‫َوَ ْ ايْيَ ْع‬
َ ‫صا َمَّنَّللَ َاوَر ُسواَوُا َْي َ ْي‬
“...Dan barangsiapa yang bermaksiat kepada Allah dan
Rasul-Nya, maka sungguh ia telah sesat dengan kesesatan
yang nyata.” (Q.S al-Ahzaab ayat 36)
Demonstrasi memiliki sekian banyak kerugian dan
kerusakan. Sangat banyak jika diuraikan. Beberapa
kerusakan yang ditimbulkan, di antaranya: bisa memicu
cercaan terhadap pemimpin muslim yang juga dilarang Nabi,
mengganggu jalan, mengakibatkan sebagian aktifitas
kebaikan terganggu atau terhenti, bahkan dalam taraf tertentu
bisa mengakibatkan rusaknya fasilitas umum, atau bisa
memicu terjadinya bentrokan fisik yang menyebabkan
sebagian kaum muslimin terluka atau bahkan meninggal
dunia. Sungguh banyak kerugian dan mafsadah di dalamnya,
hanya Allah Azza Wa Jalla saja yang bisa menghitungnya.
 TAAT KEPADA PEMIMPIN MUSLIM, MERAUP
PAHALA TANPA KENAL MUSIM
Setiap sistem kemasyarakatan dari unit terkecil sampai
terbesar tentunya membutuhkan adanya pemimpin yang
mengatur anggotanya. Tanpa adanya pemimpin akan terjadi
kekacauan dan ketidakteraturan.
Untuk melakukan sebuah perjalanan safar yang terdiri dari
minimal 3 orang saja, Nabi membimbing kita untuk menunjuk
4 Booklet Da’wah
seorang pemimpin safar. Pemimpin itulah yang akan
membuat kebijakan terkait safar yang harus dipatuhi oleh
anggota kelompoknya.
‫اس َ ٍرا َْي ْلُْي َ ِّ ُرو اأَ َ َي ُى ْما‬ ِ َ ‫إِ َذ‬
َ ‫اخَر َجاثًَلَثَةٌاِف‬
“Jika ada (minimal) 3 orang keluar safar, hendaknya mereka
memilih salah seorang dari mereka sebagai pemimpin” (H.R
Abu Dawud)
Dalam lingkup terkecil, dalam sebuah keluarga, ada
pemimpin (kepala keluarga) yang akan dimintai
pertanggungjawaban di sisi Allah.
‫اع ْ َار ِعَمَّنتِ ِوا‬ ٌ ُ ْ َ ‫َو َمَّنار ُج ُ َار ٍعاِ اأ َْىلِ ِو َاوُى َوا‬
َ ‫وو‬
“Dan seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya.
Dia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap
kepemimpinannya.” (H.R al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu
Umar)
Jika dalam sebuah komunitas terkecil saja terdapat
pemimpin yang harus ditaati, terlebih lagi dalam komunitas
besar seperti suatu negara. Ketaatan terhadap para pemimpin
dan penguasa adalah perintah Allah dan Rasul-Nya:
‫ُووا ْاَ ْ ِرا ِ ْن ُك ْما‬
ِ ‫وو َاوأ‬ ِ ‫َط عو ا َمَّنَّللاوأ‬
ِ ِ ‫َمَّن‬
َ ‫َط عُو ا َمَّنار ُس‬ َ َ ُ ‫َ اأَيْي َ ا اذي َ ا َ َ نُو اأ‬
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah
Rasul, dan Ulil Amri (pemimpin dan Ulama) di antara kalian...”
(Q.S anNisaa’ ayat 59)
Taat kepada pemimpin muslim dalam hal yang ma’ruf
adalah perbuatan yang akan mengantarkan seseorang
menuju Surga. Rasulullah shollallahu alaihi wasallam
berkhutbah pada saat Haji Wada’ (haji perpisahan, di tahun
meninggalnya beliau):
ِ ‫اش رُ ماوأَاو ا َزَ َةاأَ و اِ ُكماوأ‬
‫َط عُو ا َذ ا‬ َ ْ َْ َ ْ َ ْ َ ‫ص وُ و‬
ُ ‫صلو اَخَْ َ ُك ْم َاو‬ َ ‫تْيَمَّن ُو ا َمَّنَّللَ َاربَمَّن ُك ْم َاو‬
‫اجنَمَّنةَ َاربِّ ُك ْام‬
َ ‫أَْ ِرُ ْماتَ ْي ُخلُو‬
“Bertakwalah kalian kepada Allah, sholatlah 5 waktu, puasalah
di bulan kalian (Ramadhan), tunaikan zakat harta kalian, dan
taatilah pemimpin kalian, niscaya kalian akan masuk surga
(milik) Tuhan kalian.” (H.R atTirmidzi, dishahihkan oleh al-
Hakim, Ibnu Khuzaimah, dan al-Albany).
Nabi shollallahu alaihi wasallam sangat menekankan
kepada kaum muslimin untuk bersikap mendengar dan taat
Booklet Da’wah 5
kepada pemimpin muslim meski pemimpin itu adalah orang
yang tidak layak memimpin:
‫اعْب ٌيا َ بَ ِش ٌّيا‬ ِ ِ ِ
َ ‫أُوص ُك ْمابِتَْي ْ َوىا ا َاو ا َمَّن ْ ِ َاو الَمَّن َعة َاوإ ْنا َ َمَّن‬
َ ‫راعلَْ ُك ْم‬
“Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah,
bersikap mendengar dan taat meski yang memimpin kalian
adalah budak dari Habasyah (Etiopia).” (H.R Abu Dawud dan
atTirmidzi, dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan al-Albany).
Nabi perintahkan kaum muslimin untuk mentaati
pemimpinnya, meski pemimpin itu sebenarnya tidak layak
menjadi pimpinan. Dalam hadits itu dicontohkan,
pemimpinnya adalah seorang budak (hamba sahaya).
Padahal, syarat untuk menjadi pemimpin sebenarnya adalah
harus merdeka dan bukan budak. Namun, jika suatu saat
terjadi hal yang luar biasa, hingga seorang budak menjadi
seorang pemimpin, atau tidak melalui mekanisme yang syar’i,
maka ketika ia seorang muslim dan telah menjadi pemimpin,
wajib untuk ditaati dalam hal-hal yang ma’ruf (tidak
bermaksiat kepada Allah).
Rasulullah shollallahu alaihi wasallam menekankan bahwa
ketaatan kepada pemimpin muslim dalam hal yang mubah
pada dasarnya adalah ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya:
‫عا ْاَِ َا َْي َ ْياأَطَ َع ِِنا‬ َ َ‫َ ْ اأَطَ َع ِِنا َْي َ ْياأَط‬
َ َ‫عا َمَّنَّللَ َاوَ ْ اأَط‬
“Barangsiapa yang taat kepadaku, maka sungguh ia telah taat
kepada Allah. Barangsiapa yang taat kepada pemimpin, maka
sungguh ia telah taat kepadaku.” (H.R Ahmad no 8149,
asalnya ada dalam riwayat Muslim, dishahihkan oleh Ibnu
Khuzaimah dan Ibnu Hibban).
Namun, ketaatan kepada pemimpin muslim itu tidaklah
bersifat mutlak. Rakyat diperintah untuk taat kepada mereka
hanya jika mereka memerintahkan kepada yang ma’ruf (tidak
bermaksiat kepada Allah):
ِ ‫ََلاطَ عةَاِ ا ع ِ ٍةاإَِمَّنَ ا الَمَّن عةُاِ ا اْ عر‬
‫ووا‬ُْ َ َ َ َْ َ
“Tidak boleh taat kepada (siapapun) dalam kemaksiatan
(kepada Allah). Sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam hal
yang ma’ruf.” (H.R al-Bukhari dari Ali bin Abi Tholib)
Ketidaktaatan kepada pemimpin muslim itu hanya jika
mereka memerintahkan kepada hal-hal yang dilarang Allah.
Hanya dalam hal-hal itu saja. Selebihnya janganlah mencabut
6 Booklet Da’wah
ketaatan secara keseluruhan. Sebagai contoh, jika
pemerintah memerintahkan seseorang untuk berjudi, maka
tidak boleh taat dalam hal itu. Dalam hal-hal lain yang mubah,
seperti perintah mengurus identitas diri, surat izin
mengemudi, dan semisalnya, hal itu harus ditaati.
‫اَيِِْتا ِ ْ ا َ ْع ِ َ ِةا َمَّنَّللِا‬ ِ ِِ ِ َ ‫اوِواعلَ ِواو ٍوا َْير هاَيِِْت‬
َ َ ‫اشْْيا ا ْ ا َ ْع َةا َمَّنَّللا َْي ْلَكَْرْها‬ َ َُ َ َْ َ َ َْ
‫َوََلايْيَْن ِ َع َمَّن ايَ اي ا ِ ْ اطَ َع ٍاة‬
“Barangsiapa yang memiliki pemimpin, kemudian dia lihat
pemimpin tersebut membawa kemaksiatan kepada Allah,
maka bencilah kemaksiatannya itu, namun jangan cabut
ketaatan (secara menyeluruh),” (H.R Muslim)
 DARUL ISLAM: EKSISTENSI SYIAR ISLAM DALAM
SEBUAH NEGARA
Rasulullah shollallahu alaihi wasallam jika hendak
menyerang suatu negeri beliau menunggu saat masuknya
waktu Subuh. Apabila terdengar kumandang adzan, beliau
akan menahan diri tidak menyerang negeri tersebut. Namun,
jika tidak terdengar, beliau akan menyerangnya.
Dari Anas bin Malik -semoga Allah meridhainya- ia berkata:
“Rasulullah shollallahu alaihi wasallam akan menyerang
(suatu tempat) jika terbit fajar. Beliau berusaha menyimak
apakah terdengar adzan. Jika beliau mendengar adzan,
beliau menahan diri (tidak menyerang). Jika tidak terdengar,
maka beliau akan menyerangnya. Kemudian suatu ketika
beliau mendengar seorang laki-laki melantunkan: Allaahu
Akbar Allaahu Akbar. Rasulullah shollallahu alaihi wasallam
bersabda: Ia berada di atas fitrah. Kemudian laki-laki itu
melantunkan: Asyahadu an laa ilaaha Illallaah... Asyhadu an
laa ilaaha illallaah... Rasulullah shollallahu alahi wasallam
bersabda: Engkau telah keluar dari anNaar. Kemudian para
Sahabat berusaha melihat ke arah sumber datangnya
kumandang adzan itu, ternyata itu adalah seorang
penggembala kambing.” (H.R Muslim)
Al-Imam anNawawiy rahimahullah menyatakan: Di dalam
hadits ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwa adzan
mencegah diserangnya penduduk suatu tempat. Karena itu
menunjukkan keislaman mereka. (Syarh anNawawiy ala
Muslim (4/84)).
Booklet Da’wah 7
Kumandang adzan yang terdengar di berbagai penjuru
negeri adalah syiar Islam yang nampak jelas menandakan
bahwa negeri itu adalah Darul Islam (Negara Islam).
Al-Imam Abu Bakr al-Isma’iliy rahimahullah menyatakan:
dan mereka (para Imam Ahlul Hadits) berpendapat bahwa
sebuah tempat adalah Darul Islam bukan Darul Kufr -seperti
yang disangka oleh kaum Mu’tazilah- selama kumandang
adzan untuk sholat dan iqomat nampak jelas dan
penduduknya mudah mengerjakannya dalam keadaan aman
(I’tiqod Aimmatil Hadits). Al-Imam Abu Bakr al-Isma’iliy
adalah salah seorang Ulama bermadzhab Syafiiyyah yang
meninggal di tahun 371 Hijriyah. Beliau adalah satu guru
al-Hakim, Ulama hadits penyusun kitab al-Mustadrak.
Al-Imam asySyaukaaniy rahimahullah menjelaskan: Darul
Islam adalah selama nampak dua kalimat syahadat dan
sholat...hal yang menjadi patokan adalah nampaknya (syiar)
kalimat. Jika perintah-perintah dan larangan-larangan di
negeri itu milik (dalam kekuasaan) orang Islam, yang orang-
orang kafir tidak bisa menampakkan kekufurannya kecuali jika
diizinkan oleh orang Islam, maka itu adalah Darul Islam (As-
Sailul Jaraar (1/976)).
Nampaknya syiar-syiar Islam seperti adzan, sholat
berjamaah, masjid-masjid, dan pelaksanaan sholat Jumat dan
sholat Ied adalah indikator suatu negeri disebut sebagai negeri
Islam. Hal itu bisa dilihat dari mayoritas jumlah penduduknya.
Syaikh Muqbil rahimahullah menyatakan: Darul Islam
(Negeri Islam) adalah negeri yang mayoritas penduduknya
adalah kaum muslimin. Bahkan meskipun pemimpinnya
adalah sosialis, bukan orang yang beragama, namun
negerinya bisa jadi negeri muslim. Inilah yang menjadi tolak
ukur negeri muslim. Sedangkan Darul Harb adalah negeri
yang mengalami pertempuran dengan kaum muslimin.
Adapun Darul Kufr (negeri kufur) adalah negeri yang
mayoritas penghuninya adalah orang-orang kafir (Sumber:
http://www.muqbel.net/fatwa.php?fatwa_id=2209).
Jika syiar-syiar Islam nampak jelas dan lebih mendominasi,
maka itulah negeri Islam. Meskipun penguasanya bukan
muslim. Sedangkan jika syiar yang nampak seimbang antara
syiar Islam dengan syiar kekufuran, penentunya bisa dilihat
dari pemimpinnya. Jika pemimpinnya muslim dan
menegakkan sholat, maka negeri itu adalah negeri Islam.
8 Booklet Da’wah
Nabi shollallahu alaihi wasallam melarang rakyat
memberontak kepada penguasanya meski rakyat dan
penguasa itu saling membenci, selama penguasa tersebut
menegakkan sholat: “Dan seburuk-buruk pemimpin kalian
adalah yang kalian benci dan mereka membenci kalian.
Kalian melaknatnya dan mereka pun melaknat kalian.
Ditanyakan kepada Nabi: Wahai Rasulullah, apakah dengan
demikian kami mengkudetanya dengan pedang? Nabi
bersabda: Jangan, selama mereka menegakkan sholat di
tengah-tengah kalian.” (H.R Muslim dari Auf bin Malik)
Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin rahimahullah
menjelaskan: “Jika syiar-syiar Islam nampak di negeri-negeri ini,
maka itu adalah negeri Islam. Itu adalah negeri Islam. Tersisa
(kasus) bagi kita jika di negeri itu nampak syiar-syiar Islam dan
juga syiar-syiar kekufuran. Misalkan jika di sana terdengar
adzan, dilakukan sholat Jumat, tapi juga terdengar terompet-
terompet Yahudi dan lonceng-lonceng Nashara di saat yang
bersamaan. Di sana juga ditegakkan ibadah-ibadah Nashara
dan Yahudi. Kita beri nama apa negeri yang demikian? Dalam
kondisi demikian, kita kembalikan pada penguasa dan
mayoritas penduduknya. Kadangkala penguasa tidak berdaya
menghilangkan syiar-syiar kekufuran. Jika mayoritas
penduduknya adalah kaum muslimin dan para pemimpinnya
adalah kaum muslimin, kita katakan: ini adalah negeri Islam.
Meskipun di sana ada sebagian syiar-syiar kekufuran. Karena
kemenangan jumlah dan kekuasaan ada pada kaum muslimin.
Akan tetapi kemaksiatan-kemaksiatan tersebut (syiar-syiar
kekufuran, pent) mereka tidak mampu menghilangkannya”
(Rekaman kaset Tafsir, no kaset 13 menit ke-26,
http://www.sahab.net/forums/?showtopic=99710)
Penulis : Al-Ustadz Abu Utsman Kharisman hafizhalulloh
‫ااْ ٰعاعلَ ِ ْ َا‬ ِ
ِّ ‫ا َاو ْاَ ْ ُيِا َار‬
ِ ‫اَبا َمَّنو‬
ِ
َ ‫َو ُاتَْي َع ََلاأ َْعلَ ُم‬
Diterbitkan oleh: Pondok Pesantren Minhajus Sunnah Kendari
Jl. Kijang (Perumnas Poasia) Kelurahan Rahandouna.
Penasihat: Al-Ustadz Hasan bin Rosyid, Lc
Kritik dan saran hubungi: 0852 4185 5585
Berlangganan hubungi: 0813 3963 3856
Website: www.ahlussunnahkendari.com
Join Channel Telegram: https://telegram.me/salafykendari

Anda mungkin juga menyukai