Anda di halaman 1dari 5

Kunci Kemenangan Nabi Musa ‘Alaihissalam Menghadapi Koalisi Tiran Fir’aun

Mukadimah
Mentadabburi kisah Nabi Musa dan Bani Israil sangat urgen sekali. Dalam al-Qur`an, kisah yang
paling panjang adalah tentang Nabi Musa dan Bani Israil, Yahudi. Kisahnya dalam al-Qur`an
terdapat dalam lebih dari 20 surah.

Panjangnya cerita ini tidak mungkin tanpa makna. Kalau melihat peristiwa akhir zaman, melalui
hadits-hadits Nabi, didapati bahwa kiprah mereka dalam membuat kerusakan di dunia sungguh
nyata. Sekarang saja, siapa sebenarnya yang menguasai dunia?

Bila diamati, hubungan atau korelasi mukminin dengan para penguasa, ada tiga macam dalam al-
Qur`an. Pertama, kolaborasi atau koalisi. Antara Yusuf dan Aziz. Kedua, oposisi. Antara Nabi
Musa Vs Fir’aun. Ketiga, menjadi penguasa penuh. Seperti Nabi Sulaiman dan Daud.

Menariknya, ketiga kisah tentang relasi penguasa dengan para Nabi itu, sama-sama terkait cerita
Bani Israil. Artinya, dalam hal ini mereka seakan sudah berpengalaman dan tak mengherankan
jika sampai akhir zaman nanti mereka berusaha berkuasa ke mbali.

Pembahasan:
Dari ketiga relasi itu, yang akan dibahas adalah kisah Nabi Musa ‘Alaihissalam yang menjadi
oposisi pemerintahan Fir’aun. Terlebih khusus, terkait kunci kemenangan Nabi Musa
‘Alaihissalam dalam menghadapi koalisi Fir’aun.

Saat itu, Mesir dipimpin oleh penguasa otoriter nan tiran: Fir’aun. Fir’aun otoriter berkoalisi
dengan Haman, Qarun, hasyir dan tukang sihir yang menyimbolkan koalisi antara penguasa,
ulama gila kuasa, pemodal rakus, pengendali media dan pelacur intelektual.

Memang pada umumnya dalam pemerintahannya terkenal dengan kemajuan bangunan


infrastruktur dan teknologi. Mungkin kalau sekarang disebut sebagai Bapak Pembangunan dan
Bapak Teknologi. Namun, itu hanya dinikmati oleh segelintir orang. Dengan kemajuan itu,
rakyat tidak menikmatinya justru menderita. Yang menikmati justeru lima elit yang berkoalisi.
Kondisi rakyat Mesir kala itu digambarkan Allah sebagai “al-Mustadh’afin” (kaum tertindas).
Kezaliman sudah menyeruak ke seantero negeri. Dalam kondisi puncak kelaliman itu, justru
Allah Ta’ala menghanugerahkan pemimpin dari kalangan mereka untuk melawan kezaliman itu.
Pemimpin itu kemudian kita kenal dengan Musa ‘Alaihissalam.

Kisah ini sudah sering kali didengar, sehingga tidak perlu dipaparkan secara detail dan
kronologis oleh pembicara. Yang akan dibicarakan di sini bertolak dari saat-saat kritis Nabi Musa
beserta kaumnya dikejar oleh Fir’aun.

Kondisi sangat mencekam. Di depan ada laut, di belakang ada tentara Fir’aun. Pilihannya hanya
ada dua: (1) Hidup Mulia (2) Mati syahid.

Saat-saat genting itu, digambarkan secara apik dalam al-Qur`an:

‫ب بموُلسىَ إننماَّ لبممدلربكوُلن‬ ‫ن‬


‫فلفلمماَّ تلفلراَءى اَمللمملعاَّن قلاَّلل أل م‬
‫صلحاَّ ب‬
"Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa:
"Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul"." (QS. Asy-Syu'ara [26]: 61)

‫قلاَّلل لكمل إنمن لمعنلي لربب لسيَلفمهنديِنن‬


"Musa menjawab: "Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia
akan memberi petunjuk kepadaku"." (QS. Asy-Syu'araa [26]: 62)

Kisah ini para hadirin sudah pasti tahu endingnya, Musa dan pengikutnya mendapat kemenangan
dari Allah Ta’ala. Apa yang menyebabkan Nabi Musa menang?

Salah satu rahasianya adalah bisa diambil dari diksi Nabi Musa ketika meyakinkan pengikutnya,
“Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku,”

Kuncinya adalah karena Nabi Musa mendapatkan “Ma’iyyatullah” (kebersamaan Allah). Para
hadirin tentu ingat bagaimana dahsyatnya “Ma’iyyatullah” saat Nabi Muhammad dan Abu Bakar
menjadi buron kelas kakap kafir hingga hampir tertengkap di gua Tsur. Dengan “ma’iyyatullah”
Nabi dan Abu Bakar akhirnya selamat.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana caranya agar mendapat “ma’iyyatullah”? Al-Qur`an
menjawab setidaknya ada lima kualifikasi yang perlu dimiliki dalam menghadapi penguasa tiran
seperti Fir’aun dan koalisinya.

Pertama, mukmin.

‫ن لعنَبكمم فنئلتببكمم لشميَئاَّا‬‫ن‬ ‫م ن‬ ‫ن‬ ‫ن‬


‫إن تلمستلفمفتبحوُاَم فلفلقمد لجاَّءبكبم اَلملفمتبح لوإن تلنَتلفبهوُاَم فلفبهلوُ لخميَفرر لبكمم لوإن تلفبعوُبدواَم نلفعبمد لوللن تبفمغ ل‬
‫ن‬
‫نن‬
‫ت لوألمن اَللهل لملع اَلمبممؤمنَ ل‬
‫ي‬ ‫لولموُ لكثَبفلر م‬
“Jika kamu (orang-orang musyrikin) mencari keputusan, maka telah datang keputusan
kepadamu; dan jika kamu berhenti ; maka itulah yang lehih baik bagimu; dan jika kamu
kembali , niscaya Kami kembali (pula) ; dan angkatan perangmu sekali-kali tidak akan dapat
menolak dari kamu sesuatu bahayapun, biarpun dia banyak dan sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Anfal [8]: 19) Bisa juga dilihat dalam surah Muhammad
ayat 35.

Apa itu mu’min?


Sabda Nabi:

‫س لعللىَ ألمملوُاَنلنمم لوألنمفبفنسنهمم‬ ‫ن‬ ‫ن ن ن‬


‫أللل أبمخبببكمم باَّلمبممؤمنن ؟ لممن ألمنَلهب نَاَلماَّ ب‬
“Maukah aku kabarkan kalian tentang ciri seorang mukmin? Yaitu orang yang orang lain merasa
aman dari gangguannya terhadap harta dan jiwanya.” (HR. Ahmad)

Kedua, sabar.

‫صللةن إنمن اَللهل لملع اَل م‬


‫صاَّبننريِلن‬ ‫يِلاَّ أليِفيلهاَّ اَلمنذيِلن آلمنَبوُاَم اَمستلعنيَنَبوُاَم بناَّل م‬
‫ص منب لواَل م‬
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu , sesungguhnya
Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 153)

Ketiga, takwa.

‫ن‬
‫لواَتمفبقوُاَم اَللهل لواَمعلبموُاَم ألمن اَللهل لملع اَلمبمتمق ل‬
‫ي‬
“Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”
(QS. Al-Baqarah [2]: 194)

Keempat, muhsin.

‫إنمن اَللهل لملع اَلمنذيِلن اَتمفلقوُاَم مواَلمنذيِلن بهم يممنسبنَوُلن‬


“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat
kebaikan.” (QS. An-Nahl [16]: 128)

Kelima, menjaga kualitas ibadah dan loyalitas kepada pemimpin.

‫لوللقمد أللخفلذ اَللفهب نميَثَلفاَّلق بلننف إنمسفلراَئنيَلل لوبلفلعثَمفنَلفاَّ نمنَبهفبم اَثمف ل منف لعلشفلر نلنقيَبفاَّا لوقلفاَّلل اَللفهب إنبنف لملعبكفمم لئنفمن ألقلممتبفبم اَل م‬
‫صفلللة‬
‫ضفتببم اَللفهل قلفمرض فاَّا لحلسفنَاَّا ملبلكبف فلرمن لعنَبكفمم لس فيَبئلاَّتنبكمم لولبمدنخلنَلمبكفمم‬ ‫ن‬
‫لوآتلفميَتبفبم اَلمزلك فاَّلة لوآلمنَتفبفم بنبربسفلي لولعمزمربتفبفوُبهمم لوألقمفلر م‬
‫ضمل لسلوُاَء اَلمسبنيَنل‬ ‫ت لمتنريِ نمن لمتتنهاَّ اَللنمفهاَّر فلمن لكلفر بفعلد لذلن ل ن‬ ‫جماَّ ت‬
‫ك منَبكمم فلفلقمد ل‬ ‫ل لم‬ ‫ل لب ل‬ َ‫ل ن‬
“Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat
diantara mereka 12 orang pemimpin dan Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku beserta kamu,
sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-
rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik
sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosamu. Dan sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke
dalam surga yang mengalir air didalamnya sungai-sungai. Maka barangsiapa yang kafir di
antaramu sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus.” (QS. Al-Ma`idah [5]:
12)

Jadi, untuk mendapatkan ma’iyyatullah, mendapat kemenangan sebagaimana Nabi Musa


menhadapi penguasa tiran, kita perlu memiliki sifat: iman, sabar, takwa, ihsan dan menjaga
kualitas ibadah dan loyalitas.

Kalau dirangkum jadi satu, kesemuanya bisa dibahasakan dengan konsisten di jalur dakwah
dengan penuh keikhlasan.

Bagi yang mudah tergiur dengan kekuasaan dan kemegahan bangunan yang dicapai Fir’aun,
maka akan mengalami nasib tragis sebagaimana Fir’aun yaitu ditenggelamkan oleh Allah.
Mungkin tidak secara hakiki, namun bisa saja ditenggelamkan ke dalam kesesatan sehingga tak
mungkin bisa kembali ke jalan dakwah dan hidayah.

Wallahu a’lam.

Anda mungkin juga menyukai