Anda di halaman 1dari 6

PERJANJIAN HUDAIBIYAH

Hudaibiyah adalah nama sebuah sumur arah barat daya dari kota Mekah dengan jarak sekitar 22
km. Sekarang tempat ini dikenal dengan nama Asyamisiy. Kemudian Hudaibiyyah dikenal sebagai
nama sebuah peperangan atau perjanjian antara kaum Muslimin dan kuffar Quraisy yang terjadi
pada tahun ke-6 hijriyah pada bulan Dzulqa’dah.[1]
Permulaan peristiwa ini adalah ketika Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin melaksanakan
umrah, meski beliau paham betul orang-orang Quraisy tidak akan membiarkan begitu saja beliau
melaksakan keinginan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dan besar kemungkinan akan terjadi
kontak senjata, mengingat kuffar Quraiys adalah musuh terbesar kaum Muslimin saat itu.
Berbagai kemungkinan inilah yang mendorong Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk keluar
dengan jumlah yang lebih besar, bahkan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta orang orang
arab yang tinggal di pedalaman untuk ikut bersama beliau akan tetapi orang orang tersebut enggan
dengan mengemukakan alasan yang mereka buat buat, sikap mereka ini di ceritakan Allâh Azza wa
Jalla dalam al-Qur’ân.
َ‫ك لَ ُك ْم مِنَ هَّللا ِ َش ْيًئ ا ِإنْ َأرَ اد‬ ِ ‫سَ َيقُو ُل لَكَ ْالم َُخلَّفُونَ مِنَ اَأْلعْ رَ ا‬
ِ ُ‫ب شَغَ لَ ْت َنا َأمْ َوالُ َنا َوَأهْ لُو َنا َفاسْ َت ْغفِرْ لَ َنا ۚ َيقُولُونَ ِبَأ ْلسِ َنت ِِه ْم مَا لَ ْيسَ فِي قُل‬
ُ ِ‫وب ِه ْم ۚ قُ ْل َف َمنْ َيمْ ل‬
ٰ ‫َأ‬
ُ‫وبك ْم‬ ُ ُ َ ُ
ِ ‫ِيه ْم َب ًدا َوزيِّنَ ذلِكَ فِي قل‬ ِ ‫﴾ َب ْل ظ َننت ْم نْ لنْ َين َقلِبَ الرَّ سُو ُل َوالمُْؤ ِمنونَ ِإل ٰى هْ ل‬١١﴿‫ِب ُك ْم ضَ ًّرا َأ ْو َأرَ ادَ ِب ُك ْم َن ْفعًا ۚ َب ْل َكانَ ُ ِبمَا َتعْ َملونَ َخ ِبيرً ا‬
‫َأ‬ َ ُ ْ ْ َ ‫َأ‬ ُ ْ َ ُ ‫هَّللا‬
‫َو َظ َن ْن ُت ْم ظنَّ الس َّْو ِء َو ُكن ُت ْم َق ْومًا بُورً ا‬
ْ َ

“Orang-orang Badui yang tertinggal (tidak turut ke Hudaibiyah) akan mengatakan, “Harta dan
keluarga kami telah menghalangi kami, maka mohonkanlah ampunan untuk kami!” Mereka
mengucapkan dengan lidahnya apa yang tidak ada dalam hatinya. Katakanlah, “Maka siapakah
(gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allâh Azza wa Jalla jika Dia menghendaki
kemudaratan bagimu atau jika Dia menghendaki manfaat bagimu. Sebenarnya Allâh Azza wa Jalla
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Tetapi kamu menyangka bahwa Rasul dan orang-orang
Mukmin tidak sekali-kali akan kembali kepada keluarga mereka selama-lamanya dan setan telah
menjadikan kamu memandang baik dalam hatimu persangkaan itu, dan kamu telah menyangka
dengan sangkaan yang buruk dan kamu menjadi kaum yang binasa. [al-Fath/48:11-12]
Jumlah kaum Muslimin yang ikut dalam perjanjian Hudaibiyah sekitar seribu empat ratus orang. Ini
sesuai dengan kesaksian lima orang shahabat yang ikut langsung menyaksikan perjanjian
Hudaibiyah dan mereka sepakat dengan jumlah tersebut walaupun ada riwayat dari beberapa
shahabat yang menyebutkan jumlah kaum Muslimin lebih dari itu tapi kesepakan dari lima shahabat
tersebut tentu lebih kuat.[2] Dari riwayat Imam Bukhari terpahami bahwa kaum Muslimin membawa
serta senjata dan peralatan perang mereka dalam perjalanan ini untuk mengantisipasi penyerangan
terhadap mereka dan upaya menjaga diri.
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum Muslimin tiba di Dzulhulaifah, mereka
langsung shalat dan berihram untuk melaksanakan umrah. Mereka membawa tujuh puluh ekor unta
sebagai hadyu (korban). Sementara untuk mengetahui keadaan dan kabar tentang kuffar Quraisy di
Mekah, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Busra bin Sufyân al-Khuza’i al-Ka’ nabiy
Radhiyallahu anhu sebagai mata mata.
Abu Qatâdah Radhiyallahu Anhu Berburu
Ketika kaum Muslimin sampai di daerah bernama ar-Rauha’ yang berjarak sekitar 73 km dari
Madinah, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim Abu Qatâdah al-Anshâri Radhiyallahu
anhu – yang pada waktu itu tidak ihram- dan beberapa orang shahabat. Mereka di utus karena telah
sampai kabar kepada kaum Muslimin tentang keberadaan beberapa orang musyrikin yang
berkumpul di daerah Ghaiqah yang di khawatir kan menyerang kaum Muslimin secara tiba-tiba. Saat
menjalankan misi ini, Abu Qatâdah Radhiyallahu anhu melihat seekor himar liar. Beliau
Radhiyallahu anhu mengejarnya dan memburunya. Beliau Radhiyallahu anhu melakukan ini karena
beliau Radhiyallahu anhu sedang tidak melakukan ihram. Para shahabat yang menyertai beliau
Radhiyallahu anhu tidak berani membantu Abu Qatadah Radhiyallahu anhu untuk memburu himar
tersebut. Tapi ketika himar sudah tertangkap dan siap dikonsumsi, mereka ikut mengkonsumsi hasil
buruan Abu Qatâdah Radhiyallahu anhu lalu mereka mengadukan hal itu kepada Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan para shahabat
untuk memakannya selama mereka tidak ikut dan tidak membantu berburu.[5]

Musyrik Quraisy Berusaha Menghalangi Kaum Muslimin


Setelah kaum Muslimin tiba di Usfan (sekitar 80 km dari Mekah), Busra bin Sufyûn dating dengan
membawa kabar tentang Quraisy yang telah mengetahui kedatangan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan mereka telah menyiapkan pasukan untuk menghalangi kaum Muslimin memasuki
Mekah. Dan Khâlid bin Walîd dengan pasukan kudanya sudah sampai di daerah Kura’ al-Gamim
yang jaraknya dengan Mekah sekitar 64 km.
Mendengar berita ini, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam meresponnya dengan meminta
pendapat para shahabatnya tentang keinginan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyerang
orang-orang yang membantu Quraisy dan bersekutu denga mereka. Tujuan beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam adalah agar orang-orang tersebut meninggalkan Quraisy dan kembali ke tempat mereka
untuk melindungi diri.
Abu Bakar Radhiyallahu anhu mengutarakan pendapatnya, “Ya Rasûlullâh, engkau keluar untuk
melaksakan umrah bukan untuk memerangi siapapun, maka fokuslah untuk itu ! Barangsiapa yang
menghalangi kita dari keinginan itu, maka baru kita perangi mereka.”
Kemudian Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
ِ ‫اَمْ ض ُْوا عَ لَى اسْ م‬
‫هللا‬
Lanjutkanlah perjalanan atas nama Allâh Azza wa Jalla [6]
Saat mengetahui pasukan kuda Quraisy sudah dekat dengan kaum Muslimin, Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam melakukan shalat khauf untuk pertama kalinya bersama para shahabat setelah
beliau sampai di daerah Asfân.[7]
Untuk menghindari pertempuran Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil jalan alternatif
melalui Tsaniyyatil Mirar yaitu nama suatu tempat Hudaibiyah, setibanya di tempat tersebut
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata :
َّ ‫الث ِن َّي َة َث ِن َّي َة ْالمُرَ ار َفِإ َّن ُه يُحَ ُّط عَ ْن ُه مَا ح‬
‫ُط عَ نْ َبنِى ِإسْ رَ اِئي َل‬ َّ ‫َمنْ َيصْ عَ ُد‬
ِ
Siapa yang menaiki Tsaniyatil Mirar maka akan di ampuni darinya apa yang di ampuni dari Bani
Isrâ’il
Dan yang pertama kali menaikinya adalah kuda dari Bani Khazraj.[8]
Ketika Khâlid bin Walîd dan orang orang musyrikin mengetahui bahwa kaum Muslimin merubah
jalur, mereka kembali ke kota Mekah dan kemudian keluar lagi untuk menghadang kaum Muslimin
dan mereka membentuk pasukan di daerah Baldah[9] . Mereka berhasil mencapai sumber air
sebelum kaum muslimin.[10]
Kisah Unta Dan Mu’jizat Rasûlullâh Shallallahu Alaihi Wa Sallam
Ketika Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendekati Hudaibiyah tiba-tiba unta yang
ditunggangi Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bernama al-Qashwa’ berhenti dan duduk.
Para shahabat g berkata, “al-Qashwa mogok !” Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “al-
Qashwa tidak mogok. Itu bukan kebiasaannya, akan tetapi dia ditahan oleh yang menahan (Allah
Azza wa Jalla) gajah (pasukan gajah),” Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan
sabdanya, “Demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, tidaklah mereka meminta sesuatu dariku
(maksudnya gencatan senjata-red) untuk mengagungkan Allâh Azza wa Jalla melainkan aku berikan
kepada mereka (maksudnya, aku penuhi permintaan mereka-red).”
Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghardik onta tersebut sehingga dia bangkit dan
melompat, kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berbelok dari kota Mekah dan melanjutkan
perjalanan hingga sampai di penghujung Hudaibiyah di tempat yang ada airnya namun sedikit. Tidak
lama mereka tinggal di situ airnya pun habis kemudian mereka mengadu kepada Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang rasa haus yang mereka rasakan. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengeluarkan anak panah dan memerintahkan para shahabat untuk meletakkannya di
sumur kemudian sumur tersebut penuh dengan air sehingga semua shahabat g bisa minum.[11]
Disebutkan dalam riwayat yang lain bahwasanya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk di
pinggir sumur kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta untuk di bawakan air lalu
berkemumur dan membuangnya ke sumur.[12]
Kedua riwayat di atas mungkin untuk dipadukan dengan mengatakan kedua peristiwa itu terjadi
pada waktu yang sama, sebagaimana disebutkan Ibnu Hajar rahimahullah[13] , dan diperkuat oleh
riwayat yang dibawakan oleh al-Wâqidi[14] dan ‘Urwah[15] yang menceritakan bahwa Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkemumur pada sebuah bejana dan menuangkannya ke sumur
kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil anak panah dan melemparkannya ke
sumur lalu berdo’a. Setelah itu air sumur itu menjadi sangat banyak.
Harapan Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Kepada Quraisy
Melihat kedudukan dan keistimewaan yang di miliki Quraisy Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
sangat berharap mereka mendapatkan hidayah dan masuk Islam. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam sangat menyayangkan pembangkangan mereka dan orang-orang mereka yang meninggal
dalam peperangan melawan kaum Muslimin. Harapan ini Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
ungkapkan dengan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Kasihan Quraisy ! Mereka menjadi
korban perang. Apa kerugian mereka jika membiarkanku mendakwahi manusia. Jika mereka
berhasil mengalahkanku berarti apa mereka (Quraisy) inginkan telah terjadi. Jika Allâh Azza wa
Jalla memberikan kemenangan kepadaku atas mereka, mereka akan masuk Islam dan mereka
masih tetap hidup. Jika mereka tidak melakukan ini (maksudnya, masuk Islam) mereka bisa
memerangi dan mereka punya kekuatan. Demi Allâh ! Sesunggunya aku akan senantiasa berjihad
melawan mereka untuk memperjuangkan apa yang menjadi tujuan Allâh Azza wa Jalla mengutusku
sampai memenangkan tujuan ini atau atau sampai aku mati …”[16]
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerahkan segala upaya untuk memahamkan Quraisy
bahwa kedatangan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan untuk memerangi mereka akan tetapi
Beliau datang untuk mengunjungi Baitul Haram dan mengagungkannya, karena itu adalah hak kaum
Muslimin sebagaimana juga hak kaum yang lain. Setelah Quraisy memastikan kebenaran
penjelasan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , mereka mengirim utusan untuk berunding dan
untuk mengetahui kekuatan kaum Muslimin serta sejauh mana kesiapan mereka untuk berperang
jika terpaksa. Sementara disisi lain Quraisy juga ingin menghalangi kaum Muslimin dari Ka’bah
bukan dengan cara perang.
Perundingan Antara Kaum Muslimin Dan Quraisy
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam di datangi Budail bin Warqa’ bersama orang-orang dari
Khuzâ’ah. Khuzâ’ah sangat dekat hubungannya dengan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Mereka adalah penduduk Tuhâmah. Mereka menerangkan bahwa Quraisy bertekad untuk
menghalangi kaum Muslimin dari Ka’bah. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjelaskan
maksud kedatangan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau juga memerinci kerugian yang harus
ditanggung bila Quraisy peperangan tak pernah usai. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengusulkan untuk melakukan gencatan senjata sementara waktu sampai jelas bagi Quraisy
perkara yang sebenarnaya. Jika mereka tetap bersikukuh maka tidak ada jalan menghindari
peperangan walaupun itu bisa menyebabkan kematian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Setelah itu para utusan itu kembali dan menceritkan kepada Quraisy apa yang mereka dengar dari
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .[17]
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin menegaskan tujuan kedatangannya ini dan beliau ingin
hal ini di saksikan oleh seluruh arab. Oleh karena itu, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus
Khirasy bin Umayyah al-Khuzâ’i Radhiyallahu anhu untuk mendatangi Quraisy dengan
menunggangi unta beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bernama ats-Tsa’lab, akan tetapi orang-
orang Quraisy membunuh onta Rasûlullâhn tersebut dan ingin membunuh Khirâsy akan tetapi
mereka di cegah orang-orang arab Ahâbisy[18] karena mereka termasuk kaumnya.[19]
Kemudian Rasûlullâh memanggil Umar bin Khatthab Radhiyallahu anhu untuk diutus ke Mekah
menyampaikan ke para tokoh Quraisy tujuan kedatangan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Umar
Radhiyallahu anhu mengatakan, “Wahai Rasûlullâh, saya khawatir terhadap diri saya sendiri dari
orang-orang Quraisy. (karena) di Mekah tidak ada satu pun Bani Adiy bin Ka’ab yang bisa
menolongku, sementara kaum Quraisy sudah mengetahui bagaimana permusuhannku dan
bagaimana kerasnya aku terhadap mereka. Saya akan tunjukkan orang yang lebih terpandang di
mata kaum Quraisy daripada aku yaitu Utsmân bin Affân Radhiyallahu anhu .”
Lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil Utsman dan mengutusnya pergi ke Quraisy.
Lalu Utsman datang ke Mekah di bawah perlindungan Abân bin Sa’ad bin al-‘Ash al-Umawiy sampai
beliau menunaikan tugasnya. Sebenarnya Utsmân Radhiyallahu anhu diijinkan untuk melakukan
thawaf di Ka’bah, namun beliau Radhiyallahu anhu mengatakan, “Saya tidak akan melakukannya
sampai Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan thawaf.”
Utsmân Radhiyallahu anhu tertahan agak lama di Quraisy dan sehingga sempat tersiar kabar bahwa
Utsmân Radhiyallahu anhu terbunuh.[20] Itulah sebabnya, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memanggil semua shahabatnya untuk berbai’at di bawah pohon samurah. Semua shahabat
berbai’at (berjanji setia) sampai mati[21] , kecuali al-Jad bin Qais yang munafik[22]. Dalam sebuah
riwayat disebutkan bahwa bai’at itu bai’at untuk bersabar[23] , dan di riwayat yang lain bai’at
dilakukan untuk tidak lari dari peperangan[24] , dan tidak ada pertentangan antara riwayat riwayat
tersebut karena bai’at untuk mati artinya bai’at di atas kesabaran dan tidak lari dari perperangan.[25]
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun XV/1431H/2011. Diterbitkan Yayasan Lajnah
Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-
761016]
_______
Footnote
[1]. Lihat as-Sîratun Nabawiyyah ash-Shahîhah, hlm. 434 dan as-Sîratun Nabawiyyah fi Dhau’il
Mashâdiril Ashliyyah, hlm. 481.
[2]. Kelima shahabat itu adalah Jâbir Bin Abdillâh, al-Barrâ’ bin Âzib, Ma’qal bin Yasar, Salamah bin
Aqwa’, al-Musayyib bin Hazan Radhiyallahu anhum (as-Sîratun Nabawiyyah ash-Shahîhah, hlm.
435).
[3]. HR. al-Bukhâri, al-Fath, 16/29, no. 4178 dan 4179
[4]. HR. al-Bukhâri, al-Fath, no. 4179, Musnad Ahmad, 4/323.
[5]. HR. al-Bukhâri, al-Fath, 8/139-146).
[6]. HR. al-Bukhâri
[7]. HR. Muslim no.2780
[8]. Sebuah lembah di Mekah
[9]. Dalâ’ilun Nubuwwah (4/112) dari mursal Urwah dengan sanad yang lemah; al-Wâqidi(2/582) dan
Ibnu sa’ad(2/59) dengan shigah ta’liq.
[10]. HR. Bukhâri, al-Fath (11/162-163/no:2731,2732).
[11]. HR. Bukhâri, al-Fath (14/75/no:3577).
[12]. HR. Bukhâri, al-Fath (11/154/no:2731.2732).
[13]. Al-Maghâzî (2/588).
[14]. Dari riwayat Abul Aswad sebagaimana yang disebutkan Ibnu Hajar di al-Fath(11/164).
[15]. HR. Ahmad, al-Musnad(4/323) dengan sanad yang hasan dan Ibnu Ishâq dengan sanad yang
hasan-Ibnu Hisyâm(3/428).
[16]. HR. Bukhâri, al-Fath:2731,2732).
[17]. Dari riwayat Ibnu Ishâq dengan sanad yang hasan, Ibnu Hisyâm(3/435-436) dan Ahmad dalam
Musnad(4/324) dan al-Fathur Rabbâni (21/101-104) dengan sanad yang hasan dan Ibnu sa’ad
(2/96-97) secara mu’alaq dan ringkas.
[18]. Ibnu Sa’ad(2/97) secara mu’laq dan lafazhnya” kemudian ia di tolong oleh kaumnya”
[19]. Ibnu Ishaq dengan sanad yang hasan, Ibnu Hisyam(3/426)dan Ahmad di dalam
Musnad(4/324).
[20]. Al Bukhari/Al fath(16/24/ no:4169).
[21]. Al Bukhariy/ Alfath(12/79/4169).
[22]. Muslim(3/1483/ no:1856).
[23]. Lihat Al fah, Ibnu hajar(12/79).

Sumber: https://almanhaj.or.id/4084-perjanjian-hudaibiyah.html

Mengutus hudail ibnul warqo’ kepala suku dan bertanya kepada Rasulullah Saw mau apa engkau
kemari yaa Muhammad?

Makraz bin hafz utusan kedua dia tidak berbicara dan hanya melihat lihat saja dan menyampaikan
informasi yang mengambang “tidak jelas, bisa jadi umroh dan bisa jadi

Hulais bin alqama, kepala suku ahabisy dari Ethiopia, Hulais berkata jelas Muhammad ingin umroh
dan jangan ganggu mereka. Quraisy marah dan berkata kau itu orang baduy yang tidak tau apa-
apa. Hulais marah karena merasa dihina. Akankah kalian ingin menyerang orang yang berniat ingin
menyembah Allah dan memberikan hadyu. Jikalau kalian

Utusan ke-4, Urwah bin mas’ud ats-tsaqofiy, kepala suku tsaqif. Dimuliakan oleh orang thoif. Dan
yang di Makkah walid ibnu urbah. Dijelaskan dalam surat zukhruf ttg kedudukan mereka. Surat
43/31. Wa qolu laula nuzzila hazal quran. Wahai quraisy saya tidak bisa kalian perlakukan seperti 3
orang sebelumnya. Yang kalian utus tapi kalian ingkari. Apapun informasi yang aku dapatkan maka
kalian harus terima. Urwah ingin memancing emosi Rasulullah Saw. “Hi Muhammad apa kau mau
masuk ke Makkah ini dengan cara unwan (paksa)” kalau kau ingin melakukan itu sesungguhnya
kami yang ada di depan kalian itu akan menghabisi kalian dan orang-orang yang ada di belakangmu
itu adalah pengecut dan akan mninggalkanmu.

Abu bakar yang sangat dikenal lembut saja sampai terpancing marah. Kalau disana mau menantang
utu pegang jenggotnya dan ditarik. Dan saat mau ditarik itu kemudian tangan urwah dipukul. Siapa
dia? Kau tdk tau siapa dia? Dia itu keponakanmu.

Rasulullah saw mengutus al-mughiroh bin syu’bah. Urwah dan mughiroh ini paman dan keponakan.

Urwah melihat setiiap Rasul habis wudhu sahabat memperebutkan air itu. Lalu urwah pulang dan
mengatakan kpd quraisy, Muhammad ingin umroh dan jangan ganggu. Aku telah mendatangi qisroh
(persia) di istananya, kaisar di istananya, najasiy di afrika. Dan Demi Allah aku tidak pernah melihat para
pengikut sehebat itu. Apa lagi kalian kalau mau mengganggunya. Kalau rasul berkata mereka akan
bergegas melaksanakannya,
Apa saranmu hai urwah? Buatlah kesepakatan.

Tapi quraisy mengutus secara diam-diam 40 orang jawara quraisy. Culik. Rasul berkata, tangkap mereka.
Dan kemudian lepaskan sebagai tanda bahwa kita mau umroh bukan berperang. Tp mereka masih
berkemah di sana seperti mau menghadang.

Hai umar pergilah ke Makkah dan temui abu sufyan. Tidak ada diantra sahabat yang paling tegas kepada
quraisy kecuali saya. Bisa kacau nih kalau saya yang diutus. Utuslah orang yang paling dipercaya di
kalangan mereka, utsman bin affan. Karena utsman telat kembali sampai satu malam dan para sahabat
merasa khawatir.

Wahai muslimin berbaiatlah! Ini yang dikenal dngan baiaturridwan di bawah pohon samurah. Saya akan
setia bersamamu yaa Allah, ikrar untuk menyerang Makkah. Abu sunan al uzdi yang pertama baiat.
Salamah bin aqwa. Ada 3 orang yang belum, Rasul, Utsman, dan jad ibnu qois. Demi Allah tidak akan
masuk ke neraka semua yang baiat di bawah pohon ini. Kecuali yang sembunyi di belakang unta merah.
(al-fath: 18) 1-29 membahas ttg hudaibiyah.

Dan 40 orang yang td masih di sana mendengar bait tersebut dan quraisy takut. Quraisy mengutus suhail
ibnu amr untuk membuat kesepakatan.

Perjanjian Hudaibiyah

1. Muslimin balik ke Madinah ()


2. Umroh boleh dilakukan tahun depan dengan syarat tdk boleh membawa senjata kecuali
dibungkus dan quraisy tdk mengganggu muslimin
3. Muslimin Cuma boleh tinggal di Makkah saat umroh selama 3 hari
4. Tidak ada peperangan antara muslimin dan qurasiy selama 10 tahun
5. Kalau ada muslim yang hijrah ke Madinah wajib dikembalikan ke Makkah
6. Siapapun yang meniggalkan Madinah dan kemudian murtad maka tidak boleh dikembalikan ke
Madinah
7. Suku manapun yang mau dukung muslimin silahkan dan mau dukung quraisy silahkan (khuza’a
muslimin dan suku baqr mendukung quraisy)
8. Pihak manapun yang mengikrarkan dukungannya maka ia termasuk ke pihak yang mendukung

Tulisan bismillahirrahmanirrahim diganti menjadi bismikallahumma (orang quraisy ttau ttg asmaul
husna)

Anda mungkin juga menyukai