Hadirin rahimakumullah,
Mengawali khutbah ini, khatib akan membacakan makna dari dua ayat yang
kami baca dalam mukadimah khutbah di atas. Makna dua ayat tersebut
adalah: “Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa
yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang
bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan
sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan bagi Allah-lah tempat
kembali yang baik. Katakanlah, “Maukah aku kabarkan kepadamu apa yang
lebih baik dari yang demikian itu?” Bagi orang-orang yang bertakwa tersedia
bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka
kekal di dalamnya, dan pasangan-pasangan yang suci, serta ridla Allah. Dan
Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya.” (QS Ali ‘Imran: 14-15) Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Hadirin rahimakumullah,
Pada umumnya, seorang ayah di akhir hayatnya akan sangat mengkhawatirkan
kemiskinan pada anak-anaknya. Tapi tidak dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Ibarat ayah bagi umatnya, beliau sama sekali tidak
mengkhawatirkan kemiskinan dan kefakiran pada umatnya. Padahal beliau
sangat mencintai umatnya. Yang beliau khawatirkan justru sebaliknya.
Rasulullah mengkhawatirkan kekayaan dan kelapangan harta pada umatnya.
Al-Hafidz Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam Fath al-Bari menjelaskan bahwa hal itu
disebabkan mudarat kefakiran lebih ringan daripada mudarat kekayaan.
Bahaya yang ditimbulkan kefakiran pada umumnya berkaitan dengan
keduniaan. Sedangkan bahaya yang diakibatkan kekayaan biasanya berkaitan
dengan agama. Mudarat dalam agama jelas lebih berat daripada mudarat
keduniaan.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Harta adalah sesuatu yang menggiurkan bagi banyak orang. Lebih-lebih bagi
pemiliknya. Dengan sebab harta yang melimpah, seseorang kemungkinan
besar akan tergoda untuk melakukan berbagai hal yang disenangi hawa
nafsunya. Dan yang disenangi hawa nafsu pada umumnya adalah perkara yang
dilarang oleh agama. Harta juga memicu persaingan untuk
memperebutkannya. Akibat persaingan memperebutkan harta, antarkerabat
atau antarteman bisa saling membunuh. Perebutan harta juga seringkali
menjadikan seorang anak kalap lalu mengusir orang tua kandungnya,
menuntutnya di pengadilan dan memenjarakannya. Akibat perebutan harta,
seringkali orang lupa diri dan tidak menyadari bahwa sebenarnya harta tidak
dibawa mati.
Hadirin rahimakumullah,
Jika kita cermati dengan seksama, baik kemiskinan ataupun kekayaan,
keduanya bisa jadi sumber fitnah dan bencana. Namun di sisi yang lain juga
bisa menjadi sumber kemaslahatan serta ladang pahala. Tergantung
bagaimana seseorang menyikapi dan menghadapinya. Sebagian orang kaya,
kekayaan adalah sumber bencana dan fitnah yang mengalirkan dosa bagi
mereka. Dengan kekayaan yang mereka miliki, mereka menyombongkan diri di
hadapan orang lain. Dan sebagian orang kaya menggunakan kekayaan mereka
untuk berbuat baik dan mengumpulkan bekal untuk kehidupan abadi di
akhirat. Begitu pula dengan kefakiran. Sebagian orang ketika ditimpa
kefakiran, mereka mencuri dan melakukan perbuatan-perbuatan dosa lainnya.
Bagi mereka, kefakiran menjadi sebab kesengsaraannya di akhirat. Sebaliknya
sebagian orang fakir menghadapi kefakirannya dengan penuh kesabaran. Sifat
sabar inilah yang mengekang nafsu mereka untuk tidak melakukan hal-hal yang
diharamkan. Bagi mereka inilah, kefakiran yang menimpa bermanfaat di
akhirat dan menjadi ladang pahala.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Sebagian besar nabi dan wali adalah orang-orang fakir. Sangat sedikit di antara
mereka yang dianugerahi kekayaan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Bahkan
Rasulullah mengabarkan kepada kita bahwa sebagian besar penduduk surga
adalah orang-orang fakir dalam sabdanya:
)ي َو ُم ْسلِ ٌم ِ ء ( َر َواهُ ْالبُ َخBَ ْت َأ ْكثَ َر َأ ْهلِهَا الفُقَ َرا
ّ ار ُ الجنَّ ِة فَ َرَأي ُ اطَّلَع
َ ْت فِي
Maknanya: “Aku melihat di surga, dan aku lihat kebanyakan penduduknya
adalah orang-orang fakir” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
ْ ِإ َّن َخ ْي َر التَّابِ ِعي َْن َر ُج ٌل يُقَا ُل لَهُ ُأ َويْسُ ب ُْن َعا ِم ٍر ِم ْن ُمرا ٍد ثُ ّم
)من قَ َر ٍن ( َر َواهُ ُم ْسلِ ٌم
Maknanya: “Sesungguhnya sebaik-baik tabiin adalah seorang laki-laki yang
bernama Uwais bin ‘Amir dari kabilah Murad kemudian kabilah Qaran” (HR
Muslim)
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Jika seseorang dijadikan kaya, hendaklah ia meneladani para sahabat Nabi
yang melimpah hartanya seperti sahabat Abu Bakr dan sahabat ‘Utsman bin
‘Affan radhiyallahu ‘anhuma. Harta keduanya diinfakkan di jalan Allah untuk
menopang perkembangan dakwah Islam. Terakhir, kami tegaskan bahwa
Islam sama sekali tidak melarang seseorang menjadi kaya. Yang dilarang adalah
menggunakan kekayaan dalam hal-hal yang dilarang oleh agama.
Hadirin jama’ah shalat Jum’at rahimakumullah, Demikian khutbah singkat pada
siang hari yang penuh keberkahan ini. Semoga bermanfaat dan membawa
barakah bagi kita semua. Amin.
آن ْال َع ِظي ِْمَ ،ونَفَ َعنِي َوِإيَّا ُك ْم ِب َما فِ ْي ِه ِم َن اآْل يَا ِ
ت ك هللاُ لِي َولَ ُك ْم فِي القُرْ ِ ار َ
بَ َ
َ وال ِّذ ْك ِر ْال َح ِكي ِْمَ ،وتَقَب ََّل ِمنِّ ْي َو ِم ْن ُك ْم تِاَل َوتَهُِ ،إنَّهُ هُ َو ال َّس ِم ْي ُع ْال َعلِ ْي ُم
Khutbah II
صلِّ ْي َوُأ َسلِّ ُم َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد ْال ُمصْ طَفَىَ ،و َعلَى آلِ ِه َوَأصْ َحابِ ِه اَ ْل َح ْم ُد هللِ َو َكفَىَ ،وُأ َ
ْك لَهَُ ،وَأ ْشهَ ُد َأ َّن َسيِّ َدنَا ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َأ ْه ِل ْال َوفَاَ .أ ْشهَ ُد َأ ْن اَّل ِإلهَ ِإاَّل هللاُ َوحْ َدهُ اَل َش ِري َ
ص ْي ُك ْم َونَ ْف ِس ْي بِتَ ْق َوى هللاِ ْال َعلِ ِّي َو َرس ُْولُهَُ .أ َّما بَ ْع ُد ،فَيَا َأيُّهَا ْال ُم ْسلِ ُم ْو َنُ ،أ ْو ِ
صاَل ِة َوال َّساَل ِم َعلَى نَبِيِّ ِه ْال َك ِري ِْم ْال َع ِظي ِْم َوا ْعلَ ُم ْوا َأ َّن هللاَ َأ َم َر ُك ْم بَِأ ْم ٍر َع ِظي ٍْمَ ،أ َم َر ُك ْم بِال َّ
صلُّوا َعلَ ْي ِه َو َسلِّ ُموا ين آ َمنُوا َ ون َعلَى النَّبِ ِّي ،يَا َأيُّهَا الَّ ِذ َ ُصلُّ َ
الِ :إ َّن هَّللا َ َو َماَل ِئ َكتَهُ ي َ فَقَ َ
ٰ
ْت َعلَى َسيِّ ِدنَا صلَّي َ آل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َك َما َ صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى ِ تَ ْسلِي ًما ،اَللّهُ َّم َ
ار ْك َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آ ِل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َك َما آل َسيِّ ِدنَا ِإ ْب َرا ِه ْي َم َوبَ ِ ِإب َْرا ِه ْي َم َو َعلَى ِ
ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد. آل َسيِّ ِدنَا ِإب َْرا ِه ْي َم ،فِ ْي ْال َعالَ ِمي َْن ِإنَّ َ ت َعلَى َسيِّ ِدنَا ِإ ْب َرا ِه ْي َم َو َعلَى ِ ار ْك َ بَ َ
ٰ
ت، ت اَأْلحْ يَا ِء ِم ْنهُ ْم َواَأْل ْم َوا ِ وال ُمْؤ ِمنِي َْن َو ْال ُمْؤ ِمنَا ِ ت ْ اَللّهُ َّم ا ْغفِرْ لِ ْل ُم ْسلِ ِمي َْن َو ْال ُم ْسلِ َما ِ
ف ْال ُم ْختَلِفَةَ اللهم ا ْدفَ ْع َعنَّا ْالبَاَل َء َو ْالغَاَل َء َو ْال َوبَا َء َو ْالفَحْ َشا َء َو ْال ُم ْن َك َر َو ْالبَ ْغ َي َوال ُّسي ُْو َ
صةً َو ِم ْن ب ُْل َد ِ
ان َوال َّش َداِئ َد َو ْال ِم َح َنَ ،ما ظَهَ َر ِم ْنهَا َو َما بَطَ َنِ ،م ْن بَلَ ِدنَا هَ َذا َخا َّ
إن هللاَ يَْأ ُم ُر بِ ْال َع ْد ِل َواإْل حْ َس ِ
ان ك َعلَى ُكلِّ َش ْي ٍء قَ ِد ْي ٌر ِعبَا َد هللاَِّ ، ْال ُم ْسلِ ِمي َْن َعا َّمةًِ ،إنَّ َ
َوِإ ْيتَا ِء ِذي ْالقُرْ بَى ويَ ْنهَى َع ِن الفَحْ َشا ِء َو ْال ُم ْن َك ِر َوالبَ ْغ ِي ،يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكر ُْو َن.
.فَاذ ُكرُوا هللاَ ْال َع ِظ ْي َم يَ ْذ ُكرْ ُك ْم َولَ ِذ ْك ُر هللاِ َأ ْكبَ ُر