terjadi pada bulan Syawwal tahun lima hijriyah dan sebagian Ulama yang lain
menyebutkan bahwa peperangan ini berkecamuk pada bulan Syawwal tahun
keempat hijriyah. Al-Baihaqi memandang bahwa pada dasarnya kedua
pendapat ini tidak beda. Karena yang berpendapat perang ini terjadi pada
tahun ke-4 maksudnya empat tahun setelah Rasûlullâh hijrah ke Madinah dan
sebelum tahun ke-5 berakhir.[1] PEMICU PERANG[2] : Pemicu perang
Khandaq ini dendam lama orang-orang Yahudi yang di usir oleh Rasûlullâh
dari Madinah dalam perang Bani Nadhir. Mereka diusir karena mereka
menghianati perjanjian yang dibuat dengan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Sejumlah tokoh Yahudi Bani Nadhir dan Bani Wa’il seperti Sallam bin
abil Huqaiq, Hayyi bin Akhtab, Kinanah bin abil Huqaiq, Hauzah bin Qais al-
Wa’iliy dan Abu Ammar al-Wa’iliy berangkat ke Mekah untuk mengajak kaum
musyrikin Quraisy memerangi Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Mereka berjanji, “Kami akan bersama kalian berperang sampai berhasil
menghancurkan kaum Muslimin.” Mereka juga meyakinkan kaum Quraisy
dengan mengatakan, “Agama kalian itu lebih baik daripada agama
Muhammad.” Tentang orang-orang inilah, Allâh Azza wa Jalla turunkan
firman-nya : ِين َك َفرُوا َ ون لِلَّذَ ُت َو َيقُول َّ ت َو
ِ الطا ُغو ِ ون ِب ْال ِج ْب ِ ِين ُأو ُتوا َنصِ يبًا م َِن ْال ِك َتا
َ ب يُْؤ ِم ُن َ َألَ ْم َت َر ِإلَى الَّذ
َ ٰ َهُؤ اَل ِء َأهْ دَ ٰى م َِن الَّذApakah kamu tidak memperthatikan orang orang
ِين آ َم ُنوا َس ِبياًل
yang diberi bagian dari kitab, mereka mengimani sesembahan selain Allâh
dan thagut, serta mengatakan kepada orang kafir(musyrik Mekah) bahwa
jalan mereka lebih benar dari pada orang orang beriman. [An-Nisâ’/4:51]
Setelah sepakat dengan kaum Quraisy, tokoh tokoh Yahudi ini mendatangi
suku Gathafan. Dalam pertemuan dengan tokoh Gathafan mereka mencapai
dua kesepakatan : 1. Suku Gathafan bersedia mengirim pasukan sebanyak-
banyak untuk bergabung dengan pasukan sekutu menyerang kaum Muslimin.
2. Sebagai imbalannya, kaum Yahudi akan menyerahkan hasil panen kurma
Khaibar kepada suku Gathafan selama setahun penuh. KEKUATAN
PASUKAN Berkat kegigihan para tokoh Yahudi Bani Nadhir dan Wa’il
menggalang dukungan, akhirnya sebuah pasukan sekutu berkekutan sangat
besar pun terbentuk. Ibnu Ishâq[3] menyebutkan bahwa jumlah pasukan
sekutu adalah sepuluh ribu pasukan yang terdiri dari kaum musyrik Quraisy,
qabilah Gathafan beserta qabilah-qabilah yang ikut bergabung bersama
mereka. Oleh karena pasukan orang-orang kafir ini terdiri dari berbagai
kelompok, maka peperangan ini disebut juga dengan perang Ahzâb
(beberapa kelompok). Komando tertinggi dipegang oleh Abu sufyan.
Sementara pasukan kaum Muslimin hanya berjumlah tiga ribu saja dan bisa
jadi jumlah musuh melebihi jumlah seluruh Madinah kala itu. PERSIAPAN
KAUM MUSLIMIN DI MADINAH Ketika berita persekongkolan dan rencana
busuk orang-orang kafir ini sampai ke Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam , beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam langsung meresponnya dengan
melakukan persiapan. Diantara persiapan itu adalah : Baca Juga Perang
Uhud (3) 1. Musyawarah Diantara kebiasaan Rasûlullâh yaitu mengajak para
sahabat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bermusyawarah tentang hal-hal
yang tidak ada wahyunya dari Allâh, baik berkaitan dengan peperangan atau
yang semisalnya.[5] Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta
pendapat para sahabat tentang strategi dalam perang ini. Salah seorang
shahabat yang bernama Salmân al-Farisy mengusulkan agar kaum Muslimin
menggali khandaq (parit) di sebelah utara Madinah yang merupakan satu
satunya jalan terbuka yang bisa di lewati musuh apabila ingin memasuki kota
Madinah.[6] Ide brilian Salman Radhiyallahu anhu ini disetujui oleh Rasûlullâh
dan para sahabat lainnya. Setelah mencapai kata mufakat, akhirnya
penggalian khandaq (parit) pun dimulai. Inilah penggalian parit pertama dalam
sejarah Arab. 2. Menggali Parit Setelah sepakat untuk menggali parit sesuai
usul Salmân al-Fârisiy, kaum Muslimin pun bergegas untuk
melaksanakannya. Parit yang diharapkan bisa memisahkan kaum Muslimin
dengan musuh ini terus dikebut pengerjaannya supaya bisa selesai sebelum
musuh datang ke Madinah. Para Ulama ahli sirah berbeda pendapat tentang
waktu yang dibutuhkan untuk penggalian parit ini, berkisar antara enam
sampai dua puluh empat hari.[7] Para shahabat sangat bersemangat dan
antusias menggali parit karena Rasûlullâh juga ikut bersama mereka dan
tidak jarang mereka meminta bantuan Rasûlullâh untuk memecahkan batu
batu besar yang tidak sanggup mereka pecahkan. Untuk memompa
semangat para shahabat, Rasûlullâh berkali kali melantunkan sya’ir yang
kemudian dijawab oleh para shahabat. Seorang shahabat al-Barrâ` bin Azib
bercerita, “Pada waktu perang Ahzâb atau Khandaq, aku melihat Rasûlullâh
mengangkat tanah parit, sehingga debu-debu itu menutupi kulit beliau dari
(pandangan) ku. Saat itu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersenandung
dengan bait-bait syair yang pernah diucapkan oleh Ibnu Rawâhah, sambil
mengangkat tanah beliau bersenandung : صلّ ْي َنا َ ص ّد ْق َنا َواَل َ اللّ ُه َّم لَ ْواَل أنت َما اهْ َتدَ ْي َنا َواَل َت
ّت اَأْل ْقدَ ا َم إنْ اَل َق ْي َنا إ ّنا األلى قد َب َغ ْوا َعلَ ْي َنا َوِإنْ َأ َرا ُدوا فِ ْت َن ًة َأ َب ْي َنا
ْ َفَأ ْن ِزلَنْ َسكِي َن ًة َعلَ ْي َنا َو َثبYa Allah,
seandainya bukan karena-Mu, maka kami tidak akan mendapatkan petunjuk,
tidak akan bersedekah dan tidak akan melakukan shalat, Maka turunkanlah
ketenangan kepada kami, serta kokohkan kaki-kaki kami apabila bertemu
dengan musuh. Sesungguhnya orang-orang musyrik telah berlaku semena-
mena kepada kami, apabila mereka menghendaki fitnah, maka kami
menolaknya.’ Beliau menyenandungkan bait-bait itu sambil mengeraskan
suara diakhir.”[8] Mendengar Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melantunkan
bait syair, para shahabatpun tidak mau tertinggal. Mereka mengatakan: َُنحْ ن
ً الَّ ِذي َْن َبا َيع ُْوا م َُحمَّداً َعلَى ْاإِل َسالَ ِم َما َب َق ْي َنا َأ َبداKami adalah orang-orang yang telah berbaiat
kepada Muhammad untuk setia kepada Islam selama kami masih hidup
Ucapan ini di jawab oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
do’a : Baca Juga Hamzah Bin Abdul-Muthallib Dan Umar Bin Khaththab
Menyambut Seruan Islam ار َو ْال ُم َها ِج َر ِة َ اركْ فِي اَأل ْن
ِ ص ِ اللَّ ُه َّم ِإ َّن ُه الَ َخي َْر ِإالَّ َخ ْي ُر اآلخ َِر ِة َف َبYa,
Allah sesungguhnya tiada kebaikan kecuali kebaikan akhirat maka berikanlah
berkah kepada kaum Anshâr dan Muhajirin[9] Demikianlah semangat kaum
Muslimin ketika menggali parit yang bisa diselesaikan dalam waktu yang
relatif singkat untuk ukuran saat itu, dengan berbagai kendalaseperti
kekurangan peralatan, kurang makanan, cuaca Madinah yang sangat dingin
ditambah lagi dengan sikap orang-orang munafiq yang terus berusaha
mengikis semangat para shahabat.[10] Meski demikian, semangat yang
didasari iman yang kuat membuat mereka tidak pernah surut membela agama
Allâh dan Rasul-Nya. Pasca penggalian parit Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam memerintahkan agar para wanita dan anak kecil ditempatkan di salah
satu benteng terkuat di Madinah milik Bani Haritsah[11] dan beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam menunjuk Abdullah bin Ummi maktum z untuk
menggantikannya di Madinah selama peperangan. Kemudian Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai menyusun setrategi untuk menghadapi
musuh. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh para shahabat untuk
membelakangi gunung Sila’, menghadap khandaq yang sekaligus sebagai
penghalang mereka dari pasukan sekutu.[12] PELAJARAN DARI KISAH 1.
Ketauladan dan contoh yang baik dari seorang pemimpin sangat
mempengaruhi pengikutnya. Sebagaimana para shahabat yang terus
semangat menggali parit bersama Rasûlullâh meski mereka sangat lapar. 2.
Di syari’atkan untuk musyawarah demi mencari ide terbaik dalam perkara
penting yang tidak ada nashnya dari wahyu. [Disalin dari majalah As-Sunnah
Edisi 12/Tahun XIV/1431H/2010. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah
Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183
Telp. 0271-761016] _______ Footnote [1]. As-Sîratun Nabawiyah, Ibnu Katsir,
3/180 [2]. Sumber yang sama dengan yang sebelumnya. [3]. As-Sîratun
Nabawiyah fi Dhau’il Mashâdiril Ashliyyah, hlm. 445 [4]. Ar-Rahîqul Makhtûm,
hlm. 303 [5]. As-Siyâsah as-Syar’iyyah tentang pembahasan musyawarah [6].
Madinah ibarat sebuah benteng yang tertutup dan dikelilingi oleh bangunan,
perkebunan, dan tanah bebatuan yang sulit di lewati hewan tunggangan atau
manusia sekalipun (as-Sîratun Nabawiyah as-shahîhah, al-Umariy, hlm. 420,
lihat juga Thabaqât al-Qubra oleh Ibnu Sa’ad:2/66- 67) [7]. As-Sîratun
Nabawiyah fi Dhau’il Mashâdiril Ashliyyah, hlm. 447 [8]. Fathul Bâri, (Ta’lîq
Syaikh Bin Baz, Bab Ghazwatil Khandaq:(6/46) dan Shahîh Muslim, Bab
Ghazwatul Ahzâb, 5/187 [9]. Fathul Bâri (Ta’lîq Syaikh Bin Baz, Bab
Ghazwatil Khandaq:(6/46) [10]. Sikap kaum munafiq ini di ceritakan oleh Allâh
di Sembilan ayat pada QS. Al-Ahzâb/33:11-20 [11]. As-Sîratun Nabawiyah,
Ibnu Katsir, 3/1197, Zâdul Ma’âd, 3/240 [12]. Lihat Rujukan yang sama.
Referensi: https://almanhaj.or.id/4079-perang-khandaq.html
Referensi: https://almanhaj.or.id/4081-pertempuran-khandaq.html
Muqoddimah
Dari waktu ke waktu musibah demi musibah silih berganti menimpa umat islam.
Belum selesai satu musibah, sudah datang kembali musibah yang lain. Makar
dan ujian yang datang dari musuh musuh islam terus menerus mengalir
menimpa umat islam. Belum ditambah dengan kaum munafikin yang menusuk
dari dalam. Mereka semua membuat makar, berkoalisi, bersatu padu,
mengerahkan segala daya upaya untuk menghancurkan umat islam. Sementara
umat islam sendiri, sebagian masih tertidur pulas, hanyut dalam mimpi
mimpinya, dan sebagian yang lain sudah terbangun, sadar dengan apa yang
sedang terjadi, namun bingung dengan apa yang harus dilakukan.
Ya, umat islam dalam kondisi lemah. Bukan hanya lemah ukhrowi, namun juga
lemah secara materi, tenaga, ekonomi, militer, politik, dan lainnya. Maka jadilah
umat islam bulan bulanan musuh musuhnya. Dimana mana umat islam
dihinakan, martabatnya direndahkan, berbagai macam tuduhan dan stempel
negatif diberikan kepada umat islam.
Hal seperti ini tentu saja akan melahirkan keraguan dan pesimistis akan janji dan
pertolongan Allah di hati sebagian kaum muslimin yang mental dan jiwanya tidak
kokoh dengan iman. Sehingga perlu bagi kaum muslimin untuk kembali
menelaah sejarah, bahwa kondisi yang terjadi saat ini bukanlah hal baru yang
menimpa umat islam. Dalam beberapa periode sejarah kaum muslimin telah
mengalami ujian dan goncangan yang sangat dahsyat. Namun meskipun begitu,
kaum muslimin tetap menjadi pemenang. Dan salah satu episode sejarah
tersebut adalah peristiwa perang ahzab.
Hingga kemudian sampai pada perang Ahzab, di mana kaum kafir Quraisy
memutuskan akan melancarkan serangan pamungkas dan mengangkhiri
serangkaian peperangan yang mereka lancarkan sebelumnya, untuk meraih
kemenangan akhir.
Allah mengabadikan kisah perang ini dalam Al Qur’an. Bahkan salah satu nama
surat dalam Al Qur’an diambil dari nama perang ini, dikarenakan merupakan
pokok pembahasan dalam surat tersebut. Hal ini menunjukan urgensi dan
banyaknya pelajaran yang bisa diambil dari kisah perang Ahzab.
Mereka pun kembali merancang konspirasi baru terhadap orang orang Muslim
dengan menghimpun pasukan, sebagai persiapan untuk menyerang mereka
secara totalitas, hingga tidak tersisa lagi satupun kaum Muslimin.
Bagitu juga dipihak lain kaum Quraisy merasa belum puas dengan apa yang
menimpa kaum muslimin pada perang uhud. Mereka belum mampu untuk
memusnahkan kaum muslimin secara totalitas. Yang dengan masih adanya
kekuatan kaum muslimin di madinah, telah menghambat jalan perdagangan
meraka ke Syam[8]. Belum lagi pasca perang uhud pengiriman pasukan kecil-
kecilan dari kaum muslimin masih berlanjut. Yang mengancam keberlangsungan
perdagangan mereka menuju Syam. Maka merekapun berkeinginan untuk
melancarkan serangan kembali kepada kaum muslimin.
Dari pihak yahudi, sekitar dua puluh pemimpin dan pemuka Yahudi Bani
Nadhir[9] mendatangi berbagai kabilah[10]. Orang orang Quraisy, Ghathafan,
dan kabilah kabilah lain mereka ajak untuk menyerang kaum Muslimin secara
bersamaan. Mereka mangatakan kepada orang Quraisy, “Sesungguhnya agama
kalian lebih baik dari agama Muhammad dan kalian lebih berhak atasnya….”[11].
Mereka pun menyambut gembira ajakan tersebut. Maka secara serentak
bergabunglah pasukan perang yang terdiri dari Quraisy, Kinanah, Ghathafan dan
kabilah-kabilah lainnya, hingga terkumpul jumlah pasukan mencapai sepuluh ribu
prajurit. Mereka berkumpul untuk satu tujuan, yaitu menyerang kaum Muslimin
yang berada di Madinah.
Maka mulailah mereka semua bergerak menuju kota Madinah. Hingga beberapa
hari mereka akhirnya sampai, berkumpul di sekitar madinah, dengan jumlah
yang sangat banyak, sepuluh ribu pasukan perang. Yang jika dibandingkan
dengan seluruh penduduk Madinah, termasuk wanita, anak anak, pemuda, dan
anak anak, maka jumlah mereka masih lebih banyak[12].
Ada yang lebih menakjubkan dari kisah di atas, yaitu apa yang dikisahkan oleh
Al Barra Rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Saat menggali parit, dibeberapa
tempat kami terhalang oleh tanah yang sangat keras dan tidak bisa digali dengan
cangkul. Kami melaporkan hal ini kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam. Beliau datang mengambil cangkul dan bersabda, “Bismillah…”
Kemudian menghantam yang keras itu dengan sekali hantaman. Beliau
bersabda, “Allah maha besar. Aku diberi kunci-kunci Syam. Demi Allah aku
benar benar bisa melihat istana istananya yang bercat merah pada saat ini”. Lalu
beliau menghantam untuk yang kedua kalinya bagian tanah yang lain. Beliau
bersabda lagi, “Allah Maha Besar, aku diberi tanah Persi. Demi Allah saat inipun
aku bisa melihat istana Mada’in yang bercat putih”. Kemudian beliau
menghantam untuk yang ketiga kalinya, dan bersabda, “Bismillah….”. Maka
hancurlah tanah atau batu yang masih menyisa. Kemudian beliau beliau
bersabda: “Allah Maha Besar, aku diberi kunci kunci Yaman. Demi Allah, dari
tempatku ini aku bisa melihat pintu pintu gerbang Shan’a”.
Itulah diantara peristiwa menakjubkan yang terjadi ketika penggalian parit. Hal ini
menunjukan kenabian beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sehingga menambah
keyakinan dan harapan orang orang beriman kepada Allah ta’ala. Berbeda
dengan orang orang yang berpenyakit di dalam hatinya, mereka justru mengolok
ngolok Rasulullah Shallallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Mereka mengatakan kepada
yang lain, “lihatlah apa yang dikatakan oleh Muhammad, dia menjanjikan kepada
kalian kunci-kunci Yaman, Istana Madain, dan pintu-pintu gerbang Shan’a,
padahal saat ini, menghancurkan satu batu besar saja tidak bisa, sungguh ini
adalah penipuan”. Inilah sikap orang Munafik sepanjang zaman terhadap janji
Allah.
Di saat seperti itu, Yahudi bani Quraidhah yang tinggal di Madinah merobek isi
perjanjian damai dengan Rasulullah. Tidak hanya itu, mereka juga bersiap-siap
melakukan pengkhianatan dan membantu pasukan Ahzab untuk menghabisi
kaum Muslimin. Akibatnya, umat Islam menghadapi musuh yang besar di luar
dan musuh di dalam.
Rencana ini pun berhasil. Nu’aim mampu memperdayai kedua belah pihak dan
menciptakan perpecahan di barisan musuh, sehingga semangat mereka
menurun drastis.
Allah mendengar doa Rosul Nya dan kaum Muslimin. Setelah muncul
perpecahan di barisan pasukan Ahzab, dan mereka bisa diperdayai, Allah ta’ala
mengirimkan pasukan berupa angin taufan kepada mereka sehingga kemah
mereka porak poranda. Allah juga mengirim pasukan yang terdiri dari Malaikat
yang membuat mereka menjadi gentar dan kacau, menyusupkan ketakutan di
dalam hati mereka.
Dalam ayat ini Allah ta’ala menggambarkan ujian dihadapi kaum muslimin ketika
itu. Bagaimana ketakutan yang menyelimuti madinah dan kesusahan yang
menimpa pendudukanya, tidak ada seorangpun kecuali mereka merasakan
ketakutan dan kegelisahan. Pasukan Makkah dan Hijaz datang dari atas mereka,
dari bawah yaitu penduduk Najd, dan sekutu sekutu lainnya, mereka berkumpul
dalam tujuan yang sama; menyerang kaum Muslimin. Ditambah dengan kaum
yahudi Madinah yang merobek perjanjian, juga pengepungan yang berjalan
cukup lama.
Dan sebagian lain adalah kaum munafikin yang mana Allah ta’ala berfirman
tentang mereka (yang artinya): “Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan
orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata :”Allah dan Rasul-Nya tidak
menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya” (QS. Al Ahzab: 12).
Ayat ini berkenaan dengan seorang lelaki dari kaum Anshor yang dipanggil
Qusyair bin Mu’tab, dia mengatakan kepada para sahabat ketika
Rosulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjanjikan kemenangan dan
penaklukan penaklukan atas impremium Yaman, Madain dan Romawi, “Apakah
Muhammad menjanjikan kepada kita kunci kunci Yaman, Istana Mada’in dan
istana Romawi?! Padahal tidak ada seorangpun dari kita yang sanggup
memenuhi kebutuhannya kecuali dia akan terbunuh, demi Allah ini adalah
penipuan”.
Allah ta’ala juga berfirman tentang mereka (yang artinya), “Mereka bakhil
terhadapmu, apabila datang ketakutan (bahaya), kamu lihat mereka itu
memandang kepadamu dengan mata yang terbalik- balik seperti orang yang
pingsan karena akan mati, dan apabila ketakutan telah hilang, mereka mencaci
kamu dengan lidah yang tajam, sedang mereka bakhil untuk berbuat kebaikan.
Mereka itu tidak beriman, maka Allah menghapuskan (pahala) amalnya. Dan
yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (Qs. Al Ahzab : 20).
Namun meskipun begitu, kaum muslimin tidak terhasut dengat apa yang
dihembusakan kaum munafikin. Mereka tetap konsekuen dengan amalan
mereka bersama Rosulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Mereka yakin bahwa
kemenangan tetap berada di tangan kaum muslimin. Hingga datanglah waktu
kemenangan, dengan Allah ta’ala mengirimkan bala tentaranya berupa angin
yang memporak porandakan pasukan Ahzab.
Penutup
Jika kita mau menelaah kembali apa yang terjadi pada peristiwa perang ahzab
diatas, kita akan mendapati situasi yang mirip dengan apa yang dialami kaum
muslimin pada saat ini. Kecuali memang pemerannya saja yang berbeda. Kalau
dahulu kaum Muslimin dalam perang Ahzab dikepung oleh musuh-musuh
mereka dari segala penjuru. Berbagai suku dan kabilah kaum Musrikin ditambah
kaum Yahudi berkumpul bekerja sama untuk menghancurkan Islam dan kaum
Muslimin, maka pada saat ini pun keadaannya tidak jauh berbeda. Orang orang
Yahudi, Nashroni, sekuler, Atheis, Syi’ah, dan orang-orang kafir lainnya bersatu
untuk menghancurkan Islam dan kaum Muslimin. Mereka menyerang Islam dari
segala sisi. Hingga, kalau bukan karena rahmat Allah, tentu agama Islam sudah
musnah dari muka bumi ini.
Maka, mudah mudahan dengan kembali menalaah kisah perang ahzab, bisa
kembali menumbuhkan harapan, serta menambah keyakinan kaum muslimin
bahwa fajar kemenangan akan tetap menjadi milik umat islam. Dan justru
dengan semakin tersudutkannya kaum muslimin, merupakan tanda dekatnya
kemenangan, dan sungguh waktu subuh itu amatlah dekat.
***
Catatan kaki
[3] Lihat kisah perang Uhud dalam Rohiqul Makhtum, Hal. 239 dan Siroh Nabawiyah
Sohihah, Hal. 425
[6] Lihat Tahdzib Al Bidayah Wan Nihayah, Hal. 115 dan Siroh Nabawiyah Sohihah hal.
468
[9] Diantara mereka adalah Sallam bin Abil Huqoiq, Huyyay bin Akhtob, Kinanah bin
Robi’ dll (Lihat Tahdzib Al Bidayah Wan Nihayah (2/115))
[16] Tahdzib Al Bidayah (2/153)
Sumber: https://muslim.or.id/25700-mengambil-pelajaran-dari-perang-ahzab-
1.html
Peristiwa itu bermula setahun setelah Perang Uhud pada tahun ke-5 Hijriah
kaum di mana kafir Quraisy menggalang kekuatan untuk menghancurkan
kaum Muslimin di Madinah. Kaum kafir Quraisy berkomplot dengan Bani
Sualim, Kinanah, penduduk Tihamah dan Al-Ahabisy. Mereka menggelar
pertemuan di Marru Dzahraan, sekitar 40 kilometer dari Makkah, untuk
melakukan serangan besar-besaran.
Baca Juga
Rencana jahat itu terdengar oleh kaum Muslimin di Madinah. Rasulullah SAW
lalu mengajak para sahabat untuk bermusyawarah. Kekuatan tentara musuh
terbilang sangat besar. Menurut Dr Akram Dhiya Al-Umuri dalam Shahih Sirah
Nabawiyah, jumlah kekuatan tentara musuh mencapai 10 ribu orang.Mereka
membawa serta 300 ekor kuda dan 1.500 ekor unta, ujar Dr Akram.
Sementara itu, menurut Ibnu Ishaq dalam Sirah Ibnu Hisyam, jumlah tentara
kaum Muslimin hanya mencapai 3.000 personel. Bahkan, Ibnu Hazm
menyebut jumlah pasukan Islam hanya 900 orang.
Panjang parit itu mencapai 5.544 meter, lebarnya 4,62 meter, dan kedalaman
3.234 meter, ungkap DR Syauqi. Dr Akram menyebutkan, panjang parit itu
mencapai 5.000 hasta, dan lebarnya sembilan hasta. Setiap 10 orang
mendapat jatah untuk menggali sekitar 40 hasta.
Usulan Salman Al-Farisi itu diterima Rasulullah SAW beserta para sahabat,
mengingat jumlah pasukan tentara musuh yang begitu besar. Lalu, dimulailah
proses penggalian. Menurut Dr Akram, kaum Muhajirin bertanggung jawab
untuk menggali dari sekitar benteng Ratij di sebelah timur sampai benteng
Dzubab.
Peristiwa ini terjadi pada bulan Syawal tahun kelima hijriyah, menurut
pendapat yang paling tepat. Karena sebagian ulama berbeda
pendapat tentang waktu terjadinya peristiwa besar ini. Ibnu Hazm
berpendapat bahwa kejadian ini terjadi pada tahun keempat hijriyah.
Sedangkan ulama lainnya seperti Ibnul Qayyim merajihkan bahwa
peristiwa ini terjadi tahun kelima hijriyah. (Zadul Ma’ad, 3/269-270)
Di antara sebab peristiwa ini ialah seperti yang diceritakan oleh Ibnul
Qayyim (Zadul Ma’ad, 3/270). Beliau mengatakan:
Ketika orang-orang Yahudi melihat kemenangan kaum musyrikin atas
kaum muslimin pada perang Uhud, dan mengetahui janji Abu Sufyan
untuk memerangi muslimin pada tahun depan (sejak persitiwa itu),
berangkatlah sejumlah tokoh mereka seperti Sallam bin Abil Huqaiq,
Sallam bin Misykam, Kinanah bin Ar-Rabi’, dan lain-lain ke Makkah
menjumpai beberapa tokoh kafir Quraisy untuk menghasut mereka
agar memerangi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan
mereka menjamin akan membantu dan mendukung kaum Quraisy
dalam rencana itu. Quraisy pun menyambut hasutan itu.
Setelah itu, tokoh-tokoh Yahudi tadi menuju Ghathafan dan beberapa
kabilah Arab lainnya untuk menghasut mereka. Maka disambutlah
hasutan itu oleh mereka yang menerimanya. Kemudian, keluarlah
Quraisy yang dipimpin Abu Sufyan dengan 4.000 personil, diikuti Bani
Salim, Bani Asad, Bani Fazarah, Bani Asyja’, dan Bani Murrah.
Orang-orang Ghthafan juga keluar dipimpin ‘Uyainah bin Hishn.
Mereka bertolak menuju Madinah dengan kekuatan 10.000 orang.
Mendengar persiapan mereka, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam bermusyawarah dengan para shahabat sebagaimana
kebiasaan beliau menghadapi berbagai persoalan. Dalam
musyawarah itu, Salman menyarankan agar bertahan di Madinah dan
membuat parit perlindungan di sekitarnya. Usulan ini disambut oleh
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat lainnya.
Merekapun mulai bekerja siang malam menggali parit itu. Bahkan
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam ikut serta mencangkul,
mengangkat pasir dan seterusnya. Demikian diriwayatkan oleh Al-
Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya dari Al-Barra`
ِ ِ
اب َش َعَر َ ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم َي ْو َم اخْلَْن َدق َو ُه َو َيْن ُق ُل التَُّر
ُ اب َحىَّت َو َارى التَُّر َ َّ ت النَّيِب
ُ َْرَأي
ِ الش ع ِر وه و يرجَتِ ز بِرج ِز عب ِد ِ ِ
:اهلل َْ ََ ُ ْ َ َ ُ َ َ َّ ص ْد ِره َو َك ا َن َر ُجالً َكث َري َ
صلَّْي َنـا
َ َص َّد ْقنَـا َوال
َ ََد ْينَا َوالَ ت ـت َمَا ْاهت
َ ْـم َلـ ْوالَ َأن
َّ اللَّ ُه
َد َام ِإ ْن الََقْي َنـا ِ ِّفََأنْـ ِزلَـن س ِكيـنَةً علَينَــا وثَـب
ْت اَْألق َ َْ َ ْ
ْوا َعلَْي َنـا ِإ َذا ََأر ُادوا فِْت َنـةً َأبـَْي َنـا َـداءَ قَـ ْد َبغ
َ ْ ِْإ َّن ا
َألع
هِب
ُص ْوتَه
َ َي ْرفَ ُع َا
“Saya melihat Rasulullah n pada peristiwa Khandaq sedang
mengangkut tanah sampai tanah itu menutupi bulu dada beliau. Dan
beliau adalah laki-laki yang lebat bulu dadanya. Ketika itu beliau
melantunkan syair Abdullah bin Rawahah sambil menyaringkan
suaranya: “Ya Allah kalau bukan karena Engkau niscaya kami tidak
mendapat petunjuk Tidak bersedekah dan tidak pula shalat Maka
turunkanlah ketenangan atas kami Dan kokohkan kaki kami ketika
bertemu (musuh) Sesungguhnya musuh-musuh telah menzalimi kami
Bila mereka menginginkan fitnah, tentu kami menolaknya”
Dalam riwayat Ahmad dan An-Nasa`i, dari Abu Sukainah dari salah
seorang shahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam lainnya dengan
sanad yang jayyid, disebutkan:
ِ حِب ِ
ت َبْيَن ُه ْم َو َبنْي َص ْخَرةٌ َح الَ ْ
ت هَلُ ْم َ
ض ْ ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم َ ْف ِر اخْلَْن َدق َعَر َ لَ َّما ََأم َر النَّيِب ُّ َ
احيَ ةَ اخْلَْن َد ِق اهلل ص لَّى اهلل علَي ِه وس لَّم وَأخ َذ الْ ِمع و َل ووض ع ِرداءه نَ ِ ول ِ احْلَ ْف ِر َف َق َام َر ُس ُ
ْ َ َ َ َ َ َ َُ ُ َْ َ َ َ َ َ َ
ث الس ِم ِ ك ِص ْدقًا وع ْدالً الَ مب د َ ِ ِ ِ ِ ال :مَتَّ ِ
يمَ .فنَ َد َر ثُلُ ُ يع الْ َعل ُ
ِّل ل َكل َمات ه َو ُه َو َّ ُ َُ ََ ت َكل َم ةُ َربِّ َ َوقَ َ ْ
ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َب ْرقَةٌ ِ ِ
ض ْربَة َر ُس ول اهلل َ
احْل ج ِر وس ْلما ُن الْ َفا ِر ِسي قَاِئم يْنظُر َفب ر َق م ع ِ
ُّ ٌ َ ُ َ َ َ َ َ ََ َ َ َ
يع الس ِ
م َّ و ه و هِّل لِ َكلِماتِ ِ
َ د بم ال
َ ال
ً د
ْ ع و ا ًق د
ْ صك ِ َ ب
ِّ ر ة
ُ ممُثَّ ض رب الثَّانِي ةَ وقَ َال :مَتَّت َكلِ
ُ ُ
َ َ َ َُ َ َ ْ َ َ ََ َ َ َ
ت َكلِ َم ةُ ب الثَّالِثَ ةَ َوقَ َ
ال :مَتَّ ْ ض َر َ آه ا َس ْل َما ُن مُثَّ َ ت َب ْرقَ ةٌ َفَر َ آلخ ُر َفَب َرقَ ْ
ث اْ َالثلُ ُ
يمَ .فنَ َد َر ُِّ
الْ َعل ُ
ث الْبَ اقِي َو َخ َر َج الثلُ ُ
يمَ .فنَ َد َر ُُّ
الس ِميع الْعلِ
َ ُ َّ وَ ه
ُ وَ
ِّل لِ َكلِماتِ ِ
ه َ َ د ب
َمُ ال
َ ال
ً د
ْ ع
َ و
َ اًق د
ْ ك ِ
ص َربِّ َ
ك ول ِ
اهلل َر َْأيتُ َ س ،قَ َال َس ْل َما ُن :يَ ا َر ُس َ ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه و َس لَّم فَ َ ِ رس ُ ِ
َأخ َذ ر َداءَهُ َو َجلَ َ َ َ ول اهلل َ َُ
ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه ال لَ ه رس ُ ِ
ول اهلل َ ض ْربَةً ِإالَّ َك انَ ْ
ت َم َع َه ا َب ْرقَ ةٌ .قَ َ ُ َ ُ ض ِر ُ
ب َ ت َم ا تَ ْ
ض َربْ َ
ني َ
حَ
ِ
ال :فَِإيِّن ول ِ ك بِاحْلَ ِّق يَا َر ُس َ ِ وسلَّم :ي ا س ْلما ُن ،رَأي ِ
اهلل .قَ َ الِ :إيَ ،والَّذي َب َعثَ َ ك؟ َف َق َ ت ذَل َََ َ َ َ َ ََْ
ت يِل َم َداِئ ُن كِ ْسَرى َو َما َح ْوهَلَا َو َم َداِئ ُن َكثِ َريةٌ َحىَّت َر َْأيُت َه ا ِ ِ
ت الض َّْربَةَ اُْألوىَل ُرف َع ْضَربْ ُ ني َ حَ
ال لَ ه من حض ره ِمن َأص حابِِه :ي ا رس َ ِ ِ
ول اهللْ ،ادعُ اهللَ َأ ْن َي ْفتَ َح َه ا َعلَْينَ ا َويُغَن َ
ِّمنَ ا ب َعيْيَنَّ .قَ َ ُ َ ْ َ َ َ ُ ْ ْ َ َ َ ُ
ِ ِدي ارهم وخُيَ ِّرب بَِأي ِدينَا بِالَدهم .فَ َدعا رس ُ ِ
تض َربْ ُ ك .مُثَّ َ ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم بِ َذل َول اهلل َ َُ ْ َ َ ُ ََُْ َ َ ْ
ول ِ ص َر َو َم ا َح ْوهَلَا َحىَّت َر َْأيُت َه ا بِ َعيْيَنَّ .قَ الُوا :يَا َر ُس َ ِئ ِ ِ
اهلل ت يِل َم َدا ُن َقْي َ الض َّْربَةَ الثَّانيَ ةَ َف ُرف َع ْ
ص لَّى ْادع اهلل َأ ْن ي ْفتَحه ا علَينَ ا ويغَنِّمنَ ا ِدي ارهم وخُيَ ِّرب بَِأي ِدينَا بِالَدهم .فَ َدعا رس ُ ِ
ول اهلل َ َُ ْ َ َ ُ ُ َ َ ََ َ ْ َُ َ َ َ ُ ْ َ َ ْ
ت يِل َم َداِئ ُن احْلَبَ َش ِة َو َم ا َح ْوهَلَا ِم َن الْ ُق َرى ِ ِ ِ
ت الثَّالثَ ةَ َف ُرف َع ْ
ض َربْ ُ اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم بِ َذل َ
ك .مُثَّ َ
ِ
َ ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ِعْن َد َذل
َدعُ وا احْلَبَ َش ةَ َم ا:ك ِ ُ ال رس
َ ول اهلل ِ
ُ َ َ َ ق.ََّحىَّت َر َْأيُت َه ا ب َعيْيَن
َوا ْتُر ُكوا الت ُّْر َك َما َتَر ُكو ُك ْم،َو َدعُو ُك ْم
“Ketika Nabi n memerintahkan penggalian khandaq, ternyata ada
sebongkah batu sangat besar menghalangi penggalian itu. Lalu
Rasulullah n bangkit mengambil cangkul dan meletakkan mantelnya di
ujung parit, dan berkata: “Telah sempurnalah kalimat Rabbmu (Al-
Qur`an) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat
mengubah-ubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Terpecahlah sepertiga batu
tersebut. Salman Al-Farisi ketika itu sedang berdiri memandang, dia
melihat kilat yang memancar seiring pukulan Rasulullah n. Kemudian
beliau memukul lagi kedua kalinya, dan membaca: “Telah
sempurnalah kalimat Rabbmu (Al-Qur`an) sebagai kalimat yang benar
dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah-ubah kalimat-kalimat-Nya
dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Pecah
pula sepertiga batu itu, dan Salman melihat lagi kilat yang memancar
ketika Rasulullah n memukul batu tersebut.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memukul sekali lagi dan
membaca: “Telah sempurnalah kalimat Rabbmu (Al-Qur`an) sebagai
kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah-ubah
kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” Dan untuk ketiga kalinya, batu itupun pecah berantakan.
Kemudian beliau mengambil mantelnya dan duduk.
Salman berkata: “Wahai Rasulullah, ketika anda memukul batu itu,
saya melihat kilat memancar.”
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya: “Wahai
Salman, engkau melihatnya?”
Kata Salman: “Demi Zat Yang mengutus anda membawa kebenaran.
Betul, wahai Rasulullah.”
Rasulullah n bersabda: “Ketika saya memukul itu, ditampakkan
kepada saya Kisra Persia dan sekitarnya serta sejumlah kota
besarnya hingga saya melihatnya dengan kedua mata saya.”
Para shahabat yang hadir ketika itu berkata: “Wahai Rasulullah,
doakanlah kepada Allah agar membukakannya untuk kami dan
memberi kami ghanimah rumah-rumah mereka, dan agar kami
hancurkan negeri mereka dengan tangan-tangan kami.” Maka
Rasulullah n pun berdoa.
“Kemudian saya memukul lagi kedua kalinya, dan ditampakkan
kepada saya kerajaan Kaisar dan sekitarnya hingga saya melihatnya
dengan kedua mata saya.”
Para shahabat berkata: “Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah
agar membukakannya untuk kami dan memberi kami ghanimah
rumah-rumah mereka, dan agar kami hancurkan negeri mereka
dengan tangan-tangan kami.” Maka Rasulullah n pun berdoa.
“Kemudian pada pukulan ketiga, ditampakkan kepada saya negeri
Ethiopia dan desa-desa sekitarnya hingga saya melihatnya dengan
kedua mata saya.” Lalu beliau berkata ketika itu: “Biarkanlah Ethiopia
(Habasyah) selama mereka membiarkan kalian, dan tinggalkanlah
Turki selama mereka meninggalkan kalian.”
Sepeninggal Rasulullah n, terjadilah apa yang diberitakan oleh beliau.
Kedua negara adikuasa masa itu berhasil ditaklukkan kaum muslimin,
dengan izin Allah.
Ketika kaum musyrikin sampai di kota Madinah, mereka terkejut
melihat pertahanan yang dibuat kaum muslimin. Belum pernah hal ini
terjadi pada bangsa Arab. Akhirnya mereka membuat perkemahan
mengepung kaum muslimin. Tidak terjadi pertempuran berarti di
antara mereka kecuali lemparan panah dan batu. Namun sejumlah
ahli berkuda musyrikin Quraisy, di antaranya ‘Amr bin ‘Abdi Wadd,
‘Ikrimah dan lainnya berusaha mencari jarak lompat yang lebih
sempit. Beberapa orang berhasil menyeberangi parit. Merekapun
menantang para pahlawan muslimin untuk perang tanding.
‘Ali bin Abi Thalib z menyambut tantangan tersebut. ‘Ali berkata:
“Wahai ‘Amr, kau pernah menjanjikan kepada Allah, bahwa tidak
seorangpun lelaki Quraisy yang menawarkan pilihan kepadamu salah
satu dari dua hal melainkan kau terima hal itu darinya.”
Kata ‘Amr: “Betul.”
Kata ‘Ali: “Maka sungguh, saya mengajakmu kepada Allah dan Rasul-
Nya, serta kepada Islam.”
‘Amr menukas: “Aku tidak membutuhkan hal itu.”
Kata ‘Ali pula: “Kalau begitu saya menantangmu agar turun
(bertanding).”
Kata ‘Amr: “Wahai anak saudaraku, demi Allah. Aku tidak suka
membunuhmu.”
‘Ali menjawab tegas: “Tapi saya demi Allah, ingin membunuhmu.”
‘Amr terpancing, diapun turun dan membunuh kudanya, lalu
menghadapi ‘Ali.
Mulailah keduanya saling serang, tikam menikam dengan serunya.
Namun pedang ‘Ali bin Thalib berhasil membunuh ‘Amr. Akhirnya para
prajurit berkuda kafir Quraisy lainnya melarikan diri. (bersambung)
Perjanjian dengan orang Yahudi atau piagam Madinah ternyata dilanggar oleh Yahudi.
Berikut lanjutan kisahnya yang kami ambil dari Fiqh As-Sirah karya Syaikh Prof. Dr. Zaid bin
‘Abdul Karim Az-Zaid.
Sumber https://rumaysho.com/31434-faedah-sirah-nabi-orang-yahudi-mengkhianati-piagam-
madinah.html
Sebelumnya ada beberapa poin perjanjian yang dideklarasikan antara orang Yahudi Madinah dengan
orang Islam, mereka hidup dalam masyarakat baru di bawah kepemimpinan Rasulullah. Ada tiga kabilah,
yaitu Bani Qainuqa’, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah yang tidak menepati perjanjian yang telah mereka
sepakati dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan mereka menyerang dan memeranginya
sehingga turunlah surah Al-Hasyr yang berkenaan dengan Bani An-Nadhir, surah Al-Ahzab turun pada
peristiwa Bani Quraizhah.
Bani Qainuqa’
Setelah perang Badar (tahun 2 H), Bani Qainuqa’ menampakkan kemarahan, kebencian, serta kedengkian
mereka terhadap orang Islam sehingga mereka pun secara terang-terangan menyatakan permusuhannya.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui mereka untuk menasihati dan mengajak
mereka memeluk Islam. Akan tetapi, mereka enggan, menantang, serta mengancam beliau. Hal ini
bukanlah menjadi sebab satu-satunya permusuhan itu, tetapi ada sebab lain.
Sebab lainnya adalah ketika seorang perempuan muslim pergi ke pasar Bani Qainuqa’, maka seorang
Yahudi berkeinginan agar perempuan tersebut membuka cadarnya. Namun, permintaan itu ditolak. Lalu
dengan sengaja dan diam-diam, Yahudi tersebut mengikatkan ujung pakaian perempuan itu ke lehernya.
Ketika perempuan itu berdiri, maka terbukalah auratnya. Wanita itu pun berteriak sehingga datanglah
seorang muslim menghampiri dan membunuh Yahudi tadi. Melihat hal itu, Yahudi yang lain pun
mendatanginya lalu membunuh muslim tersebut. Kemudian terjadilah pertengkaran antara kaum
muslimin yang ada di sana dengan Bani Qainuqa’.
Ini reaksi yang ditampakkan oleh mereka untuk melahirkan permusuhan, merusak kedamaian, dan
melanggar kehormatan kota Madinah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengepung mereka
dengan ketat. Lalu ‘Abdullah bin Ubay Ibnu Salul menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam seraya berkata, “Hai Muhammad! Berlaku baiklah pada bekas budak-budakku dengan kata-kata
yang baik dan lembut.” Ketika pembicaraan berkepanjangan, dia memasukkan tangannya ke kantong baju
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas beliau pun marah dan berkata, “Apakah mereka bekerja
untukmu?”
Adapun ‘Ubadah bin Ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu–salah seorang Bani ‘Auf bin Khazraj, mereka
mengikat janji setia dengan Ibnu Ubay–, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berlepas tangan dari
mereka. Dalam kejadian ini, Allah menurunkan ayat-Nya yang berkenaan dengan ‘Abdullah bin Ubay Ibnu
Salul,
ٍ يَا َأيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تَتَّ ِخ ُذوا ا ْليَ ُهو َد وَ النَّصَ ارَ ٰى َأوْ ِليَا َء ۘ بَعْضُ ُه ْم َأوْ ِليَا ُء بَع
ْْض ۚ وَ مَن
َيَتَوَ لَّ ُه ْم ِم ْن ُك ْم َفِإنَّ ُه ِم ْن ُه ْم ۗ ِإنَّ اللَّ َه اَل يَ ْه ِدي ا ْل َقوْ َم الظَّا ِل ِمين
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa
diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan
mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Maidah: 51)
Kemudian mereka pun diperintahkan oleh Nabi untuk meninggalkan Madinah menuju Syam serta
membawa perbekalan dan harta. Namun, mereka tidak diizinkan untuk membawa senjata.
Bani Nadhir
Kaum kafir Quraisy menyurati Yahudi Bani Nadhir dan mengancam mereka dengan penyerangan jika
Muhammad tidak dibunuh. Ketika surat itu diterima oleh Yahudi, Bani Nadhir berkumpul dan menyurati
Nabi dengan permintaan supaya Nabi beserta tiga puluh orang sahabatnya menemui mereka. Ketika
Yahudi menghampiri Nabi, mereka meminta supaya tiga orang keluar beserta beliau. Ketika Nabi keluar
beserta tiga sahabatnya, Yahudi tersebut menyembunyikan senjatanya untuk membunuh beliau. Namun,
seorang perempuan dari mereka memberitahukan kepada keponakannya yang muslim, lalu bergegas
menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan memberitahukannya. Lalu beliau kembali pulang.
Keesokan harinya, mereka dikepung dan diperangi lalu diperintahkan membawa perbekalan dan tanpa
senjata. Kemudian Allah menurunkan surah Al-Hasyr, dan mereka pun diusir kembali. Di antara mereka
ada yang pergi ke Khaibar dan Syam (Syria).
Sebab, pengusiran mereka yang kedua adalah ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi
mereka untuk meminta bantuan dan diyat (denda) terhadap dua orang yang dibunuh oleh Amru bin
Umayah Adh-Dhamiri tetangga yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengambil sumpah
kepada mereka. Mereka pun menjawab, “Baik wahai Abul Qasim, kami akan membantumu.” Kemudian
mereka masuk ke dalam rumah dan membuat siasat untuk menjatuhkan batu kepada beliau dari atas
dinding. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diberitahukan oleh malaikat mengenai tipu daya
mereka, beliau pun bangun dan bergegas pulang ke Madinah. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam memerintahkan kaum muslimin untuk mempersiapkan diri dan pergi untuk memerangi mereka.
Kemudian kaum muslimin mengepung mereka dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam memerintahkan mereka untuk memotong pohon kurma dan membakarnya.
Ibnu Ishaq menyebutkan, “Kaum muslimin mengepung mereka selama enam malam. Lalu sebagian
delegasi dari orang munafik diutus untuk menyiasati dan berjaga-jaga.” “Jika kamu dibunuh, maka kami
pun akan berperang membantu kalian”, demikian kata mereka. Namun, Allah Ta’ala memberikan rasa
takut dalam dada mereka sehingga tidak jadi menolong orang yang sudah mereka janjikan dengan
pertolongan. Lalu mereka meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk pergi
meninggalkan tanah kelahiran mereka dan mereka pun diusir. Begitulah ketetapan Allah terhadap
kelompok Yahudi.
Adapun mengenai Yahudi Bani Quraizhah akan dijelaskan setelah pembahasan perang Ahzab (perang
Khandaq, tahun 5 H). Karena perang Ahzab berkaitan erat dengan perang Bani Quraizhah.
Pelajaran yang Bisa Diambil dari Pengkhianatan Piagam
Madinah
Pertama: Perjanjian yang dibuat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan orang Yahudi
menunjukkan bahwa Islam memiliki hukum yang sempurna. Sebagaimana halnya Islam mengatur
hubungan antara seorang hamba dengan Rabbnya, antara satu muslim dan lainnya, bahkan dengan
komunitas non-muslim.
Kedua: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membiarkan orang Yahudi Madinah tinggal di sana dan
memberi jaminan kepada mereka atas keselamatan agama dan harta mereka dengan syarat-syarat yang
telah disepakati.
Ketiga: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu toleran terhadap kaum Yahudi yaitu dengan
membiarkan mereka tinggal di rumah-rumah mereka dengan aman, tanpa mengganggu harta dan
keluarga mereka. Oleh karena itu, hal ini membuktikan bahwa sikap toleransi telah dirintis oleh Islam
secara umum ketika kafir dzimmi dilindungi dan dijamin ketenangan hidup mereka di negeri Islam.
Namun, hal ini tidak dirasakan oleh minoritas muslimin yang tinggal di negeri kafir.
Keempat: Pemenuhan janji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah disepakati dengan orang-
orang Yahudi atau selainnya. Hal ini seperti yang telah diungkapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan dikuatkan oleh firman Allah Ta’ala,
وَ َأوْ ُفوا ِب َع ْه ِد اللَّ ِه ِإ َذا عَ ا َه ْدتُ ْم
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji.” (QS. An-Nahl: 91)
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
ت ِفي ِه خَ صْ لَ ٌة ْ َ وَ مَنْ َكان، َأرْ بَعٌ مَنْ ُكنَّ ِفي ِه َكانَ ُمنَا ِف ًقا خَ ا ِلصً ا
ْ َت ِفي ِه خَ صْ لَ ٌة ِم ْن ُهنَّ َكان
وَ ِإ َذا خَ اصَ َم، ََّث َك َذبَ وَ ِإ َذا عَ ا َه َد َغدَرَ اق َحتَّى يَدَعَ َها ِإ َذا اْؤ تُ ِمنَ خَ انَ وَ ِإ َذا َحد
ِ ِمنَ النِّ َف
ََف َجر
“Ada empat tanda, jika seseorang memiliki empat tanda ini, maka ia disebut munafik tulen. Jika ia memiliki
salah satu tandanya, maka dalam dirinya ada tanda kemunafikan sampai ia meninggalkan perilaku
tersebut, yaitu: (1) jika diberi amanat, khianat; (2) jika berbicara, dusta; (3) jika membuat perjanjian, tidak
dipenuhi; (4) jika berselisih, dia akan berbuat zalim.” (HR. Muslim, no. 58)
Kelima: Penjelasan tentang keji dan buruknya tabiat orang Yahudi, yang selalu menampakkan
permusuhan terhadap Islam dan kaum muslimin. Hal tersebut terlihat ketika tidak berapa lama setelah
membuat perjanjian, mereka pun melanggarnya, mereka telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya.
Kekejian mereka juga tidak hanya pada kata-kata, bahkan sampai ke tahap aksi yaitu ketika mereka
membuat tipu muslihat untuk membunuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun, Allah
melenyapkan dan memusnahkan tipu daya mereka tersebut dan memberikan keselamatan kepada Nabi-
Nya. Mereka juga berusaha untuk membantu Bani Aus dan Khazraj untuk merusak kehormatan orang-
orang Islam.
Keenam: Penjelasan tentang perbuatan yang melampaui batas yang dilakukan oleh orang Yahudi
terhadap perempuan muslim dalam upaya menyingkap wajahnya serta pembelaan seorang muslim
terhadap saudaranya yang muslimah, yang diikuti dengan pengepungan dan pengusiran Yahudi oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal itu menjelaskan tentang mulianya kedudukan kaum
perempuan dalam Islam. Dengan ketinggian dan kemuliaannya, maka Islam tidak akan membiarkan
perempuan dilecehkan. Agama mana yang lebih menjunjung tinggi kedudukan perempuan selain Islam?
Ketujuh: Penjelasan tentang pentingnya hijab bagi wanita muslimah. Wanita Anshar yang disebutkan di
dalam kisah berusaha untuk memperjuangkan harga dirinya, ia tidak rela jika Yahudi tersebut berusaha
untuk melepaskan hijabnya. Yahudi sekarang berusaha dan berjuang supaya wanita Muslimah
menanggalkan hijabnya. Sehingga wanita yang tidak memahami pengtingnya hijab telah berpengaruh
dan ikut menanggalkannya. Padahal hijab itu sebagai pelindung dan pengaman serta kemuliaan bagi diri
wanita.
Kedelapan: Kisah Bani Qainuqa’ menunjukkan bahwa dalam hati orang Yahudi itu ada sifat dengki dan iri
terhadap orang Islam. Ini disebabkan oleh kemenangan yang diperoleh orang Islam dan kekalahan bagi
orang kafir dalam perang Badar. Kedengkian itu semakin tampak ketika mereka berupaya membunuh
Rasulullah dan melanggar perjanjian damai yang telah disepakati.
Kesembilan: Yahudi merupakan orang pertama yang bermusuhan dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam setelah berhijrah. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam ayat yang kemungkinan itu ditujukan
kepada mereka yang dianggap sebagai munafik,
َُاطي ِن ِه ْم َقالُوا ِإنَّا َم َع ُك ْم ِإنَّمَا نَ ْحن
ِ شيَ ٰوَ ِإ َذا لَقُوا الَّ ِذينَ آ َمنُوا َقالُوا آ َمنَّا وَ ِإ َذا خَ لَوْ ا ِإ َلى
َمُسْ تَ ْه ِزُئون
“Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: “Kami telah
beriman”. Dan bila mereka kembali kepada setan-setan mereka, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami
sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok”.” (QS. Al-Baqarah: 14). Syayaathiinihim dalam ayat
yang dimaksud adalah kaum Yahudi. Ini menunjukkan bahwa Yahudi itu termasuk munafik yang lihai
dalam tipu daya. Namun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahuinya.
Kesepuluh: Sikap Yahudi dan musyrikin, baik dulu maupun sekarang, dapat diketahui dari respon mereka
terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan risalahnya. Kedua kelompok tersebut berpendapat
tentang kedatangan Nabi yang baru ini bahwa orang-orang Arab pada umumnya menerima pribadinya,
tetapi menolak wahyu yang dibawanya. Sebaliknya kaum Yahudi menerima ajarannya, tetapi menolak
pribadinya sebagai nabi. Mereka tidak mau menerima seorang nabi di luar mereka. Sebab anggapan
mereka, Yahudi adalah bangsa pilihan. Sejatinya mereka tidaklah meyakini laa ilaha illallah dan
Muhammad Rasulullah.
Kesebelas: Penjelasan tentang sikap kaum Yahudi yang saling membantu dengan orang-orang munafik
untuk melemahkan dan mengalahkan orang Islam. Oleh sebab itu, umat Islam harus menyadari bahwa
kekafiran adalah sama, baik Yahudi, Nasrani, munafik, atheism, maupun penyembahan berhala. Tujuan
dan target mereka hanyalah satu yaitu mereka bersatu untuk memerangi agama Islam dan melakukan
tipu daya terhadap pemeluknya.
Kedua belas: Bagi seorang muslim dilarang untuk menjadikan orang kafir sebagai pemimpin mereka.
Allah Ta’alaberfirman,
ُون ا ْل ُمْؤ ِم ِنينَ ۖ وَ مَنْ يَ ْفعَلْ ٰ َذ ِلكَ َفلَيْسَ ِمنَ اللَّ ِه َأ
ِ اَل يَتَّ ِخ ِذ ا ْل ُمْؤ ِمنُونَ ا ْل َكا ِف ِرينَ وْ ِليَا َء ِمنْ د
َصي ُر َ شيْ ٍء ِإاَّل َأنْ تَتَّقُوا ِم ْن ُه ْم تُ َقا ًة ۗ وَ ي َُح ّذِرُ ُك ُم اللَّ ُه نَ ْف
ِ س ُه ۗ وَ ِإلَى اللَّ ِه ا ْلم َ ِفي
“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-
orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena
(siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap
diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali(mu).” (QS. Ali Imran: 28)
Syaikh As-Sa’di rahimahullah berkata, “Ayat ini menunjukkan larangan bagi orang beriman untuk
bersikap wala’ (loyal) kepada orang kafir dalam hal mencintai, menolong, meminta tolong kepada mereka
pada urusan kaum muslimin. Allah memberikan ancaman ‘Barang siapa berbuat demikian, niscaya
lepaslah ia dari pertolongan Allah’. Ini berarti ia terputus dari Allah. Ia tidak mendapatkan bagian dari
agama Allah. Karena wala’ pada orang kafir tidak menandakan orang tersebut beriman. Karena iman pasti
mengantarkan kepada wala’ kepada Allah dan wali-Nya yang beriman, saling tolong menolong dalam
menegakkan agama Allah dan berjihad melawan musuh-Nya.” (Tafsir As-Sa’di, hlm. 121)
Ketiga belas: Kisah Bani Nadhir yang ingin membunuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
datangnya berita tersebut lewat wahyu, memberikan bukti kepada beliau bahwa,
ِ وَ اللَّ ُه ي
ِ ََّعْصمُكَ ِمنَ الن
اس
“Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.” (QS. Al-Maidah: 67)
Keempat belas: Kedatangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui Yahudi Bani Nadhir
menuntut denda terhadap kematian dua orang mukmin, menunjukkan tentang dibolehkannya mengambil
bantuan dan santunan keuangan dari non-muslim jika hal tersebut tidak membahayakan kaum muslimin.
Kelima belas: Pengusiran Bani Nadhir setelah Bani Qainuqa’ menyebabkan timbulnya perpecahan antara
Yahudi dan munafik Madinah, yang membawa kepada pembaharuan perjanjian di pihak Quraizhah
bersama orang Islam selama penawanan Bani Nadhir, timbul semangat untuk menjaga perjanjian tersebut
hingga tercetus perang Ahzab. Sementara orang munafik tidak menepati janji terhadap Bani Nadhir. Hal
tersebut menjelaskan bagi kaum Yahudi bahwa melakukan perjanjian dengan Bani Nadhir tidak akan
memberikan faedah. Dengan berpisahnya dari Bani Nadhir, maka pertahanan Islam semakin kuat, mereka
bisa memetik hasil dari lahan mereka yang diperuntukkan bagi Muhajirin yang Muhajirin sendiri bertahan
hidup dari lahan dan rumah yang dihadiahkan Anshar.
Keenam belas: Sifat Yahudi adalah beretika buruk dan jahat, melakukan tipu daya, tidak saling mencegah
dari dosa dan kemungkaran yang mereka lakukan. Hal ini terbukti dengan apa yang kita lihat mengenai
Yahudi pada zaman sekarang yang merampas hak Palestina dan mengotori kehormatan Baitul Maqdis,
melanggar kehormatan orang-orang muslim, rumah, dan harta mereka. Sifat Yahudi pantas mendapatkan
laknat sebagaimana disebutkan dalam ayat,
ِْع ْن ِد َأ ْنف ُِس ِه ْم ِمن ْسدًا ِمن ِ وَ َّد َك ِثيرٌ ِمنْ َأ ْه ِل ا ْل ِك َتا
َ ب َلوْ يَرُ دُّو َن ُك ْم ِمنْ بَ ْع ِد ِإيمَا ِن ُك ْم ُك َّفارً ا َح
اللَّ َه عَ لَىٰ ُك ِ ّل َّي اللَّ ُه ِبَأمْ ِر ِه ۗ ِإن
َ بَ ْع ِد مَا تَبَيَّنَ لَ ُه ُم ا ْل َح ُّق ۖ َفاعْ فُوا وَ اصْ َف ُحوا َحتَّىٰ يَْأ ِت
شيْ ٍء َق ِدي ٌرَ
“Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran
setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka
kebenaran. Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 109)
Kedua puluh: Permusuhan Yahudi dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah digambarkan
dalam ayat,
شرَ ُكوا ۖ وَ لَتَ ِجدَنَّ َأ ْقرَ بَ ُه ْم مَوَ َّد ًة ْ اس عَ دَاوَ ًة ِللَّ ِذينَ آ َمنُوا ا ْليَ ُهو َد وَ الَّ ِذينَ َأ َ لَتَ ِجدَنَّ َأ
ِ َّش َّد الن
يسينَ وَ رُ ْهبَانًا وَ َأنَّ ُه ْم اَل
ِ س ّ ِ ِللَّ ِذينَ آ َمنُوا الَّ ِذينَ َقالُوا ِإنَّا نَصَ ارَ ٰى ۚ ٰ َذ ِلكَ ِبَأنَّ ِم ْن ُه ْم ِق
َيَسْ تَ ْك ِبرُون
“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang
beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang
paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata:
“Sesungguhnya kami ini orang Nasrani”. Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-
orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak
menyombongkan diri.” (QS. Al-Maidah: 82)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melihat permusuhan dan kezaliman yang dilancarkan oleh Yahudi
terhadap beliau. Sebab, mereka telah terbiasa membunuh para nabi dan rasul serta menentang perintah
dan larangan Allah, serta berusaha menyelewengkan apa yang telah diturunkan dalam kitab sucinya.
Ini sangat berlawanan dari apa yang didapatkan beliau dengan kaum Nashrani Habasyah. Mereka
memberi perlindungan dan pertolongan bagi Muhajirin yang hijrah ke Habasyah karena takut dianiaya
musyrikin Makkah. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim surat kepada raja-raja dan
pemimpin kabilah, maka raja Nashrani termasuk orang yang baik dalam cara menolak surat beliau.
Heraklius, raja Romawi di Syam mencoba meyakinkan rakyatnya untuk menerima Islam, tetapi usahanya
tersebut tidak berhasil. Meskipun demikian, cara penolakannya tergolong baik, ia takut tergeser
kedudukannya.
Muqauqis, pembesar Qibthy di Mesir juga tergolong baik penolakannya terhadap ajakan beliau, walaupun
ia tidak begitu tertarik dengan Islam, tetapi ia mengirimkan hadiah yang baik untuk Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Ketika Syiria dan Mesir ditaklukkan, maka diperkenalkanlah kepada penduduknya tentang
Islam dan mereka pun berbondong-bondong memeluk Islam.
Sumber https://rumaysho.com/31434-faedah-sirah-nabi-orang-yahudi-mengkhianati-piagam-
madinah.html
Perang Khandaq tepatnya terjadi pada pada 31 Maret 672. Perang Khandaq merupakan peristiwa
bersejarah yang melibatkan pemimpin tertinggi Islam, Nabi Besar Muhammad SAW.
Seperti dilansir dari laman resmi Pesantren Al Manhaj, sebagian para jumhur ulama
menjelaskan, Perang Khandaq terjadi pada Syawal di tahun 5 Hijriyah, namun ada pula yang
mengatakan bahwa pertempuran tersebut terjadi pada tahun ke-4 Hijriyah.
Disebutkan pemicu Perang Khandaq berasal dari dendam lama orang-orang Yahudi yang diusir
oleh Rasulullah SAW dari Madinah akibat mengkhianati perjanjian, atau tepatnya dalam Perang
Bani Nadhir.
Saat itu sejumlah tokoh Yahudi Bani Nadhir dan Bani Wa’il, seperti Sallam bin abil Huqaiq,
Hayyi bin Akhtab, Kinanah bin abil Huqaiq, Hauzah bin Qais al-Wa’iliy dan Abu Ammar al-
Wa’iliy berangkat ke Makkah bertujuan untuk mengajak kaum musyrikin Quraisy memerangi
Rasulullah. Mereka berjanji, “Kami akan bersama kalian berperang sampai berhasil
menghancurkan kaum muslimin.”
Selain itu, mereka juga meyakinkan kaum Quraisy dengan mengatakan, bahwa kepercayaan
kaum Quraisy lebih baik daripada agama yang dibawa Nabi Muhammad yaitu Islam.
ت َويَقُولُونَ لِلَّ ِذينَ َكفَرُوا ٰهَُؤاَل ِء َأ ْهد َٰى ِمنَ الَّ ِذينَ آ َمنُوا َسبِياًل
ِ ت َوالطَّا ُغو
ِ ب يُْؤ ِمنُونَ بِ ْال ِج ْب ِ ََألَ ْم ت ََر ِإلَى الَّ ِذينَ ُأوتُوا ن
ِ صيبًا ِمنَ ْال ِكتَا
Artinya: "Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari kitab, mereka
mengimani sesembahan selain Allah dan thagut, serta mengatakan kepada orang kafir (musyrik
Makkah) bahwa jalan mereka lebih benar dari pada orang orang beriman. (QS. An Nisa:51).
Kemudian, setelah terjadi kesepakatan dengan kaum Quraisy, tokoh-tokoh Yahudi tersebut
mendatangi Suku Gathafan. Dalam pertemuan dengan tokoh Gathafan mereka mencapai dua
kesepakatan :
2. Sebagai imbalannya, kaum Yahudi akan menyerahkan hasil panen kurma Khaibar kepada
suku Gathafan selama setahun penuh.
Kemudian Rasulullah pun mendengar rencana orang-orang Yahudi itu yang akan menyerangnya
bersama kaum Quraisy, dan seketika Rasul pun membuat beberapa strategi, di antaranya:
2. Menggali parit untuk memisahkan antara kaum muslimin dengan musuh. Rasulullah pun
pernah berdoa,
صلّ ْينَا َ َاللّهُ َّم لَوْ اَل أنت َما ا ْهتَ َد ْينَا َواَل ت
َ ص ّد ْقنَا َواَل
Artinya: "Ya Allah, seandainya bukan karena-Mu, maka kami tidak akan mendapatkan petunjuk,
tidak akan bersedekah dan tidak akan melakukan sholat. Maka turunkanlah ketenangan kepada
kami, serta kokohkan kaki-kaki kami apabila bertemu dengan musuh. Sesungguhnya orang-
orang musyrik telah berlaku semena-mena kepada kami, apabila mereka menghendaki fitnah,
maka kami menolaknya."
Dari pertempuran tersebut diambil hikmah, bahwa ketauladanan Rasulullah sebagi pemimpin
umat Islam patut dicontoh.
Misalnya Rasul meminta para sahabat dan muslim untuk menggali parit, walau harus menahan
haus dan lapar. Hal tersebut demi kebaikan bersama, serta terhindar dari serangan musuh.
Kemudian, Rasulullah memberikan contoh dalam menghadapi suatu perkara atau masalah dapat
ditempuh dengan cara bermusyawarah.