Anda di halaman 1dari 34

PERANG KHANDAQ Menurut pendapat jumhur Ulama, perang Khandaq

terjadi pada bulan Syawwal tahun lima hijriyah dan sebagian Ulama yang lain
menyebutkan bahwa peperangan ini berkecamuk pada bulan Syawwal tahun
keempat hijriyah. Al-Baihaqi memandang bahwa pada dasarnya kedua
pendapat ini tidak beda. Karena yang berpendapat perang ini terjadi pada
tahun ke-4 maksudnya empat tahun setelah Rasûlullâh hijrah ke Madinah dan
sebelum tahun ke-5 berakhir.[1] PEMICU PERANG[2] : Pemicu perang
Khandaq ini dendam lama orang-orang Yahudi yang di usir oleh Rasûlullâh
dari Madinah dalam perang Bani Nadhir. Mereka diusir karena mereka
menghianati perjanjian yang dibuat dengan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Sejumlah tokoh Yahudi Bani Nadhir dan Bani Wa’il seperti Sallam bin
abil Huqaiq, Hayyi bin Akhtab, Kinanah bin abil Huqaiq, Hauzah bin Qais al-
Wa’iliy dan Abu Ammar al-Wa’iliy berangkat ke Mekah untuk mengajak kaum
musyrikin Quraisy memerangi Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Mereka berjanji, “Kami akan bersama kalian berperang sampai berhasil
menghancurkan kaum Muslimin.” Mereka juga meyakinkan kaum Quraisy
dengan mengatakan, “Agama kalian itu lebih baik daripada agama
Muhammad.” Tentang orang-orang inilah, Allâh Azza wa Jalla turunkan
firman-nya : ‫ِين َك َفرُوا‬ َ ‫ون لِلَّذ‬َ ُ‫ت َو َيقُول‬ َّ ‫ت َو‬
ِ ‫الطا ُغو‬ ِ ‫ون ِب ْال ِج ْب‬ ِ ‫ِين ُأو ُتوا َنصِ يبًا م َِن ْال ِك َتا‬
َ ‫ب يُْؤ ِم ُن‬ َ ‫َألَ ْم َت َر ِإلَى الَّذ‬
َ ‫ ٰ َهُؤ اَل ِء َأهْ دَ ٰى م َِن الَّذ‬Apakah kamu tidak memperthatikan orang orang
‫ِين آ َم ُنوا َس ِبياًل‬
yang diberi bagian dari kitab, mereka mengimani sesembahan selain Allâh
dan thagut, serta mengatakan kepada orang kafir(musyrik Mekah) bahwa
jalan mereka lebih benar dari pada orang orang beriman. [An-Nisâ’/4:51]
Setelah sepakat dengan kaum Quraisy, tokoh tokoh Yahudi ini mendatangi
suku Gathafan. Dalam pertemuan dengan tokoh Gathafan mereka mencapai
dua kesepakatan : 1. Suku Gathafan bersedia mengirim pasukan sebanyak-
banyak untuk bergabung dengan pasukan sekutu menyerang kaum Muslimin.
2. Sebagai imbalannya, kaum Yahudi akan menyerahkan hasil panen kurma
Khaibar kepada suku Gathafan selama setahun penuh. KEKUATAN
PASUKAN Berkat kegigihan para tokoh Yahudi Bani Nadhir dan Wa’il
menggalang dukungan, akhirnya sebuah pasukan sekutu berkekutan sangat
besar pun terbentuk. Ibnu Ishâq[3] menyebutkan bahwa jumlah pasukan
sekutu adalah sepuluh ribu pasukan yang terdiri dari kaum musyrik Quraisy,
qabilah Gathafan beserta qabilah-qabilah yang ikut bergabung bersama
mereka. Oleh karena pasukan orang-orang kafir ini terdiri dari berbagai
kelompok, maka peperangan ini disebut juga dengan perang Ahzâb
(beberapa kelompok). Komando tertinggi dipegang oleh Abu sufyan.
Sementara pasukan kaum Muslimin hanya berjumlah tiga ribu saja dan bisa
jadi jumlah musuh melebihi jumlah seluruh Madinah kala itu. PERSIAPAN
KAUM MUSLIMIN DI MADINAH Ketika berita persekongkolan dan rencana
busuk orang-orang kafir ini sampai ke Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam , beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam langsung meresponnya dengan
melakukan persiapan. Diantara persiapan itu adalah : Baca Juga  Perang
Uhud (3) 1. Musyawarah Diantara kebiasaan Rasûlullâh yaitu mengajak para
sahabat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bermusyawarah tentang hal-hal
yang tidak ada wahyunya dari Allâh, baik berkaitan dengan peperangan atau
yang semisalnya.[5] Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta
pendapat para sahabat tentang strategi dalam perang ini. Salah seorang
shahabat yang bernama Salmân al-Farisy mengusulkan agar kaum Muslimin
menggali khandaq (parit) di sebelah utara Madinah yang merupakan satu
satunya jalan terbuka yang bisa di lewati musuh apabila ingin memasuki kota
Madinah.[6] Ide brilian Salman Radhiyallahu anhu ini disetujui oleh Rasûlullâh
dan para sahabat lainnya. Setelah mencapai kata mufakat, akhirnya
penggalian khandaq (parit) pun dimulai. Inilah penggalian parit pertama dalam
sejarah Arab. 2. Menggali Parit Setelah sepakat untuk menggali parit sesuai
usul Salmân al-Fârisiy, kaum Muslimin pun bergegas untuk
melaksanakannya. Parit yang diharapkan bisa memisahkan kaum Muslimin
dengan musuh ini terus dikebut pengerjaannya supaya bisa selesai sebelum
musuh datang ke Madinah. Para Ulama ahli sirah berbeda pendapat tentang
waktu yang dibutuhkan untuk penggalian parit ini, berkisar antara enam
sampai dua puluh empat hari.[7] Para shahabat sangat bersemangat dan
antusias menggali parit karena Rasûlullâh juga ikut bersama mereka dan
tidak jarang mereka meminta bantuan Rasûlullâh untuk memecahkan batu
batu besar yang tidak sanggup mereka pecahkan. Untuk memompa
semangat para shahabat, Rasûlullâh berkali kali melantunkan sya’ir yang
kemudian dijawab oleh para shahabat. Seorang shahabat al-Barrâ` bin Azib
bercerita, “Pada waktu perang Ahzâb atau Khandaq, aku melihat Rasûlullâh
mengangkat tanah parit, sehingga debu-debu itu menutupi kulit beliau dari
(pandangan) ku. Saat itu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersenandung
dengan bait-bait syair yang pernah diucapkan oleh Ibnu Rawâhah, sambil
mengangkat tanah beliau bersenandung : ‫صلّ ْي َنا‬ َ ‫ص ّد ْق َنا َواَل‬ َ ‫اللّ ُه َّم لَ ْواَل أنت َما اهْ َتدَ ْي َنا َواَل َت‬
‫ّت اَأْل ْقدَ ا َم إنْ اَل َق ْي َنا إ ّنا األلى قد َب َغ ْوا َعلَ ْي َنا َوِإنْ َأ َرا ُدوا فِ ْت َن ًة َأ َب ْي َنا‬
ْ ‫ َفَأ ْن ِزلَنْ َسكِي َن ًة َعلَ ْي َنا َو َثب‬Ya Allah,
seandainya bukan karena-Mu, maka kami tidak akan mendapatkan petunjuk,
tidak akan bersedekah dan tidak akan melakukan shalat, Maka turunkanlah
ketenangan kepada kami, serta kokohkan kaki-kaki kami apabila bertemu
dengan musuh. Sesungguhnya orang-orang musyrik telah berlaku semena-
mena kepada kami, apabila mereka menghendaki fitnah, maka kami
menolaknya.’ Beliau menyenandungkan bait-bait itu sambil mengeraskan
suara diakhir.”[8] Mendengar Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melantunkan
bait syair, para shahabatpun tidak mau tertinggal. Mereka mengatakan: ُ‫َنحْ ن‬
ً‫ الَّ ِذي َْن َبا َيع ُْوا م َُحمَّداً َعلَى ْاإِل َسالَ ِم َما َب َق ْي َنا َأ َبدا‬Kami adalah orang-orang yang telah berbaiat
kepada Muhammad untuk setia kepada Islam selama kami masih hidup
Ucapan ini di jawab oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
do’a : Baca Juga  Hamzah Bin Abdul-Muthallib Dan Umar Bin Khaththab
Menyambut Seruan Islam ‫ار َو ْال ُم َها ِج َر ِة‬ َ ‫اركْ فِي اَأل ْن‬
ِ ‫ص‬ ِ ‫ اللَّ ُه َّم ِإ َّن ُه الَ َخي َْر ِإالَّ َخ ْي ُر اآلخ َِر ِة َف َب‬Ya,
Allah sesungguhnya tiada kebaikan kecuali kebaikan akhirat maka berikanlah
berkah kepada kaum Anshâr dan Muhajirin[9] Demikianlah semangat kaum
Muslimin ketika menggali parit yang bisa diselesaikan dalam waktu yang
relatif singkat untuk ukuran saat itu, dengan berbagai kendalaseperti
kekurangan peralatan, kurang makanan, cuaca Madinah yang sangat dingin
ditambah lagi dengan sikap orang-orang munafiq yang terus berusaha
mengikis semangat para shahabat.[10] Meski demikian, semangat yang
didasari iman yang kuat membuat mereka tidak pernah surut membela agama
Allâh dan Rasul-Nya. Pasca penggalian parit Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam memerintahkan agar para wanita dan anak kecil ditempatkan di salah
satu benteng terkuat di Madinah milik Bani Haritsah[11] dan beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam menunjuk Abdullah bin Ummi maktum z untuk
menggantikannya di Madinah selama peperangan. Kemudian Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai menyusun setrategi untuk menghadapi
musuh. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh para shahabat untuk
membelakangi gunung Sila’, menghadap khandaq yang sekaligus sebagai
penghalang mereka dari pasukan sekutu.[12] PELAJARAN DARI KISAH 1.
Ketauladan dan contoh yang baik dari seorang pemimpin sangat
mempengaruhi pengikutnya. Sebagaimana para shahabat yang terus
semangat menggali parit bersama Rasûlullâh meski mereka sangat lapar. 2.
Di syari’atkan untuk musyawarah demi mencari ide terbaik dalam perkara
penting yang tidak ada nashnya dari wahyu. [Disalin dari majalah As-Sunnah
Edisi 12/Tahun XIV/1431H/2010. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah
Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183
Telp. 0271-761016] _______ Footnote [1]. As-Sîratun Nabawiyah, Ibnu Katsir,
3/180 [2]. Sumber yang sama dengan yang sebelumnya. [3]. As-Sîratun
Nabawiyah fi Dhau’il Mashâdiril Ashliyyah, hlm. 445 [4]. Ar-Rahîqul Makhtûm,
hlm. 303 [5]. As-Siyâsah as-Syar’iyyah tentang pembahasan musyawarah [6].
Madinah ibarat sebuah benteng yang tertutup dan dikelilingi oleh bangunan,
perkebunan, dan tanah bebatuan yang sulit di lewati hewan tunggangan atau
manusia sekalipun (as-Sîratun Nabawiyah as-shahîhah, al-Umariy, hlm. 420,
lihat juga Thabaqât al-Qubra oleh Ibnu Sa’ad:2/66- 67) [7]. As-Sîratun
Nabawiyah fi Dhau’il Mashâdiril Ashliyyah, hlm. 447 [8]. Fathul Bâri, (Ta’lîq
Syaikh Bin Baz, Bab Ghazwatil Khandaq:(6/46) dan Shahîh Muslim, Bab
Ghazwatul Ahzâb, 5/187 [9]. Fathul Bâri (Ta’lîq Syaikh Bin Baz, Bab
Ghazwatil Khandaq:(6/46) [10]. Sikap kaum munafiq ini di ceritakan oleh Allâh
di Sembilan ayat pada QS. Al-Ahzâb/33:11-20 [11]. As-Sîratun Nabawiyah,
Ibnu Katsir, 3/1197, Zâdul Ma’âd, 3/240 [12]. Lihat Rujukan yang sama.

Referensi: https://almanhaj.or.id/4079-perang-khandaq.html

PERTEMPURAN KHANDAQ Ketika pasukan sekutu tiba di Madinah, mereka


dikagetkan dengan parit yang menghalangi jalan mereka memasuki Madinah
untuk menyerang kaum Muslimin. Berbagai upaya, mereka lakukan untuk
menerobos parit, namun selalu gagal, karena diseberang sana ada kaum
Muslimin yang siap menghujani mereka dengan anak panah. Akhirnya
mereka memutuskan untuk mengepung kota Madinah. Pengepungan ini
berlangsung selama satu bulan.[1] Selama pengepungan tidak ada kontak
senjata, yang ada hanya saling lempar dengan panah. Karena melihat tidak
ada kepastian, beberapa prajurit berkuda dari Quraisy seperti Amru bin Abdi
Wudd, Ikrimah bin Abi Jahal, Hubairah bin Abi Wahab dan Dhirar bin al-
Khathab berusaha menerobos parit dan mereka berhasil, kemudian terjadilah
perang tanding antara Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu dengan Amru bin
Abdi Wudd dan Ali berhasil membunuhnya, sementara yang lain melarikan
diri dan kembali ke pasukan Quraisy. Disebutkan juga dalam perang tanding
ini, Zubair Radhiyallahu anhu berhasil membunuh Naufal bin Abdillah.[2]
Walaupun peperangan khandaq tanpa pertempuran langsung akan tetapi
sangat menguras perhatian Rasûlullâh dan kaum Muslimin, sehingga beliau
dan para shahabat tersibukkan dari shalat Ashar dan melaksanakannya
setelah matahari terbenam.[3] KISAH NUA’IM BIN MAS’UD DAN
KHUZAIFAH BIN AL-YAMAN Ada beberapa kisah menarik dalam peperangan
ini yang bisa kita ambil pelajaran darinya, misalnya : 1. Kisah Nu’aim bin
Mas’ûd[4] : Beliau berasal dari qabilah Gathafan yang datang pada saat
perang khandaq kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
menyatakan diri masuk Islam kemudian menawarkan diri untuk melakukan
apa yang di perintahkan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Nua’im,”Engkau hanyalah
salah seorang dari kami, tapi berusahalah menolong kami semampumu,
sesungguhnya perang adalah tipu daya.”[5] Berita keislaman Nu’aim
Radhiyallahu anhu belum terdengar oleh orang-orang kafir sehingga beliau
memanfaatkan momen ini untuk mengadu domba Quraisy dengan bani
Quraizhah. Dan sejak saat itu, kedua golongan ini saling mencurigai dan
saling meragukan.[6] 2. Kisah Hudzaifah bin al-Yaman Beliau Radhiyallahu
anhu menceritakan sendiri pengalamannya ketika diperintah oleh Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mencari informasi tentang musuh.
Hudzaifah Radhiyallahu anhu mengatakan : “Suatu malam dalam perang
Ahzâb, ketika angin bertiup kencang dan udara dingin menusuk tulang,
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Adakah orang yang
sanggup mencarikan berita tentang musuh untukku ? Semoga Allâh Azza wa
Jalla menjadikannya bersamaku di surga.”(Tiga kali Rasûlullâh mengulangi
ucapan tersebut) dan para shahabat terdiam dan tidak ada satupun yang
menjawab. Lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai
Hudzaifah, berdirilah, cari dan beritahukanlah kami kabar mengenai musuh!”
Aku tidak punya pilihan, aku harus berdiri, karena Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam jelas memanggil namaku. Beliau bersabda, “Pergi dan carilah kabar
mengenai musuh, dan jangan kamu mengagetkan mereka tentang diriku.”
Tatkala aku mulai beranjak dari sisi Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
seakan-akan aku berjalan dalam udara hangat (tidak kedinginan dan tidak
berangin seperti yang dirasakan oleh orang lain-red), sampai aku berhasil
mendekati mereka, lantas aku melihat Abu Sufyân yang sedang
menghangatkan badannya dengan api, maka aku langsung menaruh anak
panah pada busurnya dan membidikkannya kearah Abu Sufyan, sekiranya
aku tidak ingat pesan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , ‘Jangan kamu
mengagetkan mereka dengan diriku.’ niscaya aku telah melepaskan anak
panahku dan mesti akan mengenai sasaran. Lalu aku kembali dengan
berjalan kaki dalam kehangatan. Kemudian aku menemui Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam dan melaporkan kondisi musuh. Setelah itu aku pergi, tiba-
tiba aku mulai merasakan kedinginan, lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menyelimutiku dengan kain burdah yang biasa Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam pakai shalat , kemudian aku tertidur sampai pagi. Keesokan
harinya, beliau bersabda, “Bangun, wahai orang yang banyak tidur.”[7] Baca
Juga  Ancaman Kaum Quraisy Dan Izin Perang ALLAH MENOLONG RASUL-
NYA DAN KAUM MUSLIMIN Sebulan sudah lamanya, pasukan sekutu
mengepung kaum Muslimin, akhirnya pertolongan Allâh Azza wa Jalla yang
dinanti-nanti kehadirannya datang pula. Bentuk pertolongan Allâh Azza wa
Jalla diabadikan dalam al-Qur’ân : ‫ِين آ َم ُنوا ْاذ ُكرُوا نِعْ َم َة هَّللا ِ َعلَ ْي ُك ْم ِإ ْذ َجا َء ْت ُك ْم جُ ُنو ٌد‬ َ ‫َيا َأ ُّي َها الَّذ‬
‫ون بَصِ يرً ا‬ َ ‫“ َفَأرْ َس ْل َنا َعلَي ِْه ْم ِريحً ا َو ُج ُنو ًدا لَ ْم َت َر ْو َها ۚ َو َك‬Wahai orang orang yang
َ ُ‫ان هَّللا ُ ِب َما َتعْ َمل‬
beriman, ingatlah akan nikmat Allâh (yang telah di karuniakan) kepada kalian
ketika datang kepada kalian tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada
mereka angin topan dan pasukan yang tidak dapat kalian melihatnya. Dan
Allâh maha melihat apa yang kamu kerjakan”. [al-Ahzâb/33:9] Angin topan
yang dikirim oleh Allâh Azza wa Jalla itu, benar-benar telah memporak-
porandakan dan berhasilkan melumpuhkan pasukan musuh sehingga Abu
Sufyân mengajak pasukannya untuk pulang dan meninggalkan kota Madinah.
[8] Demikianlah akhir kisah pasukan sekutu yang sangat besar jumlahnya dan
kuat. Mereka tak memiliki kekuatan sedikitpun tatkala berhadapan dengan
Allâh Azza wa Jalla yang Maha kuat dan perkasa yang di tangan-Nya segalan
urusan. Allâh Azza wa Jalla berfirman : ُ ‫ِين َك َفرُوا ِب َغيْظِ ِه ْم َل ْم َي َنالُوا َخيْرً ا ۚ َو َك َفى هَّللا‬ َ ‫َو َر َّد هَّللا ُ الَّذ‬
‫يزا‬ً ‫ان هَّللا ُ َق ِو ًّيا َع ِز‬ َ ‫ِين ْالقِ َتا َل ۚ َو َك‬
َ ‫“ ْالمُْؤ ِمن‬Dan Allâh menghalau orang-orang kafir itu yang
keadaan mereka penuh kejengkelan, karena mereka (juga) tidak memperoleh
keuntungan apa pun. Cukuplah Allâh (yang menolong) menghindarkan orang-
orang mukmin dari peperangan.Dan Allâh Maha Kuat, Maha Perkasa.” [al-
Ahzâb/33:25] Kemenangan yang diperoleh kaum Muslimin itu merupakan
jawaban Allâh Azza wa Jalla terhadap permohonan Rasul-Nya yang berdo’a :
َ ‫ب اهْ ِز ْم اَأْلحْ َز‬
‫اب اللَّ ُه َّم اهْ ِزمْ ُه ْم َو َز ْل ِز ْل ُه ْم‬ ِ ‫يع ْالح َِسا‬ َ ‫ب َس ِر‬ ِ ‫“ اللَّ ُه َّم ُم ْن ِز َل ْال ِك َتا‬Ya Allâh, Rabb yang telah
menurunkan kitab (al-Qur’ân) yang Maha cepat hisab-Nya, kalahkanlah
barisan ahzâb (golongan musyrikin). Kalahkanlah dan guncangkanlah
mereka.”[9] Setelah perang ini Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
merubah strategi perang dari strategi bertahan ke strategi menyerang. Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mulai sekarang, kita akan memerangi
mereka bukan mereka yang memerangi kita,dan kita akan menyerang
mereka.”[10] Baca Juga  Bukti Kenabian Dalam Perang Khandaq Dalam
Perang Khandaq ini, meski berlangsung cukup lama, namun jumlah korban
dari kedua belah pihak tidak banyak. Dari pihak kaum Muslimin yang mati
syahid berjumlah delapan orang, diantaranya Sa’ad bin Muaz yang memiliki
peran dan pengorbanan yang sangat besar untuk membela Islam. Beliau
Radhiyallahu anhu meninggal setelah perang Bani Quraizhah. Beliau
Radhiyallahu anhu meninggal karena luka parah yang dialaminya dalam
perang Khandaq, sementara dari pihak musuh hanya empat orang saja yang
menjadi korban.[11] PELAJARAN PENTING 1. Kedudukan shalat di hati
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat, serta bolehnya
memohonkan keburukan untuk orang kafir yang menyebabkan kaum
Muslimin terlalaikan dari ibadah. 2. Allâh Azza wa Jalla akan memberikan
pertolongan atau kemenangan, jika perantara-perantara kemenangan yang
telah ditetapkan Allâh telah dilaksanakan, bukan semata-mata di tentukan
oleh jumlah pasukan yang sangat banyak atau perbekalan dan persenjataan
lengkap.[12] 3. Seorang pemimpin dituntut untuk merubah strategi dalam
menghadapi musuh sesuai dengan maslahat dan mafsadahnya,
sebagaimana Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merubah strategi
bertahan ke stratetegi menyerang. [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi
02/Tahun XV/1431H/2011. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta,
Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-
761016]

Referensi: https://almanhaj.or.id/4081-pertempuran-khandaq.html

Muqoddimah
Dari waktu ke waktu musibah demi musibah silih berganti menimpa umat islam.
Belum selesai satu musibah, sudah datang kembali musibah yang lain. Makar
dan ujian yang datang dari musuh musuh islam terus menerus mengalir
menimpa umat islam. Belum ditambah dengan kaum munafikin yang menusuk
dari dalam. Mereka semua membuat makar, berkoalisi, bersatu padu,
mengerahkan segala daya upaya untuk menghancurkan umat islam. Sementara
umat islam sendiri, sebagian masih tertidur pulas, hanyut dalam mimpi
mimpinya, dan sebagian yang lain sudah terbangun, sadar dengan apa yang
sedang terjadi, namun bingung dengan apa yang harus dilakukan.

Ya, umat islam dalam kondisi lemah. Bukan hanya lemah ukhrowi, namun juga
lemah secara materi, tenaga, ekonomi, militer, politik, dan lainnya. Maka jadilah
umat islam bulan bulanan musuh musuhnya. Dimana mana umat islam
dihinakan, martabatnya direndahkan, berbagai macam tuduhan dan stempel
negatif diberikan kepada umat islam.

Hal seperti ini tentu saja akan melahirkan keraguan dan pesimistis akan janji dan
pertolongan Allah di hati sebagian kaum muslimin yang mental dan jiwanya tidak
kokoh dengan iman. Sehingga perlu bagi kaum muslimin untuk kembali
menelaah sejarah, bahwa kondisi yang terjadi saat ini bukanlah hal baru yang
menimpa umat islam. Dalam beberapa periode sejarah kaum muslimin telah
mengalami ujian dan goncangan yang sangat dahsyat. Namun meskipun begitu,
kaum muslimin tetap menjadi pemenang. Dan salah satu episode sejarah
tersebut adalah peristiwa perang ahzab.

Peperangan peperangan di Zaman Rosulullah


Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
Sepanjang sejarah kehidupan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah
berlangsung banyak sekali peperangan. Baik peperangan yang beliau pimpin
sendiri, atau yang tanpa keikutsertaan beliau. Yang jika kita memperhatikan
peperangan peperangan yang terjadi, kita akan menyaksikan kemenangan yang
silih berganti antara kaum Muslimin dan musuh-musuhnya. Hal ini sebagaimana
yang dijelaskan oleh Abu Sufyan kepada Heraklius sebelum keislamannya, “Dia
mengalahkan kami dalam satu peperangan dan kami mengalahkannya pada
peperangan yang lain.”[1]

Peperangan besar dimulai dengan perang Badar[2]. Yang meskipun dengan


jumlah dan persiapan yang jauh dibanding kaum Quraisy, kaum muslimin
mendapatkan kemenangan. Kemudian dilanjutkan dengan perang Uhud[3], yang
dalam perang ini 70 sahabat mendapat kesyahidan[4], serta kaum muslimin
mendapatkan kerugian dengan meninggalnya tokoh tokoh besarnya[5].

Hingga kemudian sampai pada perang Ahzab, di mana kaum kafir Quraisy
memutuskan akan melancarkan serangan pamungkas dan mengangkhiri
serangkaian peperangan yang mereka lancarkan sebelumnya, untuk meraih
kemenangan akhir.
Allah mengabadikan kisah perang ini dalam Al Qur’an. Bahkan salah satu nama
surat dalam Al Qur’an diambil dari nama perang ini, dikarenakan merupakan
pokok pembahasan dalam surat tersebut. Hal ini menunjukan urgensi dan
banyaknya pelajaran yang bisa diambil dari kisah perang Ahzab.

Waktu dan sebab terjadinya perang Ahzab


Mayoritas ulama mengatakan bahwa perang Ahzab terjadi pada bulan Syawal
tahun ke lima Hijriyah[6]. Adapun penyebab berlangsungnya peperangan ini
adalah kedengkian Yahudi Bani Nadhir terhadap kaum Muslimin[7]. Pasca
kekalahan kaum Muslimin dalam perang Uhud, yang diteruskan dengan
pertempuran pertempuran dan manuver militer kecil kecilan selama lebih dari
satu tahun, ketenangan dan kedamaian kembali normal. Hanya saja kaum
Yahudi yang menerima pelecehan dan kehinaan karena ulah mereka sendiri
yang berkhianat, berkonspirasi dan melakukan makar, tidak mau terima begitu
saja. Apalagi semakin bertambahnya hari membawa keuntungan bagi kaum
Muslimin, dan pamor kekuasaan mereka semakin baik. Hal demikian membuat
kaum Yahudi semakin amarah.

Mereka pun kembali merancang konspirasi baru terhadap orang orang Muslim
dengan menghimpun pasukan, sebagai persiapan untuk menyerang mereka
secara totalitas, hingga tidak tersisa lagi satupun kaum Muslimin.

Bagitu juga dipihak lain kaum Quraisy merasa belum puas dengan apa yang
menimpa kaum muslimin pada perang uhud. Mereka belum mampu untuk
memusnahkan kaum muslimin secara totalitas. Yang dengan masih adanya
kekuatan kaum muslimin di madinah, telah menghambat jalan perdagangan
meraka ke Syam[8]. Belum lagi pasca perang uhud pengiriman pasukan kecil-
kecilan dari kaum muslimin masih berlanjut. Yang mengancam keberlangsungan
perdagangan mereka menuju Syam. Maka merekapun berkeinginan untuk
melancarkan serangan kembali kepada kaum muslimin.

Dari pihak yahudi, sekitar dua puluh pemimpin dan pemuka Yahudi Bani
Nadhir[9] mendatangi berbagai kabilah[10]. Orang orang Quraisy, Ghathafan,
dan kabilah kabilah lain mereka ajak untuk menyerang kaum Muslimin secara
bersamaan. Mereka mangatakan kepada orang Quraisy, “Sesungguhnya agama
kalian lebih baik dari agama Muhammad dan kalian lebih berhak atasnya….”[11].
Mereka pun menyambut gembira ajakan tersebut. Maka secara serentak
bergabunglah pasukan perang yang terdiri dari Quraisy, Kinanah, Ghathafan dan
kabilah-kabilah lainnya, hingga terkumpul jumlah pasukan mencapai sepuluh ribu
prajurit. Mereka berkumpul untuk satu tujuan, yaitu menyerang kaum Muslimin
yang berada di Madinah.
Maka mulailah mereka semua bergerak menuju kota Madinah. Hingga beberapa
hari mereka akhirnya sampai, berkumpul di sekitar madinah, dengan jumlah
yang sangat banyak, sepuluh ribu pasukan perang. Yang jika dibandingkan
dengan seluruh penduduk Madinah, termasuk wanita, anak anak, pemuda, dan
anak anak, maka jumlah mereka masih lebih banyak[12].

Persiapan kaum Muslimin menghadapi


peperangan
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendengar berita tentang
rencana kaum Kufar yang telah berkumpul untuk menyerang kaum Muslimin,
maka beliau segera berkumpul bersama para sahabatnya untuk bermusyawarah.
Setelah berdiskusi panjang lebar, mereka sepakat melaksanakan usulan Salman
Al Farisy Rodhiyallahu ‘anhu[13], yaitu untuk menggali parit. Maka mulailah
kaum Muslimin bersungguh sungguh menggali parit. Rosulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam pun ikut terjun ke lapangan menggali parit bersama para
sahabatnya.

Baca Juga: Pelajaran dari Perang Badar

Beberapa kejadian penting dalam penggalian


parit
Penggalian parit bukanlah pekerjaan yang ringan. Apalagi dalam cuaca yang
sangat dingin ketika itu. Belum ditambah dengan keterbatasan makanan, hingga
dikisahkan bahwa mereka bahkan tidak makan selama tiga hari. Namun
begitulah iman, keteguhan iman mereka tidak menjadikan mereka putus asa.
Bahkan mereka sangat bersemangat dalam menggali parit, ditambah
keikutsertaan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersama mereka. Maka
tidak membutuhkan waktu lama selesailah mereka menggali parit.

Ketika kaum Muslimin dalam pekerjaannya menggali parit, banyak terjadi


peristiwa yang ajaib. Yang mana ini merupakan tanda kenabian
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Diantaranya adalah apa yang terjadi
pada Jabir bin Abdullah Rodhiyallahu ‘anhu. Dia melihat Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam yang dalam keadaan tersiksa karena rasa lapar yang sangat.
Maka dia menyembelih seekor hewan dan istrinya menanak satu sha’ tepung
gandum. Setelah masak, Jabir membisiki Rasulullah secara pelan pelan agar
datang ke rumahnya bersama beberapa sahabat saja. Tapi beliau justru berdiri
dihadapan semua orang yang sedang menggali parit yang berjumlah seribu
orang, lalu mereka melahap makanan yang tak seberapa banyak hingga semua
kenyang. Bahkan masih ada sisa dagingnya, begitu pula adoanan tepung roti.

Ada yang lebih menakjubkan dari kisah di atas, yaitu apa yang dikisahkan oleh
Al Barra Rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Saat menggali parit, dibeberapa
tempat kami terhalang oleh tanah yang sangat keras dan tidak bisa digali dengan
cangkul. Kami melaporkan hal ini kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam. Beliau datang mengambil cangkul dan bersabda, “Bismillah…”
Kemudian menghantam yang keras itu dengan sekali hantaman. Beliau
bersabda, “Allah maha besar. Aku diberi kunci-kunci Syam. Demi Allah aku
benar benar bisa melihat istana istananya yang bercat merah pada saat ini”. Lalu
beliau menghantam untuk yang kedua kalinya bagian tanah yang lain. Beliau
bersabda lagi, “Allah Maha Besar, aku diberi tanah Persi. Demi Allah saat inipun
aku bisa melihat istana Mada’in yang bercat putih”. Kemudian beliau
menghantam untuk yang ketiga kalinya, dan bersabda, “Bismillah….”. Maka
hancurlah tanah atau batu yang masih menyisa. Kemudian beliau beliau
bersabda: “Allah Maha Besar, aku diberi kunci kunci Yaman. Demi Allah, dari
tempatku ini aku bisa melihat pintu pintu gerbang Shan’a”.

Itulah diantara peristiwa menakjubkan yang terjadi ketika penggalian parit. Hal ini
menunjukan kenabian beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sehingga menambah
keyakinan  dan harapan orang orang beriman kepada Allah ta’ala. Berbeda
dengan orang orang yang berpenyakit di dalam hatinya, mereka justru mengolok
ngolok Rasulullah Shallallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Mereka mengatakan kepada
yang lain, “lihatlah apa yang dikatakan oleh Muhammad, dia menjanjikan kepada
kalian kunci-kunci Yaman, Istana Madain, dan pintu-pintu gerbang Shan’a,
padahal saat ini, menghancurkan satu batu besar saja tidak bisa, sungguh ini
adalah penipuan”. Inilah sikap orang Munafik sepanjang zaman terhadap janji
Allah.

Bagaimana peperangan berlangsung?


Ketika orang orang musyrik hendak melancarkan serbuan ke arah orang orang
Mu’min dan menyerang Madinah, ternyata mereka harus berhadapan dengan
parit. Karena itu mereka memutuskan untuk mengepung orang orang Muslim di
Madinah. Padahal tatkala keluar dari rumah, mereka tidak siap untuk melakukan
pengepungan. Karena mereka sama sekali tidak mengenal siasat perang yang
dilakukan oleh kaum Muslimin pada saat itu, dan mereka sama sekali tidak
memperhitungkannya.
Akhirnya pasukan Ahzab mendirikan kemah di luar parit. Beberapa kali pasukan
berkuda Ahzab berusaha menyeberang parit, namun usaha mereka selalu gagal
setelah pasukan Muslimin menghalau mereka dengan hujan anak panah.

Di saat seperti itu, Yahudi bani Quraidhah yang tinggal di Madinah merobek isi
perjanjian damai dengan Rasulullah. Tidak hanya itu, mereka juga bersiap-siap
melakukan pengkhianatan dan membantu pasukan Ahzab untuk menghabisi
kaum Muslimin. Akibatnya, umat Islam menghadapi musuh yang besar di luar
dan musuh di dalam.

Akhir peperangan dan kekalahan kaum


Musyrikin
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahakan seorang sahabatnya
yang baru masuk Islam dari Ghothofan yang bernama Nu’aim bin Mas’ud untuk
membuat tipu muslihat diantara kaum kufar. Maka seketika itu juga dia
mendatangi Bani Quroidhoh, yang menjadi teman karibnya semasa jahiliyah, dan
mendatangi Ghothofan untuk memecah belah mereka.

Rencana ini pun berhasil. Nu’aim mampu memperdayai kedua belah pihak dan
menciptakan perpecahan di barisan musuh, sehingga semangat mereka
menurun drastis.

Sementara orang orang Muslim selalu berdoa kepada Allah, dan


Rasulullah Shalalllahu ‘alaihi wasallam juga berdoa untuk kemalangan
musuh:  “Ya Allah yang menurunkan Al Kitab, yang cepat hisab Nya, kalahkanlah
pasukan musuh. Ya Allah, kalahkanlah dan goncangkanlah mereka”.

Allah mendengar doa Rosul Nya dan kaum Muslimin. Setelah muncul
perpecahan di barisan pasukan Ahzab, dan mereka bisa diperdayai, Allah ta’ala
mengirimkan pasukan berupa angin taufan kepada mereka sehingga kemah
mereka porak poranda. Allah juga mengirim pasukan yang terdiri dari Malaikat
yang membuat mereka menjadi gentar dan kacau, menyusupkan ketakutan di
dalam hati mereka.

Al Qur’an berbicara tentang perang Khondak


Allah ta’ala berfirman (yang artinya): “Hai orang-orang yang beriman, ingatlah
akan ni’mat Allah (yang telah dikurniakan) kepadamu ketika datang kepadamu
tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang
tidak dapat kamu melihatnya . Dan adalah Allah Maha Melihat akan apa yang
kamu kerjakan” (Qs. Al Ahzab: 9).

Imam As Sa’di Rohimahullah berkata, “Allah ta’ala telah menyebutkan nikmatnya


kepada kaum Mu’minin, dan memerintahkan mereka untuk mensyukurinya, yaitu
ketika datang kepada mereka para penduduk Makkah dan Hijaz dari atas
mereka dan para penduduk Najd dari bawah mereka, mereka bersekongkol
dalam menghabisi Rosulullah Shallallalahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabat,
yang itu terjadi pada perang Khandak”.

Kemudian disebutkan dalam ayat selanjutnya: “(Yaitu) ketika mereka datang


kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi
penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu
menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka. Disitulah
diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang
sangat.” (Qs. Al Ahzab: 10-11).

Dalam ayat ini Allah ta’ala menggambarkan ujian dihadapi kaum muslimin ketika
itu. Bagaimana ketakutan yang menyelimuti madinah dan kesusahan yang
menimpa pendudukanya, tidak ada seorangpun kecuali mereka merasakan
ketakutan dan kegelisahan. Pasukan Makkah dan Hijaz datang dari atas mereka,
dari bawah yaitu penduduk Najd, dan sekutu sekutu lainnya,  mereka berkumpul
dalam tujuan yang sama; menyerang kaum Muslimin. Ditambah dengan kaum
yahudi Madinah yang merobek perjanjian, juga pengepungan yang berjalan
cukup lama.

Baca Juga: Mengambil Pelajaran Dari Perang Uhud

Sikap kaum Munafikin


Dalam situasi seperti inilah kemudian sikap penduduk madinah terbagi menjadi
dua. Sebagian tetap berprasangka baik kepada Allah, dan tetap teguh dengan
ajarannya, dan mereka adalah kaum mu’minin. Allah ta’ala berfirman (yang
artinya), “Dan tatkala orang-orang mu’min melihat golongan-golongan yang
bersekutu itu, mereka berkata : “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya
kepada kita”. Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah
menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan.” (QS. Al Ahzab: 33).

Dan sebagian lain adalah kaum munafikin yang mana Allah ta’ala berfirman
tentang mereka (yang artinya): “Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan
orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata :”Allah dan Rasul-Nya tidak
menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya” (QS. Al Ahzab: 12).
Ayat ini berkenaan dengan seorang lelaki dari kaum Anshor yang dipanggil
Qusyair bin Mu’tab, dia mengatakan kepada para sahabat ketika
Rosulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjanjikan kemenangan dan
penaklukan penaklukan atas impremium Yaman, Madain dan Romawi, “Apakah
Muhammad menjanjikan kepada kita kunci kunci Yaman, Istana Mada’in dan
istana Romawi?! Padahal tidak ada seorangpun dari kita yang sanggup
memenuhi kebutuhannya kecuali dia akan terbunuh, demi Allah ini adalah
penipuan”.

Berkata Syaikh As Sa’di Rahimahullah, “Inilah keadaan kaum Munafikin ketika


datang ujian, tidak tetap keimanannya, mereka hanya melihat dari akalnya yang
cendek, tidak melihat ke depan, kecuali hanya mengikuti prasangka dan pikiran
mereka saja”[14]

Allah kembali menggambarkan sikap mereka dalam perang ahzab, “Dan


(ingatlah) ketika segolongan di antara mereka berkata: “Hai penduduk Yatsrib
(Madinah), tidak ada tempat bagimu, maka kembalilah kamu.” Dan sebahagian
dari mereka minta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan berkata :
“Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga).” Dan rumah-
rumah itu sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak lain hanya hendak lari. Kalau
(Yatsrib) diserang dari segala penjuru, kemudian diminta kepada mereka supaya
murtad, niscaya mereka mengerjakannya; dan mereka tiada akan bertangguh
untuk murtad itu melainkan dalam waktu yang singkat” (Qs. Al Ahzab : 13-14).

Allah ta’ala juga berfirman tentang mereka (yang artinya), “Mereka bakhil
terhadapmu, apabila datang ketakutan (bahaya), kamu lihat mereka itu
memandang kepadamu dengan mata yang terbalik- balik seperti orang yang
pingsan karena akan mati, dan apabila ketakutan telah hilang, mereka mencaci
kamu dengan lidah yang tajam, sedang mereka bakhil untuk berbuat kebaikan.
Mereka itu tidak beriman, maka Allah menghapuskan (pahala) amalnya. Dan
yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (Qs. Al Ahzab : 20).

Ayat ayat diatas menggambarkan keadaan kaum munafikin. Bagaimana


kekhawatiran dalam jiwa mereka, dan kepengecutan serta tidak adanya
keyakinan kepada Allah ta’la ketika datang ujian. Bahkan, selain berusaha untuk
meminta izin kepada Rosulullah untuk pulang ke rumah mereka –dengan alasan
rumah mereka kosong, terbuka untuk musuh- mereka juga berusaha
menggembosi dan memprovokator kaum muslimin untuk mengikuti mereka. Hal
ini tidak lain karena ketakutan mereka terhadap kematian.

Namun meskipun begitu, kaum muslimin tidak terhasut dengat apa yang
dihembusakan kaum munafikin. Mereka tetap konsekuen dengan amalan
mereka bersama Rosulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Mereka yakin bahwa
kemenangan tetap berada di tangan kaum muslimin. Hingga datanglah waktu
kemenangan, dengan Allah ta’ala mengirimkan bala tentaranya berupa angin
yang memporak porandakan pasukan Ahzab.

Perang Ahzab telah merubah neraca kekuatan


bangsa arab
Setelah perang Ahzab, neraca kekuatan bangsa arab pun berubah,
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah memprediksikan bahwa Quraisy
telah mengerahkan segala kekuatan yang dimilikinya pada perang ahzab, tak
sebatang anak panahpun yang tersisa di tempat anak panahnya melainkan
mereka telah membidikkannya, dan tak ada sebatang pedangpun yang mereka
punya melainkan mereka telah menghunus dan menyabetkannya. Tak tersisa
lagi kekuatan yang dapat mereka gunakan untuk melancarkan serangan baru di
luar wilayah negerinya. Karena itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, “Sekarang kita yang akan menyerang mereka, dan mereka
tidak akan menyerang kita, kita akan bergerak menyerbu mereka.”[15] Saat
beliau hendak melakukan `umrah pun beliau bersabda, “Sesungguhnya
peperangan telah menggerogoti kekuatan Quraisy dan melemahkan
mereka”[16].

Dan setelah perang Ahzab berlalu kita melihat bahwa Rasulullah Shallallahu


‘alaihi wa Sallam tidak melakukan penyerangan terhadap Quraisy, tapi pergi ke
Mekkah untuk ber`umrah bukan untuk berperang. Bahkan, beliau Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya kami datang bukan untuk
memerangi seorang, akan tetapi kami datang untuk ber`umrah.”

Penutup
Jika kita mau menelaah kembali apa yang terjadi pada peristiwa perang ahzab
diatas, kita akan mendapati situasi yang mirip dengan apa yang dialami kaum
muslimin pada saat ini. Kecuali memang pemerannya saja yang berbeda. Kalau
dahulu kaum Muslimin dalam perang Ahzab dikepung oleh musuh-musuh
mereka dari segala penjuru. Berbagai suku dan kabilah kaum Musrikin ditambah
kaum Yahudi berkumpul bekerja sama untuk menghancurkan Islam dan kaum
Muslimin, maka pada saat ini pun keadaannya tidak jauh berbeda. Orang orang
Yahudi, Nashroni, sekuler, Atheis, Syi’ah, dan orang-orang kafir lainnya bersatu
untuk menghancurkan Islam dan kaum Muslimin. Mereka menyerang Islam dari
segala sisi. Hingga, kalau bukan karena rahmat Allah, tentu agama Islam sudah
musnah dari muka bumi ini.
Maka, mudah mudahan dengan kembali menalaah kisah perang ahzab, bisa
kembali menumbuhkan harapan, serta menambah keyakinan kaum muslimin
bahwa fajar kemenangan akan tetap menjadi milik umat islam. Dan justru
dengan semakin tersudutkannya kaum muslimin, merupakan tanda dekatnya
kemenangan, dan sungguh waktu subuh itu amatlah dekat.

Baca Juga: Islam Tersebar Dengan Pedang?

***

Catatan kaki

[1] Lihat dialog antara Abu Sufyan dan Heraklius selengkapnya dalam Sohihul Bukhori,


Kitab Badaul Wahyu, hadits No. 7

[2] Lihat kisah perang badar dalam Rohiqul Makhtum, Shofiyurrahman Al Mubarokfuri


(Muassasah Ar Risalah, Cet. 1; 2012 H) Hal. 196, Assirah An Nabawiyah As Shohihah,
Dr, Akrom Dhiya Al ‘Umari (Maktabah Ubaikan, Cet.7; 2013) Hal. 399

[3] Lihat kisah perang Uhud dalam Rohiqul Makhtum, Hal. 239 dan Siroh Nabawiyah
Sohihah, Hal. 425

[4] Rohiqul Makhtum, Hal. 276

[5] Diantara mereka ada Hamzah bin Abdul Muthollib Rodhiyallahu ‘Anhu, paman


Rosululullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

[6] Lihat Tahdzib Al Bidayah Wan Nihayah, Hal. 115 dan Siroh Nabawiyah Sohihah hal.
468

[7] Lihat Rohiqul Makhtum, Hal. 292

[8] Lihat siroh nabawiyah sohihah hal 469

[9] Diantara mereka adalah Sallam bin Abil Huqoiq, Huyyay bin Akhtob, Kinanah bin
Robi’ dll (Lihat Tahdzib Al Bidayah Wan Nihayah (2/115))

[10] Rohiqul Makhtum, hal. 296

[11] Tahdzib Al Bidayah Wan Nihayah, hal. 116

[12] Rohiqul Makhtum, hal 294

[13] Tahdzib Al Bidayah Wan Nihayah, hal. 116

[14] Taisirul Karimir Rahman, Hal. 775


[15] Dikeluarkan oleh Imam Bukhori (4109)

[16] Tahdzib Al Bidayah (2/153)

Sumber: https://muslim.or.id/25700-mengambil-pelajaran-dari-perang-ahzab-
1.html

REPUBLIKA.CO.ID, MADINAH -- Perang Khandaq merupakan salah satu


perang yang terkenal dalam sejarah Islam. Di mana, umat Islam menggelar
strategi perang yang unik untuk mengalahkan pasukan musuh.

Peristiwa itu bermula setahun setelah Perang Uhud pada tahun ke-5 Hijriah
kaum di mana kafir Quraisy menggalang kekuatan untuk menghancurkan
kaum Muslimin di Madinah. Kaum kafir Quraisy berkomplot dengan Bani
Sualim, Kinanah, penduduk Tihamah dan Al-Ahabisy. Mereka menggelar
pertemuan di Marru Dzahraan, sekitar 40 kilometer dari Makkah, untuk
melakukan serangan besar-besaran.

Baca Juga

 Sejarah Perang Badar


 

 Mengapa Utsman bin Affan tak Ikut Perang Badar?


 

 Lembah Badar, Saksi Bisu Kemenangan Islam di Perang Badar

Rencana jahat itu terdengar oleh kaum Muslimin di Madinah. Rasulullah SAW
lalu mengajak para sahabat untuk bermusyawarah. Kekuatan tentara musuh
terbilang sangat besar. Menurut Dr Akram Dhiya Al-Umuri dalam Shahih Sirah
Nabawiyah, jumlah kekuatan tentara musuh mencapai 10 ribu orang.Mereka
membawa serta 300 ekor kuda dan 1.500 ekor unta, ujar Dr Akram.
Sementara itu, menurut Ibnu Ishaq dalam Sirah Ibnu Hisyam, jumlah tentara
kaum Muslimin hanya mencapai 3.000 personel. Bahkan, Ibnu Hazm
menyebut jumlah pasukan Islam hanya 900 orang.

Dalam musyawarah itu, Salman Al-Farisi menggulirkan sebuah gagasan yang


cemerlang. Ia mengusulkan agar umat Muslim menggali parit di wilayah utara
kota Madinah, untuk menghubungkan antara kedua ujung Harrah Waqim dan
Harrah Al-Wabrah. Daerah ini adalah satu-satunya yang terbuka di hadapan
pasukan musuh, papar Dr Akram.

Sedangkan sisi lainnya, bagaikan benteng yang bangunannya saling


berdekatan dan dipenuhi pohon-pohon kurma, yang dikelilingi oleh
perkampungan kecil yang menyulitkan unta dan pejalan kaki untuk
melewatinya. Dr Syauqi Syaqi Abu Khalil dalam Athlas Hadith Nabawi, parit
yang digali kaum Muslimin itu terbentang dari utara sampai selatan Madinah.

Panjang parit itu mencapai 5.544 meter, lebarnya 4,62 meter, dan kedalaman
3.234 meter, ungkap DR Syauqi. Dr Akram menyebutkan, panjang parit itu
mencapai 5.000 hasta, dan lebarnya sembilan hasta. Setiap 10 orang
mendapat jatah untuk menggali sekitar 40 hasta.

Usulan Salman Al-Farisi itu diterima Rasulullah SAW beserta para sahabat,
mengingat jumlah pasukan tentara musuh yang begitu besar. Lalu, dimulailah
proses penggalian. Menurut Dr Akram, kaum Muhajirin bertanggung jawab
untuk menggali dari sekitar benteng Ratij di sebelah timur sampai benteng
Dzubab.

Sedangkan kaum Anshar menggali mulai dari benteng Dzubab sampai


Gunung Ubaid di sebelah barat, tutur Dr Akram.  Menurut Dr Syauqi, proyek
pengerjaan parit yang dilakukan secara gotong-royong itu berhasil
diselesaikan selama 9-10 hari. As-Samhudyy dalam Wafa al-Wafa
menyebutkan, proses pengerjaan parit itu hanya memakan waktu selama
enam hari.
Tak mudah bagi kaum Muslimin menggali parit sepanjang lebih dari lima
kilometer itu. Dalam Fathul Bari  dikisahkan,  pada saat itu kondisi Kota
Madinah sangat dingin. Tak hanya itu, kaum Muslim pun kekurangan bahan
makanan sehingga dilanda kelaparan.

Untuk kesekian kalinya orang-orang Yahudi yang hidup aman di sisi


Rasulullah kembali berbuat makar. Mereka menghasut musyrikin
Quraisy dan kabilah arab lainnya untuk menyerang Madinah. Tak
hanya itu, mereka juga menikam pasukan kaum muslimin dari
belakang.

Peristiwa ini terjadi pada bulan Syawal tahun kelima hijriyah, menurut
pendapat yang paling tepat. Karena sebagian ulama berbeda
pendapat tentang waktu terjadinya peristiwa besar ini. Ibnu Hazm
berpendapat bahwa kejadian ini terjadi pada tahun keempat hijriyah.
Sedangkan ulama lainnya seperti Ibnul Qayyim merajihkan bahwa
peristiwa ini terjadi tahun kelima hijriyah. (Zadul Ma’ad, 3/269-270)

Di antara sebab peristiwa ini ialah seperti yang diceritakan oleh Ibnul
Qayyim (Zadul Ma’ad, 3/270). Beliau mengatakan:
Ketika orang-orang Yahudi melihat kemenangan kaum musyrikin atas
kaum muslimin pada perang Uhud, dan mengetahui janji Abu Sufyan
untuk memerangi muslimin pada tahun depan (sejak persitiwa itu),
berangkatlah sejumlah tokoh mereka seperti Sallam bin Abil Huqaiq,
Sallam bin Misykam, Kinanah bin Ar-Rabi’, dan lain-lain ke Makkah
menjumpai beberapa tokoh kafir Quraisy untuk menghasut mereka
agar memerangi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan
mereka menjamin akan membantu dan mendukung kaum Quraisy
dalam rencana itu. Quraisy pun menyambut hasutan itu.
Setelah itu, tokoh-tokoh Yahudi tadi menuju Ghathafan dan beberapa
kabilah Arab lainnya untuk menghasut mereka. Maka disambutlah
hasutan itu oleh mereka yang menerimanya. Kemudian, keluarlah
Quraisy yang dipimpin Abu Sufyan dengan 4.000 personil, diikuti Bani
Salim, Bani Asad, Bani Fazarah, Bani Asyja’, dan Bani Murrah.
Orang-orang Ghthafan juga keluar dipimpin ‘Uyainah bin Hishn.
Mereka bertolak menuju Madinah dengan kekuatan 10.000 orang.
Mendengar persiapan mereka, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam bermusyawarah dengan para shahabat sebagaimana
kebiasaan beliau menghadapi berbagai persoalan. Dalam
musyawarah itu, Salman menyarankan agar bertahan di Madinah dan
membuat parit perlindungan di sekitarnya. Usulan ini disambut oleh
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat lainnya.
Merekapun mulai bekerja siang malam menggali parit itu. Bahkan
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam ikut serta mencangkul,
mengangkat pasir dan seterusnya. Demikian diriwayatkan oleh Al-
Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya dari Al-Barra`
ِ ِ
‫اب َش َعَر‬ َ ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم َي ْو َم اخْلَْن َدق َو ُه َو َيْن ُق ُل التَُّر‬
ُ ‫اب َحىَّت َو َارى التَُّر‬ َ َّ ‫ت النَّيِب‬
ُ ْ‫َرَأي‬
ِ ‫الش ع ِر وه و يرجَتِ ز بِرج ِز عب ِد‬ ِ ِ
:‫اهلل‬ َْ ََ ُ ْ َ َ ُ َ َ َّ ‫ص ْد ِره َو َك ا َن َر ُجالً َكث َري‬ َ
‫صلَّْي َنـا‬
َ َ‫ص َّد ْقنَـا َوال‬
َ َ‫َد ْينَا َوالَ ت‬ ‫ـت َم‬َ‫ا ْاهت‬
َ ْ‫ـم َلـ ْوالَ َأن‬
َّ ‫اللَّ ُه‬
‫َد َام ِإ ْن الََقْي َنـا‬ ِ ِّ‫فََأنْـ ِزلَـن س ِكيـنَةً علَينَــا وثَـب‬
ْ‫ت اَْألق‬ َ َْ َ ْ
‫ْوا َعلَْي َنـا ِإ َذا ََأر ُادوا فِْت َنـةً َأبـَْي َنـا‬ َ‫ـداءَ قَـ ْد َبغ‬
َ ْ ْ‫ِإ َّن ا‬
‫َألع‬
‫هِب‬
ُ‫ص ْوتَه‬
َ ‫َي ْرفَ ُع َا‬
“Saya melihat Rasulullah n pada peristiwa Khandaq sedang
mengangkut tanah sampai tanah itu menutupi bulu dada beliau. Dan
beliau adalah laki-laki yang lebat bulu dadanya. Ketika itu beliau
melantunkan syair Abdullah bin Rawahah sambil menyaringkan
suaranya: “Ya Allah kalau bukan karena Engkau niscaya kami tidak
mendapat petunjuk Tidak bersedekah dan tidak pula shalat Maka
turunkanlah ketenangan atas kami Dan kokohkan kaki kami ketika
bertemu (musuh) Sesungguhnya musuh-musuh telah menzalimi kami
Bila mereka menginginkan fitnah, tentu kami menolaknya”
Dalam riwayat Ahmad dan An-Nasa`i, dari Abu Sukainah dari salah
seorang shahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam lainnya dengan
sanad yang jayyid, disebutkan:
‫ِ‬ ‫حِب‬ ‫ِ‬
‫ت َبْيَن ُه ْم َو َبنْي َ‬‫ص ْخَرةٌ َح الَ ْ‬
‫ت هَلُ ْم َ‬
‫ض ْ‬ ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم َ ْف ِر اخْلَْن َدق َعَر َ‬ ‫لَ َّما ََأم َر النَّيِب ُّ َ‬
‫احيَ ةَ اخْلَْن َد ِق‬ ‫اهلل ص لَّى اهلل علَي ِه وس لَّم وَأخ َذ الْ ِمع و َل ووض ع ِرداءه نَ ِ‬ ‫ول ِ‬ ‫احْلَ ْف ِر َف َق َام َر ُس ُ‬
‫ْ َ َ َ َ َ َ َُ‬ ‫ُ َْ َ َ َ َ َ‬ ‫َ‬
‫ث‬ ‫الس ِم ِ‬ ‫ك ِص ْدقًا وع ْدالً الَ مب د َ ِ ِ ِ ِ‬ ‫ال‪ :‬مَتَّ ِ‬
‫يم‪َ .‬فنَ َد َر ثُلُ ُ‬ ‫يع الْ َعل ُ‬
‫ِّل ل َكل َمات ه َو ُه َو َّ ُ‬ ‫َُ‬ ‫ََ‬ ‫ت َكل َم ةُ َربِّ َ‬ ‫َوقَ َ ْ‬
‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َب ْرقَةٌ‬ ‫ِ ِ‬
‫ض ْربَة َر ُس ول اهلل َ‬
‫احْل ج ِر وس ْلما ُن الْ َفا ِر ِسي قَاِئم يْنظُر َفب ر َق م ع ِ‬
‫ُّ ٌ َ ُ َ َ َ َ َ‬ ‫ََ َ َ َ‬
‫يع‬ ‫الس ِ‬
‫م‬ ‫َّ‬ ‫و‬ ‫ه‬ ‫و‬ ‫ه‬‫ِّل لِ َكلِماتِ ِ‬
‫َ‬ ‫د‬ ‫ب‬‫م‬ ‫ال‬
‫َ‬ ‫ال‬
‫ً‬ ‫د‬
‫ْ‬ ‫ع‬ ‫و‬ ‫ا‬ ‫ً‬‫ق‬ ‫د‬
‫ْ‬ ‫ص‬‫ك ِ‬ ‫َ‬ ‫ب‬
‫ِّ‬ ‫ر‬ ‫ة‬
‫ُ‬ ‫م‬‫مُثَّ ض رب الثَّانِي ةَ وقَ َال‪ :‬مَتَّت َكلِ‬
‫ُ‬ ‫ُ‬
‫َ َ َ‬ ‫َُ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ْ َ َ‬ ‫ََ َ َ َ‬
‫ت َكلِ َم ةُ‬ ‫ب الثَّالِثَ ةَ َوقَ َ‬
‫ال‪ :‬مَتَّ ْ‬ ‫ض َر َ‬ ‫آه ا َس ْل َما ُن مُثَّ َ‬ ‫ت َب ْرقَ ةٌ َفَر َ‬ ‫آلخ ُر َفَب َرقَ ْ‬
‫ث اْ َ‬‫الثلُ ُ‬
‫يم‪َ .‬فنَ َد َر ُّ‬‫ِ‬
‫الْ َعل ُ‬
‫ث الْبَ اقِي َو َخ َر َج‬ ‫الثلُ ُ‬
‫يم‪َ .‬فنَ َد َر ُّ‬‫ُ‬
‫الس ِميع الْعلِ‬
‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َّ‬ ‫و‬‫َ‬ ‫ه‬
‫ُ‬ ‫و‬‫َ‬
‫ِّل لِ َكلِماتِ ِ‬
‫ه‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫د‬ ‫ب‬
‫َ‬‫م‬‫ُ‬ ‫ال‬
‫َ‬ ‫ال‬
‫ً‬ ‫د‬
‫ْ‬ ‫ع‬
‫َ‬ ‫و‬
‫َ‬ ‫ا‬‫ً‬‫ق‬ ‫د‬
‫ْ‬ ‫ك ِ‬
‫ص‬ ‫َربِّ َ‬
‫ك‬ ‫ول ِ‬
‫اهلل َر َْأيتُ َ‬ ‫س‪ ،‬قَ َال َس ْل َما ُن‪ :‬يَ ا َر ُس َ‬ ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه و َس لَّم فَ َ ِ‬ ‫رس ُ ِ‬
‫َأخ َذ ر َداءَهُ َو َجلَ َ‬ ‫َ َ‬ ‫ول اهلل َ‬ ‫َُ‬
‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه‬ ‫ال لَ ه رس ُ ِ‬
‫ول اهلل َ‬ ‫ض ْربَةً ِإالَّ َك انَ ْ‬
‫ت َم َع َه ا َب ْرقَ ةٌ‪ .‬قَ َ ُ َ ُ‬ ‫ض ِر ُ‬
‫ب َ‬ ‫ت َم ا تَ ْ‬
‫ض َربْ َ‬
‫ني َ‬
‫حَ‬
‫ِ‬

‫ال‪ :‬فَِإيِّن‬ ‫ول ِ‬ ‫ك بِاحْلَ ِّق يَا َر ُس َ‬ ‫ِ‬ ‫وسلَّم‪ :‬ي ا س ْلما ُن‪ ،‬رَأي ِ‬
‫اهلل‪ .‬قَ َ‬ ‫ال‪ِ :‬إي‪َ ،‬والَّذي َب َعثَ َ‬ ‫ك؟ َف َق َ‬ ‫ت ذَل َ‬‫ََ َ َ َ َ ََْ‬
‫ت يِل َم َداِئ ُن كِ ْسَرى َو َما َح ْوهَلَا َو َم َداِئ ُن َكثِ َريةٌ َحىَّت َر َْأيُت َه ا‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ت الض َّْربَةَ اُْألوىَل ُرف َع ْ‬‫ضَربْ ُ‬ ‫ني َ‬ ‫حَ‬
‫ال لَ ه من حض ره ِمن َأص حابِِه‪ :‬ي ا رس َ ِ‬ ‫ِ‬
‫ول اهلل‪ْ ،‬ادعُ اهللَ َأ ْن َي ْفتَ َح َه ا َعلَْينَ ا َويُغَن َ‬
‫ِّمنَ ا‬ ‫ب َعيْيَنَّ‪ .‬قَ َ ُ َ ْ َ َ َ ُ ْ ْ َ َ َ ُ‬
‫ِ‬ ‫ِدي ارهم وخُيَ ِّرب بَِأي ِدينَا بِالَدهم‪ .‬فَ َدعا رس ُ ِ‬
‫ت‬‫ض َربْ ُ‬ ‫ك‪ .‬مُثَّ َ‬ ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم بِ َذل َ‬‫ول اهلل َ‬ ‫َُ ْ َ َ ُ‬ ‫ََُْ َ َ ْ‬
‫ول ِ‬ ‫ص َر َو َم ا َح ْوهَلَا َحىَّت َر َْأيُت َه ا بِ َعيْيَنَّ‪ .‬قَ الُوا‪ :‬يَا َر ُس َ‬ ‫ِئ‬ ‫ِ ِ‬
‫اهلل‬ ‫ت يِل َم َدا ُن َقْي َ‬ ‫الض َّْربَةَ الثَّانيَ ةَ َف ُرف َع ْ‬
‫ص لَّى‬ ‫ْادع اهلل َأ ْن ي ْفتَحه ا علَينَ ا ويغَنِّمنَ ا ِدي ارهم وخُيَ ِّرب بَِأي ِدينَا بِالَدهم‪ .‬فَ َدعا رس ُ ِ‬
‫ول اهلل َ‬ ‫َُ ْ َ َ ُ‬ ‫ُ َ َ ََ َ ْ َُ َ َ َ ُ ْ َ َ ْ‬
‫ت يِل َم َداِئ ُن احْلَبَ َش ِة َو َم ا َح ْوهَلَا ِم َن الْ ُق َرى‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬
‫ت الثَّالثَ ةَ َف ُرف َع ْ‬
‫ض َربْ ُ‬ ‫اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم بِ َذل َ‬
‫ك‪ .‬مُثَّ َ‬
ِ
َ ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ِعْن َد َذل‬
‫ َدعُ وا احْلَبَ َش ةَ َم ا‬:‫ك‬ ِ ُ ‫ال رس‬
َ ‫ول اهلل‬ ِ
ُ َ َ َ‫ ق‬.َّ‫َحىَّت َر َْأيُت َه ا ب َعيْيَن‬
‫ َوا ْتُر ُكوا الت ُّْر َك َما َتَر ُكو ُك ْم‬،‫َو َدعُو ُك ْم‬
“Ketika Nabi n memerintahkan penggalian khandaq, ternyata ada
sebongkah batu sangat besar menghalangi penggalian itu. Lalu
Rasulullah n bangkit mengambil cangkul dan meletakkan mantelnya di
ujung parit, dan berkata: “Telah sempurnalah kalimat Rabbmu (Al-
Qur`an) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat
mengubah-ubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Terpecahlah sepertiga batu
tersebut. Salman Al-Farisi ketika itu sedang berdiri memandang, dia
melihat kilat yang memancar seiring pukulan Rasulullah n. Kemudian
beliau memukul lagi kedua kalinya, dan membaca: “Telah
sempurnalah kalimat Rabbmu (Al-Qur`an) sebagai kalimat yang benar
dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah-ubah kalimat-kalimat-Nya
dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Pecah
pula sepertiga batu itu, dan Salman melihat lagi kilat yang memancar
ketika Rasulullah n memukul batu tersebut.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memukul sekali lagi dan
membaca: “Telah sempurnalah kalimat Rabbmu (Al-Qur`an) sebagai
kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah-ubah
kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” Dan untuk ketiga kalinya, batu itupun pecah berantakan.
Kemudian beliau mengambil mantelnya dan duduk.
Salman berkata: “Wahai Rasulullah, ketika anda memukul batu itu,
saya melihat kilat memancar.”
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya: “Wahai
Salman, engkau melihatnya?”
Kata Salman: “Demi Zat Yang mengutus anda membawa kebenaran.
Betul, wahai Rasulullah.”
Rasulullah n bersabda: “Ketika saya memukul itu, ditampakkan
kepada saya Kisra Persia dan sekitarnya serta sejumlah kota
besarnya hingga saya melihatnya dengan kedua mata saya.”
Para shahabat yang hadir ketika itu berkata: “Wahai Rasulullah,
doakanlah kepada Allah agar membukakannya untuk kami dan
memberi kami ghanimah rumah-rumah mereka, dan agar kami
hancurkan negeri mereka dengan tangan-tangan kami.” Maka
Rasulullah n pun berdoa.
“Kemudian saya memukul lagi kedua kalinya, dan ditampakkan
kepada saya kerajaan Kaisar dan sekitarnya hingga saya melihatnya
dengan kedua mata saya.”
Para shahabat berkata: “Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah
agar membukakannya untuk kami dan memberi kami ghanimah
rumah-rumah mereka, dan agar kami hancurkan negeri mereka
dengan tangan-tangan kami.” Maka Rasulullah n pun berdoa.
“Kemudian pada pukulan ketiga, ditampakkan kepada saya negeri
Ethiopia dan desa-desa sekitarnya hingga saya melihatnya dengan
kedua mata saya.” Lalu beliau berkata ketika itu: “Biarkanlah Ethiopia
(Habasyah) selama mereka membiarkan kalian, dan tinggalkanlah
Turki selama mereka meninggalkan kalian.”
Sepeninggal Rasulullah n, terjadilah apa yang diberitakan oleh beliau.
Kedua negara adikuasa masa itu berhasil ditaklukkan kaum muslimin,
dengan izin Allah.
Ketika kaum musyrikin sampai di kota Madinah, mereka terkejut
melihat pertahanan yang dibuat kaum muslimin. Belum pernah hal ini
terjadi pada bangsa Arab. Akhirnya mereka membuat perkemahan
mengepung kaum muslimin. Tidak terjadi pertempuran berarti di
antara mereka kecuali lemparan panah dan batu. Namun sejumlah
ahli berkuda musyrikin Quraisy, di antaranya ‘Amr bin ‘Abdi Wadd,
‘Ikrimah dan lainnya berusaha mencari jarak lompat yang lebih
sempit. Beberapa orang berhasil menyeberangi parit. Merekapun
menantang para pahlawan muslimin untuk perang tanding.
‘Ali bin Abi Thalib z menyambut tantangan tersebut. ‘Ali berkata:
“Wahai ‘Amr, kau pernah menjanjikan kepada Allah, bahwa tidak
seorangpun lelaki Quraisy yang menawarkan pilihan kepadamu salah
satu dari dua hal melainkan kau terima hal itu darinya.”
Kata ‘Amr: “Betul.”
Kata ‘Ali: “Maka sungguh, saya mengajakmu kepada Allah dan Rasul-
Nya, serta kepada Islam.”
‘Amr menukas: “Aku tidak membutuhkan hal itu.”
Kata ‘Ali pula: “Kalau begitu saya menantangmu agar turun
(bertanding).”
Kata ‘Amr: “Wahai anak saudaraku, demi Allah. Aku tidak suka
membunuhmu.”
‘Ali menjawab tegas: “Tapi saya demi Allah, ingin membunuhmu.”
‘Amr terpancing, diapun turun dan membunuh kudanya, lalu
menghadapi ‘Ali.
Mulailah keduanya saling serang, tikam menikam dengan serunya.
Namun pedang ‘Ali bin Thalib berhasil membunuh ‘Amr. Akhirnya para
prajurit berkuda kafir Quraisy lainnya melarikan diri. (bersambung)

Faedah Sirah Nabi: Orang Yahudi


Mengkhianati Piagam Madinah
Muhammad Abduh Tuasikal, MSc  Follow on TwitterSend an emailJanuary 21, 2022

0 8,719 11 minutes read

Perjanjian dengan orang Yahudi atau piagam Madinah  ternyata dilanggar oleh Yahudi.
Berikut lanjutan kisahnya yang kami ambil dari Fiqh As-Sirah karya Syaikh Prof. Dr. Zaid bin
‘Abdul Karim Az-Zaid.

Sumber https://rumaysho.com/31434-faedah-sirah-nabi-orang-yahudi-mengkhianati-piagam-
madinah.html

Sebelumnya ada beberapa poin perjanjian yang dideklarasikan antara orang Yahudi Madinah dengan
orang Islam, mereka hidup dalam masyarakat baru di bawah kepemimpinan Rasulullah. Ada tiga kabilah,
yaitu Bani Qainuqa’, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah yang tidak menepati perjanjian yang telah mereka
sepakati dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan mereka menyerang dan memeranginya
sehingga turunlah surah Al-Hasyr yang berkenaan dengan Bani An-Nadhir, surah Al-Ahzab turun pada
peristiwa Bani Quraizhah.
 

Bani Qainuqa’
Setelah perang Badar (tahun 2 H), Bani Qainuqa’ menampakkan kemarahan, kebencian, serta kedengkian
mereka terhadap orang Islam sehingga mereka pun secara terang-terangan menyatakan permusuhannya.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui mereka untuk menasihati dan mengajak
mereka memeluk Islam. Akan tetapi, mereka enggan, menantang, serta mengancam beliau. Hal ini
bukanlah menjadi sebab satu-satunya permusuhan itu, tetapi ada sebab lain.
Sebab lainnya adalah ketika seorang perempuan muslim pergi ke pasar Bani Qainuqa’, maka seorang
Yahudi berkeinginan agar perempuan tersebut membuka cadarnya. Namun, permintaan itu ditolak. Lalu
dengan sengaja dan diam-diam, Yahudi tersebut mengikatkan ujung pakaian perempuan itu ke lehernya.
Ketika perempuan itu berdiri, maka terbukalah auratnya. Wanita itu pun berteriak sehingga datanglah
seorang muslim menghampiri dan membunuh Yahudi tadi. Melihat hal itu, Yahudi yang lain pun
mendatanginya lalu membunuh muslim tersebut. Kemudian terjadilah pertengkaran antara kaum
muslimin yang ada di sana dengan Bani Qainuqa’.
Ini reaksi yang ditampakkan oleh mereka untuk melahirkan permusuhan, merusak kedamaian, dan
melanggar kehormatan kota Madinah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengepung mereka
dengan ketat. Lalu ‘Abdullah bin Ubay Ibnu Salul menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam seraya berkata, “Hai Muhammad! Berlaku baiklah pada bekas budak-budakku dengan kata-kata
yang baik dan lembut.” Ketika pembicaraan berkepanjangan, dia memasukkan tangannya ke kantong baju
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas beliau pun marah dan berkata, “Apakah mereka bekerja
untukmu?”
Adapun ‘Ubadah bin Ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu–salah seorang Bani ‘Auf bin Khazraj, mereka
mengikat janji setia dengan Ibnu Ubay–, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berlepas tangan dari
mereka. Dalam kejadian ini, Allah menurunkan ayat-Nya yang berkenaan dengan ‘Abdullah bin Ubay Ibnu
Salul,

ٍ ‫يَا َأيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تَتَّ ِخ ُذوا ا ْليَ ُهو َد وَ النَّصَ ارَ ٰى َأوْ ِليَا َء ۘ بَعْضُ ُه ْم َأوْ ِليَا ُء بَع‬
ْ‫ْض ۚ وَ مَن‬
َ‫يَتَوَ لَّ ُه ْم ِم ْن ُك ْم َفِإنَّ ُه ِم ْن ُه ْم ۗ ِإنَّ اللَّ َه اَل يَ ْه ِدي ا ْل َقوْ َم الظَّا ِل ِمين‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa
diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan
mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Maidah: 51)
Kemudian mereka pun diperintahkan oleh Nabi untuk meninggalkan Madinah menuju Syam serta
membawa perbekalan dan harta. Namun, mereka tidak diizinkan untuk membawa senjata.
 

Bani Nadhir
Kaum kafir Quraisy menyurati Yahudi Bani Nadhir dan mengancam mereka dengan penyerangan jika
Muhammad tidak dibunuh. Ketika surat itu diterima oleh Yahudi, Bani Nadhir berkumpul dan menyurati
Nabi dengan permintaan supaya Nabi beserta tiga puluh orang sahabatnya menemui mereka. Ketika
Yahudi menghampiri Nabi, mereka meminta supaya tiga orang keluar beserta beliau. Ketika Nabi keluar
beserta tiga sahabatnya, Yahudi tersebut menyembunyikan senjatanya untuk membunuh beliau. Namun,
seorang perempuan dari mereka memberitahukan kepada keponakannya yang muslim, lalu bergegas
menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan memberitahukannya. Lalu beliau kembali pulang.
Keesokan harinya, mereka dikepung dan diperangi lalu diperintahkan membawa perbekalan dan tanpa
senjata. Kemudian Allah menurunkan surah Al-Hasyr, dan mereka pun diusir kembali. Di antara mereka
ada yang pergi ke Khaibar dan Syam (Syria).
Sebab, pengusiran mereka yang kedua adalah ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi
mereka untuk meminta bantuan dan diyat (denda) terhadap dua orang yang dibunuh oleh Amru bin
Umayah Adh-Dhamiri tetangga yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengambil sumpah
kepada mereka. Mereka pun menjawab, “Baik wahai Abul Qasim, kami akan membantumu.” Kemudian
mereka masuk ke dalam rumah dan membuat siasat untuk menjatuhkan batu kepada beliau dari atas
dinding. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diberitahukan oleh malaikat mengenai tipu daya
mereka, beliau pun bangun dan bergegas pulang ke Madinah. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam memerintahkan kaum muslimin untuk mempersiapkan diri dan pergi untuk memerangi mereka.
Kemudian kaum muslimin mengepung mereka dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam memerintahkan mereka untuk memotong pohon kurma dan membakarnya.
Ibnu Ishaq menyebutkan, “Kaum muslimin mengepung mereka selama enam malam. Lalu sebagian
delegasi dari orang munafik diutus untuk menyiasati dan berjaga-jaga.” “Jika kamu dibunuh, maka kami
pun akan berperang membantu kalian”, demikian kata mereka. Namun, Allah Ta’ala memberikan rasa
takut dalam dada mereka sehingga tidak jadi menolong orang yang sudah mereka janjikan dengan
pertolongan. Lalu mereka meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk pergi
meninggalkan tanah kelahiran mereka dan mereka pun diusir. Begitulah ketetapan Allah terhadap
kelompok Yahudi.
Adapun mengenai Yahudi Bani Quraizhah akan dijelaskan setelah pembahasan perang Ahzab (perang
Khandaq, tahun 5 H). Karena perang Ahzab berkaitan erat dengan perang Bani Quraizhah.
 
Pelajaran yang Bisa Diambil dari Pengkhianatan Piagam
Madinah
Pertama: Perjanjian yang dibuat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan orang Yahudi
menunjukkan bahwa Islam memiliki hukum yang sempurna. Sebagaimana halnya Islam mengatur
hubungan antara seorang hamba dengan Rabbnya, antara satu muslim dan lainnya, bahkan dengan
komunitas non-muslim.
Kedua: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membiarkan orang Yahudi Madinah tinggal di sana dan
memberi jaminan kepada mereka atas keselamatan agama dan harta mereka dengan syarat-syarat yang
telah disepakati.
Ketiga: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu toleran terhadap kaum Yahudi yaitu dengan
membiarkan mereka tinggal di rumah-rumah mereka dengan aman, tanpa mengganggu harta dan
keluarga mereka. Oleh karena itu, hal ini membuktikan bahwa sikap toleransi telah dirintis oleh Islam
secara umum ketika kafir dzimmi dilindungi dan dijamin ketenangan hidup mereka di negeri Islam.
Namun, hal ini tidak dirasakan oleh minoritas muslimin yang tinggal di negeri kafir.
Keempat: Pemenuhan janji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah disepakati dengan orang-
orang Yahudi atau selainnya. Hal ini seperti yang telah diungkapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan dikuatkan oleh firman Allah Ta’ala,
‫وَ َأوْ ُفوا ِب َع ْه ِد اللَّ ِه ِإ َذا عَ ا َه ْدتُ ْم‬
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji.” (QS. An-Nahl: 91)
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,

‫ت ِفي ِه خَ صْ لَ ٌة‬ ْ َ‫ وَ مَنْ َكان‬، ‫َأرْ بَعٌ مَنْ ُكنَّ ِفي ِه َكانَ ُمنَا ِف ًقا خَ ا ِلصً ا‬
ْ َ‫ت ِفي ِه خَ صْ لَ ٌة ِم ْن ُهنَّ َكان‬
‫ وَ ِإ َذا خَ اصَ َم‬، َ‫َّث َك َذبَ وَ ِإ َذا عَ ا َه َد َغدَر‬َ ‫اق َحتَّى يَدَعَ َها ِإ َذا اْؤ تُ ِمنَ خَ انَ وَ ِإ َذا َحد‬
ِ ‫ِمنَ النِّ َف‬
َ‫َف َجر‬
“Ada empat tanda, jika seseorang memiliki empat tanda ini, maka ia disebut munafik tulen. Jika ia memiliki
salah satu tandanya, maka dalam dirinya ada tanda kemunafikan sampai ia meninggalkan perilaku
tersebut, yaitu: (1) jika diberi amanat, khianat; (2) jika berbicara, dusta; (3) jika membuat perjanjian, tidak
dipenuhi; (4) jika berselisih, dia akan berbuat zalim.” (HR. Muslim, no. 58)
Kelima: Penjelasan tentang keji dan buruknya tabiat orang Yahudi, yang selalu menampakkan
permusuhan terhadap Islam dan kaum muslimin. Hal tersebut terlihat ketika tidak berapa lama setelah
membuat perjanjian, mereka pun melanggarnya, mereka telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya.
Kekejian mereka juga tidak hanya pada kata-kata, bahkan sampai ke tahap aksi yaitu ketika mereka
membuat tipu muslihat untuk membunuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun, Allah
melenyapkan dan memusnahkan tipu daya mereka tersebut dan memberikan keselamatan kepada Nabi-
Nya. Mereka juga berusaha untuk membantu Bani Aus dan Khazraj untuk merusak kehormatan orang-
orang Islam.
Keenam: Penjelasan tentang perbuatan yang melampaui batas yang dilakukan oleh orang Yahudi
terhadap perempuan muslim dalam upaya menyingkap wajahnya serta pembelaan seorang muslim
terhadap saudaranya yang muslimah, yang diikuti dengan pengepungan dan pengusiran Yahudi oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal itu menjelaskan tentang mulianya kedudukan kaum
perempuan dalam Islam. Dengan ketinggian dan kemuliaannya, maka Islam tidak akan membiarkan
perempuan dilecehkan. Agama mana yang lebih menjunjung tinggi kedudukan perempuan selain Islam?
Ketujuh: Penjelasan tentang pentingnya hijab bagi wanita muslimah. Wanita Anshar yang disebutkan di
dalam kisah berusaha untuk memperjuangkan harga dirinya, ia tidak rela jika Yahudi tersebut berusaha
untuk melepaskan hijabnya. Yahudi sekarang berusaha dan berjuang supaya wanita Muslimah
menanggalkan hijabnya. Sehingga wanita yang tidak memahami pengtingnya hijab telah berpengaruh
dan ikut menanggalkannya. Padahal hijab itu sebagai pelindung dan pengaman serta kemuliaan bagi diri
wanita.
Kedelapan: Kisah Bani Qainuqa’ menunjukkan bahwa dalam hati orang Yahudi itu ada sifat dengki dan iri
terhadap orang Islam. Ini disebabkan oleh kemenangan yang diperoleh orang Islam dan kekalahan bagi
orang kafir dalam perang Badar. Kedengkian itu semakin tampak ketika mereka berupaya membunuh
Rasulullah dan melanggar perjanjian damai yang telah disepakati.
Kesembilan: Yahudi merupakan orang pertama yang bermusuhan dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam setelah berhijrah. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam ayat yang kemungkinan itu ditujukan
kepada mereka yang dianggap sebagai munafik,
ُ‫َاطي ِن ِه ْم َقالُوا ِإنَّا َم َع ُك ْم ِإنَّمَا نَ ْحن‬
ِ ‫شي‬َ ٰ‫وَ ِإ َذا لَقُوا الَّ ِذينَ آ َمنُوا َقالُوا آ َمنَّا وَ ِإ َذا خَ لَوْ ا ِإ َلى‬
َ‫مُسْ تَ ْه ِزُئون‬
“Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: “Kami telah
beriman”. Dan bila mereka kembali kepada setan-setan mereka, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami
sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok”.” (QS. Al-Baqarah: 14). Syayaathiinihim dalam ayat
yang dimaksud adalah kaum Yahudi. Ini menunjukkan bahwa Yahudi itu termasuk munafik yang lihai
dalam tipu daya. Namun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahuinya.
Kesepuluh: Sikap Yahudi dan musyrikin, baik dulu maupun sekarang, dapat diketahui dari respon mereka
terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan risalahnya. Kedua kelompok tersebut berpendapat
tentang kedatangan Nabi yang baru ini bahwa orang-orang Arab pada umumnya menerima pribadinya,
tetapi menolak wahyu yang dibawanya. Sebaliknya kaum Yahudi menerima ajarannya, tetapi menolak
pribadinya sebagai nabi. Mereka tidak mau menerima seorang nabi di luar mereka. Sebab anggapan
mereka, Yahudi adalah bangsa pilihan. Sejatinya mereka tidaklah meyakini laa ilaha illallah dan
Muhammad Rasulullah.
Kesebelas: Penjelasan tentang sikap kaum Yahudi yang saling membantu dengan orang-orang munafik
untuk melemahkan dan mengalahkan orang Islam. Oleh sebab itu, umat Islam harus menyadari bahwa
kekafiran adalah sama, baik Yahudi, Nasrani, munafik, atheism, maupun penyembahan berhala. Tujuan
dan target mereka hanyalah satu yaitu mereka bersatu untuk memerangi agama Islam dan melakukan
tipu daya terhadap pemeluknya.
Kedua belas: Bagi seorang muslim dilarang untuk menjadikan orang kafir sebagai pemimpin mereka.
Allah Ta’alaberfirman,

‫ُون ا ْل ُمْؤ ِم ِنينَ ۖ وَ مَنْ يَ ْفعَلْ ٰ َذ ِلكَ َفلَيْسَ ِمنَ اللَّ ِه‬ ‫َأ‬
ِ ‫اَل يَتَّ ِخ ِذ ا ْل ُمْؤ ِمنُونَ ا ْل َكا ِف ِرينَ وْ ِليَا َء ِمنْ د‬
‫َصي ُر‬ َ ‫شيْ ٍء ِإاَّل َأنْ تَتَّقُوا ِم ْن ُه ْم تُ َقا ًة ۗ وَ ي َُح ّذِرُ ُك ُم اللَّ ُه نَ ْف‬
ِ ‫س ُه ۗ وَ ِإلَى اللَّ ِه ا ْلم‬ َ ‫ِفي‬
“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-
orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena
(siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap
diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali(mu).” (QS. Ali Imran: 28)
Syaikh As-Sa’di rahimahullah berkata, “Ayat ini menunjukkan larangan bagi orang beriman untuk
bersikap wala’ (loyal) kepada orang kafir dalam hal mencintai, menolong, meminta tolong kepada mereka
pada urusan kaum muslimin. Allah memberikan ancaman ‘Barang siapa berbuat demikian, niscaya
lepaslah ia dari pertolongan Allah’. Ini berarti ia terputus dari Allah. Ia tidak mendapatkan bagian dari
agama Allah. Karena wala’ pada orang kafir tidak menandakan orang tersebut beriman. Karena iman pasti
mengantarkan kepada wala’ kepada Allah dan wali-Nya yang beriman, saling tolong menolong dalam
menegakkan agama Allah dan berjihad melawan musuh-Nya.” (Tafsir As-Sa’di, hlm. 121)
Ketiga belas: Kisah Bani Nadhir yang ingin membunuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
datangnya berita tersebut lewat wahyu, memberikan bukti kepada beliau bahwa,

ِ ‫وَ اللَّ ُه ي‬
ِ َّ‫َعْصمُكَ ِمنَ الن‬
‫اس‬
“Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.” (QS. Al-Maidah: 67)
Keempat belas: Kedatangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui Yahudi Bani Nadhir
menuntut denda terhadap kematian dua orang mukmin, menunjukkan tentang dibolehkannya mengambil
bantuan dan santunan keuangan dari non-muslim jika hal tersebut tidak membahayakan kaum muslimin.
Kelima belas: Pengusiran Bani Nadhir setelah Bani Qainuqa’ menyebabkan timbulnya perpecahan antara
Yahudi dan munafik Madinah, yang membawa kepada pembaharuan perjanjian di pihak Quraizhah
bersama orang Islam selama penawanan Bani Nadhir, timbul semangat untuk menjaga perjanjian tersebut
hingga tercetus perang Ahzab. Sementara orang munafik tidak menepati janji terhadap Bani Nadhir. Hal
tersebut menjelaskan bagi kaum Yahudi bahwa melakukan perjanjian dengan Bani Nadhir tidak akan
memberikan faedah. Dengan berpisahnya dari Bani Nadhir, maka pertahanan Islam semakin kuat, mereka
bisa memetik hasil dari lahan mereka yang diperuntukkan bagi Muhajirin yang Muhajirin sendiri bertahan
hidup dari lahan dan rumah yang dihadiahkan Anshar.
Keenam belas: Sifat Yahudi adalah beretika buruk dan jahat, melakukan tipu daya, tidak saling mencegah
dari dosa dan kemungkaran yang mereka lakukan. Hal ini terbukti dengan apa yang kita lihat mengenai
Yahudi pada zaman sekarang yang merampas hak Palestina dan mengotori kehormatan Baitul Maqdis,
melanggar kehormatan orang-orang muslim, rumah, dan harta mereka. Sifat Yahudi pantas mendapatkan
laknat sebagaimana disebutkan dalam ayat,

‫ْن مَرْ يَ َم ۚ ٰ َذ ِلكَ ِبمَا‬


ِ ‫َان دَاوُو َد وَ ِعيسَى اب‬ ِ ‫لُ ِعنَ الَّ ِذينَ َك َفرُ وا ِمنْ بَ ِني ِإسْرَ اِئي َل عَ لَىٰ ِلس‬
َ‫ َكانُوا اَل يَتَنَا َهوْ نَ عَ نْ ُم ْن َك ٍر َف َعلُو ُه ۚ لَ ِبْئ سَ مَا َكانُوا يَ ْف َعلُون‬, َ‫عَ صَ وْ ا وَ َكانُوا يَعْ تَدُون‬
“Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang
demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak
melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka
perbuat itu.” (QS. Al-Maidah: 78-79)
Ketujuh belas: Peristiwa ini memberikan pelajaran kepada kita untuk melihat dengan mata terbuka dan
mengajarkan kepada kit acara bergaul dengan Yahudi setiap saat, terutama bagi generasi sekarang.
Mereka harus belajar dari pengalaman orang-orang dahulu supaya tidak terjerumus dalam langkah
mereka dan menyebabkan hati tertutup mengikut jejak mereka.
Kedelapan belas: Pengusiran yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap Yahudi
dari Madinah setelah mereka mengkhianati janji, menyebabkan janji itu tidak lagi berkesan dan tidak
mempunyai nilai. Ini dibuktikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri di detik-detik terakhir
ajal beliau untuk mengusir Yahudi dari jazirah Arab.
Kesembilan belas: Yahudi itu sebenarnya mengetahui kenabian dan kebenaran Rasulullah, tetapi karena
hasad, mereka tidak mau beriman kepada Rasulullah. Dalam ayat, Allah menyebutkan tentang sifat
Yahudi,

ْ‫ِع ْن ِد َأ ْنف ُِس ِه ْم ِمن‬ ْ‫سدًا ِمن‬ ِ ‫وَ َّد َك ِثيرٌ ِمنْ َأ ْه ِل ا ْل ِك َتا‬
َ ‫ب َلوْ يَرُ دُّو َن ُك ْم ِمنْ بَ ْع ِد ِإيمَا ِن ُك ْم ُك َّفارً ا َح‬
‫اللَّ َه عَ لَىٰ ُك ِ ّل‬ َّ‫ي اللَّ ُه ِبَأمْ ِر ِه ۗ ِإن‬
َ ‫بَ ْع ِد مَا تَبَيَّنَ لَ ُه ُم ا ْل َح ُّق ۖ َفاعْ فُوا وَ اصْ َف ُحوا َحتَّىٰ يَْأ ِت‬
‫شيْ ٍء َق ِدي ٌر‬َ
“Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran
setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka
kebenaran. Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 109)
Kedua puluh: Permusuhan Yahudi dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah digambarkan
dalam ayat,

‫شرَ ُكوا ۖ وَ لَتَ ِجدَنَّ َأ ْقرَ بَ ُه ْم مَوَ َّد ًة‬ ْ ‫اس عَ دَاوَ ًة ِللَّ ِذينَ آ َمنُوا ا ْليَ ُهو َد وَ الَّ ِذينَ َأ‬ َ ‫لَتَ ِجدَنَّ َأ‬
ِ َّ‫ش َّد الن‬
‫يسينَ وَ رُ ْهبَانًا وَ َأنَّ ُه ْم اَل‬
ِ ‫س‬ ّ ِ ‫ِللَّ ِذينَ آ َمنُوا الَّ ِذينَ َقالُوا ِإنَّا نَصَ ارَ ٰى ۚ ٰ َذ ِلكَ ِبَأنَّ ِم ْن ُه ْم ِق‬
َ‫يَسْ تَ ْك ِبرُون‬
“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang
beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang
paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata:
“Sesungguhnya kami ini orang Nasrani”. Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-
orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak
menyombongkan diri.” (QS. Al-Maidah: 82)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melihat permusuhan dan kezaliman yang dilancarkan oleh Yahudi
terhadap beliau. Sebab, mereka telah terbiasa membunuh para nabi dan rasul serta menentang perintah
dan larangan Allah, serta berusaha menyelewengkan apa yang telah diturunkan dalam kitab sucinya.
Ini sangat berlawanan dari apa yang didapatkan beliau dengan kaum Nashrani Habasyah. Mereka
memberi perlindungan dan pertolongan bagi Muhajirin yang hijrah ke Habasyah karena takut dianiaya
musyrikin Makkah. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim surat kepada raja-raja dan
pemimpin kabilah, maka raja Nashrani termasuk orang yang baik dalam cara menolak surat beliau.
Heraklius, raja Romawi di Syam mencoba meyakinkan rakyatnya untuk menerima Islam, tetapi usahanya
tersebut tidak berhasil. Meskipun demikian, cara penolakannya tergolong baik, ia takut tergeser
kedudukannya.
Muqauqis, pembesar Qibthy di Mesir juga tergolong baik penolakannya terhadap ajakan beliau, walaupun
ia tidak begitu tertarik dengan Islam, tetapi ia mengirimkan hadiah yang baik untuk Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Ketika Syiria dan Mesir ditaklukkan, maka diperkenalkanlah kepada penduduknya tentang
Islam dan mereka pun berbondong-bondong memeluk Islam.

Sumber https://rumaysho.com/31434-faedah-sirah-nabi-orang-yahudi-mengkhianati-piagam-
madinah.html

Mengenal Perang Khandaq, Peristiwa


Besar Islam pada 31 Maret
Pernah terjadi peristiwa besar yang melibatkan umat Islam zaman dulu yakni Perang Khandaq.
Perang tersebut melibatkan pasukan Islam melawan pasukan Quraisy dan Yahudi.

Perang Khandaq tepatnya terjadi pada pada 31 Maret 672. Perang Khandaq merupakan peristiwa
bersejarah yang melibatkan pemimpin tertinggi Islam, Nabi Besar Muhammad SAW.

Seperti dilansir dari laman resmi Pesantren Al Manhaj, sebagian para jumhur ulama
menjelaskan, Perang Khandaq terjadi pada Syawal di tahun 5 Hijriyah, namun ada pula yang
mengatakan bahwa pertempuran tersebut terjadi pada tahun ke-4 Hijriyah.

Disebutkan pemicu Perang Khandaq berasal dari dendam lama orang-orang Yahudi yang diusir
oleh Rasulullah SAW dari Madinah akibat mengkhianati perjanjian, atau tepatnya dalam Perang
Bani Nadhir.

Saat itu sejumlah tokoh Yahudi Bani Nadhir dan Bani Wa’il, seperti Sallam bin abil Huqaiq,
Hayyi bin Akhtab, Kinanah bin abil Huqaiq, Hauzah bin Qais al-Wa’iliy dan Abu Ammar al-
Wa’iliy berangkat ke Makkah bertujuan untuk mengajak kaum musyrikin Quraisy memerangi
Rasulullah. Mereka berjanji, “Kami akan bersama kalian berperang sampai berhasil
menghancurkan kaum muslimin.”
Selain itu, mereka juga meyakinkan kaum Quraisy dengan mengatakan, bahwa kepercayaan
kaum Quraisy lebih baik daripada agama yang dibawa Nabi Muhammad yaitu Islam.

Oleh karena itu Allah menurunkan Surat An Nisa Ayat 51:

‫ت َويَقُولُونَ لِلَّ ِذينَ َكفَرُوا ٰهَُؤاَل ِء َأ ْهد َٰى ِمنَ الَّ ِذينَ آ َمنُوا َسبِياًل‬
ِ ‫ت َوالطَّا ُغو‬
ِ ‫ب يُْؤ ِمنُونَ بِ ْال ِج ْب‬ ِ َ‫َألَ ْم ت ََر ِإلَى الَّ ِذينَ ُأوتُوا ن‬
ِ ‫صيبًا ِمنَ ْال ِكتَا‬

Artinya: "Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari kitab, mereka
mengimani sesembahan selain Allah dan thagut, serta mengatakan kepada orang kafir (musyrik
Makkah) bahwa jalan mereka lebih benar dari pada orang orang beriman. (QS. An Nisa:51).

Kemudian, setelah terjadi kesepakatan dengan kaum Quraisy, tokoh-tokoh Yahudi tersebut
mendatangi Suku Gathafan. Dalam pertemuan dengan tokoh Gathafan mereka mencapai dua
kesepakatan :

1. Suku Gathafan bersedia mengirim pasukan sebanyak-banyak untuk bergabung dengan


pasukan sekutu menyerang kaum muslimin.

2. Sebagai imbalannya, kaum Yahudi akan menyerahkan hasil panen kurma Khaibar kepada
suku Gathafan selama setahun penuh.

Kemudian Rasulullah pun mendengar rencana orang-orang Yahudi itu yang akan menyerangnya
bersama kaum Quraisy, dan seketika Rasul pun membuat beberapa strategi, di antaranya:

1. Melakukan musyawarah dengan para sahabatnya.

2. Menggali parit untuk memisahkan antara kaum muslimin dengan musuh. Rasulullah pun
pernah berdoa,

‫صلّ ْينَا‬ َ َ‫اللّهُ َّم لَوْ اَل أنت َما ا ْهتَ َد ْينَا َواَل ت‬
َ ‫ص ّد ْقنَا َواَل‬

ْ ‫ّت اَأْل ْقدَا َم‬


‫إن اَل قَ ْينَا‬ ْ ‫فََأ ْن ِزلَ ْن َس ِكينَةً َعلَ ْينَا َوثَب‬
‫إنّا األلى قد بَ َغوْ ا َعلَ ْينَا َوِإ ْن َأ َرادُوا فِ ْتنَةً َأبَ ْينَا‬

Artinya: "Ya Allah, seandainya bukan karena-Mu, maka kami tidak akan mendapatkan petunjuk,
tidak akan bersedekah dan tidak akan melakukan sholat. Maka turunkanlah ketenangan kepada
kami, serta kokohkan kaki-kaki kami apabila bertemu dengan musuh. Sesungguhnya orang-
orang musyrik telah berlaku semena-mena kepada kami, apabila mereka menghendaki fitnah,
maka kami menolaknya."

Dari pertempuran tersebut diambil hikmah, bahwa ketauladanan Rasulullah sebagi pemimpin
umat Islam patut dicontoh.

Misalnya Rasul meminta para sahabat dan muslim untuk menggali parit, walau harus menahan
haus dan lapar. Hal tersebut demi kebaikan bersama, serta terhindar dari serangan musuh.

Kemudian, Rasulullah memberikan contoh dalam menghadapi suatu perkara atau masalah dapat
ditempuh dengan cara bermusyawarah.

Perang Khandaq, Begini Strategi


dan Doa Rasulullah SAW Saat
Menghadapi Pasukan Quraisy
termasuk perang yang cukup besar melibatkan pasukan Islam melawan pasukan kaum
Quraisy dan Yahudi pada pada 672 Masehi.
Bukan hanya besar, perang Khandaq merupakan peristiwa bersejarah yang melibatkan
pemimpin tertinggi Islam, Nabi Muhammad SAW.
Sebagian para jumhur ulama menjelaskan, Perang Khandaq terjadi pada Syawal di
tahun 5 Hijriyah, namun ada pula yang mengatakan bahwa pertempuran tersebut
terjadi pada tahun ke-4 Hijriyah.
Disebutkan pemicu Perang Khandaq berasal dari dendam lama orang-orang Yahudi
yang diusir oleh Rasulullah SAW dari Madinah akibat mengkhianati perjanjian, atau
tepatnya dalam Perang Bani Nadhir.
Baca Juga: Begini Cara Mengalirkan Pahala kepada Orangtua yang Telah
Meninggal Dunia
Saat itu sejumlah tokoh Yahudi Bani Nadhir dan Bani Wa’il, seperti Sallam bin abil
Huqaiq, Hayyi bin Akhtab, Kinanah bin abil Huqaiq, Hauzah bin Qais al-Wa’iliy dan
Abu Ammar al-Wa’iliy berangkat ke Makkah bertujuan untuk mengajak kaum
musyrikin Quraisy memerangi Rasulullah. Mereka berjanji, “Kami akan bersama
kalian berperang sampai berhasil menghancurkan kaum muslimin.”
Selain itu, mereka juga meyakinkan kaum Quraisy dengan mengatakan, bahwa
kepercayaan kaum Quraisy lebih baik daripada agama yang dibawa Nabi Muhammad
yaitu Islam.
Oleh karena itu Allah menurunkan Surat An Nisa Ayat 51: 
َ‫ون لِلَّ ِذينَ َكفَرُوا ٰهَُؤاَل ِء َأ ْهد َٰى ِمنَ الَّ ِذين‬ ِ ‫ت َوالطَّا ُغو‬
|َ ُ‫ت َويَقُول‬ ِ ‫ب يُْؤ ِمنُونَ بِ ْال ِج ْب‬ ِ ‫َألَ ْم تَ َر ِإلَى الَّ ِذينَ ُأوتُوا ن‬
ِ ‫َصيبًا ِمنَ ْال ِكتَا‬
‫آ َمنُوا َسبِياًل‬
Artinya: "Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari
kitab, mereka mengimani sesembahan selain Allah dan thagut, serta mengatakan
kepada orang kafir (musyrik Makkah) bahwa jalan mereka lebih benar dari pada orang
orang beriman. (QS. An Nisa:51).
Baca Juga: Mitos Adik Menikah Duluan Bakal Datangkan Kesialan Hukumnya
Syirik
Kemudian, setelah terjadi kesepakatan dengan kaum Quraisy, tokoh-tokoh Yahudi
tersebut mendatangi Suku Gathafan. Dalam pertemuan dengan tokoh Gathafan
mereka mencapai dua kesepakatan :
1. Suku Gathafan bersedia mengirim pasukan sebanyak-banyak untuk bergabung
dengan pasukan sekutu menyerang kaum muslimin.
2. Sebagai imbalannya, kaum Yahudi akan menyerahkan hasil panen kurma Khaibar
kepada suku Gathafan selama setahun penuh.

Anda mungkin juga menyukai