Anda di halaman 1dari 3

Esensi Ramadhan Syahr al-Jihad:

Momentum Pengokoh Perjuangan

Ramadhan al-mubarak diperkenalkan para ulama rabbani sebagai syahr al-jihad,


ditunjukkan oleh besarnya pengorbanan Rasulullah ‫ ﷺ‬dan para sahabat di masa lalu
ketika berjuang di bulan suci Ramadhan, demi tegaknya Islam dalam kehidupan, hingga
Islam pun menginjakkan kakinya di bumi nusantara. Ditandai dengan kemenangan demi
kemenangan monumental nan bersejarah bagi kehidupan umat manusia bi nashriLlah:

Pertama, Perang Badar al-Kubra, yang menandai peristiwa politik: momentum penanda
eksisnya kekuatan politik Daulah Islamiyyah yang dikepalai langsung oleh Rasulullah ‫ﷺ‬,
berpusat di Yastrib (Madinah al-Munawwarah) pasca hijrahnya Rasulullah ‫ ﷺ‬dan para
sahabat dari Mekkah, setelah meraih dukungan riil dari ahl al-quwwah (suku Aus dan
Khazraj) yang diproklamirkan dalam Bai’at Aqabah II.

Kedua, Fath Makkah, yang menandai peristiwa politik meluasnya kekuasaan politik
Daulah Islamiyyah, dari Madinah berekspansi hingga ke Makkah, dengan tunduknya
kaum Musyrik Quraysyi kepada kekuasaan Islam, hingga mereka pun berbondong-
bondong masuk Islam, dimana peristiwa agung ini diabadikan dalam QS. Al-Nashr [110]:
1-3 sebagai buah pertolongan-Nya:

‫} فَ َسبِّحْ بِ َح ْم ِد َربِّكَ َوا ْستَ ْغفِرْ هُ ۚ ِإنَّهُ َكانَ تَوَّابًا‬٢{ ‫اس يَ ْد ُخلُونَ فِي ِدي ِن هَّللا ِ َأ ْف َواجًا‬
َ َّ‫} َو َرَأيْتَ الن‬١{ ‫ِإ َذا َجا َء نَصْ ُر هَّللا ِ َو ْالفَ ْت ُح‬
}٣{

”Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu Lihat manusia
masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji
Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima
taubat.” (QS. Al-Nashr [110]: 1-3)

Momentum fath Makkah jelas menandai lahirnya babak baru: era futuhat hingga Islam
pun sampai ke Bumi Nusantara, menebarkan rahmat bagi alam semesta (QS. Al-Anbiya
[21]: 107). Menariknya, kedua kemenangan besar tersebut terjadi ketika umat Islam
menegakkan ibadah shaum Ramadhan, maka sangat relevan jika bulan Ramadhan pun
harus dijadikan sebagai momentum pengokoh perjuangan Islam, sebagaimana relevannya
perjuangan memperjuangkan kebangkitan Islam dan kaum Muslim, dengan tegaknya
kembali kehidupan Islam dalam naungan al-Khilafah ’ala minhaj al-nubuwwah, sistem
politik yang diwariskan oleh salafuna al-shalih: sebagaimana bisyarah Rasulullah ‫ ﷺ‬dan
para sahabatnya. Dari Hudzaifah r.a., ia berkata: Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda:

ِ َ‫«ثُ َّم تَ ُكونُ ِخالَفَةً َعلَى ِم ْنه‬


»‫اج النُّبُ َّو ِة‬
“Kemudian akan tegak kembali khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” (HR Ahmad
dan al-Bazzar).

Maka relevan jika Ramadhan al-mubarak kita jadikan sebagai momentum pengokoh
dakwah Islam, bukan waktunya berpangku tangan bermalas-malasan, jika dahulu
jihadnya Rasulullah ‫ ﷺ‬adalah qital al-’aduww fi sabiliLlah (memerangi musuh Islam di
jalan Allah), maka saat ini pesan perjuangan Rasulullah ‫ ﷺ‬tersebut ditafsirkan dalam
bentuk dakwah menegakkan kembali kehidupan Islam, mendakwahi masyarakat hingga
mengetuk pintu-pintu penguasa. Imam Ibn Qayyim al-Jauziyyah (w. 751 H) ketika
menguraikan bentuk jihad, menggolongkan dakwah dengan hujjah bagian dari seutama-
utamanya jihad:

”Sesungguhnya Rasulullah ‫ ﷺ‬menuntut ilmu bagian dari amal perbuatan di jalan Allah,
karena dengan ilmu tegak fondasi-fondasi Islam, sebagaimana Islam pun tegak dengan
jihad, maka Din ini tegak dengan ilmu dan jihad, dan oleh karena itu jihad ada dua
macam:

Pertama, Jihad dengan tangan dan tombak (senjata) (al-jihâd bi al-yadd wa al-sanân), ini
yang diikuti oleh banyak orang (yakni pada umumnya manusia, mencakup orang awam
dan ahli ilmu).

Kedua, Jihad dengan hujjah (argumentasi syar’i) dan penjelasan (al-jihâd bi al-hujjah wa
al-bayân), ini merupakan jihad orang pilihan yang meniti jalan Rasulullah Saw, ini adalah
jihadnya para pemimpin umat (al-Imam), dan seutama-utamanya jihad, karena besar
manfaatnya, banyak persiapan bekalnya dan banyak musuhnya.” (Miftâh Dâr al-Sa’âdah,
I/70)

Tentu kaum Muslim tak ingin seperti kaum yang duduk-duduk berdiam diri, berpangku
tangan menunggu pertolongan turun dari langit, padahal Rasulullah ‫ ﷺ‬telah beramal,
menggariskan jalan dakwah bagi umatnya, dan memberikan keteladanan sebaik-baiknya
keteladanan, hingga salah seorang sahabat yang mulia pun bersaksi dalam sya’irnya,
dinukil oleh al-Hafizh Ibn Katsir dalam Al-Bidâyah wa al-Nihâyah (IV/535):

‫ضلّ ُل‬
َ ‫ك ِمنَّا ْال َع َم ُل ْال ُم‬
َ ‫لَِئ ْن قَ َع ْدنَا َوالنَّبِ ُّي يَ ْع َم ُل * لَ َذا‬

“Betapa kita duduk menganggur, sedangkan Rasul ‫ ﷺ‬asyik bekerja”


“Sungguh ia perbuatan sesat menyesatkan.”

Benar bahwa jalan dakwah memang tak mudah, namun diam dan menyerah bukanlah
karakter umat yang layak menyandang predikat khayr ummat[in]. Allâh al-Musta’ân.

‫الجبَا ِل * يَ ِعشْ َأبَ َد ال َّد ْه ِر بَ ْينَ ال ُحفَ ِر‬ ُ ُ‫َو َم ْن يَتَهَيَّب‬


ِ ‫صعُوْ َد‬

“Siapa yang takut naik gunung * Akan hidup di antara lubang selamanya.”
Mari jadikan Ramadhan sebagai momentum memantaskan diri sebagai orang yang
berdakwah menolong DinuLlah, manakala dakwah ilaLlâh merupakan salah satu amal
shalih yang menjadi sebab turunnya pertolongan Allah dalam firman-Nya:

‫ِّت َأ ْقدَا َم ُك ْم‬ ُ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ِإ ْن تَ ْن‬


ْ ‫صرُوا هَّللا َ يَ ْنصُرْ ُك ْم َويُثَب‬

“Wahai orang-orang yang beriman jika kalian menolong (Din) Allah, maka Dia akan
menolong kalian dan meneguhkan kedudukan kalian.” (QS. Muhammad [47]: 7)

Anda mungkin juga menyukai