Anda di halaman 1dari 5

Kaidah 1: Berdakwah Kepada Allah adalah Jalan Keselamatan di Dunia dan Akhirat

‫الدعوة إلى هللا سبيل النجاة في الدنيا و اآلخرة‬

“Berdakwah kepada Allah adalah jalan keselamatan di dunia dan akhirat”

Seorang da’i, selayaknya memahami betul hakekat dari sebuah penciptaan manusia di atas muka
bumi. Dengan pemahaman yang matang tentang hal ini, para da’i dapat dengan sempurna
menjalankan tugasnya. Sebagaimana yang telah dicontokan oleh para nabi dan rasul.

ِ ْ‫ك لِ ْل َمالِئ َك ِة ِإنِّي َجا ِع ٌل فِي األر‬


ً‫ض َخلِيفَة‬ َ ُّ‫وَِإ ْذ قَا َل َرب‬

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di bumi.’” (QS. Al-Baqarah, 2: 30)

Dengan demikian, makna hakekat penciptaan manusia secara garis besar adalah berfungsi sebagai
khalifah dan untuk beribadah kepada Allah Ta’ala sebagaimana yang termaktub dalam dua ayat di
atas tadi. Dan “berdakwah” merupakan amalan ibadah yang menempati posisi puncak. Hal ini
dikarenakan, pertama; berdakwah memiliki makna menyeru manusia menuju Allah. Tugas yang sama
seperti yang diemban oleh para nabi dan rasul.

Kedua, di dalam berdakwah pula, tercermin rasa kasih sayang antar sesama makhluk ciptaan Allah.
Hal ini bener adanya, karena seorang da’i, melihat obyek dakwah (mad’u) dengan penuh harapan,
dapat menjadikan dirinya wasilah hidayah menyelamatkan mad’u-nya dari kesia-siaan dalam
menjalani hidup. Sang da’i kemudian mendekatinya, dan terus berusaha memberikan arahan,
memberikannya pengajaran akan hakekat dari sebuah kehidupan. Seseorang yang terkukung dalam
system hidup duniawi misalnya, yang hari-harinya disibukkan untuk mengejar materi belaka. Berkat
sentuhan seorang da’i, cara pandangnya terhadap dunia kemudian bisa berubah, obsesinya berganti
bukan lagi materi, namun bagaimana kini ia bisa beramal sebanyak-banyaknya agar bisa menjadi
bekal hidupnya di akhirat kelak. Para nabi dan rasul, telah memberikan kita teladan selama dalam
perjuangan mereka mengemban risalah mulia ini, mereka berdakwah siang dan malam, demi
mengajak umat manusia menuju Allah, sekalipun cacian dan makian serta intimidasi tak henti-
hentinya mereka dapatkan. Al-Quran sangat banyak menceritakan kisah perjuangan para nabi dan
rasul, yang tetap tegar berdakwah di tengah kaumnya yang zalim. Namun demikan, Allah selalu
memenangkan mereka dan menyelamatkan para utusan-Nya dari kejahatan kaumnya yang durhaka.

Disamping itu, ganjaran yang dijanjikan juga sangatlah besar. Karena ia merupakan pelanjut estafet
dari apa yang dilakukan oleh para nabi dan rasul. Mereka selalu berada dalam lindungan Allah,
mereka pula yang dijanjikan keselamatan baik di dunia mau pun di akhirat; pada hari tak adalagi
naungan, melainkan naungan dari-Nya. Dan itu hanya diberikan kepada hamba-hamba pilihan, yang
menjalankan sunnah dari hakekat penciptaan dirinya, yaitu menjadi khalifah dan beribadah di setiap
sisi masa hidupnya di dunia kepada Allah Swt.. Wallahu a’lam bishawab

Kaidah Dakwah 2: Hidayah Allah Melalui Tanganmu Lebih Baik dari Unta Merah

(keutamaan di jalan Allah, lebih baik dari dunia dan seisinya)

َ َ‫ك ِم ْن َأ ْن يَ ُكونَ ل‬
‫ك ُح ْم ُر النَّ َع ِم‬ ِ ‫ك َر ُجاًل َو‬
َ َ‫احدًا خَ ْي ٌر ل‬ َ ‫َأَل ْن يَ ْه ِد‬
َ ِ‫ي هَّللا ُ ب‬

Dari Abul `Abbas Sahl bin Sa’d As Sa’idy radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ketika perang Khaibar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Besok pagi aku akan memberikan panji kepada
seseorang yang Allah akan memberikan kemenangan melalui kepemimpinannya. la mencintai Allah
dan rasul-Nya serta Allah dan rasul-Nya pun mencintainya”. Semalaman orang-orang ramai
membicarakan siapakah di antara mereka yang akan diserahi panji itu. Pagi harinya mereka datang
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan semuanya mengharapkan agar dirinya yang
diserahi panji itu

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Di manakah Ali bin Abu Thalib?” Ada
yang menjawab: “Wahai Rasulullah, ia sedang sakit mata”. Beliau bersabda : “Panggillah ia kemari”.
Ketika Ali datang maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meludahi kedua matanya dan
mendoakannya. Lantas sembuhlah penyakit itu seakan-akan ia tidak kelihatan kalau baru saja sakit,
kemudian ia diberi panji oleh beliau. Ali radhiyallahu ‘anhu berkata:

َ َّ‫َعالَ َم ُأقَاتِ ُل الن‬


‫ نُقَاتِلُهُ ْم َحتَّى يَ ُكوْ نُوْ ا ِم ْثلَنَا‬،‫اس‬

“Apakah saya harus memerangi mereka sehingga mereka seperti kami ini?”
Beliau menjawab,

َ ِ‫ي هَّللا ُ ب‬
‫ك‬ َ ‫ فَ َوهللاِ َأَل ْن يَ ْه ِد‬،‫ َوَأ ْخبِرْ هُ ْم بِ َما يَ ِجبُ َعلَ ْي ِه ْم‬،‫ك َحتَّى تَ ْن ِز َل بِ َسا َحتِ ِه ْم ثُ ُّم ُأ ْد ُعهُ ْم ِإلَى اِإل ْسالَ ِم‬
َ ِ‫َعلَى ُر ُسل‬
‫ك ُح ْم ُر النَّ َع ِم‬ َ َ‫ك ِم ْن َأ ْن يَ ُكونَ ل‬ ِ ‫َر ُجاًل َو‬
َ َ‫احدًا خَ ْي ٌر ل‬

“Laksanakanlah dengan tenang sehingga kamu sampai di daerah mereka, kemudian ajaklah mereka
untuk masuk Islam dan beritahukan kepada mereka tentang hak Allah Ta’ala yang harus mereka
kerjakan. Demi Allah, seandainya Allah memberi petunjuk kepada seseorang lantaran ajakanmu maka
itu lebih baik bagimu dari pada seekor unta merah”. (Muttafaqun ‘alaih).

Pesan terakhir dari hadis di atas menjadi kaidah bagi kita dalam melakukan tugas mulia ini (baca:
berdakwah). Sebagaimana dengan yang dianalogikan dalam hadits tersebut, bahwa mendakwahi satu
orang menuju Allah, jauh lebih besar untungnya -apabila dibandingkan dengan materi pada saat itu-
dari pada memiliki seekor unta merah.

Syaikh Dr. Hamam Abdurrahman Said dalam bukunya merangkum beberapa point, terkait dengan
buah yang dipetik dari berdakwah, diantaranya yaitu:

1. menyelamatkan orang lain. Seorang da’i menjadi wasilah bagi obyek dakwahnya (mad’u)
untuk kemudian terbebaskan dari siksa neraka jahanam
2. Kedua, mengalirkan pahala tanpa henti. Setiap aktivitas amal kebaikan yang dilakukan oleh
mad’u melalui wasilah para da’i, baik ia itu bertasbih, bertakbir, bertahmid, rukuk dan sujud,
serta amalan kebaikan lainnya, melainkan sang da’i juga akan mendapatkan ganjaran yang
serupa, sesuai dengan setiap kebaikan yang dilakukan oleh mad’u-nya
3. Mengokohkan bangunan dakwah. Mad’u yang kemudian berubah setelah mendapatkan
hidayah, akan memberikan kebaikan, bukan hanya bagi dirinya, tapi juga menjadi kekuatan
bagi gerbong dakwah itu sendiri
4. Seni dalam berdakwah. Hidayah dari Allah Ta’ala, bukan lahir dari tajamnya pedang dan
runcingnya busur panah. Tapi lahir dari kelembutan dan perkataan yang penuh dengan
hikmah
5. membentuk bangunan baru. Berkaca pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
bagaimana setiap harinya pada masa berdakwah di Mekkah, satu persatu kaum kuffar
kehilangan orang-orang pentingnya. Ibarat sebuah bangunan, yang satu persatu batu batanya
hilang, maka ia akan roboh dengan sendirinya. Batu bata yang hilang itu kemudian disusun
kembali menjadi bangunan baru. Inilah perumpaan bangunan Jahiliah pada masa itu, dengan
bangunan Islam yang terus kokoh dengan pondasinya yang semakin kuat.

Kaidah 3: Pahala Didapat Karena Melaksanakan Dakwah, Bukan Tergantung Kepada


Penerimaannya

‫األجر يقع بمجرد الدعوة وال يتوقف على االستجابة‬ 

“Pahala didapat karena melaksanakan dakwah, bukan tergantung kepada penerimaannya”

Kaidah ini meluruskan pemahaman yang sering disalahartikan oleh banyak orang, bahwa pahala
haruslah berbanding lurus dengan hasil yang didapat secara zahir, sehingga penilaiannya dapat
dihitung secara matematis seperti umumnya pekerjaan duniawi. Apabila cara pandang seperti ini yang
dijadikan acuan, maka para nabi bisa dikategorikan gagal dalam mengembankan amanah dakwah,
karena dakwah mereka hanya menghasilkan pengikut yang jumlahnya sedikit. Kita bisa mengambil
contoh kisah Nuh ‘alaihis salam yang mendakwahi kaumnya siang dan malam hingga memakan
waktu beratus-ratus tahun lamanya. Allah Ta’ala berfirman dalam Al Quran,

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka
seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-
orang yang zalim.” (QS. Al Ankabut: 14)

Inti dari ayat ini sebagaimana yang termaktub dalam tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa nabi Nuh
‘alaihis salam mendakwahi kaumnya untuk beriman kepada Allah Ta’ala selama seribu kurang lima
puluh tahun (950 tahun) lamanya, dan dalam kurun waktu itu, nabi Nuh ‘alaihis salam hanya
mendapatkan sedikit sekali pengikut, dan itu termaktub di dalam Al Quran,

“Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur telah memancarkan air, Kami berfirman:
‘Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan
keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-
orang yang beriman.’ dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit.” (QS. Huud: 40)

Perhatikan akhir dari Q.S Hud ayat 40 secara seksama, bagaimana Allah menjelaskan, “dan tidak
beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit” (QS. Huud: 40), kalau kemudian takaran kesuksesan
dakwah diukur dari kuantitas hasil, maka pastilah Nabi Nuh ‘alaihis salam telah gagal mengemban
misinya, namun pada hakekatnya tidaklah demikian, karena para Nabi dan Rasul merupakan hamba
pilihan yang mendapatkan tempat mulia di sisi Allah Ta’ala.

Jumlah pengikut yang sedikit juga didapat oleh para nabi lainnya. Ketika pada hari kiamat nanti, para
Nabi dan Rasul dikumpulkan dan mereka datang dengan umatnya masing-masing, dari mereka ada
yang membawa satu, dua, tiga, bahkan ada yang sama sekali tidak membawa pengikut seorangpun.

Oleh karena itulah Allah Ta’ala kemudian mengarahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam agar setelah berdakwah secara optimal, janganlah sekali-kali menakar kesuksesannya melalui
jumlah yang didapat, Oleh karenanya, barang siapa yang memahami kaidah ini secara baik, maka ia
akan berdakwah tanpa beban, tidak merasa kecewa ataupun stress hanya dikarenakan dakwah yang
siang malam ia lakukan berakhir dengan penolakan dan jumlah pengikut yang sedikit.

Wallahu a’lam bishowab

Anda mungkin juga menyukai