A. Pendahuluan
Agama Islam adalah agama dakwah, banyak ayat Alquran dan hadis Nabi yang
memerintahkan pemeluknya menghadapi dunia dan manusia ini dengan jalan dakwah. Seluruh
ajaran Islam memerintahkan umatnya untuk beramal, bertindak, giat dan berjuang. Maka
menjadi seorang muslim otomatis menjadi mubalig, kapanpun dan dimanapun di segala
bidang.1 Sebagaimana perintah nabi kepada umatnya,
Pendidik adalah di antara sifat-sifat khusus Nabi Muhammad SAW.2 Di dalam Alquran
terdapat berbagai macam ayat yang menegaskan pengertian ini. Bagaimanakah manhaj Nabi
Muhammad SAW mempergunakan metode dalam berdakwah ? makalah ini akan membahas
tentang manhaj yang digunakan Nabi Muhammad dalam berdakwah.
B. Pembahasan
Yang dimaksud dengan manhaj dakwah adalah metode dan cara yang ditempuh oleh
para Nabi dalam berdakwah, manhaj dakwah para Nabi itu antara lain:
Semua Nabi dan Rasul selalu memulai dakwahnya dengan memperbaiki segi akidah.
Rasul terdahulu ketika diutus oleh Allah kepada suatu kaum, maka yang disampaikan
untuk pertama kali adalah akidah terlebih dahulu. Setelah akidah kuat maka syariat-syariat
yang lain baru disampaikan. Allah Swt. berfirman :
1
Isa Anshary, Mujahid Da’wah, (Bandung: Diponegoro cet. V, 1995), hal. 21.
2
Abd Ar-Rahman Abd Al-Khaliq, Beberapa Kebijaksanaan Islam Tentang Dakwah, Terj. Rifyal
Ka’bah, (Jakarta: LPPA Muhammadiyah, 1985), hal. 21.
Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan kami wahyukan
kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan aku, Maka sembahlah
olehmu sekalian akan aku.3
Inilah yang diajarkan Rasulullah SAW kepada para sahabatnya. Jika Rasulullah
mengutus salah seorang mereka untuk berdakwah, beliau menasihatinya untuk memulai
dakwahnya dengan yang terpenting. Di antara yang menunjukkan hal ini adalah hadits
yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas RA bahwa tatkala Rasulullah mengutus
Mu’adz RA ke Yaman, beliau berpesan:
3
(QS al-Anbiya’ : 25)
4
Muhammad Al-Ghazali, Fiqhus Sirah (Menghayati nilai-nilai riwayat hidup Muhammad Rasul Allah
saw), Terj. Abu Laila dan Muhammad Tohir, (Bandung: PT Alma’arif, 1985) hal 162-163.
5
Tariq Ramadan, Biografi Intelektual Spiritual Muhammad, Terj. R. Cecep Lukman Yasin, (Jakarta:
Serambi, 2015), hal. 81.
“Sesungguhnya engkau mendatangi kaum dari ahli kitab, hendaklah yang pertama kali
engkau serukan kepada mereka adalah agar mereka beribadah (mentauhidkan) hanya
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika mereka telah mengenal Allah, maka kabarkan
kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka shalat lima waktu pada setiap
hari dan malam. Jika mereka telah melakukan itu maka kabarkan kepada mereka bahwa
Allah mewajibkan atas mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya mereka lalu
diserahkan kepada orang-orang miskin mereka. Jika mereka telah menaatinya, maka
ambillah dari mereka dan berhati-hatilah dari harta yang sangat berharga milik
mereka.”6
Setelah akidah lurus, selanjutnya Nabi menyeru kepada perkara-perkara agama lainnya,
baik berupa perkara-perkara yang fardu (wajib), nafilah (sunnah), adab dan selainnya.
َع ِّن ْال ُم ْش ِّر ِّكين ْ ع ِّب َما تُؤْ ََم ُر َوأَع ِّْر
َ ض ْ فَا
ْ َصد
6
Muttafaq ‘alaihi dari hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma
7
Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, Terj. Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2010), hal. 74
8
(QS. Asy-Syu’ara’ : 214)
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan
(kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” 9
Maka Nabi langsung bangkit menyerang berbagai khurafat dan kebohongan syirik,
disertai penjelasan bahwa siapa yang menyembah berhala dan menjadikannya sebagai
wasilah antara dirinya dan Allah, berada dalam kesesatan yang nyata.10
Ketika beliau hijrah ke Madinah, jumlah ummat Islam telah banyak dan kuat, sementara
permusuhan orang-orang kafir kepada Islam semakin hebat. Maka Nabi SAW
memerintahkan jihad perang disamping jihad dakwah. Sungguh pada diri Rasulullah
terdapat suri tauladan yang sangat baik bagi kaum muslimin. Hal ini menunjukkan bahwa
dalam berdakwah Nabi memperhatikan situasi dan kondisi. Dapat menempatkan tata cara
berdakwah dengan melihat medan yang sedang dihadapi.
3. Ucapan Nabi SAW dalam berdakwah selalu sesuai dengan objek dakwah
Seruan Nabi SAW kepada kaumnya yang di dakwahi memiliki banyak keistimewaan
antara lain:
a. Nabi SAW berbicara dengan kaumnya dengan lisan dan bahasa mereka
b. Ucapan Nabi SAW sangat jelas, beliau memiliki kata, kalimat dan gaya yang dapat
dicerna oleh semua lapisan.
c. Untuk memahamkan satu ajaran beliau menggunakan seribu cara yang dalam
9
(QS. Al-Hijr: 94)
10
Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, ..... hal. 7
4. Mempermudah Tidak Mempersulit, Memotivasi Tidak Membuat Pesimis
Di antara metode yang menyejukkan yang ditempuh oleh Rasulullah dalam berdakwah
yaitu mempermudah tidak mempersulit serta memotivasi tidak membuat pesimis. Allah
SWT telah mengisyaratkan dalam Alquran bahwa memudahkan itu lebih disukai Allah
dari pada mempersulit.
Allah berfirman:
يُ ِّريدُ ِهللاُ بِّ ُك ُْم ْاليُ ْس َر َوالَ يُ ِّريدُ بِّ ُك ُْم ْالعُ ْس َر
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu.”11
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh imam Bukhari menceritakan ketika
Rasulullah mengutus sahabatnya (untuk berdakwah) beliau bersabda:
َي ِّس ُر وا َو الَ تُعَ ِّس ُر وا َو بَ ِّش ُروا َو َالتُنَ ِّف ُروا
“Mudahkan jangan kalian mempersulit berikan kabar gembira jangan buat mereka
lari.”
Dakwah Islam tidak bersifat memaksa, melontarkan isu-isu yang bersifat fanatis,
provokatif, celaan yang menimbulkan permusuhan, dan bukan pula aktivitas-aktifitas
yang bersifat destruktif. Karena itu para pelaku dakwah dalam hal ini mubalig tidak
diperintahkan menyeru Islam begitu saja, namun ada adab dan aturan yang telah
ditetapkan oleh agama Islam.12
Salah satu contoh mudahnya Islam dan mempermudah kepada umat adalah riwayat
dari Anas bin Malik RA berkata, “Ketika kami duduk di masjid bersama Nabi SAW
tiba-tiba datang seorang badui lalu kencing di masjid. Para sahabat Nabi
menghardiknya, “Berhenti, berhenti.” Lalu Nabi Muhammad bersabda, “Jangan
bentak dia, biarkan dia (jangan putus kencingnya).” Lalu para sahabat membiarkan
orang badui tadi menyelesaikan kencingnya. Kemudian Nabi Shallallaahu 'Alaihi
Wasallam memanggilnya dan berkata kepadanya,
11
(Q.S Al-Baqarah 2:185).
12
M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana cet. III, 2009), hal. 82.
َ ش ْيٍءٍ َِّم ْن َهذَا ا ْل ََب ْو َِّل َو َال ْالقَذَ ِّر ِّإنَّ َما ِّه
ي ِّل ِّذ ْك ِّر َ صلُ ُُح ِّل ْ َاجدَ َال ت ِّ سَ ِّإ َّن َه ِّذ ِِّه ْال َم
ِّ ص ََلُةِّ َوقِّ َرا ٍَءُةِّ ْالقُ ْر
آن َّ ع َّز َو َج َّل َوال َّ
َ َِّّللا
“Sesungguhnya masjid-masjid ini tidaklah boleh untuk buang air kecil atau buang
kotoran. Masjid itu tempat untuk dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, shalat
dan membaca Al-Qur`an.”
Dan Nabi berkata kepada para sahabat,
ليس بخير كْم َمن تر ك َد نيا ِه ال خر تِه و ال ا خر تِه للد نيا ِه حتى يصيب
َمنهما جميعا و ال تكو نو ا كَل على ا لنا س فا ن الد نيا ٍء بَل غ لَل خر ُة
رواِه ابن عساكر
“Bukan orang yang terbaik di antara kalian, orang yang meninggalkan
(kebahagiaan) duniawinya untuk mengejar (kebahagiaan) akhiratnya, dan bukan pula
orang yang meninggalkan (kepentingan) akhiratnya untuk mengejar (kepentingan)
duniawinya, sehingga seimbang terkumpul keduanya. Dan janganlah kalian menjadi
beban bagi orang lain. Sesungguhnya dunia itu merupakan alat hantar menuju
akhirat.”(HR Ibnu ‘Asakir)
Prinsip keseimbangan dalam ajaran Islam, bukan hanya menyangkut upaya atau ikhtiar
meraih dan atau mencapai kebahagiaan hidup ataupun hal-hal yang menyangkut pada
persoalan-persoalan dalam bersikap atau bertindak tanduk, tetapi dalam gerakan dakwah
pun sebaiknya digunakan strategi dakwah tawassuth ( bersifat moderat, bercorak sikap
menegah).
6. Menerapkan prinsip tatsabbut dalam Dakwah
Termasuk ciri utama Nabi dalam berdakwah adalah bersikap ta`anni (tenang/tidak
terburu-buru) dan tatsabbut (verifikasi/cek dan ricek) terhadap segala perkara yang terjadi
dan semua berita yang ada. Hendaknya mubalig tidak bersikap tergesa-gesa sehingga
menghukumi manusia dengan apa yang tidak mereka lakukan, sehingga dapat
13
Ali Syari’ati, Tugas Cendekiawan Muslim, (Jakarta: CV Rajawali Pres, 1984 ), hal: 17 – 19.
14
(QS. Al-Baqarah: 142)
menyebabkan dia menyesal dan bersedih hati karena ketergesa-gesaannya tersebut. Untuk
itulah Allah Swt berfirman :
ق بِنَبَ ٍأ فََتَبَيَّنُوا أَن ُت ُ ِِصيبُوا قَ ْوما بِ ََج َهالَ ٍة ِ ِين آ َمنُوا إِن َجاء ُك ْم فَا
ٌ س َ يَا أَيُّ َها الَّذ
َ علَى َما فَعَ ْلَت ُ ْم نَاد ِِم
ين َ ِصبِ ُحواْ ُ فََت
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu
menyesal atas perbuatanmu itu. 15
7. Memperioritaskan kemashlahatan yang paling utama
Sebagaimana yang telah dilakukan oleh Nabi ketika diutus oleh Allah maka yang
disampaikan paling awal adalah akidah. Selain itu dalam dakwah, kita perlu
memprioritaskan persoalan yang ringan dan mudah atas persoalan yang berat dan sulit.
Berbagai nash memberikan petunjuk pada kita bahwa perkara-perkara yang mudah dan
ringan lebih dicintai oleh Allah SWT. Nabi SAW ketika memulai dakwahnya sangat
memberikan kemudahan dan keringanan bagi umat. Ketika ditanyakan tentang suatu hal,
maka beliau cukup memberikan defenisi-defenisi sederhana, mudah, dan tidak sulit.
Beliau mengarahkan kemudahan untuk mengerjakan hal-hal yang wajib daripada hal-hal
yang sunah.
Di dalam berdakwah, dikenal istilah marhalah (pentahapan). Pengharaman khamar di
dalam Alquran juga dilakukan secara bertahap. Segala bentuk perintah dan larangan dari
Allah SWT harus melalui pentahapannya sehingga setiap muslim pada akhirnya mampu
menyanggupi seluruh perintah dan menjauhkan segala larangan-Nya. Ukuran yang benar
dalam memperhatikan segala sesuatu harus berdasakan perhatian terhadap isu-isu yang
disorot oleh Alquran saja. Sehingga kita dengan mudah mengetahui manakah perkara yang
diprioritaskan/disorot secara jelas oleh Alquran dan mana yang sedikit diperhatikan.
Mubalig sudah selayaknya mengetahui seusatu yang harus diprioritaskan ketika sedang
berdakwah. Ketika memulai berdakwah untuk pertama kalinya hendaknya dimulai dari
yang pokok terlebih dahulu.
8. Teratur dan rapi dalam berdakwah.
15
(QS al-Hujuraat : 6)
Diantara sebab kemenangan yang diajarkan oleh Allah SWT adalah sabar dan bagus
dalam memenej (tadbir, tartib, tanzhim) semua gerak pasukan.
وص
ٌ ص ٌ َصفا َكأَنَّ ُهْم بُ ْني
ُ ان ََّم ْر َ ب الَّذِّينَ يُقَاتِّلُونَ فِّي
َ س َِّبي ِّل ِِّه َّ ِّإ َّن
ُّ َّللاَ يُ ِّح
“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan
yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”16
Identifikasi kebutuhan, pembagian tugas, penempatan orang, komando kontrol adalah
lazim dilakukan oleh Nabi. Sebagaimana beliau menganalisa kekuatan, kelemahan,
tantangan dan peluang serta mengambil langkah-langkah antisipasi.
9. Tidak Melakukan Diskriminasi Sosial.
Dalam dakwah tidak ada istilah class society (perbedaan golongan) yang ada hanyalah
istilah classless society (masyarakat tanpa kelas/ tanpa perbedaan golongan) yang tidak
ada perbedaan didalamnya antara golongan elit dengan non-elit yang mengandung prinsip
equal end justice (kesetaraan dan keadilan) Kode etik ini didasarkan pada firman Allah:
Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang
buta kepadanya. tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa),
atau Dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat
kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup. Maka kamu
melayaninya.Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau Dia tidak membersihkan diri
(beriman).dan Adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk
mendapatkan pengajaran).17
Surah ini diturunkan berkenaan dengan kisah Ibnu Ummi Maktum18. Menurut
kesepakatan ahli tafsir, sebab diturunkannya ayat ini adalah Nabi Muhammad SAW
sedang sibuk berdakwah kepada pemuka-pemuka Quraisy.19 Sehingga mengacuhkan
16
(QS. As-Shaf: 4)
17
(QS. ‘Abasa 1-8).
18
Menurut Ibnu Katsir, Anas Ibn Malik r.a. berkata, “Surat Abasa turun mengenai Ibnu Ummi Maktum
ketika ia datang kepada Nabi SAW., sedang Nabi SAW, melayani Ubay Ibn Khalaf, sehingga Nabi Saw,
mengabaikannya, maka turunlah Surat Abasa. Kemudian sesudah itu Nabi Saw, selalu memuliakannya, bahkan
selalu menanyakan kepadanya kalau-kalau ia ada hajat apa-apa. ( R. Abu Ya’laa), Lihat, Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu
Kastsir, Jilid 8, terj. Salim Bahreisy, (Surabaya: PT Bina Ilmu, Cet. II, 1993), hal. 279.
19
Dalam riwayat Anas Ibn Malik r. a. Disebutkan pembesar itu bernama Ubay Ibn Khalaf. Sedangkan
menurut riwayat Ibnu Abbas, mereka itu adalah Utbah Ibn Rabi’ah, Abu Jahal Ibn Hisyam, dan Abbas Ibn Abdul
Muththalib. Beliau sangat sering melayani mereka dan sangat menginginkan agar mereka beriman. Lihat,
Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 4, terj. Syihabuddin,
(Jakarta: Gema Insani Press, Cet. II, 2001), hal. 911. Sedangkan menurut al-Maraghi para pembesar Quraisy itu
adalah ‘Utbah dan Syaibah, keduanya anak Rabi’ah, Abu Jahal Ibnu Hisyam, Al-‘Abbas Ibnu ‘Abdul-Muthalib,
Umayyah Ibnu Khalaf dan Walid Ibnu Mughirah. Lihat, Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maraghi, terj.
Bahrun Abu Bakar, Juz 28, 29, dan 30, (Semarang: CV. Toha Putra, Cet. II, 1992 ), hal. 70.
Ibnu Ummi Maktum (seorang tunanetra) yang berkata pada beliau, “Wahai Rasulullah
SAW, bacakanlah kepadaku dan ajarkanlah aku tentang apa yang diajarkan Allah
kepadamu.” Dia mengulang-ulang memintanya. Nabi tidak menyadari hal tersebut
karena Nabi menaruh harapan yang sangat besar kepada tokoh-tokoh tersebut. Dalam
kondisi seperti itu, Nabi bermuka masam dan berpaling dari Ibnu Ummi Maktum.20
Di dalam dakwah, seorang mubalig tidak boleh membedakan apalagi
mendiskriminasi mad’ūnya. Karena dihadapan seorang mubalig, mad’ū adalah sama,
tidak dibedakan oleh status sosialnya. Mubalig harus menjunjung tinggi hak universal
manusia dalam bertablig. Karena itu merupakan hal yang suci dan sangat dihargai oleh
setiap orang tanpa memandang kelas.
C. Penutup
Poin poin di atas merupakan beberapa manhaj yang ditempuh oleh Nabi SAW dalam
dakwahnya, dan masih banyak lagi yang belum disebutkan dalam makalah ini. Setelah kita
tahu sebagian dari manhaj para Nabi dan terutama Rasulullah SAW dalam berdakwah, sudah
sepantasnya untuk kita mencontoh dan meneladani beliau.
20
Syaikh Asy-Syanqithi, Adhwa’ul Bayan, Jilid 11, takhrij. Syaikh Muhammad dan Abdul Aziz al-
Khalidi, terj. Ahmad Affandi dkk, (Jakarta: Pustaka Azzam, Cet. I, 2011), hal. 58
DAFTAR PUSTAKA
Anshary, Isa, Mujahid Da’wah, Bandung: Diponegoro cet. V, 1995.
Ghazali, Muhammad Al-, Fiqhus Sirah (Menghayati nilai-nilai riwayat hidup Muhammad
Rasul Allah saw), Terj. Abu Laila dan Muhammad Tohir, Bandung: PT Alma’arif,
1985.
Katsir,Ibnu, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 8, terj. Salim Bahreisy, Surabaya: PT Bina Ilmu, Cet. II,
1993.
Khaliq, Abd Ar-Rahman Abd Al-, Beberapa Kebijaksanaan Islam Tentang Dakwah, Terj.
Rifyal Ka’bah, Jakarta: LPPA Muhammadiyah, 1985.
Maraghi, Ahmad Mustafa Al-, Tafsir Al-Maraghi, terj. Bahrun Abu Bakar, Juz 28, 29, dan 30,
Semarang: CV. Toha Putra, Cet. II, 1992.
Mubarakfury, Shafiyyur Rahman Al-, Sirah Nabawiyah, Terj. Kathur Suhardi, Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2010.
Munir, M, dkk. Metode Dakwah, Jakarta: Kencana cet. III, 2009.
Ramadan, Tariq, Biografi Intelektual Spiritual Muhammad, Terj. R. Cecep Lukman Yasin,
Jakarta: Serambi, 2015.
Rifa’I, Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir,
Jilid 4, terj. Syihabuddin, Jakarta: Gema Insani Press, Cet. II, 2001.
Syanqithi, Syaikh Asy-, Adhwa’ul Bayan, Jilid 11, takhrij. Syaikh Muhammad dan Abdul Aziz
al-Khalidi, terj. Ahmad Affandi dkk, Jakarta: Pustaka Azzam, Cet. I, 2011.
Syari’ati, Ali, Tugas Cendekiawan Muslim, Jakarta: CV Rajawali Pres, 1984.
Web:
http://www.voa-islam.com/read/tsaqofah/2013/03/18/23627/permudahlah-dan-jangan-
persulit/ diakses pada sabtu, 3 Maret 2018.
http://www.aldakwah.org/index.php/ct-menu-item-3/ct-menu-item-5/31-metode-rasul-dalam-
berdakwah diakses pada selasa, 27 Pebruari 2018.