Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

SIRAH NABAWIYAH
Tentang
SIRAH NABI MUHAMMAD SAW.
TAHUN KETUJUH DAN KEDELAPAN HIJRIYAH

Disusun oleh:
Intan : 20141893
Afri Riya Aresta : 20141928
Lisma Sari : 20141929

Dosen Pembimbing:
Drs. H. SUHEFRI, M.Ag

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) JURUSAN


TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PENGEMBANGAN
ILMU AL-QURAN
AL (STAI-PIQ)
PIQ) SUMATERA BARAT
2014 M/ 1435 H
SIRAH NABI MUHAMMAD SAW.
TAHUN KETUJUH DAN KEDELAPAN HIJRIYAH

A. PERANG KHAIBAR
1. Latar belakang terjadinya peperangan Khaibar
Setelah terjadinya genjatan senjata dan perjanjian perdamaian,
kaum muslimin telah merasa tenang dari pertikaian berdarah yang
berkelanjutan. Sehingga konsentrasi untuk menyebarkan agama Islam.
Ketika Khaibar berubah menjadi sarang makar, pusat konspirasi,
tempat memprovokasi pasukan, sumber keonaran, pemicu api peperangan,
pantaslah bila ia yang pertama kali menjadi incaran kaum muslimin.
Mereka menghasut Bani Quraizhah untuk melakukan pengkhianatan,
kemudian melakukan kontak dengan orang-orang munafik, yang
merupakan musuh dalam selimut bagi masyarakat Islam, juga dengan
orang-orang Ghathafan dan orang-orang Arab Badui.1
2. Menuju Khaibar dan Jumlah Pasukan
Sepulangnya dari Al-Hudaibiyah, Rasulullah saw. menetap di
Madinah selama bulan Dzulhijjah dan sebagian bulam Muharram. Pada
akhir bulan Muharram, beliau berangkat ke Khaibar. Beliau mengangkat
Numailah bin Abdullah al-Laitsiy sebagai penguasa Madinah sementara.2
Abu Mu’attib bin Amr menceritakan, Ketika Rasulullah melihat
Khaibar, beliau berkata kepada para sahabat: ‘Berdirilah kalian!’
Rasulullah berkata:
ِ ‫رب اﻟﺸﱠﻴ‬
ِ ‫ﺎﻃ‬ ِ ‫ب‬ ِ
‫ﲔ‬ َ ‫ و ﱠ‬،‫ﲔ َو َﻣﺎ أّﻗْـﻠَْﻠ َﻦ‬
َ ‫اﻷرﺿ‬ْ ‫رب اﻟﺴﻤﻮات و َﻣﺎ أَﻇْﻠَْﻠ َﻦ و َر ﱠ‬ ‫اﻟﻠﻬﻢ ﱠ‬
‫أﻫﻠﻬﺎ‬ ِ َ ُ‫ﻳﻦ ﻓِﺈﻧﱠﺎ ﻧَﺴﺄﻟ‬
َ ‫ﺧﲑ‬ َ ‫ﻚ َﺧْﻴـَﺮ ﻫﺬﻩ اﻟﻘﺮﻳﺔ و‬ َ ‫ﺎح َوَﻣﺎ َذ َر‬
ِ َ‫رب اﻟﱢﺮﻳ‬
‫ و ﱠ‬،‫َﺿﻠَْﻠ َﻦ‬
ْ ‫َوَﻣﺎ أ‬
‫ أﻗﺪﻣﻮا ﺑﺴﻢ‬،‫ َو ﻧﻌﻮذُ ﺑﻚ ﻣﻦ ﺷﱢﺮﻫﺎ و ﺷﱢﺮ أﻫﻠِﻬﺎ و َﺷﱢﺮ ﻣﺎ ﻓﻴﻬﺎ‬،‫ﺧﲑ َﻣﺎ ﻓﻴﻬﺎ‬ َ ‫َو‬

1
Shofiyurrahman al-Mubarakfuriy, Perjalanan Hidup Rasul yang Agung Muhammad
saw. dari Kelahiran Hingga Detik-detik Terakhir, (Jakarta: Darul Haq, 2012) Cet. XIV, hal. 542
2
Ibnu Hisyam, Tahqiq As-Sirah an-Nabawiyah li Ibni Hisyam, Ditahqiq oleh: Umar Abd
as-Salam Tadmuriy,, (Beirut: Dar al-Kitab al-Araby, 1990) Juz III, hal. 275

1
‫اﻟﺴﻼم ﻟِ ُﻜ ﱢﻞ ﻗ ْﺮﻳٍَﺔ َد َﺧﻠَ َﻬﺎ )أﺧﺮﺟﻪ‬
َ ‫ﺼﻼ َة و‬
‫ وﻛﺎن ﻳﻘﻮﳍﺎ ﻋﻠﻴﻬﺎ اﻟ ﱠ‬:‫ ﻗﺎل‬،‫اﷲ‬
(‫اﻟﻨﺴﺎﺋﻰ‬
“Ya Allah, Rabb langit dan Rabb segala yang dinaunginya, Rabb bumi
dan Rabb apa saja yang diangkutnya, Rabb setan dan apa saja yang
dianutnya, Rabb angin dan Rabb apa saja yang diterbangkannya,
sesungguhnya aku meminta kepada-Mu kebaikan kampung ini,
penduduknya, dan apa yang ada di dalamnya. Aku berlindung diri
kepadaMu dari keburukan kampung ini, penduduknya, dan yang ada di
dalamnya. Majulah kalian dengan nama Allah!’ Doa tersebut selalu
diucapkan beliau setiap kali beliau memasuki per-kampungan.”
(Dikeluarkan oleh at-Tirmidzi No. 3589)

Ketika Rasulullah keluar dari Madinah menuju Khaibar, beliau


melintasi Ishr dan membangun masjid di sana, kemudian melintasi Ash-
Shahba’. Rasulullah dan pasukannya terus berjalan hingga menuruni
Lembah Ar-Raji’ dan berhenti di tempat antara penduduk lembah tersebut
dengan Ghathafan untuk menghalang-halangi mereka memberi bala
bantuan kepada penduduk Khaibar, karena orang-orang Ghathafan pernah
membantu orang-orang Khaibar dalam menghadapi beliau.3
Adapun jumlah pasukan kaum muslimin yang ikut bersama
Rasulullah saw. adalah orang-orang yang ikut dalam perjanjian Bai’atur
Ridwan (Hudaibiyah) yang berjumlah sekitar 1400 orang.
3. Benteng-benteng Khaibar
Khaibar terbagi dua bagian, bagian pertama memiliki lima benteng,
yaitu:
a. Benteng Na’im
b. Benteng Sha’b Ibnu Muadz
c. Benteng Qal’ah az-Zubair
d. Benteng Ubay
e. Benteng an-Nizar
Adapun bagian kedua, yang dikenal dengan sebutan al-katibah,
hanya memiliki tiga benteng saja, yaitu:

3
Ibnu Ishaq, As-Sirah an-Nabawiyah, Muhaqqiq: Ahmad Farid al-Mazidiy, (Beirut: Dar
al-Kutub al-Ilmiyah, 2004) Juz II, hal. 471-472

2
a. Benteng Qamush (milik Bani Abil Haqiq dari Bani Nadhir)
b. Benteng Wathih
c. Benteng Sulalim
Benteng penduduk Khaibar yang pertama kali beliau taklukkan
ialah Benteng Na’im. Di benteng tersebut, Mahmud bin Maslamah
terbunuh karena dilempar batu penggiling dari atasnya hingga ia
meninggal dunia. Benteng kedua yang beliau taklukkan adalah Benteng
Al-Qamush, benteng Bani Abu Al-Huqaiq.4 Dari mereka, Rasulullah saw.
mendapatkan tawanan-tawanan wanita, di antaranya Shafiyah binti Huyai
bin Akhthab dan dua putri pamannya dari jalur ayahnya. Beliau memilih
Shafiyah binti Huyai bin Akhthab untuk diri beliau sendiri.5
Ash-Sha’b bin Muadz adalah benteng kedua yang kekuatan dan
kekokohannya di bawah benteng Na’im. Kaum muslimin menyerang di
bawah komando al-Hubab bin al-Mundzir al-Anshari dan mengepung
benteng itu selama tiga hari. 6
Benteng az-Zubair merupakan benteng yang kokoh terletak di
puncak ketinggian. Rasulullah mengepung benteng ini selama tiga hari.
Benteng ini mampu ditaklukkan oleh Rasulullah dan kaum muslimin
setelah berhasil memutuskan sumber air minum benteng tersebut. Dalam
penaklukkan benteng ini terbunuh beberapa orang kaum muslimin, dan 10
orang dari orang-orang Yahudi.
Setelah benteng az-Zubair dikuasai kaum muslimin, orang-orang
Yahudi pindah ke benteng Ubay. Kaum muslimin pun mengepungnya.
Benteng ini dikuasai oleh kaum muslimin setelah mengalahkan dua jawara
Yahudi dan terjadi pertempuran di dalam benteng yang mampu mengusir
Yahudi keluar dari benteng.

4
Benteng-benteng Khaibar dibagi menjadi dua bagian. Benteng al-Qamush adalah
benteng yang terdapat pada bagian kedua tanah Khaibar. Benteng kedua yang ditaklukkan oleh
Rasulullah maksudnya, setelah Rasulullah menaklukkan benteng-benteng yang ada bagian pertama
tanah Khaibar, yaitu Nuthah dan Syaqq.
5
Ibnu Ishaq, Op.Cit., 472
6
Shafiyurrahman al-Mubarakfuriy, Op. Cit., hal. 551

3
Benteng an-Nizar merupakan benteng terkokoh yang ada di bagian
pertama Khaibar. Benteng ini sangat sulit untuk ditaklukkan oleh kaum
muslimin. Sehingga Rasulullah memerintahkan kaum muslimin untuk
membuat alat-alat pelontar. Beberapa peluru ditembakkan oleh kaum
muslimin sehingga tembok-tembok benteng berlobang. Lalu diserbulah
benteng tersebut dan terjadi pertempuran di dalam benteng. Orang-orang
Yahudi kabur dalam meninggalkan harta, ana-anak, dan istri mereka.7
Setelah berhasil menaklukkan benteng-benteng Khaibar dan
kebun-kebunnya, Rasulullah saw. meneruskan perjalanan hingga tiba di
dua benteng, yaitu Al-Wathih dan As-Sulalim. Kedua benteng Khaibar
itulah yang paling akhir ditaklukkan kaum muslimin. Rasulullah
mengepung mereka selama lebih kurang belasan hari.
Marhab si Yahudi keluar dari benteng Khaibar dengan senjata
lengkap. Muhammad bin Maslamah maju dari kaum muslimin untuk
menghadapi Marhap. Marhab menyerang Muhammad bin Maslamah dan
memukulnya dengan pedang, namun Muhammad bin Maslamah
terlindungi perisai kulit. Pedang Marhab masuk ke perisai kulit
Muhammad bin Maslamah, kemudian Muhammad bin Maslamah
memukul Marhab hingga tewas.
Setelah Marhab, keluarlah saudara Marhab, yaitu Yasir. Ia berkata,
‘Siapa berani bertarung denganku?’ Az-Zubair bin Al-Awwan keluar.
Keduanya bertemu kemudian terjadilah pergulatan di antara keduanya dan
di akhir pergulatan Az-Zubair bin Al-Awwam berhasil membunuh Yasir.
Ketika Ali bin Abi Thalib sedang sakit mata, Rasulullah saw.
bersabda:
‫ﻟﻴﺲ ﺑِِﻔﺮا ٍر‬ ‫ﻏﺪا رﺟﻼً ُِﳛ ﱡ‬
َ ‫ﺐ اﷲَ و رﺳﻮﻟَﻪ ﻳﻔﺘَ ُﺢ اﷲُ ﻋﻠﻰ ﻳﺪﻳﻪ‬ ‫َﻷ َْﻋ ِﻄ َ ﱠ‬
ً َ‫ﲔ اﻟﺮاﻳﺔ‬
Artinya: “Besok bendera akan di bawa oleh orang yang mencintai Allah
dan Rasul-Nya dan ditaklukkan benteng itu olehnya.”

Para sahabat besar r.a. berlomba untuk mendapatkannya dan setiap


mereka ingin menjadi pemegang bendera tersebut. Ternyata beliau

7
Ibid. Hal. 551-553

4
memanggil Ali bin Abi Thalib. Namun, dia mengadukan kedua matanya
yang sakit. Rasulullah saw. meludahi kedua matanya dan mendoakannya.
Ali pun sembuh seakan tidak pernah sakit.8
Rasulullah saw. mengepung penduduk Khaibar di kedua benteng
mereka, yaitu Al-Wathih dan As-Sulalim. Ketika mereka yakin kalah,
mereka meminta beliau mengusir mereka ke salah satu tempat dan tidak
membunuh mereka. Beliau mengabulkan permintaan mereka. Ketika itu,
beliau berhasil menguasai seluruh kebun penduduk Khaibar; As-Syiqq,
Nathah, dan Al-Katibah. Beliau juga menguasai seluruh benteng mereka
kecuali kedua benteng; Benteng Al-Wathih dan As-Sulalim.
Ketika orang-orang Fadak mendengar apa yang diperbuat
penduduk Khaibar, mereka mengutus wakil untuk menemui Rasulullah
guna meminta beliau mengusir mereka ke satu tempat, tidak membunuh
mereka, dan menyerahkan kekayaan mereka kepada beliau. Rasulullah
mengabulkan permintaan mereka.
Khaibar adalah harta fa’i kaum muslimin, sedang Fadak milik
khusus Rasulullah, karena mereka tidak menaklukkannya dengan pasukan
berkuda atau pasukan pejalan kaki. Ketika Rasulullah saw. menaklukkan
Khaibar, beliau memberi Ibnu Luqaim Al-Absi hadiah yang di dalamnya
terdapat ayam atau salah satu binatang jinak. Penaklukan Khaibar terjadi
pada bulan Shafar.9
4. Rasulullah saw. dihadiahi kambing yang dibubuhi racun
Ketika Rasulullah merasa kondisi telah nyaman, beliau dihadiahi
kambing bakar oleh Zainab binti Al-Harits istri Sallam bin Misykam.
Sebelum itu, Zainab bertanya kepada beliau, ‘Apa yang paling engkau
sukai dari kambing, wahai Rasulullah?’ Rasulullah saw. menjawab,
‘Lengan’. Zainab membubuhkan racun sebanyak mungkin ke lengan
kambing, meracuni semua daging kambing, dan menghidangkan kepada
Rasulullah. Beliau mengambil lengan kambing, mengunyah sedikit
8
Abul Hasan ‘Ali al-Hasany An-Nadwi, Sejarah Lengkap Nabi Muhammad saw.,
(Jokjakarta: Mardhiyah Press, 2007) Cet. III, hal. 378
9
Ibnu Ishaq, Op. Cit., hal. 481

5
daripadanya, tidak menelannya, dan memuntahkannya. Sedang Bisy bin
Al-Barra’ bin Ma’rur yang ketika itu bersama beliau mengambil seperti
beliau dan menelannya. Beliau bersabda, ‘Sesungguhnya tulang kambing
tersebut memberitahuku bahwa ia beracun’. Beliau memanggil Zainab dan
ia mengakui meracuni kambing bakar tersebut. Beliau bertanya kepada
Zainab, ‘Kenapa engkau berbuat seperti itu?’. Zainab menjawab, ‘Engkau
telah bertindak terhadap kaumku seperti engkau ketahui. Oleh karena itu,
aku berkata, ‘Jika ia (Muhammad) seorang raja maka aku bisa
membunuhnya dan jika seorang nabi maka ia akan diberitahu’. Rasulullah
memaafkan Zainab, sedang Bisyr meninggal dunia karena makanan yang
dimakannya”. Ketika Rasulullah meninggalkan Khaibar, beliau pergi
menuju lembah Qurs, lalu beliau mengepung penduduknya beberapa
malam, kemudian pergi meninggalkannya menuju Madinah.10
5. Rasulullah saw. menikahi Shafiyah binti Huyai
Rasulullah saw. menyelenggarakan pesta pernikahan dengan
Shafiyah binti Huyai di Khaibar atau di salah satu jalan. Wanita yang
merias Shafiyah binti Huyai untuk Rasulullah, menyisir rambutnya, dan
merapikannya adalah Ummu Sulaim binti Milhan, ibu Anas bin Malik.
6. Rasulullah saw. dan kaum muslimin tertidur hingga melewati shubuh
Dalam perjalanan pulang dari Khaibar, Rasulullah saw. bersabda di
salah satu jalan di akhir malam, ‘Siapa orang yang siap menunggu Shubuh
untuk kita sehingga kita bisa tidur?’. Bilal berkata, ‘Aku siap menunggu
Shubuh untukmu, wahai Rasulullah’. Rasulullah berhenti diikuti kaum
muslimin, kemudian tidur. Sedang Bilal, ia mengerjakan shalat beberapa
raka’at. Usai shalat, ia bersandar pada untanya untuk menunggu waktu
Shubuh, namun rasa kantuk menyerangnya dan ia pun tertidur. Tidak ada
yang membangunkan Rasulullah dan kaum muslimin melainkan sengatan
sinar matahari. Beliau orang yang pertama kali bangun. Beliau bersabda,
‘Apa yang engkau perbuat terhadap kita, hai Bilal?’ Bilal menjawab,

10
Ibid.,479

6
‘Wahai Rasulullah, aku tertidur sepertimu’. Rasulullah saw. bersabda,
‘Engkau berkata benar’. Rasulullah menuntun unta tidak terlalu jauh
kemudian menghentikannya. Beliau berwudhu diikuti kaum muslimin, lalu
menyuruh Bilal mengumandangkan iqamah shalat, dan mengerjakan shalat
bersama kaum muslimin. Setelah salam, Rasulullah menghadap kepada
para sahabat dan bersabda, ‘Jika kalian lupa shalat, shalatlah jika kalian
telah ingat karena Allah swt. berfirman, ‘Shalatlah karena ingat kepada-
Ku.
7. Kedatangan Ja'far Bin Abu Tholib Dari Habasyah
Ibnu Hisyam meriwayatkan dari Asy-Sya’bi, ia berkata: Ja’far bin
Abu Thalib r.a. tiba di tempat Rasulullah saw. pada hari penaklukan
Khaibar. Beliau mencium di antara kedua mata Ja’far bin Abu Thalib dan
mendekapnya. Beliau bersabda, ‘Aku tidak tahu karena apakah aku
berbahagia karena penaklukan Khaibar ataukah karena kedatangan Ja’far.’

B. PERISTIWA-PERISTIWA SETELAH PERANG KHAIBAR


1. Perang Dzatur Riqa’
Setelah Rasulullah selesai mengahncurkan dua sayap yang kuat
dari tiga kelompok (al-Ahzab), beliau pun berkonsentrasi penuh kepada
sayap yang ketiga yaitu orang-orang Arab Badui yang bengis, yang
berpindah-pindah di gurun Najd dan senantiasa melakukan perampasan
dan perampokkan dari waktu ke waktu. Perang ini terjadi pada bulan
Rabi’ul Awwal taun ketujuh Hijriyah.11
2. Umratul Qadha’
Umrah ini disebut Umratul Qadha’karena sebagai pengganti umrah
Hudaibyyah atau karena terjadi sebagaimana isi perjanjian di Hudaibyyah.
Peristiwa ini terjadi pada bulan Dzulqa’dah. Para sahabat yang
diperbolehkan hanya yang ikut serta dalam perjanjian Hudaibyyah kecuali
yang telah syahid. Jumlah mereka dua ribu orang tidak termasuk wanita

11
Shafiyurrahman al-Mubarakfuriy, Op. Cit., hal. 564

7
dan anak-anak.12 Dalam kesempatan ini Nabi saw. juga melangsungkan
pernikahan dengan Maimunah binti Harits.13

C. PERANG MU'TAH
1. Latar belakang terjadinya peperangan mu’tah
Pada tahun ke 8 Hijriyah Rasulullah saw. mengutus para
sahabatnya kepada orang-orang Ghassani untuk menyeru mereka masuk
Islam, tetapi mereka malah dibunuhnya. Atas tindakan ini beliau mengirim
tiga ribu tentara Islam dibawah komando maulahnya Zaid bin Haritsah.14
Perang ini terjadi pada bulan Jumadil Ula tahun delapan Hijriyah
bertepatan bulan Agustus atau September tahun 629 Masehi. Mu’tah
adalah nama sebuah kampung didataran rendah provinsi Balqa’ di kerajaan
Syam.15
2. Keberangkatan ke Mu’tah di negeri Syam
Rasulullah menetap di Madinah di sisa bulan Dzulhijjah
dilanjutkan bulan Muharram, Shafar, Rabiul Awal, dan Rabiul Akhir. Pada
bulan Jumadil Ula, beliau mengirim pasukan ke Syam dan di antara
mereka gugur sebagai syahid di Mu’tah. Dan menunjuk Zaid bin Haritsah
sebagai komandan pasukan, Rasulullah bersabda, ‘Jika Zaid gugur, maka
yang menjadi komandan pasukan adalah Ja’far bin Abu Thalib. Jika Ja’far
bin Abu Thalib gugur, maka yang menjadi komandan pasukan adalah
Abdullah bin Rawahah.
Pasukan tersebut segera mengadakan persiapan dan bersiap-siap
untuk berangkat menunaikan tugas. Pasukan tersebut terdiri dari tiga ribu
personel. Ketika saat keberangkatan tiba, kaum muslimin melepas dan
mengucapkan salam kepada para komandan pasukan. Ketika Abdullah bin

12
Ibid., hal.571
13
Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthy, Sirah Nabawiyah, (Jakarta: Rabbani press,
2009) Cet. XV. Hal.374
14
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam,diterjemahkan oleh Aunur Rafiq
Shaleh Tamhiq, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009) Cet. III. Hal.261
15
Shofiyurrahman al-Mubarakfuriy, Op. Cit., hal. 575

8
Rawahah dilepas bersama para komandan pasukan, ia menangis. Para
sahabat bertanya kepadanya, ‘Kenapa engkau menangis, wahai Ibnu
Rawahah?’ Abdullah bin Rawahah menjawab, ‘Demi Allah, aku mena-
ngis bukan karena cinta dunia atau rindu kalian, namun karena aku per-nah
mendengar Rasulullah membaca ayat Al-Qur’an yang mengingatkan
tentang Neraka16

         


‘Dan tidak ada seorang pun dari kalian, melainkan mendatangi Neraka
tersebut; hal ini bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah
ditetapkan.’ (Maryam: 71)

3. Gugurnya komando utusan Rasulullah


Ketika kedua belah pihak bertemu kemudian saling serang. Zaid
bin Haritsah bertempur dengan memegang bendera perang Rasulullah
hingga gugur karena terkena tombak musuh kemudian bendera perang
diambil alih Ja’far bin Abu Thalib. Ketika perang memuncak, Ja’far bin
Abu Thalib turun dari kudanya dan menyembelihnya. Setelah itu, ia
menyerang musuh hingga gugur.
Ketika Ja’far bin Abdullah gugur, Abdullah bin Rawahah
mengambil alih bendera perang. Ia maju dengannya dengan mengendarai
kuda dan mendorong dirinya terjun ke medan perang hingga ia gugur.
Setelah Abdullah bin Rawahah gugur, kaum muslimin mengangkat
Khalid bin Walid sebagai komandan pasukan mereka. Ketika Khalid bin
Walid mengambil bendera perang, ia menyerang musuh, kemudian
mundur dan pulang bersama kaum muslimin.

D. FATHU MAKKAH
1. Latar belakang terjadinya Fathu Makkah
Sesuai poin yang terdapat pada perjanjian Hudaibyyah
menyebutkan “Barang siapa yang ingin masuk ke pihak Rasulullah,

16
Ibnu Ishaq, Op. Cit., hal. 504

9
silahkan masuk dan siapa yang ingin masuk ke pihak Quraisy maka
silahkan ia masuk.” Maka masuklah Khuza’ah ke pihak Rasulullah dan
bani Bakr ke pihak Quraisy. Sehingga masing-masing dari dua kabilah
merasa aman dari pihak lain.17
Setelah pengiriman pasukan ke Mu’tah, Rasulullah menetap di
Madinah pada bulan Jumadil Akhir dan Rajab. Tidak lama setelah itu,
kabilah Bani Bakr bin Abdu Manat bin Kinanah menyerang kabilah
Khuza’ah ketika mereka berada di mata air mereka di Mekkah Bawah
yang bernama Al-Watir.
Ketika kabilah Bani Bakr bersekutu dengan Quraisy untuk
menyerang kabilah Khuza’ah, mereka menangkap salah seorang dari
kabilah Khuza’ah. Mereka melanggar perjanjian dengan Rasulullah,
membunuh orang kabilah Khuza’ah padahal kabilah Khuza’ah adalah
sekutu beliau. Maka Amr bin Salim dari Khuza’ah, salah seorang warga
Bani Ka’ab, pergi ke Madinah dan tiba di tempat Rasulullah. Inilah yang
mendorong terjadinya penaklukan Mekkah.
2. Abu Sufyan pergi ke Madinah guna memperbaharui perdamaian
Setelah Amr bin Salim dari Khuza’ah sampai kembali di Mekkah,
Abu Sofyan bin Harb berangkat ke Madinah. Setibanya di Madinah, ia
masuk ke rumah putrinya, Ummu Habibah binti Abu Sofyan bin Harb.
Ketika ia hendak duduk di atas kasur Rasulullah, Ummu Habibah
melipatnya dan tidak memperkenankan Abu Sofyan bin Harb duduk di
atasnya. Abu Sofyan bin Harb berkata, “Hai putriku, aku tidak tahu apakah
engkau tidak menyukaiku duduk di atas kasur ini dan engkau lebih
menyukai dia duduk di atasnya.” Ummu Habibah menjawab, “Kasur ini
milik Rasulullah, sedang engkau orang musyrik dan najis. Jadi, aku tidak
suka engkau duduk di atas kasur tersebut.” Abu Sofyan bin Harb berkata,
“Demi Allah, engkau menjadi jahat sesudah berpisah denganku.”
Setelah itu, Abu Sofyan bin Harb datang ke tempat Rasulullah. Ia
berbicara dengan beliau, namun beliau tidak menggubrisnya. Kemudian

17
Shofiyurrahman al-Mubarakfuriy, Op. Cit., hal.585

10
Abu Sofyan bin Harb pergi ke tempat Abu Bakar dan menyuruhnya
berbicara dengan Rasulullah, namun Abu Bakar berkata, “Aku tidak mau.”
Kemudian Abu Sofyan bin Harb mendatangi Umar bin Khaththab dan
berbicara dengannya, namun malah Umar bin Khaththab berkata, “Aku
harus membelamu di hadapan Rasulullah? Demi Allah, jika aku hanya
mendapatkan semut kecil, aku akan memerangimu dengannya.”
Abu Sofyan bin Harb keluar dari rumah Umar bin Khaththab dan
pergi ke rumah Ali bin Abu Thalib yang ketika itu sedang bersama
istrinya, Fathimah binti Rasulullah dan anak keduanya, Hasan bin Ali yang
sedang merangkak. Abu Sofyan bin Harb berkata, “Hai Ali, engkau orang
yang paling penyayang. Aku datang kepadamu untuk satu keperluan. Oleh
karena itu, jangan biarkan aku pulang dengan tangan kosong, mintakan
untukmu keringanan kepada Rasulullah.” Ali bin Abu Thalib berkata,
“Celakalah engkau, hai Abu Sofyan, demi Allah, Rasulullah telah bertekad
melakukan sesuatu dan kita tidak lagi dapat bernegoisasi dengan beliau.”
Abu Sofyan bin Harb menoleh ke arah Fathimah kemudian berkata, “Hai
putri Muhammad, maukah engkau menyuruh anak kecilmu ini melindungi
manusia kemudian ia menjadi pemimpin Arab sepanjang zaman?”
Fathimah menjawab, “Demi Allah, anakku tidak dapat melindungi
manusia dan seorang pun tidak bisa melindungi mereka dari Rasulullah.”
Abu Sofyan bin Harb berkata kepada Ali bin Abu Thalib, “Hai Abu
Hasan, aku lihat permasalahan menjadi sulit bagiku, nasihatilah aku.” Ali
bin Abu Thalib berkata, “Demi Allah, aku tidak mengetahui ada sesuatu
yang bermanfaat bagimu. Engkau pemimpin Bani Kinanah, oleh karena
itu, berdirilah dan lindungilah manusia, kemudian pulanglah ke tempat
asalmu.” Abu Sofyan bin Harb berkata, “Apakah hal tersebut bermanfaat
bagiku?” Ali bin Abu Thalib, “Kukira hal tersebut tidak bermanfaat
bagimu, namun aku tidak mengetahui alternatif yang lain.” Abu Sofyan
bin Harb pergi ke masjid, kemudian berkata, “Hai manusia, aku telah

11
melindungi manusia.” Usai berkata seperti itu, Abu Sofyan bin Harb
menaiki untanya dan pulang ke Mekkah.18
3. Hathib bin Abu Balta’ah mengirim surat kepada orang-orang Quraisy
Tidak lama setelah kejadian itu, Rasulullah mengumumkan bahwa
beliau hendak berangkat ke Mekkah dan memerintahkan kaum muslimin
serius dan bersiap-siap. Beliau berdoa,

‫ﺶ َﺣ ﱠﱴ ﻧَـْﺒـﻐَﺘَـ َﻬﺎ ِﰱ ﺑِﻼَ ِد َﻫﺎ‬ ِ


ْ ‫اﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ ُﺧﺬ اﻟْﻌُﻴُـ ْﻮ َن َو ْاﻷ‬
ٍ ْ‫َﺧﺒَ َﺎر َﻋ ْﻦ ﻗُـَﺮﻳ‬
“Ya Allah, rahasiakan informasi ini dari orang-orang Quraisy, agar kami
bisa menyerang mereka dengan tiba-tiba di negeri mereka sendiri.”

Ketika Rasulullah memutuskan berangkat ke Mekkah, Hathib bin


Abu Balta’ah mengirim surat kepada orang-orang Quraisy. Dalam
suratnya, Hathib bin Abu Balta’ah menjelaskan tentang keputusan
Rasulullah untuk berangkat ke tempat mereka. Surat tersebut dititipkan
Hathib bin Abu Balta’ah kepada seorang wanita bernama Muzainah atau
Sarah, mantan budak wanita salah seorang dari Bani Abdul Muththalib.
Hathib bin Abu Balta’ah memberi hadiah kepada wanita tersebut dengan
syarat ia mengantarkan suratnya kepada orang-orang Quraisy. Wanita
tersebut meletakkan surat Hathib bin Abu Balta’ah di kepalanya,
memintalnya dengan gelungan rambut, kemudian ia berangkat ke Mekkah.
Rasululullah saw. menerima wahyu dari langit tentang perbuatan
Hathib bin Abu Balta’ah tersebut, kemudian beliau mengutus Ali bin Abu
Thalib dan Az-Zubair bin Al-Awwam. Beliau bersabda kepada keduanya,
‘Kejarlah wanita yang membawa surat Hathib bin Abu Balta’ah yang
berisi penjelasan kepada orang-orang Quraisy tentang rencana kita
terhadap mereka.
Ali bin Abu Thalib dan Az-Zubair bin Al-Awwam berangkat dan
berhasil menyusul wanita tersebut di dataran tinggi, tepatnya dataran
tinggi Bani Abu Ahmad. Keduanya menyuruh wanita tersebut turun dari
unta dan membongkar pelananya, namun tidak menemukan apa-apa.
18
Ibnu Hisyam, As-Sirah an-Nabawiyah li Ibni Hisyam, Ditahqiq oleh: Umar Abd as-
Salam Tadmuriy,, (Beirut: Dar al-Kitab al-Araby, 1990) Juz IV, hal. 36-37

12
Ali bin Abu Thalib berkata kepada wanita tersebut, ‘Aku
bersumpah dengan nama Allah bahwa Rasulullah tidak berkata dusta dan
kami tidak mendustakannya. Serahkan surat yang engkau bawa kepada
kami. Kalau tidak, kami akan menelanjangimu.
Demi melihat keseriusan Ali bin Abu Thalib, wanita itu berkata:
‘Berpalinglah dariku’. Ali bin Abu Thalib berpaling, kemudian wanita
tersebut membuka gelungan rambutnya, mengeluarkan surat daripadanya,
dan menyerahkan surat tersebut kepada Ali bin Abu Thalib, kemudian Ali
bin Abu Thalib membawa surat kepada Rasulullah.
Rasulullah memanggil Hathib bin Abu Balta’ah dan berkata
kepadanya: ‘Hai Hathib, mengapa engkau melakukan hal ini?’ Hathib bin
Abu Balta’ah menjawab, ‘Wahai Rasulullah, demi Allah, aku beriman
kepada Allah dan RasulNya. Aku tidak berubah dan tidak berganti agama.
Hanya saja, aku orang yang tidak mempunyai asal-usul di Quraisy,
sedangkan anak dan keluargaku di tempat mereka. Oleh karena itulah, aku
mengambil muka terhadap mereka’. Umar bin Khaththab berkata, ‘Wahai
Rasulullah, izinkan aku memenggal leher orang ini, karena ia munafik’.
Rasulullah bersabda, ‘Hai Umar, engkau tidak tahu bahwa Allah melihat
mujahidin Badar di Perang badar, kemudian berfirman, ‘Kerjakan apa saja
yang kalian inginkan, karena Aku telah mengampuni kalian.19
Kemudian Allah swt. berfirman mengenai perihal Hathib:

         

           

           

           

          

19
Ibnu Ishaq, Op. Cit., hal 520

13
         

           

           

            

          

             

      


“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku
dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada
mereka (berita-berita Muhammad) karena rasa kasih sayang, padahal
sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang
kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu
beriman kepada Allah, Rabbmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk
berjihad pada jalanKu dan mencari ke-ridhaanKu (janganlah kamu
berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita
Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih
mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan.
Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka
sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus. Jika mereka
menangkap kamu, niscaya mereka bertindak sebagai musuh bagimu dan
melepaskan tangan dan lidah mereka kepadamu dengan menyakiti (mu)
dan mereka ingin supaya kamu (kembali) kafir. Karib kerabat dan anak-
anakmu sekali-kali tiada bermanfa'at bagimu pada hari Kiamat. Dia akan
memisahkan antara kamu. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan. Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada
Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia, ketika mereka
berkata kepada kaum mereka: ’Sesungguhnya kami berlepas diri dari
kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari
(kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan
kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah
saja’.” (Al-Mumtahanah: 1-4)

14
4. Keberangkatan Rasulullah dan kaum muslim menuju Mekkah
Rasulullah berangkat ke Makkah dan menunjuk Abu Rahm Al-
Ghifari sebagai amir sementara di Madinah. Itu terjadi pada tanggal
sepuluh Ramadhan. Jadi, beliau berpuasa begitu juga kaum muslimin.
Ketika beliau tiba di Al-Kudaid, tempat antara Usfan dengan Amaj, beliau
membatalkan puasanya.
Rasulullah terus berjalan hingga berhenti di Marru Adz-Dzahran
bersama sepuluh ribu kaum muslimin, tujuh ratus personil dari Bani
Sulaim dan seribu personil dari Bani Muzainah, karena pada semua
kabilah itu terdapat orang-orang yang telah masuk Islam. Seluruh kaum
Muhajirin dan Anshar ikut bersama Rasulullah. Tidak ada satu orang pun
dari mereka yang tidak ikut. Rasulullah berhenti di Marru Adz-Dzahran
sedang orang-orang Quraisy tidak mendengar informasi seputar beliau dan
apa yang akan beliau lakukan.
5. Islamnya Abu Sufyan bin al-Harits
Abu Sufyan bin Al-Harits bin Abdul Muththalib dan Abdullah bin
Abu Umaiyyah bin Al-Mughirah juga bertemu Rasulullah di Niqul Uqab,
daerah di antara Makkah dengan Madinah. Keduanya ingin masuk
menemui Rasulullah kemudian Ummu Salamah berkata kepada beliau
tentang keduanya. Ummu Salamah berkata, ‘Wahai Rasulullah, inilah anak
paman dan bibimu, serta keluargamu.’ Rasulullah bersabda, ‘Aku tidak
punya kepentingan dengan keduanya. Adapun anak pamanku, ia telah
merusak kehormatanku. Sedang anak bibiku dan keluargaku, ia pernah
mengatakan sesuatu tentang diriku di Makkah.’ Ketika sabda Rasulullah
disampaikan kepada keduanya, Abu Sofyan bin Al-Harits berkata, ‘Demi
Allah, Muhammad harus mengizinkan aku masuk. Jika tidak, aku akan
membawa anak kecil ini, kemudian kami berkelana ke dunia hingga kami
mati karena lapar dan haus.’ Ketika Rasulullah mendengar ucapan Abu
Sofyan bin Al-Harits tersebut, beliau terketuk hatinya, kemudian
mengizinkan keduanya masuk menemui beliau. Keduanya pun masuk dan

15
mengucapkan salam kepada beliau. Abu Sofyan bin Al-Harits menyatakan
ke-Islamannya dan permohonan maafnya akan dosa-dosa masa silamnya.
Seluruh pasukan Islam bergerak melewati jalan masuk yang telah
ditetapkan. Tidak ada seorang musyrik pun yang bertemu dengan Khalid
dan para sahabatnya melainkan dibunuhnya. Dua orang gugur dari
kalangan muslimin, yaitu Kurz bin Jabir al-Fihri dan Khunais bin Khalid
bin Rabi’ah ketika keduanya terpisah dari pasukan sehingga melewati
jalan yang salah.20
Khalid datang dengan menyisir kota Mekkah hingga menemui
Rasulullah di Shafa. Sedangkan az-Zubair terus bergerak maju hingga
menancapkan panji Rasulullah di pintu al-Hujun di sisi masjid al-Fath. Di
sana ia mendirikan kemah dan tidak beranjak darinya hingga Rasulullah
datang.
Rasulullah kemudian bangkit. Kaum Muhajirin dan kaum Anshar
berjalan di depan, belakang, dan samping beliau hingga masuk masjid.
Kemudian beliau menuju Hajar Aswad dan mengusapnya. Kemudian
melakukan Thawaf mengelilingi Ka’bah sambil memegang busur panah.
Di sekeliling Ka’bah dan di atasnya terdapat 360 buah berhala, beliau
memberanguskannya dengan busur seraya membaca:

          
“Dan Katakanlah: "Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap".
Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.”(QS. Al-
Isra’: 81)

        


“Katakanlah: "Kebenaran telah datang dan yang batil itu tidak akan
memulai dan tidak (pula) akan mengulangi.” (QS. Saba’: 49)

Lalu berhala-berhala tersebut berguguran dengan berserakan.

20
Shafiyurrahman, Op. Cit., hal. 599

16
E. PERANG THO'IF

Ketika orang-orang Tsaqif yang kalah tiba di Thaif, mereka menutup


pintu-pintu kotanya dan membuat sejumlah persiapan untuk perang. Urwah
bin Mas’ud dan Ghailan bin Salamah tidak ikut hadir di Perang Hunain dan
pengepungan Thaif, karena keduanya berada di Jurasy sedang bertugas
mempelajari pembuatan dabbabah, minjaniq, dan dhabur.
Setelah perang Hunain reda, Rasulullah berangkat ke Thaif. Ketika
beliau memutuskan berangkat ke Thaif, Ka’ab bin Malik r.a. berkata:
Kami lumat seluruh keraguan dari Tihamah dan Khaibar
Kemudian kami mengistirahatkan pedang-pedang kami dari perang
Kami berbicara dengan pedang-pedang kami
Jika pedang-pedang kami dapat berbicara, ia pasti berbicara
Aku bukan wanita menyusui anak jika kalian tidak pernah melihatnya
Ada beribu-ribu orang dari kami di halaman kalian
Kami cabut atap rumah di Wajj
Hingga rumah-rumah kalian menjadi kosong tanpa kalian.
Rasulullah berjalan melewati Nakhlah Al-Yamaniyah, Qarn, Al-
Mulaih, dan Bahrah Ar-Rugha’ dari Liyyah. Di sana, Rasulullah membangun
masjid dan mengerjakan shalat di dalamnya.
Kemudian Rasulullah berjalan melewati jalan Adh-Dhaiqah. Ketika
Rasulullah berjalan ke arah jalan tersebut, beliau bertanya tentang nama jalan
tersebut, “Apa nama jalan ini?” Dikatakan kepada beliau, “Jalan ini bernama
Adh-Dhaiqah”. Rasulullah bersabda, “Aku ganti jalan ini menjadi Al-Yusra.”
Setelah itu, Rasulullah keluar dari jalan Adh-Dhaiqah (Al-Yusra)
melewati Nakhab dan berhenti di pohon bernama Ash-Shadirah yang dekat
dengan kebun salah seorang dari Tsaqif. Rasulullah pergi menemui pemilik
kebun tersebut dan berkata kepadanya, “Engkau harus pergi dari sini. Jika
tidak, kami akan menghancurkan kebunmu.” Orang dari Tsaqif tersebut
menolak keluar dari kebunnya, kemudian Rasulullah memerintahkan
penghancuran kebun orang Tsaqif tersebut.

17
Setelah itu, Rasulullah meneruskan perjalanan hingga tiba di daerah
dekat Thaif dan di sana beliau bermarkas. Tapi, di tempat tersebut beberapa
orang dari sahabat Rasulullah terkena lemparan anak panah, karena markas
beliau berdekatan dengan tembok Thaif. Jadi tidak heran kalau anak panah
mengenai kaum muslimin dan mereka tidak dapat memasuki tembok orang-
orang Thaif karena orang-orang Thaif menutup temboknya. Ketika beberapa
sahabat terkena serangan anak panah, Rasulullah memindahkan markasnya ke
masjid beliau yang ada di Thaif sekarang, kemudian beliau mengepung orang-
orang Thaif dua puluh malam lebih.
Ketika Rasulullah ditemani dua orang istrinya, salah satunya ialah
Ummu Salamah binti Abu Umaiyyah. Untuk itu, dua kubah untuk keduanya
dipasang dan Rasulullah mengerjakan shalat di antara kedua kubah tersebut.
Ketika orang-orang Tsaqif masuk Islam, Amr bin Umaiyyah bin Wahb bin
Muattib bin Malik membangun masjid di tempat shalat Rasulullah tersebut. Di
masjid tersebut terdapat sebuah tiang yang jika matahari terbit dan sinarnya
mengenainya, maka terdengar suara. Rasulullah mengepung orang-orang
Thaif, memerangi mereka dengan dahsyat, dan terjadi saling lempar anak
panah pada kedua belah pihak.
Hingga pada pertempuran syadkhah di samping tembok Thaif,
beberapa sahabat Rasulullah masuk di bawah dabbabah, kemudian dengan
dabbabah tersebut, mereka mendekat ke tembok orang-orang Thaif untuk
melubanginya. Ketika itulah, orang-orang Tsaqif melepaskan paku besi yang
menyala-nyala ke arah kaum muslimin, kemudian kaum muslimin keluar dari
bawah paku besi tersebut. Pada saat yang sama, orang-orang Thaif menyerang
kaum muslimin dengan anak panah, hingga banyak sekali jatuh korban dari
mereka. Kemudian Rasulullah memerintahkan kaum muslimin menebang
pohon-pohon anggur milik orang-orang Tsaqif lalu kaum muslimin pergi ke
pohon-pohon anggur tersebut untuk menebangnya.
Disampaikan kepadaku bahwa Rasulullah bersabda kepada Abu Bakar
ketika beliau mengepung orang-orang Tsaqif, “Hai Abu Bakar, aku bermimpi
dihadiahi gelas besar dari kayu yang penuh dengan mentega, kemudian gelas

18
besar dari kayu tersebut dilubangi ayam jago, lalu ayam jago tersebut
menumpahkan mentega tersebut”. Abu Bakar berkata, “Aku pikir engkau
tidak dapat mengalahkan mereka pada hari ini seperti engkau inginkan”.
Rasulullah bersabda, “Tapi aku tidak berpendapat seperti itu.”
Khuwailah binti Hakim As-Sulami, istri Utsman bin Madz’un berkata,
“Wahai Rasulullah, jika Allah menaklukkan Thaif untukmu, berikan kepadaku
perhiasan Badiyah binti Ghailan bin Salamah atau perhiasan Al-Fari’ah binti
Aqil.” Khuwailah berkata seperti itu, karena kedua wanita tersebut adalah
wanita Tsaqif yang paling banyak perhiasannya. Disebutkan kepadaku bahwa
ketika Rasulullah bersabda kepada Khu-wailah binti Hakim, “Bagaimana
kalau aku tidak diberi izin terhadap orang-orang Tsaqif, wahai Khuwailah?”
Khuwailah binti Hakim keluar dari hadapan Rasulullah kemudian
menceritakan ucapan Rasulullah tersebut kepada Umar bin Khaththab, lalu
Umar bin Khaththab masuk menemui Rasulullah dan berkata kepada beliau,
“Wahai Rasulullah, ucapan apa yang telah engkau katakan kepada Khuwailah
karena ia bercerita bahwa engkau mengatakan sesuatu?”. Rasulullah bersabda,
“Ya, aku telah berkata seperti itu”. Umar bin Khaththab berkata, “Wahai
Rasulullah, bagaimana kalau aku memberimu izin terhadap mereka?”.
Rasulullah bersabda, “Tidak”. Umar bin Khaththab berkata, “Bagaimana kalau
aku mengumumkan kepada orang-orang agar mereka pergi?” Rasulullah
bersabda, “Ya, silakan.”
Umar bin Khaththab pun mengumumkan kepada orang-orang agar
mereka pergi. Ketika orang-orang telah berangkat, tiba-tiba Sa’id bin Ubaid
bin Usaid bin Abu Amr bin Ilaj berkata, “Ketahuilah, sesungguhnya
rombongan tidak pergi”. Uyainah bin Hishn berkata, “Demi Allah, ini sebuah
kemuliaan”. Salah seorang dari kaum muslimin berkata kepada Uyainah bin
Hishn, “Semoga Allah mematikanmu, hai Uyainah, pantaskah engkau memuji
orang-orang musyrikin karena penghadangan mereka terhadap Rasulullah,
padahal engkau datang ke sini untuk menolong beliau?”. Uyainah bin Hishn
berkata, “Demi Allah, aku datang ke sini tidak untuk memerangi orang-orang
Tsaqif bersama kalian, namun aku ingin Muhammad dapat membuka Thaif,

19
kemudian aku mendapatkan salah seorang gadis Tsaqif, kemudian aku
menggaulinya dengan harapan gadis tersebut melahirkan anak laki-laki
untukku, karena Tsaqif itu kaum yang cerdas.
Beberapa budak di antara orang-orang yang terkepung di Thaif
menemui Rasulullah untuk masuk Islam, kemudian beliau memerdekakan
mereka.
Ketika orang-orang Thaif masuk Islam, beberapa orang dari mereka
membicarakan tentang budak-budak tersebut, kemudian Rasulullah bersabda,
“Tidak, mereka adalah orang-orang yang dimerdekakan oleh Allah.” Di
antara orang yang membicarakan tentang budak-budak tersebut adalah Al-
Harits bin Kaladah.
Jumlah total sahabat Rasulullah yang gugur sebagai syuhada di Perang
Thaif ialah dua belas orang; tujuh orang dari Quraisy, empat orang dari kaum
Anshar, dan satu orang dari Bani Laits.

PENUTUP
Fase tahun ketujuh dan kedelapan Hijriyah merupakan fase yang banyak
terjadi peperangan yang besar dan peperangan kecil. Peperangan besar yang
terkenal dalam fase ini yaitu Perang Khaibar, Perang Mu’tah, Fath Mekkah, dan
Perang Hunain atau Perang Tha’if.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Al-Mubarakfuriy, Shofiyurrahman, Perjalanan Hidup Rasul yang Agung


Muhammad saw. dari Kelahiran Hingga Detik-detik Terakhir,
(Jakarta: Darul Haq, 2012) Cet. XIV

Al-Buthy, Muhammad Sa’id Ramadhan, Sirah Nabawiyah, (Jakarta: Rabbani


press, 2009) Cet. XV

An-Nadwi, Abul Hasan ‘Ali al-Hasany, Sejarah Lengkap Nabi Muhammad saw.,
(Jokjakarta: Mardhiyah Press, 2007) Cet. III

Hasan, Hasan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam,diterjemahkan oleh Aunur


Rafiq Shaleh Tamhiq, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009) Cet. III.

20
Ibnu Hisyam, As-Sirah an-Nabawiyah li Ibni Hisyam, Ditahqiq oleh: Umar Abd
as-Salam Tadmuriy, (Beirut: Dar al-Kitab al-Araby, 1990) Juz IV

Ibnu Hisyam, Tahqiq As-Sirah an-Nabawiyah li Ibni Hisyam, Ditahqiq oleh:


Umar Abd as-Salam Tadmuriy,, (Beirut: Dar al-Kitab al-Araby,
1990) Juz III

Ibnu Ishaq, As-Sirah an-Nabawiyah, Muhaqqiq: Ahmad Farid al-Mazidiy,


(Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2004) Juz II.

21

Anda mungkin juga menyukai