Anda di halaman 1dari 7

= MAKALAH PERBAIKAN =

SHALAT JAMA` DAN QASHAR DALAM


PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

S
A

DITULIS OLEH : AGUS SALIM

PEMBANDING:

BAMBANG HERMANTO
NIM. 09 S3 020

Mata Kuliah : HADIS AHKAM

Dosen Pembimbing:

PROF. DR. H. EDI SAFRI, MA.

PROGRAM DOKTORAL
PPS UIN SUSKA RIAU
TAHUN 2010
SHALAT JAMA` DAN QASHAR DALAM
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
A. Pendahuluan

Akhir-akhir ini di kota besar, keadaan lalu lintas seharihari di hari

kerja semakin padat merayap dan tidak jarang macet total sematamata

karena terlalu banyaknya kendaraan. Berjamjam orang berada di

kendaraan tanpa dapat berbuat banyak dan tiba di tujuan (di rumah dari

pulang kerja) sudah larut malam. Waktu Asar, Maghrib dan Isya‘ masih di

kendaraan. Bagaimana tuntunan untuk menjalankan ibadah yang wajib

kita lakukan itu pada kondisi lalu lintas seperti itu? Bagaimana dalilnya?

Persoalan seperti merupakan persoalan yang dihadapi pada masa

sekarang ini dan menjadi sangat penting untuk dikaji kedudukan

hukumnya karena persoalan ini dihadapi oleh semua orang dan terkait

dengan persoalan asasiah dalam agama Islam yakni shalat. Salah satu

permasalahan yang dapat digunakan dalam mengkaji masalah ini adalah

persoalan jama` dan qashar yang telah banyak dibahas dalam khazanah

fiqh klasik berdasrkan al-Quran dan hadis Rasulullah. Dalam makalah

yang ditulis Agus Salim dalam diskusi mahasiswa Program S3 pada Mata

Kuliah Hadis Ahkam yang dibimbing oleh Prof. Dr. H. Edi Safri, MA., pada

makalah ini akan ditulis beberapa catatan sebagai perbandingan yang ada

dalam makalah tersebut.

B. Catatan Pembanding
1. Kemudahan sebagai dalil rasio logis jama` dan qashar

1
Shalat lima waktu sebagaimana yang telah dimaklumi adalah salah

satu rukun Islam; yang oleh karenanya harus ditegakkan pelaksanaannya

oleh setiap muslim, manakala tiba waktunya. Dalam kondisi normal (tanpa

udzur/halangan) Islam mengajarkan pelaksanaan shalat untuk sesuai

dengan waktu yang ditetapkan untuk masingmasing, juga dengan kaifiyah

(tatacara) yang telah ditetapkan.

Dalam kondisi-kondisi tertentu yang mengakibatkan seorang

muslim mengalami kesulitan untuk melaksanakan shalat wajib

sebagaimana yang dilaksanakan pada kondisi normal (tanpa

udzur/halangan), Islam memberi kemudahan, adakalanya berupa

kemudahan yang berkaitan dengan waktu pelaksanaannya yakni dengan

menjama‘ (mengumpulkan dua macam shalat dalam satu waktu tertentu)

dan adakalanya berupa keringanan dalam pelaksanaanya yaitu dengan

mengqashar (memendekkan/meringkas) jumlah raka’atnya. Keringanan

atau kemudahan yang diberikan itu diungkapkan dalam ajaran Islam,

melalui beberapa ayat alQur’an dan al-Hadits. Allah berfirman:

ِ ‫ َو َما َج َع َل َع َل ْي ُك ْم فِي ال ِّد‬.


‫ين ِمنْ َح َر ٍج‬
Artinya: “… dan Dia sekalikali tidak menjadikan untuk kamu dalam
agama suatu kesempitan.” [QS. alHajj (22): 87].

‫ي ُِري ُد هللاُ ِب ُك ُم ْاليُسْ َر َوالَ ي ُِري ُد ِب ُك ُم ْالعُسْ َر‬


Artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu.” [alBaqarah (2): 185].

Di samping itu Rasulullah saw bersabda:

2
‫ [ رواه البخاري عن أبى‬.ُ‫هللا ْال َحنِي ِف َّي ُة السَّمْ َح ة‬ ِ ‫ال ِّدينُ يُسْ ٌر َأ َحبُّ ال ِّد‬
ِ ‫ين ِإ َلى‬
‫هريرة‬
Artinya: “Agama itu mudah; agama yang disenangi Allah yang benar
lagi mudah.” [HR. alBukhari dari Abu Hurairah ra.].

‫ [ رواه البخاري عن أنس بن مالك‬... ‫َي ِّسرُوا َوالَ ُت َع ِّسرُوا‬


Artinya: “Mudahkanlah dan jangan mempersukar ...” [HR. alBukhari dari Anas
ibn Malik ra.].

2. Dalil-dalil Shalat Jama` dan Qashar

Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa keringanan dalam

menegakkan shalat, diberikan dengan mengqashar (meringkas). Dalam

alQur’an disebutkan:

ُ ‫ْس َع َل ْي ُك ْم جُن ا ٌح َأنْ َت ْق‬


‫صرُوا م َِن الصَّال ِة ِإن‬ َ ‫ض َف َلي‬ِ ْ‫ض َر ْب ُت ْم فِي ْاأل ر‬ َ ‫َوِإ َذا‬
َ ‫ِخ ْف ُت ْم أ نْ َي ْف ِت َن ُك ُم الَّذ‬
.‫ِين َك َفرُو ا‬
Artinya: “Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah
mengapa kamu menqashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang
orangorang kafir.” [QS. anNisa (4): 101].

Dalam beberapa hadits diterangkan, antara lain:

ْ‫ْس َع َل ْي ُك ْم جُن ا ٌح َأن‬ َ ‫ب َلي‬ ِ ‫ْن ْال َخ َّطا‬ ِ ‫ت لِ ُع َم َر ب‬ ُ ‫ْن ُأ َم َّي َة َقا َل قُ ْل‬
ِ ‫َعنْ َيعْ َلى ب‬
‫ِين َك َفرُوا َف َق ْد َأم َِن ال َّناسُ َف َقا َل‬َ ‫صرُوا ِمنْ الصَّال ِة ِإنْ ِخ ْف ُت ْم َأنْ َي ْف ِت َن ُك ْم الَّذ‬ ُ ‫َت ْق‬
‫صلَّى هللاُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم َعنْ َذل َِك‬ َ ‫هللا‬
ِ ‫ت َرسُو َل‬ ُ ‫ْت ِم ْن ُه َف َسَأ ْل‬ َ ‫ْت ِممَّا َع ِجب‬ ُ ‫َع ِجب‬
.] ‫ [ رواه مسلم‬.ُ‫ت ه‬ َ ‫ص َّد َق هللاُ ِب َها َع َل ْي ُك ْم َفا ْق َبلُوا‬
َ ‫صدَ َق‬ َ ‫صدَ َق ٌة َت‬
َ ‫َف َقا َل‬
Artinya: “Diriwayatkan dari Ya’la Ibn Umayyah, ia berkata: Saya bertanya
kepada ‘Umar Ibnul Khaththab tentang (firman Allah): "Laisa ‘alaikum junahun
an taqshuru minashalah in khiftum an yaftinakumulladzina kafaru". Padahal
sesungguhnya orangorang dalam keadaan aman. Kemudian Umar berkata:
Saya juga heran sebagaimana anda heran terhadap hal itu. Kemudian saya
menanyakan hal itu kepada Rasulullah saw. Beliau bersabda: Itu adalah
pemberian Allah yang diberikan kepada kamu sekalian, maka terimalah
pemberianNya.” [HR. Muslim].

3
‫صلَّى الظ هْ َر ِب ْال َمدِي َن ِة َأرْ َبعًا‬
َ ‫صلَّى هللاُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ ‫س َأنَّ َرسُو َل‬
َ ‫هللا‬ ٍ ‫َعنْ َأ َن‬
.‫ [ رواه مسلم‬.‫صلَّى ْال َعصْ َر ِبذِي ْال ُح َل ْي َف ِة َر ْك َع َتيْ ِن‬ َ ‫َو‬
Artinya: “Diriwayatkan dari Anas, bahwa Rasulullah saw shalat dhuhur
di Madinah empat raka’at dan shalat ashar di Dzul Hulaifah dua raka’at.” [HR.
Muslim].

Adapun Hadits yang menerangkan shalat jama’ antara lain:

َ ‫صلَّى هللاُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم فِي َغ ْز َو ِة َتب‬


‫ُوك‬ َ ‫هللا‬ ِ ‫ُول‬ ِ ‫َعنْ م َُعا ٍذ َقا َل َخ َرجْ َنا َم َع َرس‬
‫ [ رواه‬.‫ب َو ْال ِع َشا َء َج ِميعً ا‬ ُّ ‫ُصلِّي‬
َ ‫الظه َْر َو ْال َعصْ َر َجمِيعًا َو ْال َم ْغ ِر‬ َ ‫ان ي‬ َ ‫َف َك‬
‫مسلم‬
Artinya: “Diriwayatkan dari Mu’adz ra ia berkata: Kami pergi bersama
Nabi saw dalam perang Tabuk, beliau melaksanakan shalat dhuhur dan
ashar secara jama‘, demikian juga antara maghrib dan ‘isya dilakukan secara
jama‘. [HR. Muslim].

‫صلَّى هللاُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم ِإ َذا ارْ َت َح َل‬ َ ‫هللا‬ِ ‫ان َرسُو ُل‬ َ ‫ْن َمالِكٍ َقا َل ك‬ ِ ‫سب‬ ِ ‫َعنْ َأ َن‬
‫ت ْال َعصْ ِر ُث َّم َن َز َل َف َج َم َع َب ْي َن ُه َما‬ ُّ ‫يغ ال َّشمْ سُ َأ َّخ َر‬
ِ ‫الظه َْر ِإ َلى َو ْق‬ َ ‫َق ْب َل َأنْ َت ِز‬
‫ [ متفق عليه‬.‫ب‬ َ ِ‫الظه َْر ُث َّم َرك‬ ُّ ‫صلَّى‬ َ ‫ت ال َّشمْ سُ َق ْب َل َأنْ َيرْ َت ِح َل‬ ْ ‫اغ‬ َ ‫َفِإنْ َز‬
Artinya: “Diriwayatkan dari Anas ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw
jika berangkat dalam bepergiannya sebelum terdelincir matahari, beliau
mengakhirkan shalat dhuhur ke waktu shalat ‘ashar; kemudian beliau turun
dari kendaraan kemudian beliau menjama’ dua shalat tersebut. Apabila sudah
tergelincir matahari sebelum beliau berangkat, beliau shalat dhuhur terlebih
dahulu kemudian naik kendaraan.” [Muttafaq ‘Alaih].

‫صلَّى ِب ْال َمدِي َن ِة َس ْبعًا َو َث َما ِنيًا‬ َ َّ‫َّاس َأنَّ ال َّن ِبي‬
َ ‫صلَّى هللاُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم‬ ٍ ‫ْن َعب‬ ِ ‫َعنْ اب‬
‫ [ متفق عليه‬.‫ب َو ْال ِع َشا َء‬ ُّ
َ ‫الظه َْر َو ْالع صْ َر َو ْال َم ْغ ِر‬
Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu’Abbas ra, ia berkata: Bahwa Nabi saw
shalat di Madinah tujuh dan delapan raka’at; dhuhur, ashar, maghrib dan
‘isya.“ [Muttafaq ‘Alaih].

‫الظه َْر َو ْال َعصْ َر‬ ُّ ‫صلَّى هللاُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ ‫صلَّى َرسُو ُل‬
َ ‫هللا‬ َ ‫َّاس َقا َل‬ٍ ‫ْن َعب‬ ِ ‫َعنْ اب‬
‫ت َسعِي ًدا‬ ُ ‫الز َبي ِْر َف َسَأ ْل‬
ُّ ‫ف َوالَ َس َف ٍر َقا َل َأبُو‬
ٍ ‫َجمِيعًا ِبال َمدِي َن ِة فِي َغي ِْر َخ ْو‬
‫س َأ ْل َتنِي َف َقا َل َأ َرادَ َأنْ الَ يُحْ ِر َج‬َ ‫َّاس َك َما‬
ٍ ‫ت اب َْن َعب‬ ُ ‫لِ َم َف َع َل َذل َِك َف َقا َل َسَأ ْل‬
‫ [ رواه مسلم‬. ‫َأ َح ًدا ِمنْ ُأ َّمتِه‬

4
Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: Rasulullah saw
shalat dhuhur dan ‘ashar di Madinah secara jama‘, bukan karena takut dan
juga bukan dalam perjalanan. Berkata Abu Zubair: saya bertanya kepada
Sa’id; Mengapa beliau berbuat demikian? Kemudian ia berkata; Saya
bertanya kepada Ibnu’ Abbas sebagaimana engkau bertanya kepadaku:
Kemudian Ibnu ‘Abbas berkata: Beliau menghendaki agar tidak mernyulitkan
seorangpun dari umatnya.” [HR. Muslim].

3. Kedudukan Maqashid Syar`iyah dalam Hukum Jama` dan Qashar

Dalam kajian ushul a-fiqh tujuan ditetapkannya hukum Islam

dikenal dengan maqashid asy-syari'ah yang pada hakikatnya memelihara

al-mabadi’ al-khamsah atau yang juga dikenal dengan istilah al-kulliyyat

al-khamsah, atau ad-dharuriyyat al-khamsah; yaitu menjaga agama, jiwa,

keturunan, akal, dan harta. Asy-Syathibi dalam karyanya al-Muwafaqat ia

mengatakan bahwa maslahat terbagi menjadi tiga, yaitu dharuriyyat

(primer), hajiyyat (skunder) dan tahsinat (tersier). Mashlahah Dharuriyyah

adalah sesuatu yang mesti adanya demi terwujudnnya kemaslahatan

agama dan dunia. Apabila hal ini tidak ada, maka akan timbul kerusakan

dan bahkan hilangnya hidup dan kehidupan seperti makan, minum, shalat,

puasa dan ibadah-ibadah lainnya. Yang termasuk mashlahah atau

maqashid asy-syari'ah adh-dharuriyyat ini ada lima yaitu: agama (ad-din),

jiwa (an-nafs), keturunan (an-nasl), harta (al-mal) dan akal (al-'aql). Cara

untuk menjaga yang lima tadi dapat ditempuh dengan dua cara yaitu:

a. Dari segi adanya (min nahiyah al-wujud) yaitu dengan cara manjaga

dan memelihara hal-hal yang dapat melanggengkan keberadaannya.

5
b. Dari segi tidak ada (min nahiyah al- ‘adam) yaitu dengan cara

mencegah hal-hal yang menyebabkan ketiadaannya.

Sementara itu Mashlahah Hajiyyah adalah sesuatu yang sebaiknya

ada agar dalam melaksanakannya leluasa dan terhindar dari kesulitan.

Kalau sesuatu ini tidak ada, maka ia tidak akan menimbulkan kerusakan

atau kematian hanya saja akan mengakibatkan masyaqqah dan

kesempitan. Misalnya, dalam masalah ibadah adalah adanya rukhshah;

shalat jama' dan qashar bagi musafir. Sedangkan mashlahah tahsinat

adalah sesuatu yang sebaiknya ada demi sesuainya dengan keharusan

akhlak yang baik atau dengan adat. Kalau sesuatu ini tidak ada, maka

tidak akan menimbulkan kerusakan atau hilangnya sesuatu juga tidak

akan menimbulkan masyaqqah dalam melaksanakannya, hanya saja

dinilai tidak pantas dan tidak layak menurut ukuran tatakrama dan

kesopanan.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa dalam memahami

persoalan sahalat jama` dan qashar bila dikaitkan dengan kondisi zaman

sekarang maka doktrin fiqh yang telah berkembang dalam pemikiran

klasik Imam mazhab perlu untuk dikembangkan terutama dalam rangka

mewujudkan kemaslahatan al-din. Bila pemikiran hukum tentang jama`

dan qashar tidak dikembangkan sehingga menemukan formulasi

bagaimana kebolehan jamaq dan qashar dalam berbagai keadaan terkini

bisa jadi shalat akan menjadi ketentuan syari`ah yang menyulitkan

sehingga dianggap asing dalam kehidupan kaum muslimin itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai