PENDAHULUAN
1
dengan sendirinya timbul keinginan untuk mengutipnya serta
sangat mengaguminya sehingga semua tuntutannya diamalkan.2
Dalam menata bab-bab fiqih Islam, persoalannya menjadi
ganda; karena fiqih ternyata tidak memakai sistematika yang
seragam. Bab-bab yang ditempatkan dibagian awal oleh satu
mazhab, ternyata oleh mazhab yang lain ditempatkan dibelakang.
Umpanya bab muamalat didahulukan atas bab nikah bagi ulama
syafiiyah dan hanabilah sedangkan menurut ulama hanafiyah dan
malikiyah adalah sebaliknya, bab nikah didahulukan atas bab
muamalat.
Disamping adanya perbedaan bab-bab dan pasal-pasal yang
termasuk dalam bagian-bagian pokok antara satu mazhab dengan
mazhab lainnya, bagian muamalat pun umpamanya menurut
mazhab maliki, syafii dan hambali hanya dimaksudkan untuk
transaksi jual beli atau yang seumpamanya sementara menurut
ulama hanafi, hal itu lebih umum dan lebih luas dari pada itu, sebab
muamalat bagi mereka ditujukan untuk semua transaksi yang
berimbal materi, perkawinan, perselisihan, amanah dan harta
peninggalan.
Demikian pula, mereka kadang-kadang berbeda arah dalam
membahas topik yang sama. Sebahagian mereka menempatkan
satu topik masalah dalam bagian ibadat, sementara yang lainnya
menempatkannya dalam bagian Mu'amalat, seperti bab
perlombaan (al-sabq) atau (al-musabaqah). Ulama Malikyah
memandangnya sebagai bagian dari ibadat. Jadi, ia lebih melekat
pada jihad. Sementara Ulama Hambali memandangnya sebagai
bagian dari bab Mu'amalat, demikian seterusnya terhadap masalah-
2
‘Abd al-Wahab’ Abd al-Lathif dan ‘Abd al-Sami’ Ahmad Imam, Al- dzakhirat, cet 2,
(Kuwait; kementrian waqaf dan urusan agama islam, thn 1402H./ 1982M) jilid 1 hlm 34
2
masalah lainnya yang akan dikemukakan rincian serta penjelasan
kaitan-kaitannya.
BertItik tolak dari pemikiran di atas, penulis merasa tertarik
untuk melakukan peneltian dengan judul : “STUDI TENTANG
SISTEMATIKA PENYUSUNAN KITAB FIQH DAN KORELASI
FILOSOFISNYA MENURUT MAZHAB SYAFI’I DAN MAZHAB HANBALI”
B. Rumusan Masalah
3
1. Menambah wawasan dan khsanah keilmuan terutama
memahami pola menyusunan sistematiak kitab fiqh dari
masing-masing mazhab.
2. Memenuhi tugas akhir mata kuliah Manhaj istinbath fiqh Islam
pada Program S3 PPS UIN Suska Riau
D. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library
research). Data yang dikumpulkan bersumber dari literatur-literatur
yang terkaita dengan masalah peneltian ini. Untuk studi ini, dari
mazhab Syafi'i diambil kitab : “Minhaj al-Thalibin”, karya Syaikh al-
Islam Muhyi al-Din Abi Zakariya Yahya ibn Syarf Syaraf Al-Nawawi
(wafat pada tahun 676 H). Kitab ini banyak mengundang perhatian.
Ia menjadi poros berbagai kegiatan fiqh pada abad terakhir dari
kalangan ulama al-Syafi'iyah, banyak yang menulis syarah dan
ringkasannya, sampai-sampai dua syarahnya :
1. Tuhfat al-Muhtaj, karya Ahmad ibn Muhammad ibn Ali ibn
Hajar al-Haitami (wafat pada tahun 974 H).
2. Nihayat al-Muhtaj Syarah al-MInhaj, karya Syams al-Din
Muhammad ibn Ahmad ibn Hamzah al-Ramli (wafat tahun
1004 H.)
Kitab ini menjadi dua kitab standar mazhab dan telah menjadi
ketetapan di kalangan ulama al-Syafi'iyah, bahwa seorang mufti
tidak boleh mengeluarkan fatwa yang berlawanan dengan isi dua
syarah tersebut, dan bahkan dengan kitab tuhfat dan al-Nihayat itu
sendiri.3 Ditambah lagi dengan kitab-kitab mazhab Syafi’i yang lain
seperti : Hasyiah Tuhfah al-Habib ‘ala Syarh al-Khatib, oleh
3
Ibid
4
Sulaiman al-Bujairimi, dan Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifati Ma’ani
Lafz al-Minhaj, oleh Muhammad Khatib al-Syirbani.
Dalam mazhab hambali, pilihan jatuh pada kitab “ Muntaha
al-Iradat fi Jam al – Muqni’ ma’a al-Tanqih wa al-Ziyadat “, karya
Muhammad ibn ahmad ibn Abd al- Aziz al-Futuhi, terkenal dengan
sebutan Ibn al- Najjar, ( wafat pada tahun 972 H). Kitab ini menjadi
handalan, khususnya dalam masalah tarjih, pada keterangan
pinggirnya “al- iqna’ li – thalib al- intifa’“, karya Musa ibnu Ahmad
al- Hijawi ( wafat pada tahun 968 H) karena kitab ini dinilai lebih
cermat disbanding 2 kitab “ al- tanqih al-musybi’” karya al-
Mardhawi dan al-Iqna’ karya al-Hijawi…”4. Ditambah lagi dengan
kitab mazhab Hanbali yang lain seperti : Al-Mubdi fi Syarhil Mughni,
oleh Ibrahim bin Muhammad Ibnu Muflih.
Setelah data terkumpul kemudian dianalisis dengan metode
deskriptif-analisis-komparatif dengan memberikan gambaran
bagaimana sistematika penyusunan kitab fiqh mazhab Syafi’i dan
mazhab Hambali, kemudian dianalisis untuk melihat hubungan dan
logika filosofisnya dari sistematisasi bab dab fasal kitab fiqh dua
mazhab tersebut.
4
Ali ibnu Muhammad al-Kindi, Muqaddimah fi Bayan al- Mustalahat al- Fiqhiyyah ala al-
Mazhab al- Hambali ( Makkah; mathabi’ quraisy, tahun. 1378 H. / 1978M.), hal. 14
5
BAB II
SISTEMATUKA PENULISAN FIQH DAN
KORELASI FILOSOFISNYA MENURUT MAZHAB SYAFI’I
6
harus didahulukan atas masyruth, karena itu dalam penyusunan
buku ia harus didahulukan.
Tidak syak lagi bahwa hukum-hukum syara’ itu tak terlepas
kaitannya, baik dengan ibadat, mu'amalat, munakahat maupun
jinayat. Sebab, tujuan diutusnya Rasul saw. Itu adalah untuk
menata keadaan hamba, baik untuk hari esok maupun untuk
kehidupan duniawi. Teraturnya kehidupan manusia itu hanya dapat
tercapai apabila daya berfikir, daya biologis, dan daya amarah
()الغضبية manusia itu sempurna. Apabila pembahasan yang
terdapat dalam fiqh itu berkaitan denga kesempurnaan berfikir atau
mentalitas ()كمال النطقية maka itu adalah bidang-bidang ibadat,
sebab dengan ibadat itulah daya berfikir dapat sempurna. Jika
pembahasan itu berkaitan dengan kesempurnaan keinginan
syahwat, ( )كمال الشهو يةmaka ia terbagi kepada dua; yang berkaitan
dengan persoalan makan dan seumpamanya, disebut dengan
Mm'amalat, dan yang berkaitan dengan persetubuhan dan
seumpamanya disebut munakahat. Dan pembahasan yang
berakitan dengan kesempurnaan daya amarah, maka itu adalah
bidang jinayat.
Yang terpenting di antara yang empat ini adalah : Ibadat,
karena ia terkait dengan yang maha mulia, dan setelah itu
mu'amalat, karena ia sangat dibutuhkan, dan berikunya adalah
munakahat, karena kebutuhan terhadapnya berada di bawah
Mu'amalat jinayat, lebih jarang terjadinya dibanding dengan bidang-
bidang terdahulu sebelumnya. Oleh karena itu, maka susunlah fiqg
itu menurut urutan ini……. 6
6
Syamsuddin Muhammad bin Ahmad al-Ramli, Nihayah al-Muhtaj Ma Syarhi al-Minhaj :
(Mesir : Syarikah Maktabah wa Mathbaah Musthafa al-Babil Halby, 1386 H), hal. 59
7
Bertitik tolak dari hal tersebut, ulama Syafi'iyah membagi
bab-bab dan topik-topiknya kedalam empat pokok :
Bagian pertama : ibadat ()ربع العبادة
Bagian kedua : Mu'amalat ()ربع المعاملث
Bagian ketiga : nikah ()ربع النكاح
Bagian keempat : jinayat dan Al-Mukasamat ()ربع الجناية والمخا صماث
Bab faraid berdri sendiri, terpisah dari bagian ini. Ia
ditempatkan antara bagian Mu'amalat dan nikah. Berikut ini adalah
penjelasan tentang urutan bagian-bagian ini dan bab-bab fiqh yang
terkandung didalamnya serta hubungan masing-masingnya.
7
Sulaiman al-Bujairimy, Hasyiyah al-Habib ‘Ala Syarah al-Khatib, (Mesir : Maktabah al-
Baby al-Halby, 195), hal. 300-2
8
Kitab Al-Zakat
Kitab Al-Syiam
Kitab Al-I’tikaf
Kitab Al-Hajj
8
Ibid
9
Ibid
9
kitab Al-Waqf, kitab Al-Hibah, Kitab Al-Luqhatah, Kitab Al-Laqith
dan kitab Al-Ju’alah. Setelah itu disebutkan Kitab Al-Fara’id.
Banyak pensyarah dan penulis yang lupa menyebutkan
hubungan ilmu fara’id dengan sejumlah topik-topik fiqh lainnya.
Al-'Allamah Sulaiman mencoba mengungkapkan rahasia ini dalam
kalimat berikut : “Mereka tidak sampai membicarakan rahasia ini
bagi faraid, barang kali karena faraid itu merupakan bidang ilmu
yang berdiri sendiri, atau karena ia secara hukum dimasukkan ke
dalam mu'amalat, karena sasrannya asalah pembagian harta
peninggalan, jadi ia serupa dengan mu'amalat”10.
Mengenai latar belakang ditempatkannya kitab faraid
sesudah bagian mu'amalat dan ibadat, Al-'Allamah Bujairimi
menyebutkan sebagai berikut : “Kitab Fara'id ditempatkannya di
belakang ibadat dan mu'amalat adalah karena ibadat dan
mu'amalat itu sangat diperlukan oleh manusia atau salah satu dari
keduanya sejak manusia dilahirkan tanpa henti-hentinya atau pada
ghalibnya sampai ia meninggal dunia. Dan juga karena kedua-
duanya berkaitan denga proses pengabdian hidup menjelang mati,
sedangkan fara'id adalah separoh dari ilmu, oleh karena itu maka
pada tempatnya lah ia disebutkan diparohan kitab”. 11
10
Sulaiman al-Jamal, Hasyiyah al-Jamal ‘ala Syarhi al-Minhaj, (Mesir : Musthafa
Muhammad, tt) jilid I, hal. 26
11
Sulaiman al-Bujairimy, Op.Cit, hlm. 256
10
untuk membayar hutang, melaksanakan Wasiat dan mengurus
anak-anak semua ini merupakan kumpulan dari beberapa amanah
pada diri penerima Wasiat, yang berdasarkan atauran taukilnya
harus ia laksanakan dengan jujur dan benar.
Wadi’ah ini termasuk kelompok amanah. Orang yang
menerima titipan adalah wakil dari yang menitip barang dalam hal
memelihara. Ia tidak boleh melakukan apa-apa terhadap barang
titipan kecuali atas izin penitip barang. Dan pengertian seperti ini
tampak jelas dalam defenisi wadi’ah sebagai berikut :
“Mewakilkan seseorang untuk memelihara barang milik atau
sesuatu yang dihargai yang istimewa menurut cara yang
khusus”.12
Jadi, kedua-dua kitab tersebut termasuk bagian dari amanah
dan wikalah. Sayid al-bakri syatha menyebutkan pengertian dari
urutan kitab ini sebagai berikut: dan wadi’ah itu ada
persesuaiannya dengan Fara'id, karena harta anak yatim yang
tanpa ahli waris itu berkedudukan sama dengan wadi’ah di bait al-
mal kaum muslimin. Adapun kitab bagian shadaqah, maka yang
paling tepat, disebutkan pada akhir kitab zakat. Bagian shadaqat ini
merupakan rekayasa sejumlah ahli fiqh Syafi'iyah. Hal ini
dikemukakan oleh Al-Khatib Al-Syarbini dalam pernyataannya :
“Kitab ini disebutkan oleh Al-Muzani Rahimahullah taala dan
kebanyakan ulama pada bagian zakat, dan dalam buku ini penulis
mengikuti pola mereka, karena masing-masing dari al-Fa’i, Al-
Ghanimah dan zakat itu, pengumpulannya ditangani oleh
12
Al-Syarbini, Mughny al-Muhtaj ila Ma’rifat Ma’ani Lafz al-Minhaj, (Beirut : Dar al-Fikr,
1978), jilid II, hal. 79
11
penguasa”. 13
Di dalam kitab Al-umm, Kitab shadaqoh ini juga
disebutkan oleh imam Al-Syafi'i diakhir kitab Zakat.
12
seumpamanya seperti mencekik, dan tersisih pula tindakan
hukum yang berakibat hilangnya sifat-sifat maknawi seperti
pendengaran, lantas diputuskan bahwa hukumnya tidak sama
dengan hukum melukai, padahl bukan demikian”. 15
15
Sayyid Bakri Syatha, I’anatut Thalibin ‘ala Hall Alfaz Fath al-Mu’in, jilib IV, hal. 109
16
Sulaiman al-Bujairimi, Op-Cit, jilid III, hal. 2
17
Sayyid Bakri Syatha, Op-Cit, hal.170
13
BAB III
SISTEMATIKA PENULISAN FIQIH DAN
KORELASIFILOSOFISNYA MENURUT MAZHAB HAMBALI
14
yang urgen. Ia adalah tujuan pertama dan terakhir dari penciptaan
makhluk, sesuai dengan firman Allah swt : وما خلقت الجن والنس ال ليعبدون
Dari ibadat, mereka dahulukan sarananya, yaitu Kitab Al-
Thaharah. Syeikh Ibnu Taimiyah berkata : "Adapun ibadat, maka
yang terbesar diantaranya adalah shalat. Orang yang memulai
masalah–masalah shalat dengan masalah bersuci, sesuai sabda
Rasul saw. “ kunci pembuka shalat itu adalah suci”, sebagaimana
urutan yang dilakukan oleh kebanyakan ulama. Adapula memulai
masalah-masalah ibadat dengan waktu-waktu pelaksanaannya,
sebagaimana dilakukan oleh imam Maliky dan yang lainnya”18.
Mengenai sebab dimulai bab-bab ibadah dengan Kitab Al-
Taharah, Al-'Allamah Ibrahim Ibn Muhammad Ibn Muflih
mengemukakan sebagai berikut : “Ibnu Qudhamah, pengarang “Al-
Muqhni” memulai pembahasan ibadat dengan masalah bersuci,
karena mengikuti cara para imam diantaranya adalah Al- Syafi'I,
karena rukan agama yang terkuat setelah syahadat adalah shalat,
dan ia harus dengan bersuci, sebab ia adalah syarat dan syarat itu
harus didahulukan atas masyrut, dan bersuci itu dilakukan dengan
menggunakan air dan tanah, dan air adalah alat bersuci yang
pokok. Dan mereka memulai dengan Rub’Al-Ibadat, karena
mementingkan persoalan-persoalan agama, karena itu pula ia
didahulukan atas persoalan-persoalan duniawi”. 19
18
Ibnu Taimiyah, Fatawa Ibnu Taimiyah, jilid XXI, (Rabat : Maktabah al-Maarif, tt), hal. 5
19
Ibrahim bin Muhammad Ibnu Muflih, al-Mubdi’ fi Syarh al-Muqni’, jilid I, (Damsyiq :
Maktabah al-Islami, 1974), hal. 29
15
4. Kitab Haji
5. Kitab Jihad
Dihubungkan Kitab jihad dengan ibadat, karena ia lebih
banyak persesuainnya dengan ibadat, dan sudah pasti bahwa
dakwah menuju Allah dan beramal menyiarkan Islam adalah salah
satu pengabdian yang paling besar.
16
• Kitab Al-Ba’i
• Bab Al-Riba Wa Al-Syarf Wa Tahrim Al-Hiyar
• Bab Al-Qardh
• Bab Al-Rahn
• Bab Al-Daman Wa Al-kifalah
• Bab al-Hiwalah
• Bab Al-shulh Wa Ahkam Al-Jiwar
• Bab Al-Hajar
• Bab Al-wikalah
• Kitab Al-Syarikah
• Bab AL-Ijarah
• Bab Al-Syuf’ah
• Bab Al-Ju’alah
• Bab Al-Luqhathah
• Bab Al-Hibah Wa AL-Atiyah
• Kitab Al-Washaya
• Kitab Faraid
Yang perlu diamati ialah bahwa tga topic terakhir ; bab Al-
Hibah Wal Al-tiyah Kitab Al-Washaya dan Kitab al-Faraid, dari segi
topoknya, berbeda dengan kitab Mu'amalat. Barang kali makna
yang dikehendaki dari penempatannya dari tempat ini, ialah bahwa
mencari hidup dengan salah satu bentk transaksi-transaksi
terdahulu kan menghasilkan harta kekayaan menurut jalan yang
disyariatkan, maka tindakan yang dilakukan harus sesuai dengan
kebuthan-kebutuhan manusia selama ia masih hidup, sedangkan
diantara bentuk tindakan yang dapat dilakukan padanya adalah
saling membantu dengan bentuk hibah dan pemberian. Kadang
17
kala orang yang berhasil mengumpulkan harta berwasiat agar
seseorang mengurus hartanya setelah ia berpisah dari kehidupan
untuk kepentingan silat Al-Rahim dan saling membantu, dan ini
tentunya adalah topic wasiat. Kadang kala pula manusia meninggal
dengan mendadak lalu ia tak sempat berwasiat maka semua
hartanya ketika itu menjadi objek dari qismah yang syar’I dimana
seorang pun dapat ikut camput tangan dalamnya, dan tak
seorangpun dapat mengambil bagian yang lebih dari kadar yang
telah ditentukan oleh syara’.
Sistematika penyususnan bab-bab yang ditentukan
ulama hambali secara umum sejalan dengan sistematika
yang dianut oleh ulama Syafi'iyah dimana bab hibah, faraid
dan wasiat ditempatkan diakhir kedua-duanya.
18
Secara garis besar, pemahaman ini telah ditunjukkan oleh
Al-'Allamah Ibrahim Ibn Muflih (wafat tahun 884 H) dalam
pernyataannya : “Mereka dahulukan masalah nikah atas masalah
jinayat dan mukhassammat, adalah karena jinayat itu biasanya
terjadi setelah masalah kebutuhan perut dan faraj telah
terselesaikan:. 21
19
• Bab tentang keraguan dalam talak
• Kitab mengenai rujuk
• Kitab mengenai ila’ dan Ketentuan-ketentuan hukum
orang yang melakukan ila’
• Kitab Al-zihar
• Kitab Al-Li’an
• Kitab Al-‘adad
• Kitab Al-Radha’
• Kitab Al-Nafaqat
Sebagaimana tampak jelas dari pemaparan ini bahwa, bab-
bab dan kitab yang tampil dibawah judulnya cocok dan sejenis
semuanya, tak ada diantaranya topik yang aneh dan asing. Jadi
hubungan antaranya adalah satu, mengingat semuanya berputar
sekitar topik-topik nikah baik secara bersambung maupun terpisah
begitu juga dari segi hasil dan Ketentuan-ketentuan hukumnya.
20
adalah menjadi bidang temu pergesekan langsung serta kompetisi
perorangan, yang kadang-kadang menyebabkan timbulnya
penganiayaan dari satu puhak dan pada pada pihak lainnya serta
pelanggaran batas ketentuannya. Kadangkala, karena sebab itu,
pertikaian dapat meningkat menjadi pembunuhan dalam bentuk
pelanggaran yang paling keras dan paling kejam. Boleh jadi pula
pelanggaran itu terhadap kehormatan, harta atau terhadap
batasan-batasan syariat yang mulia. Semuanya itu adalah
peristiwa-peristiwa hukum yang menuntut adanya Ketentuan-
ketentuan hukum yang mengaturnya serta undang-undang yang
membatasi orang-orang yang berlomba mengejarnya. Oleh kaena
itu, maka cococklah apabila urutan Kitab Al-Jianayat serta bab-bab
dan fasalanya ditempatkan sesudah mu'amalat dan nikah.
Pemahaman ini dapat ditangkap dari ungkapan sebagian ahli
Fiqh yang berbunyi sebagai berikut :
“Dan diantara sifat dasar manusia itu ialah bahwa apabila ia
telah kenyang dan menikah maka timbul sifat jahat dan sifat
hewannya, karena itu ia berlaku zhalim dan melanggar
hukum, dan karenanya pula diperlukan pembahasan tentang
jinayat”.22
Kitab jinayat ini meliputi bab-bab pokok berikut :
• Bab syarat-syarat Qhisas
• Bab tentang permintaan disempurnakannya qhishas
• Bab tentang pemafaan dari qhishas
• Bab mengenai tindak kejahatan selain pembunuhan
yang mengharuskan adanay hukum qhishas
22
Ali ibn Muhammad al-Hindi, Muqaddimah fi Bayan al-Mushthalahat al-Fiqhiyah ‘ala
Mazhab al-Hanbali,, (Makkah : Matabi’ Quraisy, 1968), hal. 13
21
• Kitab mengenai dhiyat
• Bab mengenai luka kepala dan patah tulang
• Bab mengenai Al-Akilah serta tanggung jawab
• Bab mengenai kafarat pembunuhan
• Bab mengenai bagian yang disisikan oleh petugas
pembagi untuk dirinya sendiri
• Kitab Al-Hudud
• Kitab had Al-Zina
• Bab mengenai Had al-Qazab
• Bab mengenai hukuman bagi peminum minuman keras
• Bab Al-Ta’zir
• Bab mengenai potong tangan dalam masalah
pencurian
• Bab mengenai menghadapi pembangkang dengan
peperangan
• Bab mengenai hukum orang yang murtad (orang
muslimin yang meninggalkan agamanya)
• Kitab mengenai beberapa jenis makanan
• Bab mengenai zakat (penyembelihan)
• Kitab tentang masalah berburu
• Kitab mengenai sumpah
• Bab mengenai nazar
Tampaknya pada lahirnya bahwa masuknya topik-topik tak
cocok ditempatkan di bawah bagian keempat (Al-Jinayat). Topik-
topik yang dimaksud adalah :
• Kitab tentang jenis-jenis makanan
• Bab Al-Dzakat (penyembelihan)
22
• Kitab Al-Shaid (berburu)
• Kitab Al-Aiman (sumpah)
• Bab Al-Nazar
Hal ini, sebagai mana dikatakan oleh sebagian orang,
sebabnya adalah bahwa topik pertama, kedua dan ketiga tadi
termasuk masalah yang didalamnya terjadi pelanggaran terhadap
jiwa hewan melalui penyembelihan atau perburuan. Hal itu, melihat
tempatnya, lebih tepat diletakan sesudah jinayat, yang hanya
merupakan pelanggaran terhadap manusia yang berharga dan
terhormat ( ) محترمguna dapat mengetahui hukum syara’ tentang
hal-hal yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap hewan,
dengan cara papun pelanggran itu, sebagaimana, sebelumnya,
telah diketahui hukum syara’nya, tentang pelanggaran terhadap
jiwamanusia sedangkan hewan itu diambil manfaatnya, diantara
bagian yang dimanfaatkan itu adalah makan daginganya dengan
adanaya pembahasan h عkum syara’nya maka jelsalah mana
diantaranya yang halal dan mana yang haram.
Adapun sumpah dan nazar, dari padanya dapat timbul
balasan yang bersifat materi, seperti padapelanggaran sumpah,
demikian pula nazar, sesungguhnya nazar Al-Lujaj, sebagai salah
satu jenis nazar, sesungguhnya nazar yang dibantukanoleh
sesorang pada sebuah syarat dengan maksud mencoba melakukan
sesuatu atau membebankaknya sehingga bagi orang yang
mengucapkan nazar tersebut diberi plihan anatar elakukan hal itu
dan membayar kafarat sumpah. Dan ini semua tergolong dalam
pengertian sanksi-sanksi fisik, (Al-Uqubat) dan dengan ini pula
lengkaplah hubungan tentang penempatan topik-topik ini pada
bagian keempat.
23
Mengenai penempatan sumpah dan nazar sebelum al-qhada’,
terdapat hubungan rasional yang telah dsebutkan terdahulu oleh
ulama Al-Syafi'iyah.23 dan kesimpulannya, bahwa seorang hakim
kadang-kadang perlu ada saumpah bagi orang yang bertikai, oleh
karena itu ia harus menguasai secara penuh hukumhnya sehingga
dengan demikian maka keputusan hukum terhadap orang yang
harus melakukannya menjadi syah berdasarkan sumpah tersebut.
23
Mansyur bin Yunus al-Bahuty, Op-Cit, hal. 449
24
Ali ibn Muhammad al-Hindi, Loc-Cit
24
Kitab peradilan ini meliputi bebrapa bab dan topik-topik
pokok berkut :
• Bab etika hakim
• Bab jalan hukum dan sifatnya
• Bab hukum surat hakim kepada hakim
• Bab mengenai pembagian harta
• Bab mengenai dakwa dan pembuktian
• Kitab tentang kesaksiann
• Bab mengenai syart-syarta orang yang diterima
kesaksiannya
• Bab mengenai hatan-mhambatan kesaksian
• Bab mengenai bagian-bagian yang di saksikan
• Bab mengenai kesaksian atas kesaksian serta mindur dari
kesaksian
• Bab mengenai sumpah pada berbagai dakwaan
• Kitab mengenai ikrar (pengakuan)
• Bab mengenai hal yang dapat menghasilakan ikrar
• Bab mengenai ikrar secara global
Inilah akhir dari bab-bab dan topik-topik yang terapat dalam
Fiqh hambali, yang mana berakhir pada perhitungan duniawi, dan
itu mengisyaratkan pada tujuannya bahwa akhir dari semua
perbuatan manusia itu berakhir pada peghitungan dan pengujian
terhadap semua yang telah berlaku ketka masih hidup, hal mana
menuntut kesiapan untuk mehadapi penghitunga di akhirat kelak.
25
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
26
menganggap bahwa masalah ibadat merupakan masalah
pokok dan urgen melebihi masalah yang lain.
2. Menempat masalah muamalah di bawah ibadat dan
sebelum masalah nikah, masalah ibadah tidak tidak bisa
berjalan dengan baik dan sempurna jika masalah
muamalah tidak berjalan dengan baik, sebab masalah
muamalah adalah penopang utama kehidupan manusia.
3. Sama-sama menempatkan masalah nikah setelah
masalah muamalat. Hal ini mengingat bahwa setelah
urusan makan dan minum selesai orang akan melanutkan
untuk memenuhi kebutuhan biologis melalui jalur nikah.
4. Dalam masalah ibadah kedua mazhab sama-sama
membuat klasifikasi kitab thaharah dan kitab shalat, tetapi
urutan selanjutnya terjadi perbedaan.
27
I’tikaf dan kitab haji. Sementara mazhab Hambali membagi
ibadat menjadi : kitab thaharah, kitab shalat, kitab shiyam,
kitab haji dan kitab jihad. Dimasukkannya jihad di dalam
ibadah karena ia lebih banyak persesuaiannya dengan ibadat,
dan sudah pasti bahwa dakwah menuju Allah dan beramal
menyiarkan Islam adalah pengabdian yang paling besar dan
mulia.
B. Saran-saran
28
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Mazhab Syafi’i
Mazhab Hanbali
29
Ibnu Taimiyah, Ibrahim bin Muhammad, al-Fatawa, al-Ribath,
Maktabah al- Maarif,tt
30