Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fiqh Islam adalah sebuah kajian ilmiyah yang mempunyai


nilai tinggi, bahkan merupakan bukti nyata ensiklopedi dunia Islam.
Fiqih Islam itu kaya dengan pemikiran, padat dengan materi dan
luas wawasan dan bidang kajiannya. Sekalipun ia memiliki
kekayaan pemikiran yang besar, namun para peneliti dan pengkaji
mengalami kesulitan-kesulitan formal yang mirip dengan sebuah
hambatan.
Keruwetan fiqih Islam dalam beberapa seginya itu tampak
pada urutan masalah- masalah dan penyusunannya menurut
hubungan yang berkesesuaian dengannya. Dan hal itu merupakan
sisi metodis, dan celah ilmiah yang tak gampang dan tak mungkin
dikurangi artinya. Masalah- masalah tersebut, sekalipun hanya
berkaitan dengan segi formal, namun Ia berpengaruh terhadap
substansi. Hal ini dipahami dengan baik oleh para penulis Islam dan
ahli-ahli fiqih yang terkemuka. Syihab Al-Din Ahmad Ibnu Idris Al-
Qarirafi berkata:1 “Anda tentu mengetahui bahwa fiqih itu,
sekalipun ia merupakan bidang ilmu yang besar, apabila ia tidak
disusun dengan rapi, maka hikmahnya juga akan berkurangnya
keindahannya, dan tuntutannya dihati pun ikut lemah”. Apabila
ketetapan-ketetapan hukum itu ditata dan ditarik dari kaedah-
kaedah syara’, dibangun berdasarkan sumber-sumbernya, maka
1
Ia adalah salah seorang ulama mazhab Maliki yang terkemuka. Ia wafat pada tahun 684 H.
ia memiliki banyak karya tulis yang bermutu dalam bidang fiqih, ushul fiqh dan kaedah- kaedah fiqih.

1
dengan sendirinya timbul keinginan untuk mengutipnya serta
sangat mengaguminya sehingga semua tuntutannya diamalkan.2
Dalam menata bab-bab fiqih Islam, persoalannya menjadi
ganda; karena fiqih ternyata tidak memakai sistematika yang
seragam. Bab-bab yang ditempatkan dibagian awal oleh satu
mazhab, ternyata oleh mazhab yang lain ditempatkan dibelakang.
Umpanya bab muamalat didahulukan atas bab nikah bagi ulama
syafiiyah dan hanabilah sedangkan menurut ulama hanafiyah dan
malikiyah adalah sebaliknya, bab nikah didahulukan atas bab
muamalat.
Disamping adanya perbedaan bab-bab dan pasal-pasal yang
termasuk dalam bagian-bagian pokok antara satu mazhab dengan
mazhab lainnya, bagian muamalat pun umpamanya menurut
mazhab maliki, syafii dan hambali hanya dimaksudkan untuk
transaksi jual beli atau yang seumpamanya sementara menurut
ulama hanafi, hal itu lebih umum dan lebih luas dari pada itu, sebab
muamalat bagi mereka ditujukan untuk semua transaksi yang
berimbal materi, perkawinan, perselisihan, amanah dan harta
peninggalan.
Demikian pula, mereka kadang-kadang berbeda arah dalam
membahas topik yang sama. Sebahagian mereka menempatkan
satu topik masalah dalam bagian ibadat, sementara yang lainnya
menempatkannya dalam bagian Mu'amalat, seperti bab
perlombaan (al-sabq) atau (al-musabaqah). Ulama Malikyah
memandangnya sebagai bagian dari ibadat. Jadi, ia lebih melekat
pada jihad. Sementara Ulama Hambali memandangnya sebagai
bagian dari bab Mu'amalat, demikian seterusnya terhadap masalah-
2
‘Abd al-Wahab’ Abd al-Lathif dan ‘Abd al-Sami’ Ahmad Imam, Al- dzakhirat, cet 2,
(Kuwait; kementrian waqaf dan urusan agama islam, thn 1402H./ 1982M) jilid 1 hlm 34

2
masalah lainnya yang akan dikemukakan rincian serta penjelasan
kaitan-kaitannya.
BertItik tolak dari pemikiran di atas, penulis merasa tertarik
untuk melakukan peneltian dengan judul : “STUDI TENTANG
SISTEMATIKA PENYUSUNAN KITAB FIQH DAN KORELASI
FILOSOFISNYA MENURUT MAZHAB SYAFI’I DAN MAZHAB HANBALI”

B. Rumusan Masalah

Masalah yang ingin dijawab dalam penelitian ini dapat


dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana sistematika penyusunan kitab fiqh menurut
perspektif mazhab Syafi’i dan mazhab Hanbali
2. Bagaimana munasabah (keterkaitan) antara satu bab dengan
bab yang lain atau antara satu topik dengan topik yang lain
dalam menyusun sistematika kitab fiqh menurut perspektif
mazhab Syafi’i dan Hambali

C. Tujuan dan Kegunaan


Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana sistematika penyusunan kitab
fiqh menurut perspektif mazhab Syafi’i dan Hambali
2. Untuk mengetahui bagaimana munasabah (keterkaitan)
antara satu bab dengan bab yang lain atau satu topok dengan
topik yang lain dalam menyusun sistematika kitab fiqh
menurut perspektif mazhab Syafi’I dan Hambali
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

3
1. Menambah wawasan dan khsanah keilmuan terutama
memahami pola menyusunan sistematiak kitab fiqh dari
masing-masing mazhab.
2. Memenuhi tugas akhir mata kuliah Manhaj istinbath fiqh Islam
pada Program S3 PPS UIN Suska Riau

D. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library
research). Data yang dikumpulkan bersumber dari literatur-literatur
yang terkaita dengan masalah peneltian ini. Untuk studi ini, dari
mazhab Syafi'i diambil kitab : “Minhaj al-Thalibin”, karya Syaikh al-
Islam Muhyi al-Din Abi Zakariya Yahya ibn Syarf Syaraf Al-Nawawi
(wafat pada tahun 676 H). Kitab ini banyak mengundang perhatian.
Ia menjadi poros berbagai kegiatan fiqh pada abad terakhir dari
kalangan ulama al-Syafi'iyah, banyak yang menulis syarah dan
ringkasannya, sampai-sampai dua syarahnya :
1. Tuhfat al-Muhtaj, karya Ahmad ibn Muhammad ibn Ali ibn
Hajar al-Haitami (wafat pada tahun 974 H).
2. Nihayat al-Muhtaj Syarah al-MInhaj, karya Syams al-Din
Muhammad ibn Ahmad ibn Hamzah al-Ramli (wafat tahun
1004 H.)
Kitab ini menjadi dua kitab standar mazhab dan telah menjadi
ketetapan di kalangan ulama al-Syafi'iyah, bahwa seorang mufti
tidak boleh mengeluarkan fatwa yang berlawanan dengan isi dua
syarah tersebut, dan bahkan dengan kitab tuhfat dan al-Nihayat itu
sendiri.3 Ditambah lagi dengan kitab-kitab mazhab Syafi’i yang lain
seperti : Hasyiah Tuhfah al-Habib ‘ala Syarh al-Khatib, oleh

3
Ibid

4
Sulaiman al-Bujairimi, dan Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifati Ma’ani
Lafz al-Minhaj, oleh Muhammad Khatib al-Syirbani.
Dalam mazhab hambali, pilihan jatuh pada kitab “ Muntaha
al-Iradat fi Jam al – Muqni’ ma’a al-Tanqih wa al-Ziyadat “, karya
Muhammad ibn ahmad ibn Abd al- Aziz al-Futuhi, terkenal dengan
sebutan Ibn al- Najjar, ( wafat pada tahun 972 H). Kitab ini menjadi
handalan, khususnya dalam masalah tarjih, pada keterangan
pinggirnya “al- iqna’ li – thalib al- intifa’“, karya Musa ibnu Ahmad
al- Hijawi ( wafat pada tahun 968 H) karena kitab ini dinilai lebih
cermat disbanding 2 kitab “ al- tanqih al-musybi’” karya al-
Mardhawi dan al-Iqna’ karya al-Hijawi…”4. Ditambah lagi dengan
kitab mazhab Hanbali yang lain seperti : Al-Mubdi fi Syarhil Mughni,
oleh Ibrahim bin Muhammad Ibnu Muflih.
Setelah data terkumpul kemudian dianalisis dengan metode
deskriptif-analisis-komparatif dengan memberikan gambaran
bagaimana sistematika penyusunan kitab fiqh mazhab Syafi’i dan
mazhab Hambali, kemudian dianalisis untuk melihat hubungan dan
logika filosofisnya dari sistematisasi bab dab fasal kitab fiqh dua
mazhab tersebut.

4
Ali ibnu Muhammad al-Kindi, Muqaddimah fi Bayan al- Mustalahat al- Fiqhiyyah ala al-
Mazhab al- Hambali ( Makkah; mathabi’ quraisy, tahun. 1378 H. / 1978M.), hal. 14

5
BAB II
SISTEMATUKA PENULISAN FIQH DAN
KORELASI FILOSOFISNYA MENURUT MAZHAB SYAFI’I

Dalam menyusun topik-topik fiqh, para ulama Syafi'iyah


menempatkan cara husus, dengan lebih memperhatikan makna-
makna dan pemikiran-pemikiran agar lebih mudah diingat, cepat
dirujuk dan dijangkau, berikut ini dipaparkan wujud nyata dari
bentuk penyususnan bab-bab tersebut disertai dengan hubungan
rasional antara masing-masingnya sebagaimana terdapat dalam
kitab-kitab fiqg karya ulama Syafi'iyah.
Al-'Allamah Syams al-Din Muhammad Ibn Ahmad Al-Ramli
menjelaskan arti penting dari topik-topik fiqh serta posisi masing-
masingnya bagi yang lain, sesuai arti pentingnya. Penjelasan itu
secara keseluruhannya, menggambarkan bab-bab fiqh yang ada
dalam mazhab Syafi'i , sebagaimana dapat dilihat dalam
pernyataan berikut :
Pemuka-pemuka ulama Syafi'iyah mengawali pembahasan
kitabnya dengan bab Al-Thaharah, sesuai dengan khabar dari Rasul
saw : ‫مفتا ح الصلة الطهور‬ (pembuka shalat itu adalah bersuci). 5

Demikian lagi, bahwa Rasul saw. ketika menyebutkan syiar Islam


yang lima meletakkan shalat pada urutan kedua setelah
syahadatain yang merupakan kajian ilmu kalam- selain itu adalah
karena thaharah itu merupakan syarat shalat yang terpenting yang
mereka dahulukan atas syarat yang lainnya, sebab ia adalah ibadah
jasmani yang utama setelah iman. Dan syarat, menurut tabiatnya,
5
Al-Hakim Al-Mustadrak, jilid I, hal. 132

6
harus didahulukan atas masyruth, karena itu dalam penyusunan
buku ia harus didahulukan.
Tidak syak lagi bahwa hukum-hukum syara’ itu tak terlepas
kaitannya, baik dengan ibadat, mu'amalat, munakahat maupun
jinayat. Sebab, tujuan diutusnya Rasul saw. Itu adalah untuk
menata keadaan hamba, baik untuk hari esok maupun untuk
kehidupan duniawi. Teraturnya kehidupan manusia itu hanya dapat
tercapai apabila daya berfikir, daya biologis, dan daya amarah
(‫)الغضبية‬ manusia itu sempurna. Apabila pembahasan yang
terdapat dalam fiqh itu berkaitan denga kesempurnaan berfikir atau
mentalitas (‫)كمال النطقية‬ maka itu adalah bidang-bidang ibadat,
sebab dengan ibadat itulah daya berfikir dapat sempurna. Jika
pembahasan itu berkaitan dengan kesempurnaan keinginan
syahwat, (‫ )كمال الشهو ية‬maka ia terbagi kepada dua; yang berkaitan
dengan persoalan makan dan seumpamanya, disebut dengan
Mm'amalat, dan yang berkaitan dengan persetubuhan dan
seumpamanya disebut munakahat. Dan pembahasan yang
berakitan dengan kesempurnaan daya amarah, maka itu adalah
bidang jinayat.
Yang terpenting di antara yang empat ini adalah : Ibadat,
karena ia terkait dengan yang maha mulia, dan setelah itu
mu'amalat, karena ia sangat dibutuhkan, dan berikunya adalah
munakahat, karena kebutuhan terhadapnya berada di bawah
Mu'amalat jinayat, lebih jarang terjadinya dibanding dengan bidang-
bidang terdahulu sebelumnya. Oleh karena itu, maka susunlah fiqg
itu menurut urutan ini……. 6

6
Syamsuddin Muhammad bin Ahmad al-Ramli, Nihayah al-Muhtaj Ma Syarhi al-Minhaj :
(Mesir : Syarikah Maktabah wa Mathbaah Musthafa al-Babil Halby, 1386 H), hal. 59

7
Bertitik tolak dari hal tersebut, ulama Syafi'iyah membagi
bab-bab dan topik-topiknya kedalam empat pokok :
Bagian pertama : ibadat (‫)ربع العبادة‬
Bagian kedua : Mu'amalat (‫)ربع المعاملث‬
Bagian ketiga : nikah (‫)ربع النكاح‬
Bagian keempat : jinayat dan Al-Mukasamat (‫)ربع الجناية والمخا صماث‬
Bab faraid berdri sendiri, terpisah dari bagian ini. Ia
ditempatkan antara bagian Mu'amalat dan nikah. Berikut ini adalah
penjelasan tentang urutan bagian-bagian ini dan bab-bab fiqh yang
terkandung didalamnya serta hubungan masing-masingnya.

A. Kitab al-Ibadat ( ‫) كتا ب العبا دات‬


Kitab al-Ibadat termasuk di antara bab-bab fiqh yang
terpenting dan paling diperlukan oleh umat Islam. Ia merupakan
tujuan pertama dari ilmu fiqh. Kebahagian seseorang di dunia dan
di akhirat sangat tergangtung pada terlaksananya ibadat dengan
baik atau tidaknya, dalam arti sesuai dengan ajaran-ajaran syariat
Islam. Di dalam masalah ibadat ini tidak ada lapangan gerak bagi
akal. Al-'Allamah Sulaiman Al-Bujairimi (wafat thn 1221 H). berkata :
“Ibadah didahulukan atas yang lainnya, karena ia lebih penting …”
Ia juga menjelaskan, bahwa bagian ibadat itu bertujuan untuk
mencapai keberhasilan di akhirat”. 7

Bagian ibadat ini mencakup masalah –masalah sebagai


berikut :
 Kitab Al-Thaharah
 Kitab Al-Shalat

7
Sulaiman al-Bujairimy, Hasyiyah al-Habib ‘Ala Syarah al-Khatib, (Mesir : Maktabah al-
Baby al-Halby, 195), hal. 300-2

8
 Kitab Al-Zakat
 Kitab Al-Syiam
 Kitab Al-I’tikaf
 Kitab Al-Hajj

B. Kitab al-Mu'amalat ( ‫) كتاب المعاملت‬


Mu'amalat berada pada peringkat kedua sesudah ibadat,
karena hanya dengan mu'amalat lah kehidupan manusia dapat
berlangsung, kebutuhan manusia akan mu'amalat, berada pada
tingkat kebutuhan darurat, mengingat akan keperluan terhadap
mu'amalat itu lebih penting dari yang lainnya. 8
Dan juga karena
tujuannya adalah untuk keberhasilan di dunia sebagai factor pokok
untuk keberhasilan di akhirat. 9

Bagian mu'amalat ini mencakup topic-topik fiqh yang


berkaitan dengan Mu'amalat, yang terpenting diantaranya adalah :
 Bab Riba,
 Bab jual beli yang terlarang,
 Bab khiyar,
 Bab al-Tauliyah,
 Bab tentang jual beli pokok kayu dan buah-buahan,
 Bab berbedanya pendapat dua orang yang berjual beli dan
 Bab Mu'amalatnya hamba.
Termasuk juga : kitab Al-salam, kitab al-rahn, ktab altaflis, kitab
Al-Syarikah, kitab Al-wikalah, kitab Al-Ikrar, al-ariyah, kitab Al-
Qhasab kitab Al-Qhiradh, kitab Al-ijarah kitab Ihyat Al-Mawat,

8
Ibid
9
Ibid

9
kitab Al-Waqf, kitab Al-Hibah, Kitab Al-Luqhatah, Kitab Al-Laqith
dan kitab Al-Ju’alah. Setelah itu disebutkan Kitab Al-Fara’id.
Banyak pensyarah dan penulis yang lupa menyebutkan
hubungan ilmu fara’id dengan sejumlah topik-topik fiqh lainnya.
Al-'Allamah Sulaiman mencoba mengungkapkan rahasia ini dalam
kalimat berikut : “Mereka tidak sampai membicarakan rahasia ini
bagi faraid, barang kali karena faraid itu merupakan bidang ilmu
yang berdiri sendiri, atau karena ia secara hukum dimasukkan ke
dalam mu'amalat, karena sasrannya asalah pembagian harta
peninggalan, jadi ia serupa dengan mu'amalat”10.
Mengenai latar belakang ditempatkannya kitab faraid
sesudah bagian mu'amalat dan ibadat, Al-'Allamah Bujairimi
menyebutkan sebagai berikut : “Kitab Fara'id ditempatkannya di
belakang ibadat dan mu'amalat adalah karena ibadat dan
mu'amalat itu sangat diperlukan oleh manusia atau salah satu dari
keduanya sejak manusia dilahirkan tanpa henti-hentinya atau pada
ghalibnya sampai ia meninggal dunia. Dan juga karena kedua-
duanya berkaitan denga proses pengabdian hidup menjelang mati,
sedangkan fara'id adalah separoh dari ilmu, oleh karena itu maka
pada tempatnya lah ia disebutkan diparohan kitab”. 11

Setelah menjelaskan kitab faraidh, diantara yang menarik


perhatian di sini, bahwa sesudah kitab Fara'id dilanjutkan dengan
kitab wasiat, dan hubungannya dengan kitab Fara'id cukup jelas.
Hanya saja ia disebutkan sesudah kitab Al-Wadiah-Kitab Bagian
Sedekah. Agaknya hubungan antara kitab wasiat dan kitab wadi’ah
ialah bahwa pada akhir kitab Wasiat terdapat pasal tentang Wasiat

10
Sulaiman al-Jamal, Hasyiyah al-Jamal ‘ala Syarhi al-Minhaj, (Mesir : Musthafa
Muhammad, tt) jilid I, hal. 26
11
Sulaiman al-Bujairimy, Op.Cit, hlm. 256

10
untuk membayar hutang, melaksanakan Wasiat dan mengurus
anak-anak semua ini merupakan kumpulan dari beberapa amanah
pada diri penerima Wasiat, yang berdasarkan atauran taukilnya
harus ia laksanakan dengan jujur dan benar.
Wadi’ah ini termasuk kelompok amanah. Orang yang
menerima titipan adalah wakil dari yang menitip barang dalam hal
memelihara. Ia tidak boleh melakukan apa-apa terhadap barang
titipan kecuali atas izin penitip barang. Dan pengertian seperti ini
tampak jelas dalam defenisi wadi’ah sebagai berikut :
“Mewakilkan seseorang untuk memelihara barang milik atau
sesuatu yang dihargai yang istimewa menurut cara yang
khusus”.12
Jadi, kedua-dua kitab tersebut termasuk bagian dari amanah
dan wikalah. Sayid al-bakri syatha menyebutkan pengertian dari
urutan kitab ini sebagai berikut: dan wadi’ah itu ada
persesuaiannya dengan Fara'id, karena harta anak yatim yang
tanpa ahli waris itu berkedudukan sama dengan wadi’ah di bait al-
mal kaum muslimin. Adapun kitab bagian shadaqah, maka yang
paling tepat, disebutkan pada akhir kitab zakat. Bagian shadaqat ini
merupakan rekayasa sejumlah ahli fiqh Syafi'iyah. Hal ini
dikemukakan oleh Al-Khatib Al-Syarbini dalam pernyataannya :
“Kitab ini disebutkan oleh Al-Muzani Rahimahullah taala dan
kebanyakan ulama pada bagian zakat, dan dalam buku ini penulis
mengikuti pola mereka, karena masing-masing dari al-Fa’i, Al-
Ghanimah dan zakat itu, pengumpulannya ditangani oleh

12
Al-Syarbini, Mughny al-Muhtaj ila Ma’rifat Ma’ani Lafz al-Minhaj, (Beirut : Dar al-Fikr,
1978), jilid II, hal. 79

11
penguasa”. 13
Di dalam kitab Al-umm, Kitab shadaqoh ini juga
disebutkan oleh imam Al-Syafi'i diakhir kitab Zakat.

C. Kitab Nikah ( ‫) كتاب النكاح‬


Kitab al-Nikah ditempatkan sesudah kitab Mu'amalat karena
kebutuhan padanya dibawah kebutuhan Mu'amalat, karena
pertamakali yang diperlukan manusia dalam berusaha dalam
mempertahankan hidupnya, lalu apabila masalah kehidupan sudah
terpenuhi, dan ia telah mampu memenuhi kebutuhan dan bahkan
berlebi, maka ia mulai berfikir untuk kawin, jadi ia merupakan
keperluan pada urutan kedua setelah keperluan kehidupan.
Pengertian ini diungkapkan oleh ahli-ahli fiqh Syafi'i dalam
ungkapan-ungkapan yang berbeda diantaranya : “Didahulukan
Ibadat ……. kemudian Mu'amalat ……….. kemudian Nikah, karena
adanya nikah itu stelah terpenuhi keinginan badaniyah”.14
Kitab nikah ini meliputi masalah –masalah sebagai berikut :
Kitab Al-Shadaq, kitab AlHulu’, Kitab Al-Thalak, Kitab Al-Rajah, Kitab
Al-Ila’, kitab Al-Jihar, kItab al-li’an, kitab Al-Radha dan kitab Al-
Nafaqat .

D. Kitab Al-Jarah ( ‫) كتاب الجرح‬

Sebagian ulama menamakan kitab ini dengan “Kitab al-


jinayat” al-sayyid bakri Syata Rahimahullah berkata :
“Menggunakan ungkapan “kitab Jinayat” lebih baik dari pada
menggunakan ungkapan “Al-Jarrah”, karena dengan istilah Al-
jarrah tersisih pengertian pembunuhan dengan sihir dan yang
13
I b i d, jilid III, hal. 106
14
Sulaiman al-Bujairimi, Loc-Cit.

12
seumpamanya seperti mencekik, dan tersisih pula tindakan
hukum yang berakibat hilangnya sifat-sifat maknawi seperti
pendengaran, lantas diputuskan bahwa hukumnya tidak sama
dengan hukum melukai, padahl bukan demikian”. 15

Dan disebutkan mengenai hubungan rasional ditempatkannya


kitab Al-Jinayat sesudah Mu'amalat dan Al-Nikah, bahwa apa yang
terdahulu (Kitab Mu'amalat dan Nikah) adalah sebagai sebab
terjadinya pergesekan antara pribadi yang sering kali menimbulkan
penganiayaan satu pihak atas pihak yang lain. Mengenai hal ini
diungkapkan oleh ahli-ahli Fiqh Syafi'I dengan pernyataan :
“Diakhirkan masalah Al-Jinayat dan Al-Mukasamat karena adanya
Jinayat itu, biasanya sesudah keinginan perut dan parj terpenuhi”. 16

Kitab Jinayat Ini meliputi beberapa topic Fiqh sebagai berikut :


-Kitab Al- Diyat, Kitab Al- Buqhat, Kitab Al- Riddha, Kitab Al- Zinna,
Kitab Hadd Al-Qadzaf, Kitab Qath’ Al-Sariqah, Kitab Al- Asyribah,
kemudian fasal mengenai Ta’zir. Termasuk juga kandungan dalam
bagian ini, “Kitab Al-Shiyal”, dan ia singgung juga .dalam Kitab itu
tentang hokum khitan dan hokum memusnakan hewan-hewan
ternak.
Kaitan rasional antara topik-topik ini dengan fasal ta’zir
sebelumnya ; ialah bahwa di dalam topik-topik sebelum itu hanya
ada pelanggaran, sedangkan ta’zir disebabkan oleh pelanggaran
atas hak Allah SWT atau hambaNya. 17

15
Sayyid Bakri Syatha, I’anatut Thalibin ‘ala Hall Alfaz Fath al-Mu’in, jilib IV, hal. 109
16
Sulaiman al-Bujairimi, Op-Cit, jilid III, hal. 2
17
Sayyid Bakri Syatha, Op-Cit, hal.170

13
BAB III
SISTEMATIKA PENULISAN FIQIH DAN
KORELASIFILOSOFISNYA MENURUT MAZHAB HAMBALI

Dalam menyusun topik-topik Fiqh, ulama Hanabilah


menempuh metode khusus yang berdiri sendiri yang bercirikan
sederhana dan mudah. Sistematika tersebut terbagi ke dalam lima
bagian pokok sesuai urutan berikut :
Pertama : bagian ibadat (‫) العبا دات‬
Kedua : bagian Mu'amalat ( ( ‫المعا ملت‬
Ketiga : bagian munakahat ( ‫) المناكحات‬
Keempat : bagian Jinayat ( ‫) الجنا يات‬
Kelima : bagian Qhadha dan Khusumat (‫) القضاء والخصمات‬

A. Kitab al- Ibadat ( ‫) كتا ب العبا دات‬


Para ahli Fiqh mazhab hambali, seperti halnya ahli-ahli Fiqh
dari mazhab-mazhab lainnya, mendahulukan Kitab Ibadat dari
bagian-bagian lainnya karena memandang ibadat sebagai sesuatu

14
yang urgen. Ia adalah tujuan pertama dan terakhir dari penciptaan
makhluk, sesuai dengan firman Allah swt : ‫وما خلقت الجن والنس ال ليعبدون‬
Dari ibadat, mereka dahulukan sarananya, yaitu Kitab Al-
Thaharah. Syeikh Ibnu Taimiyah berkata : "Adapun ibadat, maka
yang terbesar diantaranya adalah shalat. Orang yang memulai
masalah–masalah shalat dengan masalah bersuci, sesuai sabda
Rasul saw. “ kunci pembuka shalat itu adalah suci”, sebagaimana
urutan yang dilakukan oleh kebanyakan ulama. Adapula memulai
masalah-masalah ibadat dengan waktu-waktu pelaksanaannya,
sebagaimana dilakukan oleh imam Maliky dan yang lainnya”18.
Mengenai sebab dimulai bab-bab ibadah dengan Kitab Al-
Taharah, Al-'Allamah Ibrahim Ibn Muhammad Ibn Muflih
mengemukakan sebagai berikut : “Ibnu Qudhamah, pengarang “Al-
Muqhni” memulai pembahasan ibadat dengan masalah bersuci,
karena mengikuti cara para imam diantaranya adalah Al- Syafi'I,
karena rukan agama yang terkuat setelah syahadat adalah shalat,
dan ia harus dengan bersuci, sebab ia adalah syarat dan syarat itu
harus didahulukan atas masyrut, dan bersuci itu dilakukan dengan
menggunakan air dan tanah, dan air adalah alat bersuci yang
pokok. Dan mereka memulai dengan Rub’Al-Ibadat, karena
mementingkan persoalan-persoalan agama, karena itu pula ia
didahulukan atas persoalan-persoalan duniawi”. 19

Bagian ini meliputi topik-topik pokok berikut :


1. Kitab Thaharah,
2. Kitab Shalat
3. Kitab Shiyam

18
Ibnu Taimiyah, Fatawa Ibnu Taimiyah, jilid XXI, (Rabat : Maktabah al-Maarif, tt), hal. 5
19
Ibrahim bin Muhammad Ibnu Muflih, al-Mubdi’ fi Syarh al-Muqni’, jilid I, (Damsyiq :
Maktabah al-Islami, 1974), hal. 29

15
4. Kitab Haji
5. Kitab Jihad
Dihubungkan Kitab jihad dengan ibadat, karena ia lebih
banyak persesuainnya dengan ibadat, dan sudah pasti bahwa
dakwah menuju Allah dan beramal menyiarkan Islam adalah salah
satu pengabdian yang paling besar.

B. Bab al- Mu'amalat ( ‫) المعا مل ت‬


Para ahli Fiqh mazhab hambali mendahulukan bab-bab
Mu'amalat atas bab-bab nikah karena memandangnya sebagai hal
terpenting yang diperlukan manusia setelah ibadat. Mu'amalat
adalah jalan untuk mencari penghidupan, melalui jalan itulah
manusia dapat memenuhi semua kebutuhan hidup, khususnya
kebutuhan pokok seperti makanan, minuman, pakaian dan tempat
tinggal. Terpenuhinya semua kebutuhan pokok ini, sekalipun dalam
batas minimal, akan membuat seseorang mampu mempertahankan
diri dan mampu menjamin survive, dan dengan begitu berarti ia
telah merealisasikan pokok kedua dari lima kebutuhan pokok
(dharury), yaitu memelihara jiwa.
Al-'Allamah Mansyur Al-Bahuti (wafat pada thn 1046 H)
menjelaskan kenapa didahulukan ibadat dari mu'amalat, di
antara sebab-sebabnya adalah makan dan minum dan yang
seumpamanya yang merupakan kebutuhan pokok yang diperlukan
oleh orang tua dan anak, dan yang keinginannya didahulukan atas
keinginan untuk menikah.20
Dan yang termasuk kedalam bagian ini beberapa bab pokok
berikut :
20
Mansyur bin Yunus al-Bahuty, Syarh al-Muntaha al-Iradat, (Madinah al-Munawwarah :
Muhammad Abdul Muhsin al-Kattan, tt), jilid I, hal. 9

16
• Kitab Al-Ba’i
• Bab Al-Riba Wa Al-Syarf Wa Tahrim Al-Hiyar
• Bab Al-Qardh
• Bab Al-Rahn
• Bab Al-Daman Wa Al-kifalah
• Bab al-Hiwalah
• Bab Al-shulh Wa Ahkam Al-Jiwar
• Bab Al-Hajar
• Bab Al-wikalah
• Kitab Al-Syarikah
• Bab AL-Ijarah
• Bab Al-Syuf’ah
• Bab Al-Ju’alah
• Bab Al-Luqhathah
• Bab Al-Hibah Wa AL-Atiyah
• Kitab Al-Washaya
• Kitab Faraid
Yang perlu diamati ialah bahwa tga topic terakhir ; bab Al-
Hibah Wal Al-tiyah Kitab Al-Washaya dan Kitab al-Faraid, dari segi
topoknya, berbeda dengan kitab Mu'amalat. Barang kali makna
yang dikehendaki dari penempatannya dari tempat ini, ialah bahwa
mencari hidup dengan salah satu bentk transaksi-transaksi
terdahulu kan menghasilkan harta kekayaan menurut jalan yang
disyariatkan, maka tindakan yang dilakukan harus sesuai dengan
kebuthan-kebutuhan manusia selama ia masih hidup, sedangkan
diantara bentuk tindakan yang dapat dilakukan padanya adalah
saling membantu dengan bentuk hibah dan pemberian. Kadang

17
kala orang yang berhasil mengumpulkan harta berwasiat agar
seseorang mengurus hartanya setelah ia berpisah dari kehidupan
untuk kepentingan silat Al-Rahim dan saling membantu, dan ini
tentunya adalah topic wasiat. Kadang kala pula manusia meninggal
dengan mendadak lalu ia tak sempat berwasiat maka semua
hartanya ketika itu menjadi objek dari qismah yang syar’I dimana
seorang pun dapat ikut camput tangan dalamnya, dan tak
seorangpun dapat mengambil bagian yang lebih dari kadar yang
telah ditentukan oleh syara’.
Sistematika penyususnan bab-bab yang ditentukan
ulama hambali secara umum sejalan dengan sistematika
yang dianut oleh ulama Syafi'iyah dimana bab hibah, faraid
dan wasiat ditempatkan diakhir kedua-duanya.

C. Kitab al-Nikah ( ‫) كتاب النكاح‬


Kaiatan bagian ini dengan bagian yang sebelumnya, ialah
bahwa manusia, ketika ia telah mampu memenuhi kebutuhan-
kebutuhan dirinya berupa makanan, minuman dan pakaian yang
menjamin keberlangsungan hidup, maka dengan kelebihan harta
yang dimilikinya, ia mulai mencari jalan untuk membentuk keluarga
yang tonggak utamanya adalah istri yang baik yang selalu
memelihara diri dan hubungannya dengan suami dari satu sisi, dan
menjamin keberlangsungan hidup manusia dari sisi lain. Semua ini
tidak akan sempurna kecuali setelah ia merasa yakin akan
kemapuannya untuk menyediakan tempat tinggal yang pantas
untuk istrinya serta mendahulukan semua yang diperlukannya baik
berupa makanan, minuman ataupun pakaian yang sesuai denga
standar pakain masyarakat umumnya.

18
Secara garis besar, pemahaman ini telah ditunjukkan oleh
Al-'Allamah Ibrahim Ibn Muflih (wafat tahun 884 H) dalam
pernyataannya : “Mereka dahulukan masalah nikah atas masalah
jinayat dan mukhassammat, adalah karena jinayat itu biasanya
terjadi setelah masalah kebutuhan perut dan faraj telah
terselesaikan:. 21

Bagian nikan ini meliputi topik-topik berikut :


• Bab tentang dua rukun nikah dan pelaksanaan nikah
• Bab mengenai syarat-syarat dalam pelaksanan
pernikahan
• Bab mengenai berbagai aib dalam pernikahan
• Bab mengenai pernikahan orang-orang kafir
• Bab mengenai Al-Shidaq (mas kawin)
• Bab mengenai walimah (pesta kawi)
• Bab tentang pergaulan denagan wanita
• Kitab huluk
• Kitab Al-Thalak
• Kitab tentang thalah Soreh dan Kinayah
• Bab tentang sebab-sebab terjadinya perbedaan
tentang terjadinya perbedaan tentang bilanagn thalak
serta hal-hal yang berkaitan dengannya.
• Bab mengenai pengeculaian melakukan thalak
• Bab mengenai talak dimasa lalu dan masa yang akan
datang
• Bab mengenai menggantungkan talak
• Bab mengenai takwil dalam sumpah
21
Sulaiman al-Jamal, Loc-Cit

19
• Bab tentang keraguan dalam talak
• Kitab mengenai rujuk
• Kitab mengenai ila’ dan Ketentuan-ketentuan hukum
orang yang melakukan ila’
• Kitab Al-zihar
• Kitab Al-Li’an
• Kitab Al-‘adad
• Kitab Al-Radha’
• Kitab Al-Nafaqat
Sebagaimana tampak jelas dari pemaparan ini bahwa, bab-
bab dan kitab yang tampil dibawah judulnya cocok dan sejenis
semuanya, tak ada diantaranya topik yang aneh dan asing. Jadi
hubungan antaranya adalah satu, mengingat semuanya berputar
sekitar topik-topik nikah baik secara bersambung maupun terpisah
begitu juga dari segi hasil dan Ketentuan-ketentuan hukumnya.

D. Kitab al-Jinayat ( ‫) كتاب الجنايات‬

Ulama mazhab hanbali melihat kepada masalah penempatan


Kitab Al-Jinayat sesudah bagian mu'amalat dan nikah dengan
mengangkat gambaran yang alami pada manusia, yaitu bahwa
apabila ia telah dapat memenuhi kebutuhan makanan, minuman an
pakaian yang merupakan hasil dari keja sama saling
menguntungkan serta kerja sama bisnis lainnya, dan ini juga
merupakan sarana bagi seseorang untuk menjaga kebersihan diri
melalui pernikahan. Kemudian, masing-masing dari dua jenis
transaksi itu – transaksi kehartaan dan transaksi pernikahan

20
adalah menjadi bidang temu pergesekan langsung serta kompetisi
perorangan, yang kadang-kadang menyebabkan timbulnya
penganiayaan dari satu puhak dan pada pada pihak lainnya serta
pelanggaran batas ketentuannya. Kadangkala, karena sebab itu,
pertikaian dapat meningkat menjadi pembunuhan dalam bentuk
pelanggaran yang paling keras dan paling kejam. Boleh jadi pula
pelanggaran itu terhadap kehormatan, harta atau terhadap
batasan-batasan syariat yang mulia. Semuanya itu adalah
peristiwa-peristiwa hukum yang menuntut adanya Ketentuan-
ketentuan hukum yang mengaturnya serta undang-undang yang
membatasi orang-orang yang berlomba mengejarnya. Oleh kaena
itu, maka cococklah apabila urutan Kitab Al-Jianayat serta bab-bab
dan fasalanya ditempatkan sesudah mu'amalat dan nikah.
Pemahaman ini dapat ditangkap dari ungkapan sebagian ahli
Fiqh yang berbunyi sebagai berikut :
“Dan diantara sifat dasar manusia itu ialah bahwa apabila ia
telah kenyang dan menikah maka timbul sifat jahat dan sifat
hewannya, karena itu ia berlaku zhalim dan melanggar
hukum, dan karenanya pula diperlukan pembahasan tentang
jinayat”.22
Kitab jinayat ini meliputi bab-bab pokok berikut :
• Bab syarat-syarat Qhisas
• Bab tentang permintaan disempurnakannya qhishas
• Bab tentang pemafaan dari qhishas
• Bab mengenai tindak kejahatan selain pembunuhan
yang mengharuskan adanay hukum qhishas

22
Ali ibn Muhammad al-Hindi, Muqaddimah fi Bayan al-Mushthalahat al-Fiqhiyah ‘ala
Mazhab al-Hanbali,, (Makkah : Matabi’ Quraisy, 1968), hal. 13

21
• Kitab mengenai dhiyat
• Bab mengenai luka kepala dan patah tulang
• Bab mengenai Al-Akilah serta tanggung jawab
• Bab mengenai kafarat pembunuhan
• Bab mengenai bagian yang disisikan oleh petugas
pembagi untuk dirinya sendiri
• Kitab Al-Hudud
• Kitab had Al-Zina
• Bab mengenai Had al-Qazab
• Bab mengenai hukuman bagi peminum minuman keras
• Bab Al-Ta’zir
• Bab mengenai potong tangan dalam masalah
pencurian
• Bab mengenai menghadapi pembangkang dengan
peperangan
• Bab mengenai hukum orang yang murtad (orang
muslimin yang meninggalkan agamanya)
• Kitab mengenai beberapa jenis makanan
• Bab mengenai zakat (penyembelihan)
• Kitab tentang masalah berburu
• Kitab mengenai sumpah
• Bab mengenai nazar
Tampaknya pada lahirnya bahwa masuknya topik-topik tak
cocok ditempatkan di bawah bagian keempat (Al-Jinayat). Topik-
topik yang dimaksud adalah :
• Kitab tentang jenis-jenis makanan
• Bab Al-Dzakat (penyembelihan)

22
• Kitab Al-Shaid (berburu)
• Kitab Al-Aiman (sumpah)
• Bab Al-Nazar
Hal ini, sebagai mana dikatakan oleh sebagian orang,
sebabnya adalah bahwa topik pertama, kedua dan ketiga tadi
termasuk masalah yang didalamnya terjadi pelanggaran terhadap
jiwa hewan melalui penyembelihan atau perburuan. Hal itu, melihat
tempatnya, lebih tepat diletakan sesudah jinayat, yang hanya
merupakan pelanggaran terhadap manusia yang berharga dan
terhormat ( ‫ ) محترم‬guna dapat mengetahui hukum syara’ tentang
hal-hal yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap hewan,
dengan cara papun pelanggran itu, sebagaimana, sebelumnya,
telah diketahui hukum syara’nya, tentang pelanggaran terhadap
jiwamanusia sedangkan hewan itu diambil manfaatnya, diantara
bagian yang dimanfaatkan itu adalah makan daginganya dengan
adanaya pembahasan h ‫ع‬kum syara’nya maka jelsalah mana
diantaranya yang halal dan mana yang haram.
Adapun sumpah dan nazar, dari padanya dapat timbul
balasan yang bersifat materi, seperti padapelanggaran sumpah,
demikian pula nazar, sesungguhnya nazar Al-Lujaj, sebagai salah
satu jenis nazar, sesungguhnya nazar yang dibantukanoleh
sesorang pada sebuah syarat dengan maksud mencoba melakukan
sesuatu atau membebankaknya sehingga bagi orang yang
mengucapkan nazar tersebut diberi plihan anatar elakukan hal itu
dan membayar kafarat sumpah. Dan ini semua tergolong dalam
pengertian sanksi-sanksi fisik, (Al-Uqubat) dan dengan ini pula
lengkaplah hubungan tentang penempatan topik-topik ini pada
bagian keempat.

23
Mengenai penempatan sumpah dan nazar sebelum al-qhada’,
terdapat hubungan rasional yang telah dsebutkan terdahulu oleh
ulama Al-Syafi'iyah.23 dan kesimpulannya, bahwa seorang hakim
kadang-kadang perlu ada saumpah bagi orang yang bertikai, oleh
karena itu ia harus menguasai secara penuh hukumhnya sehingga
dengan demikian maka keputusan hukum terhadap orang yang
harus melakukannya menjadi syah berdasarkan sumpah tersebut.

E. Kitab Al-Qadha wa al-Fitya ( ‫) كتاب القضاء و الفتيا‬

Sesungguhnya persolan nikah, transaksi-transaksi yang


amanat dan berbagai tindak jinayat yang terdahulu itu, adalah topik
peradilan yang perlu diputusakan hukum nya. Memikian pula
Ketentuan-ketentuan hukum ibadat, semuanya merupakan sasaran
fatwa maka semua bab yang terdahulu, dengan kitab al-qadha’ ini,
dipandang bagaikan hubungan antara sebab dan musababnya.
Sedangkan bandingan semua Kitab, bab dan masalah yang
terdahulu bagi topik ini dalah bagaikan muqaddimah bagi natijah.
Pengertian ini dapat dipahami dari ungkapan berikut :
“Karena ini semuanya (Mu'amalat dan pernikahan) kadang kala
dapat berakibat pada perselisihan dan pertengakaran anatar
perorangan dan golongan, sedangkan manusia tidak bisa lepas dari
para hiakim yang memutuskan perkara diantara mereka dengan
keputusan yang sesuai dengan syariat, dan supaya kehidupan
manusia ini tidak lagi semraut, maka tampillah bagian peradialn
masalah dakwaan dan peradilan”.24

23
Mansyur bin Yunus al-Bahuty, Op-Cit, hal. 449
24
Ali ibn Muhammad al-Hindi, Loc-Cit

24
Kitab peradilan ini meliputi bebrapa bab dan topik-topik
pokok berkut :
• Bab etika hakim
• Bab jalan hukum dan sifatnya
• Bab hukum surat hakim kepada hakim
• Bab mengenai pembagian harta
• Bab mengenai dakwa dan pembuktian
• Kitab tentang kesaksiann
• Bab mengenai syart-syarta orang yang diterima
kesaksiannya
• Bab mengenai hatan-mhambatan kesaksian
• Bab mengenai bagian-bagian yang di saksikan
• Bab mengenai kesaksian atas kesaksian serta mindur dari
kesaksian
• Bab mengenai sumpah pada berbagai dakwaan
• Kitab mengenai ikrar (pengakuan)
• Bab mengenai hal yang dapat menghasilakan ikrar
• Bab mengenai ikrar secara global
Inilah akhir dari bab-bab dan topik-topik yang terapat dalam
Fiqh hambali, yang mana berakhir pada perhitungan duniawi, dan
itu mengisyaratkan pada tujuannya bahwa akhir dari semua
perbuatan manusia itu berakhir pada peghitungan dan pengujian
terhadap semua yang telah berlaku ketka masih hidup, hal mana
menuntut kesiapan untuk mehadapi penghitunga di akhirat kelak.

25
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah mendeskripsikan secara umum tentang sistematika


penyusunan kitab fiqh menurut mazhab Syafi’i dan mazhab Hanbali,
dapat dicermati bahwa kedua mazhab tersebut memiliki alasan dan
argumen tersendiri dan korelasi filosofis di dalam menyusun
sistematika kitab fiqh mereka. Namun demikian kedua mazhab
tersebut memiliki beberapa persamaan di antaranya yaitu sebagai
berikut :
1. Sama-sama menempatkan masalah ibadat di atas
masalah-masalah yang laian, karena kedua mazhab

26
menganggap bahwa masalah ibadat merupakan masalah
pokok dan urgen melebihi masalah yang lain.
2. Menempat masalah muamalah di bawah ibadat dan
sebelum masalah nikah, masalah ibadah tidak tidak bisa
berjalan dengan baik dan sempurna jika masalah
muamalah tidak berjalan dengan baik, sebab masalah
muamalah adalah penopang utama kehidupan manusia.
3. Sama-sama menempatkan masalah nikah setelah
masalah muamalat. Hal ini mengingat bahwa setelah
urusan makan dan minum selesai orang akan melanutkan
untuk memenuhi kebutuhan biologis melalui jalur nikah.
4. Dalam masalah ibadah kedua mazhab sama-sama
membuat klasifikasi kitab thaharah dan kitab shalat, tetapi
urutan selanjutnya terjadi perbedaan.

Meskipun kedua mazhab, Syafi’i dan Hambali, dalam


beberapa hal tertentu memiliki persamaan, namun keduanya
memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut disebabkan karena
berbeda cara pandang dalam melihat korelasi filosofis dari masing-
masing kitab atau bab yang termuat dalam kitab fiqh mereka.
Perbedaan itu di antaranya sebagai berikut :
1. Mazhab Syafii membagi tema sentral kitab fiqih mereka
menjadi empat bagian yaitu : Ibadat, Muamalat, Nikah dan
Jinayat wal Mukhashamat. Sedangkan mazhab Hanbali
membaginya menjadi Lima: Ibadat, Muamalat, Manakahat,
Jinayat dan Qadha wal Khusumat.
2. Dalam lapangan Ibadat mazhab Syafi’i membaginya kepada :
Kitab thaharah, kitab shalat, kitab zakat, kitab shiyam, kitab

27
I’tikaf dan kitab haji. Sementara mazhab Hambali membagi
ibadat menjadi : kitab thaharah, kitab shalat, kitab shiyam,
kitab haji dan kitab jihad. Dimasukkannya jihad di dalam
ibadah karena ia lebih banyak persesuaiannya dengan ibadat,
dan sudah pasti bahwa dakwah menuju Allah dan beramal
menyiarkan Islam adalah pengabdian yang paling besar dan
mulia.

B. Saran-saran

Memahami perbedaan dalam sistematika penyusunan kitab


fiqh dalam setiap mazhab memberi faedah yang sangat besar. Hal
ini di samping kita mengerti logika-filosofis masing-masing mazhab
dalam menyusun sistematika kitab fiqh mereka, kita juga juga akan
mendapatkan informasi yang jelas tentang masalah-masalah fiqh
perlu dirujuk di dalam kitab mazhab mazhab tersebut kita akan
dengan mengetahui bahwa masalah tersebut terletak di dalam
kitab atau bab itu. Karena penulis menyarankan kepada pencinta
fiqh untuk dapat kiranya memahami adanya perbedaan filosofis
dalam menyusun sistematika kitab fiqh di kalangan mazhab.

28
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Mazhab Syafi’i

Al-Bujairimi, Sulaiman, Hasyiah Tuhfah al-Habib ‘ala Syarh al-


Khatib, Mesir, Musthafa al-Baby al-Halby, 1951

Al-Jamal, Sulaiman, Hasyiah al-Jamal ‘ala Syarh al-Manhaj, Mesir,


Musthafa Muhammad, tt

Ibnu Hajar al-Haitamy Syihabuddin Ahmad, Tuhfatul Muhtaj bi


Syarhil Minhaj, Mesir, Musthafa al-Baby al-Halby, tt

Al-Ramli, Syamsuddin Muhammad bin ahmad, Nihayah al-Muhtaj


Maa Syarh al-Minhaj, Mesir, Musthafa al-Baby al-Halby,
1386 H

Al-Syaarbini, Muhammad al-Khatib, Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifati


Ma’ani lafz al-Minhaj, Beirut, Dar al-Fikr, 1978

Mazhab Hanbali

Al-Bahuty, Manshur bin Yunus, Syarh Muntaha al-Iradat, Madinah,,


Muhammad Abdul Muhsin al-Kattan, tt

29
Ibnu Taimiyah, Ibrahim bin Muhammad, al-Fatawa, al-Ribath,
Maktabah al- Maarif,tt

Ibnu Muflih, Ibrahim bin Muhammad, Al-Mubdi’ fi Syarh al-Mughny,


Damaskus, al-Maktabah al-Islamy, 1974

Al-Hindy, Ali bin Muhammad, Muqaddimah fi Bayan al-Mushthalahat al-


Fiqhiyah ‘ala Mazhab al-Hanbali,, (Makkah : Matabi’ Quraisy, 1968

30

Anda mungkin juga menyukai