PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sudah beberapa kali Rasulullah melakukan hijrah guna untuk menyerukan ajaran agama
Islam. Beliau melakukan dakwah karena wahyu dari Allah SWT. Dakwah yang dilakukan beliau
secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Awal mula Rasulullah menerima wahyu,
Rasulullah hanya melakukan dakwah secara sembunyi karena belum memiliki keberanian untuk
segera menyerukan agama Allah SWT. Kasar dan kerasnya watak masyarakat Arab merupakan salah
satu contoh sebab Rasulullah melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi.
Setelah memperoleh beberapa wahyu, Rasulullah mulai berani melakukan dakwah secara
terang-terangan. Dari negeri ke negeri. Rasulullah berjuang menyebarkan agama Islam, ajaran yang
lurus. Dakwah yang dilakukan Rasulullah dilakukan dengan cara yang bermacam-macam. Namun,
kami hanya akan membahas dua dari sekian banyak dakwah yang dilakukan Rasulullah. Hijrah ke
Habsyah dan Thaif merupakan salah satu contoh Rasulullah melakukan dakwahnya. Habsyah dan
Thaif merupakan negara yang diperebutkan kaum Quraisy agar dapat dikuasainya. Habsyah dan Thaif
juga termasuk negeri yang begitu subur, karenanya Rasulullah melakukan dakwah di dua negeri
tersebut Selain itu, ada beberapa hal menarik yang dapat diambil hikmahnya dalam mempelajari
hijrah Rasulullah Saw ke Habsyah dan Thaif.
B. Rumusan Masalah
5. Contoh keteladanan apa saja yang dapat diambil dari peristiwa hijrah ke Habasyah dan Thaif?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui peristiwa-peristiwa yang terjadi ketika sebagian umat muslim pada saat itu
berhijrah ke Habasyah.
5. Untuk mengetahui pelajaran yang dapat diambil terutama keteladanan akhlak Rasulullah.
BAB II
PEMBAHASAN
Tekanan dan siksaan terjadi sejak pertengahan atau akhir tahun keempat dari kenabian. Pada
awalnya, tekanan dan siksaan itu tidak begitu keras, tetapi dari hari ke hari, tekanan dan siksaan
tersebut semakin menjadi-jadi dan semakin kejam. Sampai puncaknya sekitar pertengahan tahun ke-5
sehingga mereka tidak bisa hidup tenang di kota Mekah sehingga perlu dipikirkan jalan agar mereka
dapat terlepas dari pedihnya siksaan dan dari beratnya tekanan Kafir Quraisy. Dalam kondisi ini,
turunlah sebuah ayat yang memerintahkan untuk melakukan hijrah sebab bumi Allah ini tidaklah
sempit, ayat tersebut berbunyi :[1]
Artinya :
Maka, manakala mereka mendadak, beliau membacakan surat tersebut kepada mereka dan
kalami ilahi yang demikian indah menawan yagn tidak dapat dilupakan dengan kata-kata keindahan
dan sempat mengetuk gendang telinga mereka, maka seakan mereka mengesampingkan apa yang
selama ini mereka lakukan dan setiap orang terkonsentrasi untuk mendengarkannya sehingga tidak
ada yang terlintas di hatinya selain kalam itu. Lalu sampailah beliau pada akhir surat ini, berupa
ketukan-ketukan yang membawa hati seakan terbang melayang beliau membaca firman-Nya,
“ْMakaْbersujudlahْkepadaْAllahْdanْsembahlahْdia.”ْQ.S.ْAn-Najm:62.
Kemudian beliau pun sujud. Melihat peandangan itu, tak seorang pun dari mereka yang dapat
menahan dirinya untuk tidak sujud, sehingga mereka pun sujud bersama beliau. Sebenarnya, keindah
menawanan al-haq telah meluluhlantakan kebatuan yang meliputi jiwa kaum yang takabur dan suka
mengejek, mereka semua tak sanggup menahannya bahkan bersimpuh sujud kepada Allah.
Mereka linglung dan tak tahu harus berbuat aa, manakala keagungan kalamullah telah melintir kendali
yang selama ini yang mereka pegang sehingga membuat mereka melakukan sesuatu yang selama ini
justru dengan susah payah berusaha mereka hapus dan leyapkan. Kejadian tersebut mendapatkan
kecaman dari teman-teman mereka yang tidak sempat hadir ketika itu. Maka, mereka mersa inilah
momen bagi mereka untuk mendustakan Rasulullah SAW dengan membalikan fakta yang sebenarnya,
bahwa[6]yang terjadi adalah beliau mengungkapkan kata-kata penghormatan terhadap berhala-hala,
yaituْbeliauْmengatakanْ“ItulahْAl-Gharaniqْyangْmulia,ْyangْsyafa’atnyaْselaluْdiharap-harapkan.”
Isu ini mereka gembar-gemborkan agar dapat menjadi alasan sujud mereka bersama nabi SAW ketika
itu. Tentunya, hal ini tidak mengherankan sekali sebab sumbernya adalah dari orang yang selama ini
pekerjaannya suka mengarang-ngarang dusta serta menghembuskan isu.
Berita tersebut (tentang sujud kaum Quraisy, pent.) sampai ketelinga kaum muslimin yang
berhijrah di Habasyah akan tetapi versi beritanya sangat bertentangan dengan realitas yang
sebenarnya. Yaitu, yang sampai kepada mereka bahwa kaum Quraisy telah masuk Islam. Oleh karena
itu, mereka pun kembali ke Mekkah pada bulan Syawal di tahun yang sama, namun ketika mereka
berada di tempat yang tidak berapa jauh dari Mekkah, yaitu sesaat di waktu siang, dan mereka
akhirnya mengetahui duduk persoalannya, sebagian mereka ada yang kembali ke Habasyah
sedangkan sebgian yang lain ada yang memasuki Mekkah secara diam-diam atau berlindung di bawah
jaminan salah tokoh Quraisy.[7]
Kabar tentang kejadian ini tersebar hingga terdengar oleh kaum Muslimin yang berada di
Habasyah. Tetapi, kabar yang sampai tidak sepenuhnya benar. Yang mereka dengar adalah bahwa
kaum Kafir Quraisy telah masuk Islam dan sujud bersama Rasulullah saw, maka mereka semua
kembali ke Mekah pada bulan Syawal tahun yang sama. Mereka hampir mendekati Mekah pada saat
tengah hari, saat itulah mereka tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sebagian mereka ada yang kembali
ke Habasyah, sebagian lagi tetap masuk ke kota Mekah dengan cara bersembunyi dan berlindung di
rumah orang Quraisy.
Sejak saat itu, penindasan dan siksaan semakin gencar dan kejam dilancarkan oleh Kafir
Quraisy. Orang Kafir Quraisy merasa disulitkan oleh sikap Raja Najasyi yang baik, maka Rasulullah
saw. tidak melihat jalan lain, kecuali memerintahkan kaum Muslimin untuk hijrah yang ke-2 kalinya
ke Habasyah.[8]
UraianْJa’farْbinْAbiْThalibْtentangْJahiliyahْdanْIslam
Ja’farْ binْ Abiْ Thalibْ yangْ merupakanْ saudaraْ sepupuْ Rasulullah saw. berdiri. Ia berkata
kepadaْRajaْNajasyi,ْ“ْWahaiْRaja!ْDahuluْkamiْadalahْkaumْjahiliyah.ْKamiْmenyembahْberhalaْ
dan memakai bangkai. Kami juga melakukan perbuatan keji dan memutuskan hubungan silaturahmi.
Orang yang kuat diantara kami memangsa yang lemah. Kami dahulu seperti itu hingga Allah
mengutus kepada kami, seorang Rasul yang kami kenal garis keturunannya, kebenaran, kejujuran dan
kesuciannya. Ia mengajak kami untuk mengesakan Allah dan menyembah-Nya, meninggalkan apa
yang dahulu kami sembah dan disembah oleh nenek moyang kami yakni batu dan patung kayu.
“Iaْ memerintahkanْ kamiْ untukْ berkataْ jujur,ْ melaksanakanْ amanah,ْ menyambungْ hubunganْ
kekeluargaan, bersikap baik kepada tetangga, menjaga kehormatan dan menghentikan pertumphan
darah. Ia melarang kami melakukan perbuatan keji, mengucapkan sumpah palsu, memakan harta anak
yatim dan menuduh berzina kepada perempuan yang baik-baik.”[12]
“Iaْ memerintahkanْ kamiْ untukْ menyembahْ Allahْ sebagaiْ satu-satunya tuhan, tidak
menyekutukan-Nya dengan apa pun. Ia memerintahkan kami untuk mengerjakan shalat, menunaikan
zakatْ danْ berpuasa....”ْ Laluْ Ja’farْ menyebutkanْ ajaranْ Islamْ yangْ lainnya.ْ “Makaْ kamiْ
mempercayainya dan kami beriman kepadanya. Kami mengikuti apa yang dibawanya dari Allah.
Kami menyembah Allah sebagai satu-satunya Tuhan, tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun. Kami
mengharamkan apa yang diharamkan atas kami dan kami menghalalkan apa yang dihalalkan untuk
kami.”
“ْ Makaْ kaumْ kamiْ memusuhiْ kami.ْ Merekaْ menyiksaْ kami.ْ Merekaْ membujukْ danْ
memaksa kami untuk meninggalkan agama kami dan kembali kepada penyembahan berhala dari
penyembahan kepada Allah Yang Maha Tinggi dan agar kami menghalalkan perbuatan tercela yang
dahuluْ(padaْmasaْjahiliyah)ْkamiْhalalkan.”
“Ketikaْmerekaْmemaksaْkami,ْmenganiayaْkami, mempersulit kami dan menghalangi kami
dari agama kami, maka kami pergi dari negeri kami. Kami memilih engkau dan kami merasa senang
beradaْdiْdekatmu.ْKamiْberharapْagarْkamiْtidakْdianiayaْdiْsisimu,ْwahaiْRaja!”
Raja Najasyi mendengarkan semua itu denganْtenangْdanْdiam.[13]ْKemudianْiaْbertanya,ْ”Adakahْ
ajaran Tuhan yang dibawanya itu yang dapat Tuan-tuanْbacakanْkepadaْkami?”.ْ“Ya”,ْjawabْJa’far,ْ
lalu ia membacakan Surah Maryam dari permulaan sampai pada firman Allah yang berbunyi dalam
Q.S. Maryam : 29 – 33 yan berbunyi,[14]
Artinyaْ :ْ “Tetapiْ diaْ menunjukْ kepadaْ bayinya.ْ Merkaْ berkata,ْ “Bagaimanaْ kamiْ akanْ
berbicaraْ denganْ anakْ yangْ masihْ dalamْ buaian?ْ “ْDiaْ (Isa)ْ berkata,ْ “Akuْ sungguhْ hambaْ Allah,ْ
memberikan wahyu kepadaku dan Dia menjadikan aku seorang nabi. Dan dia memberi berkat
kepadaku dimana pun aku beradad dan memerintahkan kepadaku mendirikan shalat dan
mengeluarkan zakat selama aku masih hidup. Dan ia menjadikan aku berbakti kepada ibuku dan tidak
menjadikan sewenang-wenang dan durhaka. Salam sejahtera bagiku, tatkala aku dilahirkan, tatkala
akuْmatiْdanْtatkalaْakuْdibangkitkanْhidupْkembali.”ْ(Q.S.ْMaryamْ:29-33)
Setelah mendengar bahwa keterangan itu membenarkan apa yang tersebut dalam injil,
pemuka-pemukaْ agamaْ ituْ terkejut,ْ “ْ Kata-kata yang keluar dari sumber yang sama seperti yang
dikeluarkanْYesusْKristus,”ْkataْmereka.
RajaْNajasyiْberkata,ْ“ْKata-kata ini dan yang dibawa oleh Musa, keluar dari sumber cahaya
yang sama. Tuan-tuan (kepada kedua orang utusan Quraisy) pergilah. Kami tak akan menyerahkan
mereka kepada Tuan-tuan!”
Keesokanْ harinyaْ ‘Amrْ binْ al-As kembali menghadapi Raja dengan mengatakan, bahwa
Muslimin mengeluarkan tuduhan yang luar biasa terhadap Isa anak Maryam. Panggilah mereka dan
tanyakan apa yang mereka katakan itu.
Setelahْ merekaْ datang,ْ Ja’farْ berkata,ْ “ْ Tentangْ diaْ pendapatْ kamiْ sepertiْ yangْ dikatakanْ
Nabi kami. Dia adalah hamba Allah dan utusan-Nya, Roh-Nya dan Firman-Nya yang disampaikan
kepadaْPerawanْMaryam.”
Raja Najasyi mengambil sebatang tongkat dan menggoreskannya di tanah. Dan dengan
gembiraْ sekaliْ Bagindaْ berkata,ْ “ْ Antaraْ agamaْ Tuan-tuan dengan agama kami sebenarnya tidak
lebihْdariْgarisْini.”
Setelah dari kedua belah pihak didengarnya Raja Najasyi melihat, bahwa Muslimin itu
mengakui Isa, mengenal agama Nasrani dan menyembah Allah.[15]
Raja Najasyi mengembalikan umat islam dengan penuh penghormatan ke tempat mereka, menjaga
keamanan mereka dan memerintahkan untuk mengembalikan hadiah kedua utusan kaum Quraisy.
Kedua utusan tersebut pergi dari sisinya dalam keadaan tercela. Maka umat islam pun tinggal di
tempat yang paling baik dengan tetangga yang sangat baik pula.
Saat itu Raja Najasyi diserang musuhnya, maka umat Islam yang berhijrah ke Habasyah
membantunya, sebagai pengakuan atas kebaikan sikapnya kepada orang-orang tertindas yang
berhijrah ke sana dan sebagai balasan atas kebaikannya. Hal ini sesuai dengan ajaran-ajaran moral
dalam Islam dan sesuai dengan akhlak umat Islam.
Hijrah ke Habasyah terjadi pada tahun ke-5 sesudah kenabian. Ja'far bin Abi Thalib dan
sejumlah sahabat menetap di sana hingga tahun ke-7 Hijrah. Ja'far bin Abi Thalib menemui
Rasulullah saw. pada perang Khaibar. Jadi, mereka tinggal di Habasyah selama 15 tahun. Itu adalah
waktu yang lama. Mestinya Ja'far telah mendapatkan hasil dalam dakwah Islam dan telah
mendapatkan pengakuan di negeri yang lebih unggul dibandingkan negeri-negeri Kristen lainnya
dalam hal toleransi dan perlindungan orang-orang yang tertindas. Pemerintahnya mengetahui dengan
baik tentang keadilan dan kemanusiaan. Akan tetapi tidak ada dokumen sejarah yang memperkuat hal
tersebut. Namun demikian, hal itu dapat dilakukan dengan metode Qiyas atau analogi sejarah.[16]
Setelahْ peristiwaْ tersebut.ْ Umatْ Islamْ menjadiْ merasaْ kuatْ ketikaْ ‘Umarْ masukْ Islam.ْ Apalagiْ
sebelumnya Hamzahْ jugaْ telahْ masukْ Islam.ْ Merekaْ mengetahuiْ pengaruhْ Islamnyaْ ‘Umarْ bagiْ
orang-orang kafir dari kalangan Quraisy dan dalam sistem kehidupan di Makkah. Mereka[17] tidak
keliru. Sebab orang-orang musyrik tidak merasa berat dengan Islamnya seseorang dan tidak
memperhitungkannya. Berbeda dengan yang mereka rasakan dan perhitungkan dengan Islamnya
‘Umarْra.
‘Umarْ mengumumkanْ keislamannya.ْ Halْ ituْ tersebarْ diْ kalanganْ Quraisy.ْ Merekaْ
menantangnyaْ berkelahiْ danْ ‘Umarْ punْ memenangkanْ perkelahianْ tersebutْ hingga mereka putus
asa.[18]
Rasulullah memberitahukan hal tersebut kepada pamannya yaitu Abu Tholib. Abu Tholib langsung
menemuiْparaْpemukaْkaumْ Quraisyْdanْberkata,ْ“Jikaْiaْdusta,ْakuْakanْmenyerahkanْiaْ
(Muhammad) kepada kalian. Terserah mu apakan ia. Dan jika ia benar, kalian harus menghentikan
tindakan kalian yang jahat dan semena-menaْini.”
Mereka setuju, kemudian menurunkan lembar pengumuman pemboikotan tersebut. Begitu
dilihat ternyata memang benar apa yang dikatakan Rasulullah. Tetapi mereka justru bertambah kufur.
C. HIJRAH KE THAIF
Peristiwa hijrah Nabi Muhammad ke Thaif terjadi pada tahun ke-10 Kenabian ketika para
ketua dan pembesar musyrikin Quraisy menyadari bahwa Nabi tidak mempunyai tulang punggung
yang dapat melindungi beliau apabila disakiti dan dianiaya atau diperlakukan dengan kejam karena
orang yang beliau sayangi dan kasihi telah meninggal dunia, yaitu Abu Thalib dan Khadijah sehingga
disebut tahun kesedihan (Ammul Huzni), maka mereka semakin menghalangi dan memusuhi beliau.
Setiap hari, siang dan malam, beliau tidak henti-henti menerima celaan,cercaan, penghinaan, dan
perbuatan yang menyakitkan dari para musyrikin Quraisy. Oleh sebab itu, teringat oleh beliau bahwa
di kota Thaif ada seorang yang masih termasuk keluarga dekat beliau dari keturunan Tsaqif. Di kota
Thaif, merekalah yang memegang kekuasaan. Ketika itu tinggal tiga orang, yaitu: Kinanah yang
bergelarْAbduْJaffi,ْMas’udْyangْbergelarْAbdulْKulal,ْdanْHabib.ْKetiganyaْadalahْanakْdariْAmrْ
bin Umair bin Auf ats-Tsaqafi dan masing-masing memegang kekuasaan di kota Thaif.
Nabi Muhammad memilih Thaif karena Thaif adalah wilayah yang sangat strategis bagi
masyarakat Quraisy. Bahkan kaum Quraisy sangat menginginkan wilayah tersebut dapat mereka
kuasai. Sebelumnya mereka telah mencoba untuk melakukan hal itu. Bahkan mereka melompat ke
lembah Wajj. Hal demikian lantaran Thaif memiliki sumber daya pertanian yang sangat kaya. Hingga
akhirnya orang-orang Tsaqif takut kepada mereka dan mau bersekutu dengan mereka. Bergabung pula
bersama mereka Bani Daus.[20] Tidak sedikit dari orang-orang kaya di Makkah yang memiliki
simpanan harta di Thaif. Disana juga mereka mengisi waktu-waktu rehat pada musim panas. Adapun
Kabilah Bani Hasyim dan Abdu Syam senantiasa menjalin komunikasi baik dengan orang-orang
Thaif. Pergerakan dakwah yang penuh strategi yang dijalankan oleh Rasulullah ini sebagai bentuk
upaya beliau, antusias beliau, untuk mendirikan negara Islam tangguh yang sanggup bertahan dalam
arena pertarungan. Karena, sesungguhnya suatu negara yang kuat merupakan fasilitas dakwah yang
teramat penting dan utama. Maka tatkala beliau tiba di Thaif, beliau langsung menuju pusat
kekuasaan, tempat diputuskannya suatu ketetapan politik di Thaif.
Nabi SAW berharap apabila beliau datang ke Thaif dan bertemu dengan mereka, mereka bisa
mengikuti seruannya dan ikut serta menggerakkan dakwah beliau di kota itu. Dengan demikian,
penduduk kota itu akan segera mengikuti seruan beliau dan selanjutnya mereka dapat memberi
bantuan untuk kepentingan penyiaran Islam di kota Mekah. Dengan tidak berpikir panjang, Nabi saw
berangkat ke Thoif secara diam-diam bersama Zaid bin Haritsah (bekas budak Khadijah yang telah
diangkat sebagai anak beliau) dengan berjalan kaki.
Setiba Nabi saw. di Thaif bersama Zaid, beliau mencari tempat kediaman orang yang
ditujunya, yakni para pemimpin Bani Tsaqif yang sedang berkuasa disana. Beliau lalu menyatakan
maksud kedatangannya kepada mereka, yaitu selain hendak menyambug tali kasih sayang dengan
mereka dan mengekalkan persaudaraan dengan mereka sepanjang adat istiadat bangsa Arab, beliau
menganjurkan kepada mereka supaya mengikut apa yang diserukannya.
Setelah mereka mendengar seruan beliau, seketika itu penduduk Thaif yang bodoh marah,
mencaci maki, dan mendustakan beliau dengan perkataan-perkataan yang sangat kasar. Mereka
mengusir beliau dari rumah mereka dan pergi dari kota Thaif. Jika tidak, beliau diancam akan
dibinasakan saat itu juga.
Setelah mendengar celaan, caci maki, dan ancaman mereka, beliau mohon diri seraya berkata,
“Jikalauْ kamuْ tidakْ sudiْ menerimaْ kedatangankuْ keْ sini,ْ tidakْ mengapa.ْ Tetapiْ janganlahْ
kedatangankuْkemariْdisiarkanْkepadaْpendudukْkotaْini.”
Beliau tidak ingin hal tersebut terdengar oleh kaumnya sehingga akan memperunyam
keadaan. Karena dalam misinya ini, beliau berusaha melakukan serahasia mungkin, dan tidak ingin
tercium pergerakanya oleh kaum Quraisy,[21] karena beliau sangat memperhatikan hal-hal berikut
ini:
a) Saat berangkat ke Thaif, beliau tidak menggunakan kendaraan, namun dilakukan dengan
berjalan kaki, agar orang Quraisy tidak mengira bahwa beliau akan keluar dari Makkah.
Sebab jika sampai beliau menggunakan kendaraan, mereka akan membaca bahwa beliau
sedang menuju suatu tempat tertentu, dan boleh jadi mereka akan melakukan
penghadangan dan pencekalan.
b) Rasulullah mengajak Zaid, anak angkat beliau dalam keberangkatan tersebut. Jika
dicermati, dengan memiih Zaid sebagai teman perjalanan, terdapat beberapa aspek
keamanan yaitu, jika orang melihat bahwa ada orang lain yang menemani keberadaannya,
tentunya mereka akan membaca bahwa Rasulullah tidak bergerak sendirian. Disamping itu,
beliau mengenal Zaid sangat dekat. Beliau percaya Zaid dapat menjaga rahasia, karena dia
adalah orang yang ikhlas, jujur, dan amanah. Dan itulah yang ditampakkan Zaid tatkala
beliau diserang dengan lemparan batu. Dia dengan berani melindungi Rasulullah dengan
mnjadikan dirinya sebagai perisai beliau dari lemparan tersebut walaupun kepalanya harus
cedera.
c) Tatkala perlakuan para pemuka dan masyarakat Thaif sangat buruk kepada beliau. Beliau
dengan sabar menanggunnya, tidaklah beliau marah atau mendendam, namun beliau hanya
meminta agar mereka tidak menutupi semua kejadian ini. Inilah langkah kerahasiaan yang
sangat optimal. Sebab jika sampai orang Quraisy mengetahui hal itu, tidak hanya mereka
akan mencerca beliau, namun boleh jadi mereka akan semakin keras dalam melakukan
penindasan dan tekanan, maka semakin terhalangilah semua gerakan beliau di dalam dan
luar Makkah.[22]
Berserah diri dan berdoa kepada Allah Sungguh, Bani Amr adalah orang-orang yang tercela,
bukannya menutupi peristiwa itu, mereka malah membesar-besarkannya dengan melakukan aksi
penyerangan kepada Rasul. Mereka melempari beliau hingga berdarah-darah. Hingga akhirnya beliau
dan ZaidْterpojokْdiْperkebunanْAtabahْdanْSyaibah.ْKeduanyaْadalahْputraْRabi’ahْyangْsedangْ
berada di dalam kebun tersebut. Lalu setelah melihat kondisi yang demikian, orang-orang Tsaqif yang
semula mengejar beliau akhirnya kembali pulang. Lalu beliau bersandar di salah satu batang anggur.
Di sana beliau dan anak angkatnya Zaid terduduk lemas, berusaha memulihkan tenaga dari apa yang
baruْ sajaْ keduanyaْ rasakan,ْ danْ keduaْ putraْ Rabi’ahْ siْ pemilikْ kebunْ melihatْ kepadaْ beliauْ danْ
Zaid. Keduanya pun menyaksikan dengan mata kepala apa yang diterima Rasulullah dari keburukan
orang-orang Tsaqif. Maka dalam kondisi yang lemah dan tekanan psikis tersebut, beliau bermunajat
kepada-Nya mengharap ridha-Nya semata.
“Ya,ْ Allahْ kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kesanggupanku, dan
kerendahan diriku berhadapan dengan manusia. Wahai Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Engkaulah Peindung bagi si lemah dan Engkau jualah pelindungku! Kepada siapa diriku
hendak Engkau serahkan? Kepada orang jauh yang berwajah suram terhadapku, ataukah kepada
musuh yang akan menguasai diriku? Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka semua itu tak
kuhiraukan, karena sungguh besar nikmat yang telah Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung
pada sinar cahaya wajah-Mu, yang menerangi kegelapan dan mendatangkan kebajikan di dunia dan di
akhirat dari murka-Mu yang hendak Engkau turunkan dan mempermasalahkan diriku. Engkau
berkenan, sungguh tiada daya dan kekuatan apa pun selain atas perkenan-Mu”[23]
D. Keteladanan terkait dengan kesabaran Nabi Muhammad SAW dalam peristiwa hijrah ke Thaif
dan Habsyah
Nabi Muhammad Saw adalah seorang manusia yang mulia pilihan Allah SWT. Tak salah jika
perkataan dan perbuatannya dijadikan sebagai teladan oleh umat Islam dalam kehidupan manusia.
Sikapnya yang lembut dan tak pendendam menjadikan ciri suri tauladan yang dicontohkan beliau.
Rasulullah juga selalu tenang dan tidak gegabah dalam menjalankan suatu misi atau peperangan untuk
menyiarkan agama Islam.
Begitu juga ketika Rasulullah melakukan hijrah ke negeri Habsyah dan Thaif. Beberapa
teladan yang dapat dipetik dalam peristiwa tersebut adalah diantaranya:
1. Tidak mengandalkan keajaiban di luar kemampuan manusia biasa. Apa yang dapat dilakukan
diperhitungkan dengan matang.
2. Sabar dalam menghadapi setiap musuh yang menghadang beliau.
3. Tidak membalas kekerasan yang dilakukan oleh musuh.
4. Hijrah Rasulullah Saw dilakukan semata-mata hanya untuk menyiarkan agama Islam.
5. Tawakal selalu melekat dalam hatinya dalam menghadapi segala masalah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sikap kaum musyrikin yang semena-mena dan kejam terhadap kaum muslimin meyebabkan
Rasulullah tak kuasa melihat kaumnya ditindas kaum Quraisy. Pemboikotan dan kekejaman yang
dilakukan kaum Quraisylah faktor Rasulullah menyuruh kaumnya untuk hijrah ke Habasyah pada
tahun ke-5 Kenabiannya. Dalam kondisi ini, turunlah sebuah ayat yang memerintahkan untuk
melakukan hijrah sebab bumi Allah ini tidaklah sempit, ayat tersebut berbunyi :
B. Saran
Karena keterbatasan pengetahuan kami, hingga hanya inilah yang dapat kami sajikan, dan tentu saja
masih sangat kurang dari sisi materinya, maka itu kami mengharapkan masukan baik itu kritik
maupun saran dari pembaca demi melengkapi kekurangan tersebut.