Anda di halaman 1dari 6

Asbabanun Nusul SSurah Al baqarah ayat 217

Kisah Abdullah ibn Jahsy Gubernur Muslim yang pertama contoh seorang pejuang Islam
yang berperang di bulan Haram.

“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: ‘Berperang
dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada
Allah (menghalangi masuk) Masjidil Haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih
besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh.
Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kaum dari
agamamu (kepada kekafiran), maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di
akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”. ~ QS 2 – Al Baqarah :
Ayat 217 ~

Abdullah ibn Jahsy adalah cucu Abdul Muthalib kakek Rasulullah, ibunya Umaimah bin Abdul
Muthalib, adik dari Abdullah ibn Abdul Muthalib. Abdullah bersahabat dengan Muhammad
karena kekerabatan dan memiliki kesamaan senang membicarakan hal yang mempertanyakan
penyembahan berhala-berhala.

Suatu hari kota Mekkah diguyur hujan lebat, Ka’bah rusak terendam dan berhala-berhala
berjatuhan. Para pemuka kota Mekkah sepakat untuk merenovasi Ka’bah. Pada saat akan
meletakkan Hajar Aswad timbul masalah, siapa yang berhak untuk meletakkannya. Akhirnya
mereka sepakat untuk meminta pendapat dari orang yang besok pagi paling awal masuk Ka’bah
dari pintu Al Shafa.

Ternyata yang paling awal masuk Ka’bah lewat pintu Al Shafa adalah Muhammad ibn Abdullah.
Dialah yang diminta pendapat siapa yang berhak meletakkan Hajar Aswad.

Dengan kecerdasan dan kebijaksanaan Muhammad digelarlah sehelai kain, kemudian ia letakkan
Hajar Aswad diatasnya. Setelah itu Muhammad minta tiap pemimpin suku untuk memegang
setiap ujung kain dan menggotongnya mendekati pojok tempat Hajar Aswad diletakkan,
kemudian Muhammad meletakkan Hajar Aswad pada tempatnya.

Ketika Muhammad diutus Allah untuk mengajak manusia menyembah Allah, alangkah gembira
hati Abdullah ibn Jahsy. Dia langsung mengakui dan mengimani saudaranya itu sebagai
Rasulullah dan bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa sebagao Penguasa Alam Semesta.
Abdullah beserta ayah ibu dan adik-adiknya mengikuti Rasulullah hijrah ke Madinah.
Di Madinah mereka disambut oleh kaum Anshar yang telah masuk Islam sejak para utusan yang
dibaiat Rasulullah di Aqobah kembali ke Madinah.

Ketika Rasulullah membentuk ‘Pasukan Rahasia’, Abdullah ibn Jahsy ditunjuk untuk memimpin
9 orang Muhajirin berangkat ke Mekkah dengan dibekali secarik surat dari Rasulullah dengan
pesan: ‘Jika kau telah berjalan selama 2 hari bukalah surat ini dan lihatlah apa yang tertulis
didalamnya. Lakukanlah apa yang kuperintahkan dan jangan pernah memaksa sahabat-
sahabatmu untuk mengikuti keputusanmu’.

Dengan hati senang karena dirinya dipercaya Rasulullah, Abdullah ibn Jahsy bersama 9
kawannya berangkat secara sembunyi-sembunyi agar tidak terlihat kaum kafir. Ketika sampai di
sebuah tempat yang bernama Bahran kira-kira jaraknya 150 km dari Madinah, barulah dia
membaca surat yang diberikan Rasulullah yang isinya: ‘Jika kau telah membuka suratku ini,
teruskan perjalanan hingga tiba di Nakhlah (yaitu kira-kira 150 km dari Mekkah atau 50 km dari
Taif). Setibanya disana carilah kabar mengenai Kaum Quraisy’.

Abdullah memberitahukan pesan Rasulullah, bahwa beliau melarang untuk memaksa siapapun
diantara teman-temannya yang tidak mau melanjutkan perjalanan. Namun mereka sepakat untuk
melaksanakan perintah Rasulullah dan melanjutkan perjalanan ke kota Nakhlah.

Sesampainya di Nakhlah mereka menyadari bahwa daerah ini merupakan daerah yang berbahaya
karena lebih dekat ke Mekkah.

Ketika sedang beristirahat mereka terlihat para Kafilah Quraisy yang dikawal beberapa orang
bersenjata dan menyergapnya. Abdullah tidak merasa gentar dalam pikirannya inilah kesempatan
yang tepat untuk membalas dendam kepada orang-orang yang telah menyakiti, menyiksa,
mengusir dan merampas rumah serta harta mereka. Tetapi perkara lain menghalangi mereka.
Saat itu adalah bulan Rajab, yaitu ‘salah satu bulan yang mengharamkan untuk berperang’.
Mereka berpikir, apakah akan terus berperang dengan risiko dicela bangsa Arab lain... ? atau
membiarakan balas dendam ini berlalu begitu saja....

Akhirnya mereka memilih berperang....

Perang kecil terjadi dengan kemenangan di pihak Abdullah dan kawan-kawannya. Lalu mereka
kembali ke Madinah dengan membawa pampasan perang.
Sesampainya di Madinah terjadi pergunjingan diantara penduduk Madinah, sebagian mencela
tindakan Abdullah yang berperang di bulan Haram dan sebagian mendukung Abdullah untuk
tetap berperang. Bahkan di kaum kafir Mekkah hal ini dijadikan komoditas untuk menarik
simpati suku-suku lain untuk memerangi kaum Muslim yang telah melanggar hukum bangsa
Arab, yaitu berperang di salah satu bulan Haram untuk berperang.

Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala berdiri disamping Abdullah ibn Jahsy dan kawan-kawannya,
dengan menurunkan ayat kepada RasulNya.

“Yas aluunaka ‘anisy syahril haraami qitaali fiih. Qul qitaalun fiihi kabiir. Wa shaddun ‘an
sabiilillahi wa kufrumbihii wal masjidilharaami wa ikhraaju ahlihii minhu akbaru ‘indallaah.
Walfitnat akbaru minalqatl. Wa laa yazaaluuna yuqaatiluunakum hattaa yarudduukum ‘an
diinikum inistatha’uw. Wa mayyartadid minkum ‘andiinihii fayamut wa huwa kaafirun faulaaika
habithat a’maaluhum fiddunyaa wal aakhirah. Wa ulaaika ash haabunnaari hum fiihaa
khaaliduun”.

“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: ‘Berperang
dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada
Allah (menghalangi masuk) Masjidil Haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih
besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh.
Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kaum
dari agamamu (kepada kekafiran), maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di
akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”. ~ QS 2 – Al Baqarah :
Ayat 217 ~

Kata-kata dalam ayat itu menunjukkan kasih sayang Allah kepada Rasulullah saw dan kaum
Muslim, terutama kepada Abdullah ibn Jahsy dan kawan-kawannya .

Allah menghendaki bahwa mereka terbebas dari kesalahan.

Pembebasan ini turun dari Allah sebagai penghormatan kepada mereka serta pemuliaan terhadap
keberanian dan kepahlawanan mereka. Mereka benar-benar tulus dan ikhlas berjuang di jalan
Allah dan demi menegakkan kalimat-kalimatNya.

Ada kejadian menarik pada diri Abdullah ibn Jahsy sebelum perang Uhud. Dia berdo’a agar pada
perang itu dihadapkan dengan musuh yang paling kuat yang dapat membunuhnya dan jika ia
terbunuh dengan hidung dan telinga putus tetap dalam ridho Allah. Kalimat permohonan itu
mungkin terdengar bagi guyonan, tetapi ketahuilah bahwa permohonan itu keluar dari lubuk
hatinya yang paling dalam yang menghendaki kesyahidan di jalan Allah. Allah mendengar
do’anya, Abdullah syahid dalam Perang Uhud dan ketika Rasulullah melihat jasad Abdullah ibn
Jahsy, telinga dan hidungnya terpapas pedang musuh.

Sosok Abdullah ibn Jahsy ini menjadi contoh tentang keberanian seorang pejuang dan
kecintaannya kepada syahadah. Semoga Allah meridhoinya.

Bekasi, 9 Jumadil Akhir 1436 Hijriyah atau 30 Maret 2015.


Edited and posted by: Rika Rakasih
Sumber : Kitab Asbabun Nuzul
Penulis : Fathi Fauzi Abd Al Mu’thi
Disarikan oleh : Idih Ruskanda

Asbabun nuzul surah al maidah ayat 54

Hai orang-orang yang beriman! Siapa yang murtad) yartadda pakai idgam atau tidak; artinya murtad
atau berbalik (di antara kamu dari agamanya) artinya berbalik kafir; ini merupakan pemberitahuan dari
Allah swt. tentang berita gaib yang akan terjadi yang telah terlebih dahulu diketahui-Nya. Buktinya
setelah Nabi Muhammad saw. wafat segolongan umat keluar dari agama Islam (maka Allah akan
mendatangkan) sebagai ganti mereka (suatu kaum yang dicintai oleh Allah dan mereka pun mencintai-
Nya) sabda Nabi saw., "Mereka itu ialah kaum orang ini," sambil menunjuk kepada Abu Musa Al-Asyari;
riwayat Hakim dalam sahihnya (bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin dan bersikap
keras) atau tegas (terhadap orang-orang kafir. Mereka berjihad di jalan Allah dan tidak takut akan celaan
orang yang suka mencela) dalam hal itu sebagaimana takutnya orang-orang munafik akan celaan orang-
orang kafir. (Demikian itu) yakni sifat-sifat yang disebutkan tadi (adalah karunia Allah yang diberikan-Nya
kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan Allah Maha Luas) karunia-Nya (lagi Maha Mengetahui) akan
yang patut menerimanya. Ayat ini turun ketika Ibnu Salam mengadu kepada Rasulullah, "Wahai
Rasulullah! Kaum kami telah mengucilkan kami!"
MUNASABAH AYAT DENGAN AYAT SEBELUMNYA

Pada makalah ini, penulis melihat adanya bentuk munasabah antarayat yang terlihat berdampingan
yaitu keterkaitan antara QS Al-Baqarah ayat 217 dengan ayat sebelumnya 216 dan sesudahnya 218

‫ُك ِتَب َع َلْي ُك ُم اْلِقَت اُل َو ُه َو ُك ْر ٌه َّلُك ْم َو َع َس ى َأن َت ْك َر ُه وْا َش ْيئًا َو ُه َو َخ ْيٌر َّلُك ْم‬
‫َو َع َس ى َأن ُتِح ُّب وْا َش ْيئًا َو ُه َو َش ٌّر َّلُك ْم َو ُهّللا َي ْع َلُم َو َأنُتْم َال َت ْع َلُموَن‬
Artinya: Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci.
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu
menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui. (QS al-Baqarah 216)

Dan QS Al-Baqarah ayat 218 yaitu;

‫ِإَّن اَّلِذيَن آَم ُنوا َو اَّلِذيَن َه اَج ُروا َو َج اَه ُد وا ِفي َس ِبيِل ِهَّللا ُأوَٰل ِئَك َي ْر ُجوَن‬
‫َر ْح َم َت ِهَّللا ۚ َو ُهَّللا َغ ُفوٌر َر ِحيٌم‬
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang berhijrah dan berjihad di
dalam Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Allah maha pengampun maha
Penyayang. (QS al-Baqarah 218)

Munasabah antarayat dapat diketahui secara eksplisit dari QS Al-Baqarah 217 dengan ayat 216
dan 218 yang bersifat tasydid (penegasan). Secara tekstual dapat diketahui dengan merujuk kepada
asbabun nuzul QS Al-Baqarah:216. Pada penjelasan diatas disebutkan bahwa turunnya QS Al-Baqarah
217 terkait dengan peristiwa perang yang terjadi di Nakhla ketika awal bulan Rajab yakni bulan yang
diharamkan perang. Meski awalnya pasukan muhajirin yang diutus Rasulullah merasa malu dan
menyesal karena peristwa itu, tapi akhirnya merasa lega setelah turunnya QS Al-Baqarah 217 yang
mempertegas “Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah:
Berperang dalam bulan (haram) adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir
kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih
besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka
tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu
(kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari
agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di
akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”. Ayat itu menegaskan agar
tidak ada keraguan sedikitpun bagi kaum muhajirin ketika itu untuk berperang jika situasinya memang
mengharuskan walaupun pada saat bulan haram. Pada ayat selanjutnya QS Al-Baqarah 218 juga
memberikan penegasan tentang siapa sebenarnya yang disebut orang-orang yang beriman dalam
konteks itu ” Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang berhijrah dan berjihad di
dalam Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Allah maha pengampun maha
Penyayang”. Sedangkan ayat sebelumnya, QS al-Baqarah 216 merupakan penegasan perintah jihad yang
disampaikan Allah kepada Rasulullah ketika hijrah dari Makkah ke Madinah. Sebab itu. Munasabah QS.
al-Baqarah 217 dengan 216 pada prinsipnya merupakan hubungan yang bersifat penjelasan setelah
perintah untuk Jihad disampaikan kepada kaum muhajirin.

Anda mungkin juga menyukai