Anda di halaman 1dari 5

Resume Bai’at Aqabah DR.

Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy; Sirah Nabawiyah;

Bai’at Aqabah I

Pada tahun itulah Islam tersebar di Madinah. Pada tahun berikutnya, dua belas orang
lelaki dari Anshar datang di musim haji menemui Rasulullah saw. di Aqabah (Aqabah Pertama).
Mereka kemudian berbaiat kepada Rasulullah saw. seperti isi baiat kaum wanita (tidak berbaiat
untuk perang dan jihad).

Dalam sebuah riwayat, Ubadah bin Shamit mengatakan, “Kami sebanyak duabelas orang
lelaki. Rasulullah saw. kemudian bersabda kepada kami, ‘Kemarilah! Berbaiatlah kepadaku
untuk tidak menyekutukan Allah dengan apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh
anak-anakmu, tidak akan berdusta untuk menutup-nutupi apa yang ada di depan dan di
belakangmu, dan tidak akan membantah perintahku dalam hal kebaikan. Jika kamu memenuhi,
pahalanya terserah kepada Allah. Jika kamu melanggar sesuatu dari janji itu, lalu dihukum di
dunia maka hukuman itu merupakan kafarat baginya. Jika kamu melanggar janji itu, kemudian
Allah menutupinya maka urusannya kepada Allah. Bila menghendaki Allah akan menyiksanya
atau memberi ampunan menurut kehendak-Nya.’

Perhatikan bagaimana mulai terjadi perubahan dan perkembangan pada apa yang biasa
ditemui Rasulullah saw. selama beberapa tahun dari kenabiannya!
Kesabaran dan jerih payahnya telah mulai menampakkan hasil dan buah. Tanaman dakwah
mulai menghijau dan tumbuh subur untuk memberikan hasil dan panenanyang menggembirakan.

Selama sebelas tahun dari jihad Rasulullah saw. dan kesabarannya di jalan Allah yang tak
mengenal putus asa, merupakan “harga” yang sesuai dan jalan bagi pertumbuhan dan
perkembangan Islam yang pesat di segenap penjuru dunia. Jihad dan kesabaran yang mampu
meruntuhkan kekuatan Romawi, meluluhlantakkan kebesaran Persia dan menghancurkan sistem-
sistem dan peradaban yang ada di sekitarnya.

Dan sekarang perhatikanlah hasil-hasil yang mulai tampak pada awal tahun kesebelas dari
dakwah Rasulullah saw. ini.

Pertama, hasil dan buah yang dinanti-nanti ini datang dari luar Quraisy, jauh dari kaum
Rasulullah saw. sendiri, kendati beliau telah bergaul dan hidup di tengah-tengah mereka sekian
lama.

Kedua, jika kita perhatikan cara permulaan Islamnya kaum Anshar, tampak Allah telah
mempersiapkan kehidupan dan lingkungan kota Madinah untuk menerima dakwah Islam. Di
dalam dada para Penduduk Madinah telah ada kesiapan untuk menerima Islam.

Ketiga, pada baiat Aqobah pertama, beberpa tokoh penduduk Madinah masuk Islam.
Keempat, tidak diragukan lagi bahwa Rasulullah saw. adalah pengemban kewajiban dakwah
kepada agama Allah karena beliau utusan-Nya yang harus menyampaikan dakwah kepada semua
manusia.

Bai’at Aqabah II

Pada musim haji berikutnya, Mush’ab bin Umair kembali ke Makkah dengan membawa
sejumlah besar kaum Muslimin Madinah. Mereka berangkat dengan menyusup di tengah-tengah
kaum musyrikin yang pergi haji.

Muhammad bin Ishaq meriwayatkan dari Ka’ab bin Malik, “Kami kemudian berjanji kepada
Rasulullah saw.untuk bertemu di Aqabah pada pertengahan hari Tasyriq. Setelah selesesai
pelaksanaan haji dan pada malam perjanjikan kami dengan Rasulullah saw. kami tidur pada
malam itu bersama rombongan kami. Ketika sudah larut malam, kami keluar dengan sembunyi-
sembunyi untuk menemui Rasulullah saw. sampai kami berkumpul di sebuah tempat di pinggir
Aqabah. Kami waktu itu berjumlah tujuh puluh orang laki-laki dan dua orang wanita: Nasibah
binti Ka’ab dan Asma’ binti Amr bin ‘Addi.

Di lembah itulah kami berkumpul menunggu Rasulullah saw.sampai beliau datang bersama
pamannya, ‘Abbas bin Abdul Muthalib. Orang-orang pun lantas berkata, “Ambillah dari kami
apa saja yang engkau suka untuk dirimu dan Rabbmu.” Rasulullah saw. kemudian berbicara dan
membacakan al-Qur’an. Beliau mengajak supaya mengimani Allah dan memberikan dorongan
kepada Islam, kemudian beliau bersabda: “Aku baiat kamu untuk membela diriku sebagaimana
kamu membela istri-istri dan anak-anakmu.”

Barra’ bin Ma’rur kemudian menjawab tangan Nabisaw. Seraya mengucapkan, “Ya, demi Allah
yang mengutusmu sebagai Nabi yang membawa kebenaran, kami berjanji akan membelamu
sebagaimana kami membela diri kami sendiri. Baiatlah kami wahai Rasulullah! Demi Allah,
kami adalah orang-orang yang ahli perang dan senjata secara turun-temurun.”

Di saat itu Barra’ masih berbicara dengan Rasulullah saw. ketika Abul Haitsam bin Taihan
menukas dan berkata, “Wahai Rasulullah. Kami terikat perjanjian dengan orang-orang Yahudi
dan perjanjian itu akan kami putuskan! Kalau semuanya itu telah kami lakukan, kemudian Allah
memenangkan engkau [dari kaum musyrik], apakah engkau akan kembali lagi kepada kaummu
dan meninggalkan kami?” mendengar itu Rasulullah saw. tersenyum kemudian bersabda:
“Darahmu adalah darahku, negerimu adalah negeriku; aku darimu dan engkau dariku, aku
berperang melawan siapa saja yang memerangimu dan aku akan berdamai dengan siapa saja
yang berdamai denganmu.”

Rasulullah saw. kemudian meminta dihadirkan dua belas orang dari mereka sebagai wakil
[naqib] dari masing-masing kabilah yang ada di rombongan. Dari mereka terpilih sembilan orang
dari kabilah Khazraj dan tiga orang dari kabilah Aus. Kepada dua belas naqib yang terpilih itu,
Rasulullah saw. bersabda: “Selaku pemimpin dari masing-masing kabilahnya, kalian memikul
tanggungjawab atas keselamatan kabilahnya sendiri-sendirisebagai kaum hawariyyin [dua belas
murid Nabi ‘Isa as.] bertanggung jawab atas keselamatan Isa Putra Maryam. Adapun aku
bertanggungjawab atas kaumku sendiri [yakni kaum Muslimin di Makkah].”

Orang yang pertama maju membaiat Rasulullah saw.adalah Barra’bin Ma’rur kemudian diikuti
oleh yang lainnya.

Setelah kami berbaiat kepada Rasulullah saw. beliau bersabda: “Sekarang kamu kembalilah ke
tempat perkemahanmuy.” Abbas bin Ubadah bin Niflah kemudian berkata: “Demi Allah yang
mengutusmu membawa kebenaran, jika engkau suka, kami siap menyerang penduduk Mina
dengan pedang-pedang kami esok hari.”
Akan tetapi Rasulullah saw. menjawab: “Kita belum diperintahkan untuk itu, tetapi kembalilah
kamu ke tempat perkemahanmu.”

Kami kemudian kembali ke tempat-tempat tidur kami lalu tidur hingga pagi. Ketika kami bangun
pagi-pagi, tiba-tiba sejumlah orang Quraisy datang kepada kami seraya berkata, “Wahai kaum
Khazraj, kami mendengar bahwa kamu menemui Muhammad dan mengajaknya pergi dari kami.
Kamu juga berbaiat kepadanya untuk melancarkan peperangan terhadap kami. Demi Allah, tidak
ada sesuatu yang dibenci kabilah Arab manapun selain perpecahan antara kami dan mereka.”

Ketika itu, beberapa orang musyrik yang datang dari Madinah bersama kami menyatakan
kesaksian mereka dengan sumpah bahwa apa yang dikatakan oleh orang-orang Quraisy itu tidak
benar dan mereka tidak mengetahui hal itu. Orang-orang musyrik Madinah itu tidak berdusta,
mereka benar-benar tidak mengetahui duduk perkara yang sebenarnya. Mendengar kesaksian itu,
kami merasa heran dan beradu pandang.

Setelah rombongan meninggalkan Mina, barulah orang-orang Quraisy mengetahui perkara


sebenarnya. Mereka kemudian mengejar dan mencari kami. Kami semua berhasil lolos kecuali
Sa’ad bin Ubadah dan al-Mundzir bin Amr [keduanya adalah naqib] tertangkap di Adzakhir
[sebuah tempat dekat Makkah]. Karena al-Mundzir dapat meloloskan diri dari kepungan-
kepungan orang Quraisy, akhirnya Sa’ad bin Ubadah yang diseret dengan kedua tangannya
diikat ke lehernya dibawa ke Makkah.”

Berkata SA’ad, “Demi Allah, ketika mereka menyeretku, tiba-tiba datang menghampiriku salah
seorang dari mereka seraya berkata: ‘Celaka, tidakkah engkau memiliki salah seorang kawan
dari Quraisy yang terikat perjanjian dan pemberian hak perlindungan denganmu?’ Aku jawab,
‘Demi Allah ada. Aku pernah memberikan perlindungan kebada Jubair bin Muth’am dan Harits
bin Umayyah. Aku pernah melindungi perdagangannya dan membelanya dari orang yang ingin
merampoknya di negeriku.’ Lalu aku panggil keduanya kemudian mereka membebaskan aku
dari tangan mereka.’”
Ibnu Hisyam berkata, “Bai’atul Harbi (baiat untuk berperang) ini dilakukan tepat ketika Allah
mengizinkan Rasul-Nya untuk melakukan peperangan. Baiat ini berisi beberapa persyaratan
selain yang disebutkan dalam Bai’at Aqabah Pertama. Bai’at Aqabah Pertama isinya sama
dengan bai’at kaum wanita. Karena itu, Allah belum mengizinkan beliau berperang. Rasulullah
saw. membaiat mereka pada Aqabah terakhir untuk berperang. Sebagai imbalan kesetiaan pada
baiat ini, Rasulullah saw. menjanjikan surga kepada mereka.”

Ubadah bin Shamit berkata, “Kami berbaiat kepada Rasulullah saw. pada baiatul Harbi untuk
mendengar dan setia, baik pada waktu susah maupun senang, tidak akan berpecah-belah, akan
mengatakan kebenaran dimana saja berada, dan tidak akan takut kepada siapapun di jalan Allah.”

Ayat yang pertama turun mengizinkan perang kepada Rasulullah saw. ialah firman Allah yang
artinya:
“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena Sesungguhnya mereka
telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu, (yaitu)
orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali
karena mereka berkata: “Tuhan Kami hanyalah Allah”. dan Sekiranya Allah tiada menolak
(keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara
Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya
banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-
Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa, (al-Hajj: 39-40)

Baiat Aqabah kedua ini secara prinsip sama dengan baiat Aqabah pertama karena keduanya
merupakan pernyataan masuk Islam di hadapan Rasulullah saw. dan perjanjian untuk taat,
mengikhlaskan agama kepada Allah, dan patuh kepada perintah-perintah Rasul-Nya. Akan tetapi
ada dua perbedaan penting yang patut dicatat disini:

Pertama, jumlah orang-orang Madinah yang berbaiat pada baiat ‘Aqabah pertama sebanyak dua
belas orang lelaki, sedangkan pada baiat Aqobah kedua lebih dari tujuhpuluh orang, dua di
antaranya perempuan.
Kedua belas orang tersebut kembali ke Madinah bersama Mus’ab bin Umair bukan untuk
menyembunyikan diri di rumah masing-masing, melainkan untuk menyebarkan Islam kepada
orang-orang di sekitarnya, dengan membacakan al-Qur’an dan menjelaskan hukum-hukumnya
kepada mereka. karena itulah, Islam tersebar cepat di madinah hingga tidak ada rumah lagi yang
tidak disentuh oleh Islam. Terlebih lagi, Islam kemudian menjadi buah bibir semua
penduduknya. Ini adalah kewajiban setiap Muslim di mana dan kapan saja.

Kedua, butir-butir baiat yang pertama tidak menyebutkan masalah jihad dengan kekuatan. Akan
tetapi baiat kedua menyebutkan secara jelas perlunya jihad dan membela Rasulullah saw. dan
dakwahnya dengan segala sarana.

Akan tetapi mengapa jihad dengan kekuatan dan qital baru disyariatkan pada masa tertentu? Itu
karena beberapa hikmah, di antaranya sebagai berikut:
1. Tepat sekali jika dilakukan pengenalan tentang Islam, seruan kepadanya, pembeberan
argumen-argumentasinya, dan penjelasan terhadap segala kemusykilannya sebelum diwajibkan
qital. Tidak diragukan lagi bahwa hal ini merupakan tahapan awal dalam jihad. Karena itu
pelaksanaannya merupakan fardlu kifayah, dimana kaum Muslimin sama-sama bertanggung
jawab terhadapnya.

2. Adalah rahmat Allah kepada hamba-Nya bahwa Allah tidak mewajibkan qital kecuali setelah
ada Darul Islam yang dapat dijadikan sebagai tempat berlindung dan mempertahankan diri.
Dalam kaitan ini, Madinah adalah Darul Islam yang pertama.

Anda mungkin juga menyukai