Anda di halaman 1dari 6

Tugas I

Membuat minimal 3 pertanyaan beserta jawabannya


METODE YANG BENAR DALAM MENEGAKKAN AD.DIN

1. Jelaskan secara ringkas tahapan-tahapan dalam perjuangan mengakkan dalam agama islam ?
Jawaban :
Ada 3 tahapan atau langkah-langkah yang ditempuh Rasulullah salallahu alaihi wassalam dalam
menegakkan agama islam, yaitu :
a. Marhalah ta’sis atau pembangunan pondasi.
Marhalah ini meliputi penyebaran prinsip-prinsip ajaran islam dan pondasi yang kokoh
dalam melahirkan rijal aqidah dan dakwah.
b. Marhalah Hijrah.
Marhalah hijrah adalah fase terpenting dalam perjalanan dakwah rasulullah salallahu alaihi
wassalam karena merupakan titik dimana terjadi perubahan besar-besaran.
c. Marhalah tamkin.
Marhalan tamkin adalah eksisnya agama islam setelah 2 marhalah sebelumnya yang
ditegakkan oleh rasulullah salallahu alaihi wassalam.
2. Ada 2 macam marhalah hijrah, sebutkan beserta contohnya masing-masing.
Jawaban :
a. Hijrah ma’nawiyah, contohnya :
- dari kufur kepada iman
- dari syirik kepada ikhlas
- dari ragu kepada yakin
- dari jahiliyah kepada islam
- dari bidáh kepada sunnah
- dari maksiat kepada taát
b. Hijrah territorial, contohnya :
- Adanya kelompok survey
- Adanya golongan anshor
- Adanya wilayah yang independen
3. Marhalah tamkin tercapai melalui beberapa unsur penting yang ditegakkan rasulullah
salallahu alaihi wassalam bersama para sahabat, sebutkan unsur-unsur tersebut.
Jawaban :
a. Bina’a al masjid
b. Al ikhaa atau mempersaudarakan orang-orang yang telah beriman kepada Allah
c. Jihad
d. Pembebasan atau penaklukan daerah yang Allah bukakan untuk rasulullah salallahu alaihi
wassalam dan para sahabat.
TUGAS II
Nash dalam Al Qur’an dan Hadits tentang posisi sahabat.

1. Dalil-dalil Al Kitab Tentang Keutamaan Para Sahabat


a. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Muhammad adalah utusan Allah beserta orang-orang
yang bersamanya adalah bersikap keras kepada orang-orang kafir dan saling menyayangi
sesama mereka. Engkau lihat mereka itu ruku’ dan sujud senantiasa mengharapkan karunia
dari Allah dan keridhaan-Nya.” (QS. Al Fath: 29)
b. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Bagi orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin yang
diusir dari negeri-negeri mereka dan meninggalkan harta-harta mereka karena
mengharapkan keutamaan dari Allah dan keridhaan-Nya demi menolong agama Allah dan
Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. Sedangkan orang-orang yang tinggal di
negeri tersebut (Anshar) dan beriman sebelum mereka juga mencintai orang-orang yang
berhijrah kepada mereka (Muhajirin) dan di dalam hati mereka tidak ada rasa butuh
terhadap apa yang mereka berikan dan mereka lebih mengutamakan saudaranya daripada
diri mereka sendiri walaupun mereka juga sedang berada dalam kesulitan.” (QS. Al Hasyr
[59]: 8-9)
c. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Sungguh Allah telah ridha kepada orang-orang yang
beriman (para sahabat Nabi) ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon
(Bai’atu Ridwan). Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka. Kemudian Allah
menurunkan ketenangan kepada mereka dan membalas mereka dengan kemenangan yang
dekat.” (QS. Al Fath *48+: 18)
d. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan orang-orang yang terlebih dulu (berjasa kepada
Islam) dari kalangan Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, maka Allah telah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah.
dan Allah telah mempersiapkan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di
bawahnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang sangat
besar.” (QS. At Taubah *9+: 100)
e. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Pada hari di mana Allah tidak akan menghinakan Nabi
dan orang-orang yang beriman bersamanya. Cahaya mereka bersinar di hadapan dan di
sebelah kanan mereka.” (QS. At Tahrim *66+: 8) (lihat Al Is’aad, hal. 77-78)

2. Dalil-dalil Dari As Sunnah Tentang Keutamaan Para Sahabat

a. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian mencela seorang pun di
antara para sahabatku. Karena sesungguhnya apabila seandainya ada salah satu di antara
kalian yang bisa berinfak emas sebesar Gunung Uhud maka itu tidak akan bisa menyaingi
infak salah seorang di antara mereka; yang hanya sebesar genggaman tangan atau bahkan
setengahnya.” (Muttafaq ‘alaih)
b. Beliau juga bersabda, “Sebaik-baik umat manusia adalah generasiku (sahabat), kemudian
orang-orang yang mengikuti mereka (tabi’in) dan kemudian orang-orang yang mengikuti
mereka lagi (tabi’ut tabi’in).” (Muttafaq ‘alaih)
c. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bintang-bintang itu adalah amanat bagi langit.
Apabila bintang-bintang itu telah musnah maka tibalah kiamat yang dijanjikan akan
menimpa langit. Sedangkan aku adalah amanat bagi para sahabatku. Apabila aku telah pergi
maka tibalah apa yang dijanjikan Allah akan terjadi kepada para sahabatku. Sedangkan para
sahabatku adalah amanat bagi umatku. Sehingga apabila para sahabatku telah pergi maka
akan datanglah sesuatu (perselisihan dan perpecahan, red) yang sudah dijanjikan Allah akan
terjadi kepada umatku ini.” (HR. Muslim)
d. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang mencela para sahabatku
maka dia berhak mendapatkan laknat dari Allah, laknat para malaikat dan laknat dari
seluruh umat manusia.” (Ash Shahihah: 234)
e. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Apabila disebutkan tentang para
sahabatku maka diamlah.” (Ash Shahihah: 24) (lihat Al Is’aad, hal. 78)
TUGAS III
Kisah sahabat Usaid bin Hudhair

Usaid bin Hudhair adalah putra dari tokoh dan pimpinan kabilah Aus. Ia termasuk orang Anshar
pertama yang memeluk Islam. Setelah berislam, ia menghadiri Baiat Aqobah. Yang merupakan
janji setia untuk melindungi Rasulullah di negeri yang baru, Kota Madinah. Ia juga seorang yang
bacaan Alqurannya didengarkan oleh malaikat.

Latar Belakang

Namanya adalah Usaid bin Hudhair bin Abdul Asyhal al-Anshari radhiallahu ‘anhu. Ia adalah
ksatria kabilah Aus dan pemuka mereka. Ayahnya juga panglima perang kabilah besar itu dan
salah seorang tokoh mulia dalam sejarah Arab masa jahiliyah. Sebagaimana kata pepatah, ‘Buah
jatuh tak jauh dari pohonnya’. Demikian juga antara Usaid dan ayahnya Hudhair.

Usaid bin Hudhair adalah seorang yang terdidik. Ia mampu menulis, padahal bangsa Arab di
masa itu adalah kaum yang ummi, buta huruf. Ia juga mampu berenang dan jago memanah.
Orang-orang Arab klasik menyebut mereka yang memiliki kemampuan demikian dengan al-
Kamil (orang yang sempurna). Di kalangan Anshar, Usaid termasuk orang yang pertama
memeluk Islam. Bahkan sebelum Saad bin Muadz menerima Islam. Ia menerima dakwah
Mush’ab bin Umair yang diutus Rasulullah untuk mendakwahi penduduk Yatsrib. Setelah itu,
Usaid tergabung dalam orang-orang yang menawarkan Rasulullah negeri hijrah. Karena Mekah
sudah sangat tak aman. Madinah pun mereka jamin siap menerima sang sayyidul anam. Serta
para Muhajirin Mekah.

Memeluk Islam

Saat orang-orang Anshar pulang dari baiat pertama mereka kepada Rasulullah, beliau sertakan
Mush’ab bin Umair bersama mereka. Seorang juru dakwah yang bertugas membacakan Alquran
kepada penduduk Yatsrib. Mengajarkan mereka Islam. Dan memberi pemahaman tentang
agama.

Di Madinah, Mush’ab disebut dengan muqri. Ia tinggal di rumah As’ad bin Zurarah. Kemudian
As’ad mengajaknya menuju kebun milik Bani Zhafar. Keduanya duduk di dalamnya bersama
orang-orang yang telah memeluk Islam. Melihat gencarnya dakwah Mush’ab dan penerimaan
penduduk Madinah, tokoh mereka, Saad bin Muadz, tidak tinggal diam. Ia mengutus Usaid bin
Hudhair untuk menemui Mush’ab bin Umair dan As’ad bin Zurarah. “Pergilah! Temui dua orang
itu. Keduanya datang untuk menipu orang-orang lemah di tengah kita. Cegahlah mereka! As’ad
bin Zurarah itu anak dari bibiku, kalau bukan karena itu, aku sendiri yang akan mengurusnya.”,
kata Saad kepada Usaid. Saad bin Muadz dan Usaid bin Hudhair adalah dua pemuka kabilah Bani
Asyhal. Keduanya memiliki kedekatan.
Usaid bin Hudhair segera mengambil tombaknya. Lalu berangkat menemui Mush’ab dan As’ad.
Saat As’ad melihat kedatangan Usaid, ia berkata kepada Mush’ab, “Ini adalah pemuka kaumnya.
Ia telah datang menemuimu. Ikhlaslah kepada Allah dalam menghadapinya.” As’ad berharap
kalau pemuka bani Abdul Asyhal ini akan menerima dakwah Mush’ab. “Kalau dia mau duduk,
aku akan bicara dengannya”, kata Mush’ab.

Usaid tiba di hadapan keduanya. Ia mulai mencaci maki mereka berdua. Lalu berkata, “Apa yang
kalian berdua ajarkan! Kalian mau membodohi orang lemah di tengah kami?! Pergi! Tinggalkan
kami kalau kalian masih mau hidup!

Mush’ab berkata kepada Usaid, “Bagaimana kalau engkau duduk dulu dan mau mendengarkan?
Kalau yang kau dengar kau ridhai, terimalah. Tapi kalau yang kau dengar adalah sesuatu yang
kau benci, aku tak akan melanjutkan apa yang tak kau sukai.”

Usaid pun menancapkan tombaknya dan duduk bersama keduanya. Mush’ab mulai berbicara
padanya tentang Islam dan membacakannya Alquran. Setelah itu, Mush’ab dan As’ad berkata,
“Demi Allah, sebelum berbicara dengannya (lebih jauh) kami tahu dari wajahnya yang berseri
dan teduh kalau ia telah menerima Islam.” Usaid berkata, “Alangkah bagus dan indahnya ucapan
itu (Alquran). Apa yang kalian lakukan kalau ingin memeluk agama ini?” Keduanya menjawab,
“Mandi dan bersucilah. Bersihkan pakaianmu. Lalu bersyahadatlah dan kerjakan shalat.” Usaid
pun berdiri. Ia mandi dan bersuci. Lalu membersihkan pakaiannya. Setelah itu ia bersyahadat
dengan syahadat yang tulus. Lalu shalat dua rakaat.

Bacaan Alquran Yang Indah

Dari Abu Said al-Khudri, dari Muhammad bin Ibrahim, dari Usaid bin Hudhair, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,

“Bacalah hai Usaid. Sungguh engkau dikaruniai (keindahan suara seperti) seruling dari seruling-
serulingnya keluarga Daud ‘alaihissalam.” *al-Ahad wa al-Matsani li Ibnu Abi Ashim, No: 1707].

Di suatu malam yang larut, Usaid bin Hudhair duduk di beranda belakang rumahnya. Anaknya,
Yahya, tidur di sampingnya. Kuda yang selalu siap sedia untuk berperang fi sabilillah, ditambat
tidak jauh dari tempatnya duduk. Suasana malam tenang, lembut, dan hening. Permukaan langit
jernih dan bersih. Bintang-bintang melayangkan pandangannya ke permukan bumi yang sedang
tidur dengan perasaan kasihan dan penuh simpati. Terpengaruh oleh suasana malam hening dan
kudus itu, hati Usaid tergerak hendak menyebarkan harum-haruman ke udara lembab dan
bersih berupa harum-haruman Alquran yang suci. Dibacanyalah Alquran dengan suaranya yang
empuk dan merdu: “Alif, Lam, Mim, Inilah kitab (Alquran) yang tidak ada keraguan padanya:
menjadi petunjuk bagi orang-orang yang iman kepada yang ghaib, yang menegakkan shalat, dan
menafkahkan sebagian rezeki yang kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang
beriman kepada Kitab (Alquran) yang diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah
diturunkan sebelum kamu, serta mereka yang yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.” (Al-
Baqarah: 1-4)

Mendengar bacaan tersebut, kudanya lari berputar-putar hampir memutuskan tali pengikatnya.
Ketika Usaid diam, kuda itu diam dan tenang pula. Usaid melanjutkan membaca: “Mereka itulah
yang mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan merekalah orang-orang yang menang.” (Al
Baqarah: 5).

Usaid khawatir anaknya akan terinjak oleh kuda, lalu dibangunkannya. Ketika dia melihat ke
langit, terlihat olehnya awan seperti payung yang mengagumkan. Belum pernah terlihat olehnya
sebelumnya. Payung itu sangat indah berkilat-kilat, tergantung seperti lampu-lampu memenuhi
ufuk dengan sinarnya yang terang. Awan itu bergerak naik hingga hilang dari pemandangan.
Setelah hari pagi, Usaid pergi menemui Rasulullah. Diceritakannya kepada beliau peristiwa yang
dialami dan dilihatnya semalam.

Kata Rasulullah, “Itu malaikat yang ingin mendengarkan engkau membaca Alquran, hai Usaid.
Seandainya engkau teruskan bacaanmu, pastilah orang banyak akan melihatnya pula.
Pemandangan itu tidak akan tertutup dari mereka.”

Bersama Rasulullah

Usaid bin Hudhair bukanlah ahlu badr. Ia tak turut serta dalam perang pertama umat Islam
dengan orang-orang musyrikin Mekah itu. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, segala puji bagi Allah
yang telah memberimu kemenangan dan membuatmu bahagia. Demi Allah wahai Rasululah, aku
tak turut serta di Badr karena aku tak menyangka Anda bertemu dengan musuh. Aku mengira
Anda hanya mencegat kafilah Quraisy. Kalau aku tahu Anda akan berperang, pasti aku tak akan
ketinggalan.” Rasulullah berkata, “Iya, engkau berkata jujur.”

Usaid bin Hudhair radhiallahu ‘anhu adalah salah seorang sahabat yang pernah mencandai
Rasulullah dengan menuntut qishash pada beliau. Usaid bin Hudhair berkata, “Saat ia sedang
bercanda dan membuat orang-orang tertawa, Rasulullah mencolok pinggangnya dengan kayu.
Usaid berkata, ‘Aku meminta balas atas apa yang Anda lakukan’. Beliau berkata, ‘Balaslah’. Usaid
berkata lagi, ‘Anda memakai baju, sedangkan aku tadi tidak’. Lalu Rasulullah melepas bajunya.
Serta merta Usaid mendekap beliau dan menciumi tubuh beliau, antara pinggang dan rusuk.
Yang kuinginkan itu hanya ini, wahai Rasulullah (bukan membalas).”

Wafatnya

Usaid bin Hudhair wafat pada tahun 20 H. Ia dimakamkan di Baqi’. Saat wafat ia meninggalakan
hutang sebanyak 4000 Dirham. Lalu dijuallah tanahnya. Umar berkata, “Aku tak akan
meninggalkan anak-anak saudaraku dalam keadaan miskin. Tanahnya dikembalikan dan dari
invesati tanah tersebut dibayarkan utangnya tersebut. Setiap tahun dibayar 1000 Dirham.

Anda mungkin juga menyukai