Anda di halaman 1dari 14

SYUMULIYATUL ISLAM

Tujuan Materi
Setelah mempelajari bab ini, diharapkan peserta mampu :
1. Memahami pentingnya mengenal Isam secara
menyeluruh (syumul)
2. Memahami bahwa Islam adalah ajaran yang
menyeluruh (universal)
3. Memahami bahwa Islam adalah ajaran yang agung
yang layak dan wajib menjadi pedoman hidup
(minhajul hayah).

Syumuliyatul Az-Zaman
Syumuliyatul
Islam Syumuliyatul Minhaj

Syumuliyatul Makan
Syumuliyatul Islam
Syumuliyatul Islam maksudnya adalah
kemenyeluruhan dinul Islam. Bahwa sesungguhnya Islam
itu menyeluruh meliputi semua zaman, kehidupan, dan
eksistensi manusia.

Hasan Al-Banna telah mengungkapkan jangkauan


syumul dalam risalah Islam ini seraya berkata: “Adalah
risalah yang panjang terbentang sehingga meliputi semua
abad sepanjang zaman, terhampar luas sehingga meliputi
semua cakrawala umat, dan begitu mendalam sehingga
memuat urusan-urusan dunia dan akhirat.”[1]

Syumuliyatul Az-Zaman (mencakup seluruh dimensi


waktu)

Artinya bahwa Islam adalah risalah untuk semua


zaman dan generasi, bukan risalah yang terbatas oleh
masa tertentu dimana implementasinya berakhir seiring
dengan berakhirnya zaman tadi sebagaimana risalah-
risalah para nabi sebelum Muhammad shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Para Nabi sebelum beliau, diutus untuk
periode tertentu dan zaman yang terbatas. Meskipun
begitu, para Nabi hakikatnya memiliki wihdatur
risalah (kesatuan risalah) sebagaimana firman
Allah Ta’ala,
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum
kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya:
‘Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku,
maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku’.” (QS. Al-
Anbiyaa, 21: 25)

“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-


tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Allah (saja),
dan jauhilah Thaghut itu’.” (QS. An-Nahl, 16: 36)

Semua Nabi menyatakan bahwa mereka adalah


muslim, dan mengajak kepada risalah Islam: Nabi Nuh
(lihat: Yunus, 10: 72), Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail
(lihat: Al-Baqarah, 2: 128), Nabi Ibrahim dan Nabi
Ya’kub (lihat: Al-Baqarah, 2: 132), Nabi Musa (lihat:
Yunus, 10: 84, Al-A’raf, 7: 126), Nabi Sulaiman (lihat:
An-Naml, 27: 31), dan Kaum Hawariyyin (lihat: Ali
Imran, 3: 52).
Jadi secara substansial, Islam adalah risalah bagi
seluruh zaman. Adapun Muhammad shallallahu ‘alaihi
wa sallam adalah khatamul anbiyaa (Nabi terakhir),

“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang


laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan
penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu.” (QS. Al-Ahzab, 33: 40).

“Sesungguhnya akan datang pada umatku tiga puluh


pembohong, semuanya mengaku sebagai nabi, padahal
akulah penutup para nabi (khaatam an nabiyyin), tak ada
lagi nabi setelahku.” (HR. Abu Daud, Syaikh al Albany
mengatakan: Shahih. Lihat Misykah al Mashabih, Juz. 3
hal. 173, No. 5406 )

Maka tidak ada syariat lainnya setelah Islam.


Tidak ada kitab lagi setelah Al-Qur’an, dan tidak ada Nabi
setelah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Syumuliyatul Minhaj (mencakup berbagai pedoman
kehidupan)

Al-Asas

Islam adalah risalah yang sempurna bagaikan


sebuah bangunan yang kokoh. Fondasinya (al-asas)
adalah al-aqidah (aqidah). Islam telah
menggariskan minhaj yang sempurna dalam aqidah. Ia
berbicara tentang ketuhanan, alam semesta, manusia,
kenabian, dan akhirat. Minhaj (pedoman) tentang hal ini
terangkum dalam rukun iman.

“(Iman adalah) engkau beriman kepada Allah; malaikat-


Nya; kitab-kitab-Nya; para Rasul-Nya; hari Akhir, dan
beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang
buruk,” (Lihat: Hadits Arbain No. 2)

Al-Bina

Dinding bangunan Islam (al-bina) adalah al-


akhlaq (akhlak) dan al-‘ibadah (ibadah).

Islam menggariskan minhaj (pedoman) akhlak


yang sempurna. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
“Bahwasanya aku diutus adalah untuk menyempurnakan
kebaikan akhlak.” (HR. Ahmad).

Islam mengatur akhlak yang berkaitan dengan


individu, kehidupan keluarga, dan kemasyarakatan dari
seluruh sisinya. Bahkan Islam mengatur akhlak berkaitan
dengan makhluk-makhluk yang tidak berakal.
Diantaranya disebutkan dalam hadits berikut ini.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Ada seorang laki-laki yang sedang berjalan lalu dia


merasakan kehausan yang sangat sehingga dia turun ke
suatu sumur lalu minum dari air sumur tersebut. Ketika
dia keluar dia mendapati seekor anjing yang sedang
menjulurkan lidahnya menjilat-jilat tanah karena
kehausan. Orang itu berkata, ‘Anjing ini sedang
kehausan seperti yang aku alami tadi’. Maka dia (turun
kembali ke dalam sumur) dan diisinya sepatunya dengan
air, dan sambil menggigit sepatunya dengan mulutnya dia
naik keatas lalu memberi anjing itu minum. Karenanya
Allah berterima kasih kepadanya dan mengampuninya”.
Para sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah kita
akan dapat pahala dengan berbuat baik terhadap
hewan?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,
“Terhadap setiap makhluk bernyawa diberi
pahala”. (HR. Al-Bukhari no. 2363 dan Muslim no.
2244)

Dan tentu saja, di atas itu semua, Islam telah


mengatur akhlak berkaitan dengan hubungan manusia
dengan Allah Ta’ala. Pembahasan lebih rinci mengenai
Islam sebagai manhaj dalam aspek akhlak, Insya Allah
akan kita bahas dalam pembahasan Minhajul Hayah.

Selain al-akhlaq, dinding bangunan Islam yang


lainnya adalah al-‘ibadah. Hal ini seperti disebutkan
dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam berikut ini,

“Islam itu dibangun di atas lima perkara: syahadat


bahwa tidak ilah melainkan Allah dan sesungguhnya
Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan
zakat, berhaji, dan puasa di bulan Ramadhan.” (HR.
Bukhari)

Islam menggariskan minhaj ibadah. Yang pokok


setelah syahadatain adalah shalat, zakat, haji, dan shaum
Ramadhan. Masing-masing bentuk peribadatan ini
memiliki aturan-aturannya yang rinci meliputi syarat,
rukun, maupun sunnahnya. Mereka yang melaksanakan
lima rukun ini berarti telah memenuhi syarat sebagai
seorang muslim yang harus dijaga dan dibela kehormatan
dan hartanya.

“Rasulullah bersabda kepada Muadz bin Jabal saat


mengutusnya ke penduduk Yaman, “Kamu akan datang
kepada kaum ahli kitab. Jika kamu telah sampai kepada
mereka, ajaklah mereka agar bersaksi bahwa tiada tuhan
selain Allah dan Muhammad utusan Allah. Jika mereka
mentaatimu dalam hal itu, beritakan kepada mereka
bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka lima
shalat setiap siang dan malam. Jika mereka mentaatimu
dalam hal itu beritakan kepada mereka bahwa Allah telah
mewajibkan sedekah (zakat) yang diambil dari orang-
orang kaya di antara mereka dan dikembalikan kepada
orang-orang miskin. Jika mereka mentaatimu dalam hal
itu hati-hatilah kamu terhadap kemuliaan harta mereka
dan waspadalah terhadap doanya orang yang dizalimi,
sebab antaranya dan Allah tidak ada dinding
pembatas.” (Bukhari Muslim).

Al-Mu’ayyidat

Bangunan Islam yang kokoh ini memiliki al-


mu’ayyidat (penopang/pelindung), yakni ad-
da’wah dan al-jihad. Islam menggariskan minhaj dakwah
yang menegaskan bahwa tugas dakwah dan amar ma’ruf
nahi munkar adalah tugas seluruh umat Islam tanpa
kecuali disesuaikan dengan kemampuannya masing-
masing.
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat
yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah
orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran, 3: 104)

Tentang Ayat di atas Ibnu Katsir berkata,


“Hendaklah ada di antara kalian sekelompok umat yang
menunaikan perintah Allah untuk berdakwah kepada
kebaikan dan amar ma’ruf nahi mungkar, sekalipun
dakwah itu wajib pula bagi setiap individu Muslim.”

Hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa


sallam memperjelas hal ini,

“Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan


tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan
lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan
hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman.
“ (HR. Muslim)

Dengan dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar,


fondasi dan bangunan Islam akan terpelihara. Sementara
dengan al-jihad, fondasi dan bangunan Islam ini akan
terlindungi. Muadz bin Jabal meriwayatkan hadits bahwa
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sukakah engkau aku kabarkan tentang pokok (kepala)
segala urusan (pekerjaan), tiang-tiangnya (penguat-
penguatnya) dan puncak ketinggiannya?” Aku (Mu’adz
bin Jabbal) berkata: “Baiklah ya Rasulullah.” Sabdanya:
“Pokok segala urusan ialah Islam, tiang-tiang
penguatnya ialah shalat dan puncak pelindungnya ialah
al-Jihad.” (HR. Tirmidzi, hadits hasan shahih).

Syumuliyatul Makan (Mencakup Seluruh Dimensi


Ruang)

Maknanya adalah bahwa Islam merupakan


pedoman hidup yang tidak dibatasi oleh batasan-batasan
geografis tertentu, seperti hanya disyariatkan untuk suku
atau bangsa tertentu. Namun Islam merupakan agama
yang disyariatkan untuk seluruh umat manusia, dengan
berbagai bangsa dan sukunya yang berbeda-beda. Hal ini
adalah sesuatu yang sangat logis, karena ada wihdatul
khaliq (kesatuan Pencipta, yakni Allah Ta’ala)
dan wihdatul kauni (kesatuan alam semesta yang
merupakan ciptaan-Nya). Maka ajaran-Nya, dinul Islam,
wajib diserukan dan diberlakukan di seluruh dimensi
ruang ciptaan-Nya.
“Katakanlah: ‘Hai manusia sesungguhnya aku adalah
utusan Allah kepadamu semua, Yaitu Allah yang
mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan
(yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan
dan mematikan, Maka berimanlah kamu kepada Allah
dan Rasul-Nya, Nabi yang Ummi yang beriman kepada
Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya)
dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat
petunjuk.’”. (QS. Al-A’raf, 7: 158)

Allah Ta’ala berfirman,

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk


(menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya,
21: 107)

Surat-surat lain yang menyebutkan tentang


universalitas Islam diantaranya adalah: QS. Saba, 34: 28;
QS. Furqan, 25: 1; dan QS. Shaad, 38: 87. Disebutkan
pula dalam hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam berikut.
“Dan Nabi-Nabi dahulu (sebelum-ku) diutus khusus
kepada kaumnya, sedangkan aku diutus kepada manusia
semuanya…” (Hadits Shahih Riwayat Bukhari, No: 335)

Dari ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits di atas, kita


dapat mengambil kesimpulan bahwa ajaran Islam tidak
hanya diturunkan khusus untuk orang Arab, namun juga
untuk orang Eropa, Rusia, Asia, Cina dan lain sebagainya.

Syumuliyatul Islam ini menjadi bukti bahwa Islam


adalah ajaran yang agung yang layak dan wajib
menjadi minhajul hayah (pedoman hidup) bagi seluruh
umat manusia di manapun mereka berada, dalam seluruh
aspek kehidupannya.

Anda mungkin juga menyukai