Anda di halaman 1dari 17

Kajian Sirah Pesma SDM IPTEK

 Dinamakan Perang Ahzab kerana perang ini menghimpunkan banyak


suku kaum yang telah bersekutu (Ahzab) untuk menyerang orang
Islam diMadinah. Ahzab artinya pasukan yang bersekutu.
 Dinamakan juga Perang Khandak (parit) kerana tentera Islam telah
menggali parit di sekeliling kota Madinah untuk menghalang tentera
musuh dari menceroboh dan menyerang Madinah
 Pada tanggal 8 Dzulqa’idah 5 Hijriah atau sekitar April 627 Masehi,
tentara Ahzab itu mendekati Kota
 terdiri dari Bangsa Quraisy, Yahudi, dan Gathafan. Perbandingan
pasukan tidak seimbang. Umat Muslim hanya berjumlah 3000 orang,
sedangkan lawannya terdiri dari 10.000 orang.Pasukan mukmin
membuat parit sebagai pertahanan
 Sebulan lamanya perang daya tahan ini berlangsung
 Perang ini berakhir dengan jatuhnya mental para pengepung
menghadapi musim dingin yang demikian menusuk lalu puncaknya
ketika Allah menurunkan pasukanNya berupa angin kencang alias
taufan yang memporak-porandakan kemah-kemah pasukan musuh.
Akhirnya pasukan kafir Musyirikin bubar jalan pulang ke kampung
masing-masing.
1. Kekalahan pada Perang Badar, ketidakberhasilan dalam Perang Uhud, dan
menyaksikan Islam berkembang dengan cepat di Madinah, membuat Kaum
Musyrikin jd masygul hatinya (sedih, geram, g’ trima).
2. Ketidakpuasan beberapa orang Yahudi dari Bani Nadir dan Bani Wa’il akan
keputusan Rasulullah SAW yang menempatkan mereka di luar Madinah. Dari
Bani Nadir adalah Abdullah bin Sallam bin Abi Huqaiq; Huyayy bin Akhtab;
dan Kinanah ar-Rabi bin Abi Huqaiq. Sedangkan dari Bani Wa’il adalah
Humazah bin Qais dan Abu Ammar.
3. Yahudi (sekelompok bani Nadhir dan Bani Wa’il) mendatangi kaum Quraisy di
Mekah dan memprovokasi kaum quraisy mekah untuk berkoalisi dengan
yahudi dan pasukan lainnya untuk menyerang madinah.
4. Semula pihak Quraisy ragu karena adanya Bani Quraizah, kaum Yahudi lain
yang terikat perjanjian bersama mempertahankan Madinah. Wakil Bani Nadir
dan Bani Wa’il tersebut menjamin bahwa Bani Quraizah sekedar mengelabui
Nabi. Dan untuk menghilangkan keraguan, mereka menyatakan agama
Quraisy lebih baik daripada Islam. Terhanyut nafsu membalas kekalahan-
kekalahan di peperangan sebelumnya, Bangsa Quraisy maju.
5. Hal ini menyebabkan semangat kaum Musyrikin bangkit lagi. Abu Sofyan
langsung memimpin pasukan koalisi ini untuk menyerang habis-habisan
benteng umat Islam..
6. Setelahnya Pihak Yahudi mencari simpati dari Kabilah Gathafan yang terdiri
dari Qais, Ailan, Bani Fazara, Asyja’ , Bani Sulaim, Bani Sa’ad, dan Ka’ab bin
Asad. Kabilah Gatafan bersedia ikut, dengan harapan mereka akan mendapat
sebagian harta rampasan perang seperti yang dijanjikan Kaum Yahudi.
Pasukan gabungan yang akan dikerahkan ke Madinah
berkekuatan 10.000 orang, dengan rincian :
 4.000 orang tentara Quraisy
 6.000 orang tentara kabilah Gathafan
Kaum Yahudi berjanji akan menyerahkan hasil perkebunan
kurma di Khaibar selama 1 tahun kepada kabilah-kabilah
yang dikerahkan Bani Gathafan.
Pasukan Ahzab dipimpin Abu Sufyan bin Harb seorang
tokoh Quraisy yang terkenal paling gigih memusuhi
Rasulullah SAW dan kaum Muslimin.
 Mengadakan Syuro dengan keputusan menghadapi musuh
dengan taktik bertahan di Madinah dgn kekuatan total
3000 prajurit
 Salman Al-Farisi mengusulkan pembuatan parit di luar
madinah(daerah dibarat laut madinah bagian yang terbuka
antara 2 bukit yang menjadi jalan masuknya pasukan
Ahzab). Salman berkata: “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya
saat kami di Persia, ketika khawatir terhadap serangan
pasukan musuh, kami membuat parit untuk melindungi
kami”
 Untuk menggali parit tersebut Rasulullah menetapkan
parit yang akan digali 5.000 hasta dengan kedalaman
7-10 hasta, dan lebar 9 hasta. Setiap sepuluh orang
menggali sepanjang 40 hasta, harus selesai dalam
waktu 6 hari
• Panjangnya mencapai
sekitar 5000
hasta=2200m
• Kedalaman 7-10 hasta
= 3,08–4,4m
• Lebar lebih dari 9
hasta = 3,96m
• Setiap sepuluh orang
menggali sepanjang
40 hasta = 17,6m
• waktu membangun
parit selama 6 hari
 Udara musim dingin yang menembus hingga ke tulang serta tidak
mempunyai hamba sahaya untuk di suruh bekerja mengantikan
mereka,namun tidak menyurutkan semangat kaum muslimin .
 Bekal persediaan makanan yang minim membuat kaum muslimin
menahan lapar dengan cara mengganjal perut mereka dengan
beberapa buah batu.
Seperti sebuah riwayat dari Abu Thalhah yang menuturkan
pengalamannya sbb : “ Ketika kami mengeluh kelaparan kepada
rasulullah, sambil kami mengganjal perut kami dengan beberapa
buah batu, namun kami menyaksikan Rasulullah sendiri juga
mengganjal perutnya dengan dua buah batu”.
 Satu hal yang mengagumkan , dalam keadaan seberat itu mereka
tetap bekerja dengan gembira, berpuji syukur kepada Allah,
bersenandung dan tidak mengharapkan apa-apa selain keridhoan
Allah dan Rasul-Nya.
 Abu Waqid Al-Laitsi bercerita, “Pada hari itu Aku melihat Rasulullah saw.
sekali-kali menggali tanah dengan menggunakan cangkul, ikut menggali tanah
dengan menggunakan sekop, serta ikut memikul keranjang yang diisi tanah.
Suatu siang, sungguh aku melihat beliau dalam keadaan sangat lelah. Beliau
lalu duduk dan menyandarkan bagian rusuk kirinya pada sebuah batu,
kemudian tertidur. Aku melihat Abu Bakar dan Umar berdiri di belakang
kepalanya menghadap orang-orang yang lewat agar mereka tidak
mengganggu beliau yang sedang tidur. Pada waktu itu aku dekat pada beliau.
Beliau kaget dan bangun terperanjat dari tidurnya, lalu berkata, ‘Mengapa
kalian tidak membangunkan aku?’ Kemudian beliau mengambil kapak yang
akan beliau gunakan untuk mencangkul, lalu beliau berdoa, ‘Ya Allah, ya
Tuhanku, tidak ada kehidupan kecuali kehidupan akhirat. Maka, muliakanlah
kaum Anshar dan kaum yang hijrah.’”
 Dikisahkan oleh Jabir ra, dalam Shahih Al-Bukhari, bahwa para sahabat
mengadukan kepada Rasulullah adanya tanah keras yang tidak sanggup
mereka gempur. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam turun,
dalam keadaan mereka (termasuk Rasulullah) tidak merasakan makanan sejak
tiga hari. Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengikatkan dua
buah batu ke perut beliau untuk menahan lapar.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam turun ke dalam parit lalu meminta
seember air, beliau berdoa dan meludahi air itu lalu menuangkannya ke
bongkahan tanah keras tersebut. Kemudian beliau memukul tanah itu dengan
cangkul hingga menjadi debu.
 Sebuah riwayat dari Al-Barra bin Azib Al-Anshariy r.a diketengahkan
oleh Al Baihaqi sbb :
Pada saat kaum muslimin menggali parit mereka melihat sebuah
batu besar yang tidak dapat dipecahkan dengan cangkul atau beliung
mereka. Mereka memberitahukan hal itu kepada Rasulullah saw.
Dengan 3 kali ayunan beliung Rasul, batu besar itu hancur berkeping-
keping.
 Diriwayatkan oleh Al Bukhari dari Jabir bin Abdullah, ia berkata “
Ketika kami sedang menggali parit pada perang khandak kami
menemukan tanah yang keras, maka mereka mengadukan kepada
Rasul , kemudian beliau menjawabnya “ Biarlah aku sendiri yang
mencangkulnya !” Lalu Rasulullah mencangkulnya, ternyata tanah
sekeras itu berubah menjadi lunak bagaikan onggokan pasir.
 Jabir bin Abdullah melihat Rasulullah kelaparan yang luar biasa, maka Jabir
menyembelih seekor kambing , sementara istrinya menggiling satu sha’ gandum,
kemudian dimasukan kedalam tungku dan diberi kuah. Secara sembunyi-sembunyi
Jabir mengajak Rasulullah dan beberapa orang sahabat saja untuk makan
dirumahnya (karena khawatir tidak cukup) , namun Rasulullah datang bersama
rombongan kaum Muhajirin dan Anshor.Tetapi anehnya, makanan sekuali yang
tidak seberapa besar itu tidak kunjung habis dimakan berpuluh-puluh orang. Bahkan
setelah semuanya kenyang masih ada sisa yang bisa dimakan istri Jabir dan juga
dapat dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkan.

 Saudara perempuan Nu’man bin Basyir membawa sekeranjang kurma ke parit


untuk dimakan oleh ayah dan pamannya saja, dia berjalan melewati Rasulullah ,
maka Beliau meminta kepadanya beberapa butir kurma, kemudian beliau letakkan
diatas baju, lalu memanggil seluruh penggali parit , maka mereka semua makan
kurma tersebut. Tapi anehnya seakan-akan kurma itu tidak habis-habisnya sampai
semua penggali parit pergi meninggalkan beliau, malahan sampai kurma berjatuhan
dari ujung-ujung baju Rasulullah.. ( Ibnu Hisyam, II/218)
•Musuh berusaha mencari celah sempit
untuk masuk ke garis pertahanan kaum
muslimin, namun tidak berhasil kecuali
beberapa gelintir ahli berkuda mereka
seperti ‘Amr bin Abdi Wadd, ‘Ikrimah, dan
lainnya. Namun mereka inipun lari
tunggang langgang setelah jago andalan
mereka mati dibunuh ‘Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu ‘anhu.

•Akhirnya, sekutu membuat perkemahan di


seberang parit mengepung kaum muslimin
selama satu bulan. Saling lempar panah dan
batu masih terjadi dari kedua belah pihak.

•Kemudian tokoh-tokoh Yahudi menemui


pimpinan Yahudi Bani Quraizhah, Ka’b bin
Asad untuk di lobi agar membatalkan
perjanjian damai
 Atas hasutan Huyai bin Akhthab ( pemimpin Bani Andhir, salah satu sekutu “Ahzab”), Bani
Quraizhah yang telah melakukan perjanjian dengan Rasulullah untuk membela kaum
Muslimin jika diserang oleh musuh , membelot dan berpartisipasi membela kaum
musyrikin. Bani Quraizhah telah memutuskan perjanjian yang telah disepakati dengan
Rasulullah dan hendak memerangi kaum muslimin, sementara itu tidak ada yang menjaga
kaum wanita dan anak-anak yang berada di dalam benteng pertahanan karena Rasulullah
dan kaum Muslimin sedang menghalau musuh. Shafiyah binti Abdul Muthalib, bibi
Rasulullah memberikan pengaruh sangat besar dalam menjaga keselamatan anak-anak
dan kaum wanita Muslim. Karena atas usahanya orang-orang Yahudi menyangka bahwa
benteng-benteng itu selalu dijaga pasukan Muslim, padahal tidak terjaga sama sekali.
 Penghianatan ini membawa kaum Muslimin pada kondisi yang amat sulit, karena tidak ada
lagi yang menghalangi antara kaum Muslimin dan Bani Quraizhah apabila mereka ingin
menyerang dari belakang, sementara dihadapan mereka ada pasukan yang belum
berhasil mereka usir dari sekitar parit , selain itu tempat anak –anak dan istri mereka
sangat dekat sekali dengan perkampungan Bani Quraizhah-yang berhianat- tanpa adanya
penjagaan dan perlindungan yang memadai. Kondisi ini digambarkan oleh Allah dalam Qs
Al Ahzab ; 10 -11.
‫إِ ْذ َجا ُء ْو ُك ْم ِم ْن فَ ْوقِ ُك ْم َو ِم ْن أَ ْسفَ َل ِم ْن ُك ْم‬ Al-Ahzab: 10-13)

ُ‫ت ْالقُلُ ْوب‬ َ ‫ت ْاألَ ْب‬ ِ ‫َوإِ ْذ َزا َغ‬


“(Yaitu) ketika mereka datang kepada

ِ ‫صا ُر َوبَلَ َغ‬


kalian dari atas dan dari bawah kalian,
dan ketika tidak tetap lagi penglihatan

‫اج َر َوتَظُنﱡ ْو َن بِا)ِ ﱡ‬ ِ َ‫ْال َحن‬


(kalian) dan hati kalian naik menyesak

‫ك‬َ ِ‫ ھُنَال‬.‫الظنُ ْونَا‬ sampai ke tenggorokan dan kalian


berprasangka terhadap Allah dengan

ً‫ا ْبتُلِ َي ْال ُم ْؤ ِمنُ ْو َن َو ُز ْل ِزلُوا ِز ْل َزاال‬


bermacam-macam sangkaan. Di situlah
diuji orang-orang mukmin dan
digoncangkan (hatinya) dengan

‫ َوإِ ْذ يَقُ ْو ُل ْال ُمنَافِقُ ْو َن َوالﱠ ِذ ْي َن فِي‬.‫َش ِد ْي ًدا‬


goncangan yang sangat. Dan (ingatlah)
ketika orang-orang munafik dan orang-
orang yang berpenyakit dalam hatinya

ُ‫قُلُ ْوبِ ِھ ْم َم َرضٌ َما َو َع َدنَا ﷲُ َو َرس ُْولُه‬


berkata: ‘Allah dan Rasul-Nya tidak
menjanjikan kepada kami melainkan
tipu daya.’ Dan (ingatlah) ketika

‫ت طَائِفَةٌ ِم ْنھُ ْم يَا‬ ْ َ‫ َوإِ ْذ قَال‬.‫إِالﱠ ُغر ُْو ًرا‬ segolongan di antara mereka berkata:
‘Hai penduduk Yatsrib (Madinah), tidak
ada tempat bagi kalian, maka kembalilah

‫ار ِجعُوا‬ ْ َ‫ب الَ ُمقَا َم لَ ُك ْم ف‬ َ ‫أَ ْھ َل يَ ْث ِر‬


kalian.’ Dan sebagian dari mereka minta
izin kepada Nabi (untuk kembali pulang)

ٌ ‫َويَ ْستَأْ ِذ ُن فَ ِر ْي‬


dengan berkata: ‘Sesungguhnya rumah-

‫ي يَقُ ْولُ ْو َن إِ ﱠن‬ ‫ق ِم ْنھُ ُم النﱠبِ ﱠ‬


rumah kami terbuka (tidak ada penjaga).’
Dan rumah-rumah itu sekali-kali tidak
terbuka, mereka tidak lain hanyalah

‫بُي ُْوتَنَا َع ْو َرةٌ َو َما ِھ َي بِ َع ْو َر ٍة إِ ْن‬ hendak lari." (

‫ي ُِر ْي ُد ْو َن إِالﱠ فِ َرا ًرا‬


 Nu’aim bin Mas’ud adalah seorang Muallaf memberitahu
keislamannya kepada Rasulullah SAW, sedangkan
kaumnya dari Ghatafan tidak mengetahuinya. Ia adalah
kolega dekat Quraisy dan Yahudi dan menawarkan
bantuannya kepada Rasulullah SAW.
Lalu Rasulullah SAW bersabda :

َ ْ‫ْت فَإِ ﱠن ْال َحر‬


ٌ‫ب ُخ ْد َعة‬ َ َ‫ َولَ ِك ْن َخ ﱢذلْ َعنﱠا َما ا ْست‬.. . ‫اح ٌد‬
َ ‫طع‬ َ ‫أَ ْن‬
ِ ‫ت َر ُج ٌل َو‬
“.Engkau satu-satunya orang di antara kami…….karena itu
buatlah mereka ‘down’ terhadap kami semampu yang bisa
engkau lakukan, karena sesungguhnya perang itu adalah
kamuflase dan tipu daya”
َ ‫ب َعلَى ْال ُم ْش ِر ِك‬
 ‫ين فَقَا َل اللﱠھُ ﱠم‬ ِ ‫ﷲُ َعلَ ْي ِه َو َسلﱠ َم يَ ْو َم ْاألَحْ َزا‬
‫صلﱠى ﱠ‬ ‫َد َعا َرسُو ُل ﱠ‬
َ ِ‫ﷲ‬
‫اب اللﱠھُ ﱠم ا ْھ ِز ْمھُ ْم َو َز ْل ِز ْلھُ ْم‬ ِ ‫ب َس ِري َع ْال ِح َسا‬
َ ‫ب اللﱠھُ ﱠم ا ْھ ِز ْم ْاألَحْ َز‬ ِ ‫ُم ْن ِز َل ْال ِكتَا‬
Nabi berdoa pada saat perang Ahzab menghadapi
(kepungan) Musyrikin: “Allahumma munzilal-Kitab,
sari’al hisab. Allahummahzim Al-Ahzab,
Allahummahzimhum wa zalzilhum.” (Ya Allah, yang
menurunkan Kitab, cepat perhitungannya. Ya Allah
hancurkanlah pasukan bersekutu. Ya Allah, hancurkanlah
mereka dan porak=porandakanlah mereka).” (HR Bukhary
2716)
• Tampaknya upaya Nu’aim memperoleh keridhoan Allah SWT. Setelah
hampir satu bulan pasukan Ahzab mengepung kota Madinah, pada
malam hari yang sangat dingin , datanglah angin topan amat dahsyat
dan mengerikan menyerang pasukan “Ahzab”. Perkemahan mereka
porak poranda diterbangkan angin putting beliung. Masing-masing
berusaha menyelamatkan diri. Bekal makanan dan air minum mereka
pun habis. Atas instruksi pemimpin pasukan “Ahzab”, Abu Sufyan bin
Harb, semua pasukan pulang meninggalkan daerah yang telah porak –
poranda.

• Keesokan harinya Hudzaifah bin Al Yaman , yang ditugasi Rasulullah


SAW, mengamati gerak-gerik pasukan “Ahzab” melapor bahwa pasukan
“Ahzab” sudah tidak tampak lagi, semuanya sudah lari. Kaum Muslimin
selamat dari mara bahaya, masing-masing pulang ke tengah
keluarganya dengan perasaan syukur.
• Sesungguhnya perang Khandaq bukanlah peperangan yang penuh
dengan kerugian di kedua belah pihak, melainkan perang urat syaraf,
dimana tidak ada peperangan yang sengit, Namun perang Khandaq
merupakan perang yang sangat menentukan sepanjang sejarah
Islam, yang melahirkan perpecahan di barisan kaum musyrikin dan
memberikan petunjuk bahwa kekuatan apapun dari kekuatan bangsa
Arab pada saat itu tidak akan mampu memusnahkan kekuatan Islam
meskipun lebih kecil dibandingkan pasukan sekaliber pasukan
“Ahzab”.
“ Dan Allah menghalau orang-orang kafir itu dalam keadaan mereka
sangat jengkel tidak memperoleh keuntungan apapun juga. Allah
menghindarkan orang-orang yang beriman dari peperangan ( yakni
mereka tidak perlu berperang lagi melawan pasukan Ahzab).
Sungguhlah Allah Maha Kuat Lagi Maha Jaya” (Qs. Al-Ahzab ; 25)

Anda mungkin juga menyukai