Anda di halaman 1dari 10

Sejarah Disyariatkannya “Raml” ketika Thawaf

Disunnahkannya raml ketika thawaf
Salah satu sunnah yang perlu diperhatikan ketika thawaf adalah melakukan “raml”. Yang
dimaksud dengan raml  adalah berjalan cepat dengan memendekkan langkah kaki. Sunnah ini
ditujukan untuk kaum laki-laki saja. Kemudian empat putaran berikutnya diselesaikan dengan
.jalan biasa
,Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu Ta’ala berkata

‫ بحيث‬،‫ بل الر َمل هو المشي بقوة ونشاط‬،‫والر َمل ليس هو هز الكتفين كما يفعله الجهال‬
‫ لكن‬،ً‫ والغالب أن اإلنسان إذا أسرع يمد خطاه ألجل أن يتقدم بعيدا‬،‫ لكن ال يمد خطوه‬،‫يسرع‬
‫ أسرع بدون أن تمد الخطا بل قارب الخطا‬:‫في الطواف نقول‬
Raml itu bukanlah dengan menggoyang-goyangkan pundak, sebagaimana yang dilakukan “
oleh orang-orang bodoh. Akan tetapi, raml adalah berjalan dengan penuh tenaga dan
semangat, yaitu jalan cepat, namun tidak dengan memanjangkan langkah (artinya, dengan
langkah pendek, pent.). Pada umumnya, jika seseorang jalan cepat, dia melakukan dengan
memanjangkan langkah agar bisa melangkah agak jauh (lebar). Akan tetapi ketika thawaf
kami katakan, jalan cepat tanpa memperlebar langkah, namun dengan memperpendek
langkah.” (Asy-Syarhul Mumti’, 7: 242)
Awal mula disyariatkannya raml
Sejarah disyariatkannya raml dapat kita pelajari dari hadits yangd iriwayatkan oleh Ibnu
‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,

‫ال ْال ُم ْش ِر ُكونَ ِإنَّهُ يَ ْق َد ُم َعلَ ْي ُك ْم َوقَ ْد َوهَنَهُ ْم ُح َّمى‬ َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َوَأصْ َحابُهُ فَق‬
َ ِ ‫قَ ِد َم َرسُو ُل هَّللا‬
َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َأ ْن يَرْ ُملُوا اَأْل ْش َواطَ الثَّاَل ثَةَ َوَأ ْن يَ ْم ُشوا َما بَ ْين‬ َ ‫ب فََأ َم َرهُ ْم النَّبِ ُّي‬ َ ‫يَ ْث ِر‬
‫الرُّ ْكنَي ِْن َولَ ْم يَ ْمنَ ْعهُ َأ ْن يَْأ ُم َرهُ ْم َأ ْن يَرْ ُملُوا اَأْل ْش َواطَ ُكلَّهَا ِإاَّل اِإْل ْبقَا ُء َعلَ ْي ِه ْم‬
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya datang mengunjungi Ka’bah.”
Kaum Musyrikin berkata, “Dia datang kepada kalian, padahal fisik mereka telah dilemahkan
oleh penyakit demam yang melanda kota Yatsrib (Madinah).”
Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan para sahabatnya agar berlari-lari
kecil pada tiga putaran pertama dan berjalan biasa antara dua rukun (sudut). Dan tidak ada
yang menghalangi beliau apabila (beliau ingin) memerintahkan mereka agar berlari-lari kecil
untuk semua putaran, namun hal itu tidak lain kecuali sebagai kemurahan beliau kepada
mereka.” (HR. Bukhari no. 1602)
Kejadian tersebut adalah ketika beliau melaksanakan umrah pada tahun ke tujuh hijriyah
bersama-sama dengan para sahabatnya. Kaum musyrikin Makkah menyangka bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum adalah
manusia-manusia lemah, karena selama tinggal di Madinah terkena penyakit demam (al-
khuma).  Penyakit al-khuma  ini memang penyakit yang populer menimpa penduduk
Madinah, karena teriknya sinar matahari di kota Madinah.
Maka orang-orang musyrikin Makkah pun duduk “mengintip” di sebelah kiri Ka’bah, yaitu di
perbukitan di sekeliling ka’bah di arah sudut Hajar Aswad untuk melihat thawaf
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersama para sahabatnya. Orang-orang musyrikin ingin
membuktikan persangkaan mereka bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para
sahabatnya radhiyallahu ‘anhum adalah manusia-manusia lemah secara fisik ketika thawaf
mengelilingi ka’bah.
Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan para sahabatnya untuk
melakukan raml untuk membantah anggapan orang-orang musyrik Makkah tersebut.
Dalam riwayat Muslim, Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,

•: َ‫ قَا َل ْال ُم ْش ِر ُكون‬،‫ب‬ َ ‫ َوقَ ْد َوهَنَ ْتهُ ْم ُح َّمى يَ ْث ِر‬،َ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َوَأصْ َحابُهُ َم َّكة‬ َ ِ‫قَ ِد َم َرسُو ُل هللا‬
‫ َوَأ َم َرهُ ُم‬،‫ فَ َجلَسُوا ِم َّما يَلِي ْال ِحجْ َر‬،ً‫ َولَقُوا ِم ْنهَا ِش َّدة‬،‫ِإنَّهُ يَ ْق َد ُم َعلَ ْي ُك ْم َغدًا قَوْ ٌم قَ ْد َوهَنَ ْتهُ ُم ْال ُح َّمى‬
َ‫ لِيَ َرى ْال ُم ْش ِر ُكون‬،‫ َويَ ْم ُشوا َما بَ ْينَ الرُّ ْكنَ ْي ِن‬،‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َأ ْن يَرْ ُملُوا ثَاَل ثَةَ َأ ْش َوا ٍط‬ َ ‫النَّبِ ُّي‬
‫ هَُؤاَل ِء َأجْ لَ ُد ِم ْن َك َذا َو َك َذا‬،‫• هَُؤاَل ِء الَّ ِذينَ زَ َع ْمتُ ْم َأ َّن ْال ُح َّمى قَ ْد َوهَنَ ْتهُ ْم‬: َ‫ فَقَا َل ْال ُم ْش ِر ُكون‬،‫َجلَ َدهُ ْم‬

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya datang ke Makkah dalam


keadaan lemah oleh penyakit demam (khuma) Madinah. Lalu orang-orang musyrik Makkah
berkata kepada sesama mereka, “Besok, akan datang ke sini suatu kaum yang lemah karena
mereka diserang penyakit demam yang memayahkan.” Karena itu, mereka duduk di dekat
Hijr memperhatikan kaum muslimin thawaf.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mereka supaya berlari-lari
kecil (raml) tiga kali putaran dan berjalan biasa empat kali putaran antara dua sujud (sudut
ka’bah) agar kaum musyrikin melihat ketangkasan mereka. Maka berkatalah kaum musyrikin
kepada sesama mereka, “Inikah orang-orang yang kamu katakan lemah karena sakit panas,
ternyata mereka lebih kuat dari golongan ini dan itu.” (HR. Muslim no. 1266)
Dari penjelasan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma di atas, raml  ketika itu hanya
diperintahkan pada tiga putaran pertama saja, dan itu pun hanya dari sudut hajar aswad dan
rukun Yamani saja, tidak satu putaran penuh. Hal ini karena orang-orang musyrik itu
mengintip dari arah perbukitan antara rukun hajar aswad dan rukun Yamani. (Lihat Asy-
Syarhul Mumti’, 7: 242)
Setelah fathu Makkah, tetap disyariatkan raml
Dari awal mula disyariatkannya raml di atas, kita mengetahui bahwa sebab disyariatkannya
adalah ejekan orang-orang musyrik Makkah kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
para sahabatnya. Setelah peristiwa penaklukan kota Makkah, Islam dan kaum muslimin pun
berjaya, dan tidak ada lagi orang-orang musyrik di Makkah. Tentunya, ejekan dan hinaan itu
tidak ada lagi. Meskipun demikian, raml tetap disyariatkan.
Oleh karena itu, ketika sahabat ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada
dirinya sendiri apakah akan tetap melakukan raml, beliau pun menjawab sendiri,

ُ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَاَل نُ ِحبُّ َأ ْن نَ ْت ُر َكه‬


َ ‫صنَ َعهُ النَّبِ ُّي‬
َ ‫َش ْي ٌء‬
“Berlari-lari kecil ini adalah sesuatu sunnah yang telah dikerjakan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan kami tidak suka bila meninggalkannya.” (HR. Bukhari no. 1605)
Dan demikianlah praktek Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika haji Wada’. Beliau tetap
melakukan raml, bahkan lebih dari yang dilakukan pertama kali dahulu. Jika awalnya hanya
dilakukan dari rukun hajar aswad dan rukun Yamani saja, maka ketika haji Wada’, beliau
melakukannya satu putaran penuh dan tiga putaran pertama, sebagaimana hadits dari sahabat
Jabir radhiyallahu ‘anhu yang menceritakan detil tatacara haji Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Lalu, apakah hikmah tetap disyariatkannya raml, padahal tidak ada lagi orang-orang musyrik
Makkah?
,Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu Ta’ala berkata
ْ ‫ لكن ليتذكر اإلنسان أن المسلم ي‬،‫أن العلة وإن كانت إغاظة المشركين وال مشركين اآلن‬
ُ‫ُطلَب‬
‫ كأن أمامك المشركين؛‬،‫ فينبغي لك أن تشعر عند الرمل في الطواف‬،‫منه أن يغيظ المشركين‬
‫ك بَِأنَّهُ ْم‬
َ ِ‫ { َذل‬:‫ألجل أن تغيظهم؛ ألن غيظ المشركين مما يقرب إلى هللا ع ّز وجل ـ قال تعالى‬
َ‫صةٌ فِي َسبِي ِل هَّللا ِ َوالَ يَطَُؤ ونَ َموْ ِطًئا يَ ِغيظُ ْال ُكفَّا َر َوال‬ َ ‫َصبٌ َوالَ َم ْخ َم‬ َ ‫صيبُهُ ْم ظَ َمٌأ َوالَ ن‬ ِ ُ‫الَ ي‬
]120 : ‫صالِحٌ} [التوبة‬ َ ِ‫يَنَالُونَ ِم ْن َع ُد ٍّو نَ ْيالً ِإالَّ ُكت‬
َ ‫ب لَهُ ْم بِ ِه َع َم ٌل‬
“Meskipun dulu (raml) disyariatkan untuk membangkitkan amarah orang-orang musrik dam
tidak ada lagi orang-orang musyrik pada jaman sekarang (di Makkah), akan tetapi sebabnya
adalah untuk mengingatkan manusia bahwa mereka diperintahkan untuk membangkitkan
amarah orang-orang musyrik. Hendaknya Engkau memunculkan perasaan tersebut
dalam raml ketika thawaf, seolah-olah di hadapanmu ada orang-orang musyrik, untuk
membangkitkan amarah mereka. Karena membangkitkan amarah orang musyrikin termasuk
dalam perkara yang mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman (yang
artinya),
“Yang demikian itu ialah karena tidaklah mereka ditimpa kehausan, kepayahan, dan
kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan
amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada
musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal
salih.” (QS. At-Taubah [9]: 120)” (Asy-Syarhul Mumti’, 7: 243-244)

KEMARAHAN AISYAH, TEGURAN RASUL, DAN SALAM ORANG YAHUDI


Ummul Mu'minin Aisyah r.a menceritakan bahwa suatu hari beberapa orang Yahudi lewat
di hadapan Rasulullah Saw. Mereka lalu (pura-pura memberi salam) tetapi dengan berkata,
"as-Saam'alaikum (semoga kebinasaan menimpamu)" seperti dikutip dari buku Jiwa dalam
Bimbingan Rasulullah karya Dr Saad Riyadh Ummul
Mendengar ucapan mereka tersebut, Aisyah langsung membalas, "Semoga hal (kebinasaan)
itu justru menimpa kalian dan semoga Allah Swt melaknat dan murka kepada kalian".
Mendengar hal itu, Rasulullah Saw lalu menegurnya seraya berkata, "Jangan begitu, wahai
Aisyah. Bersikap lembutlah dan hindarilah sifat keras dan kasar!"
Aisyah lalu berkata, "Tidakkah engkau mendengar ucapan mereka tadi?" Rasulullah Saw
balik bertanya, "Tidakkah engkau mendengar ucapanku?" Aku telah membalas ucapan
mereka tersebut (dengan permohonan yang sama) dan permohonanku itulah yang akan
dikabulkan Allah Swt, sebaliknya salam (permohonan) mereka terhadapku (agar
mendapatkan kebinasaan) tidak akan dikabulkan" (HR Bukhari).
Senada dengan hadist Ibu Maajah tersebut, Imam Muslim juga meriwayatkan sabda
Rasulullah Saw, "Siapa yang tidak bersikap lemah lembut maka ia diharamkan dari kebaikan"
(HR Muslim).

MEMAHAMI MAKNA DAN SEJARAH IHRAM SEBELUM UMROH ATAU HAJI


Sebelum melakukan ibadah umroh atau haji, terdapat beberapa peraturan yang harus diikuti
umat Muslim dan hukumnya wajib. Beberapa di antaranya adalah mengucapkan niat, harus
membersihkan diri dengan cara mandi hingga berwudhu agar tetap suci.
Para calon jemaah juga tentunya dilarang mengucapkan kata-kata tidak senonoh, dan masih
banyak lagi ketentuan-ketentuan yang perlu diikuti agar ibadah diterima.
Salah satu kewajiban pemeluk agama Islam saat umroh atau haji yang harus dilakukan agar
ibadah kamu tercatat adalah ihram.
Penjelasan Makna Ihram
Pengertian Ihram secara Harfiah
Ihram merupakan keadaan di mana seseorang sudah meniatkan hatinya untuk melaksanakan
ibadah haji atau umroh. Ihram tidak bisa dilakukan sembarangan, karena niat ini harus datang
dari dalam hati bahwa kamu ingin melakukan ibadah umroh atau haji dengan sungguh-
sungguh.
Ihram harus dilakukan sebelum pergi ke miqat dan diakhiri dengan tahallul (kegiatan
mencukur rambut, minimal 3 helai). 
Ketika seseorang sudah melakukan ihram, maka ia harus mengikuti peraturan dan ketentuan
yang berlaku ketika sedang pergi umroh atau naik haji.
Sunnah Umum dalam Ihram
Terdapat beberapa sunnah umum yang harus diikuti dalam ihram, seperti mandi agar badan
tetap bersih ketika melakukan ibadah, membersihkan diri dari segala macam kotoran,
memotong kumis jika sudah panjang agar tetap rapi, dan menggunakan wewangian sebelum
ihram.
Setelah niat ihram sudah dilakukan, kamu tidak boleh lagi menggunakan parfum atau minyak
wangi.
Pantangan saat Ihram
Setelah mengetahui sunah-sunah di atas, terdapat beberapa pantangan yang tidak boleh
dilakukan ketika sedang melakukan ihram.
 Beberapa larangan tersebut, yaitu:
 Menggunakan pakaian yang ada jahitannya
 Menutup kepala (untuk pria) dan muka (untuk perempuan)
 Menikah dan bersetubuh
 Mengucapkan kata-kata kotor
 Membunuh makhluk hidup (binatang dan tumbuhan)
 Memotong kuku atau rambut selain pada saat tahallul
Pakaian Khusus saat Ihram
Selain itu, terdapat ketentuan khusus untuk pakaian yang boleh digunakan. Pakaian ihram
pria dan wanita disunahkan berwarna putih. Perbedaannya terletak di jenis pakaian yang
digunakan.
Jamaah pria ketika ihram wajib menggunakan dua lembar kain yang tidak memiliki jahitan
untuk menutupi bagian bawah (bagian yang masuk ke dalam aurat) dan juga untuk
diselendangkan.
Sedangkan, wanita ketika ihram wajib menutup semua bagian badannya kecuali muka dan
telapak tangan.
Penggunaan kain putih ini melambangkan kesucian dan pelepasan jamaah dari segala hal
yang duniawi, dan juga melambangkan bahwa semua umat Allah terlihat sama di mata-Nya.
Sejarah Singkat Ihram
Terdapat beberapa sejarah ihram yang dijelaskan dalam beberapa hadis. Antara lain adalah
hadis yang menyebutkan bahwa Allah mengirimkan malaikat ke Bumi untuk menziarahi
Ka’bah, dan malaikat tersebut turun dalam keadaan ihram dan menuju ke Ka’bah sambil
mengucap talbiyah (Labbaik).
Terdapat juga riwayat yang menyebutkan bahwa malaikat Jibril mengajarkan tata cara
berihram ke Nabi Ibrahim AS sebelum melakukan amalan-amalan haji, dan juga cara untuk
manasik haji.
Setelah itu, ada hadis dari Imam Shadiq AS yang menyebutkan setelah Nabi Adam AS
bertaubat, malaikat Jibril mengajarkan ihram dan talbiyah, lalu memerintahkannya untuk
mandi sebelum melakukan amalan haji ataupun ihram.
Dari hadis-hadis di atas, terdapat juga riwayat bahwa ketentuan yang ada pada saat ihram
berangkat dari kebudayaan orang Arab sebelum melakukan ibadah haji atau umroh.
Mereka meyakini bahwa untuk beribadah dan “menghadap” kepada Allah SWT, tidak etis
rasanya jika menggunakan pakaian yang juga mereka gunakan untuk melakukan hal-hal
duniawi, dosa, atau bahkan kemaksiatan.
Dapat disimpulkan, satu hal terpenting sebelum melakukan ibadah dan menghadap kepada
Yang Maha Kuasa. Yaitu niat dan membersihkan diri dari segala kekotoran—baik jasmani
maupun rohani yang dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada Allah SWT.
TAHALLUL: MAKNA, HUKUM, TATA CARA SERTA MACAM-MACAMNYA
Dalam menjalankan ibadah haji atau umrah, jemaah akan melakukan rangkaian
kegiatan tahallul. Tahallur menjadi rangkaian kegiatan yang tidak boleh ditinggalkan karena
termasuk ke dalam syarat sah ibadah haji dan umrah. Berikut ini makna, tata cara, hukum
serta macam-macam tahalul yang penting dan tidak boleh ditinggalkan. 
Makna Tahallul 
Tahallul adalah keadaan seseorang yang telah dihalalkan untuk melakukan rangkain kegiatan
atau perbuatan yang sebelumnya dilarang selama menjalankan ihram.
Rangkaian ini ditandai dengan cara mencukur atau menggunting beberapa helai rambut
kepala, minimal tiga helai. Disunnahkan untuk mencukur gundul rambut bagi jemaah laki-
laki. Sedangkan bagi jemaah perempuan, disunnahkan untuk memotong sedikit saja. 
Hukum Tahallul 
Hukum mengerjakan tahallul adalah wajib bagi setiap jemaah. Hal ini didasari dari firman
Allah dalam surah Al-Fath ayat 7 yang artinya: 
“Sesungguhnya kamu tetap memasuki Masjidil Haram (pada masa ditentukan) dalam
keadaan aman (menyempurnakan ibadah kamu) dengan mencukur kepala kamu dan kalau
(tidak pun) menggunting sedikit rambutnya…" 
Macam-macam Tahallul 
Dikutip dari Buku Tuntunan Manasik Haji Kemenag, berikut ini macam-macam tahallul: 
1. Tahallul Umrah 
Tahallul umrah adalah keadaan di mana seseorang telah selesai melaksanakan semua rukun
umrah. Oleh karena itu dihalalkan (dibolehkan) untuk melakukan perbuatan yang sebelumnya
dilarang selama berihram umrah. 
2. Tahallul haji 
Tahallul haji terdiri atas dua macam:  
a. Tahallul awal, yaitu keadaan seseorang yang telah melakukan dua di kegiatan berikut ini:  
- Melontar Jamrah Aqabah dab kemudian memotong sebagian rambut kepala atau bercukur. 
- Tawaf ifadhah dan sa’i kemudian memotong rambut atau bercukur.
Setelah melakukan tahallul awal, jemaah boleh berganti pakaian ikhram dengan pakaian
biasa, memakai wewangian dan melakukan semua larangan selama ihram, kecuali bercumbu
hingga bersetubuh dengan pasangan.  
b. Tahallul tsani adalah keadaan di mana seorang jemaah telah melakukan tiga kegiatan haji,
yaitu melontar Jamrah Aqabah, memotong atau mencukur rambut, dan tawaf ifadhah serta
sa’i. Setelah selesai melakukan tahallul tsani, jemaah baru boleh bersetubuh dengan
pasangannya. 
Tata Cara Tahallul 

Seperti disebutkan di atas, tahallul ditandai dengan cara mencukur atau menggunting


beberapa helai rambut kepala, paling sedikit yaitu tiga helai. Namun terdapat perbedaan
antara pelaksanaan tahallul perempuan dengan laki-laki. 
Untuk jemaah laki-laki, dianjurkan baginya mencukur habis semua rambut kepala atau
sampai gundul. Hal ini berdasarkan pada perkataan Syaikh Abu Bakar Syatha dalam kitab
I’anatut Thalibin yang berbunyi: 
“Maka menggundul semua rambut bagi selain wanita adalah lebih utama menurut
kesepakatan ulama.” 
Sedangkan bagi jemaah perempuan tidak dianjurkan untuk mencukur habis rambutnya,
melainkan hanya memendekan rambut sepanjang ujung jari saja. Ibnu Qudamah dalam kitab
Al-Mughni mengatakan: 
“Wanita memotong rambut sepanjang ruas jemari. Kata ‘anmulah’ adalah ujung ruas
jemari. Yang dianjurkan bagi wanita adalah dicukur pendek, tidak digundul. Hal itu tidak
ada perbedaan di kalangan para ulama. Imam Ahmad mengatakan; Mencukur setiap ujung
rambutnya sepanjang ruas jemari. Ini pendapat Ibnu Umar, Syafi’i, Ishaq, Abu Tsaur. Abu
Daud mengatakan, Saya mendengar Ahmad ditanya tentang wanita yang mencukur pendek
pada setiap rambutnya? Beliau menjawab; Ya, mengumpulkan seluruh rambutnya di depan,
kemudian diambil (dipotong) ujung rambutnya sepanjang ruas jemari.” 

PAHAMI PENGERTIAN, MAKNA, DAN JENIS-JENIS TAHALLUL


Seorang muslim wajib melaksanakan salah satu rukun dalam pelaksanaan ibadah haji,
termasuk juga saat melaksanakan ibadah umroh. Rukun tersebut adalah tahallul, yang
dilaksanakan pada akhir rangkaian ibadah haji maupun umroh di tanah suci.
Di balik itu, apa yang dimaksud dengan tahallul? Apa makna melaksanakannya serta apa saja
jenis-jenisnya? Sahabat, simak pengertian mengenai tahallul berikut makna serta macam-
macamnya berikut ini.
Pengertian Tahallul
Tahallul merupakan salah satu rukun haji yang wajib dipenuhi oleh seorang muslim. Rukun
ini amat penting untuk dilaksanakan ketika ia melaksanakan ibadah haji maupun ibadah
umroh. Tahapan ini hanya boleh dilakukan jika rangkaian ibadah haji dan umroh telah
diselesaikan, sebab tahapan ini adalah rangkaian terakhir yang disebut juga sebagai penutup
dari proses ibadah haji dan umroh.
Tahallul secara bahasa artinya adalah ‘menjadi boleh’ atau ‘menjadi halal’. Sedangkan
menurut istilah syara’, rukun haji dan umroh ini berarti ‘dibebaskan’ atau diperbolehkannya
seseorang dari larangan ihram. Sedangkan dalam ilmu fiqih berarti keluar dari keadaan ihram
setelah melangsungkan amalan haji secara menyeluruh atau sebagian.
Selesainya rangkaian ibadah haji maupun umroh ini ditandai dengan mengguntung atau
mencukur beberapa helai rambut, minimal tiga helai rambut untuk prosesi ini. Karena itu,
prosesi ini adalah pelepasan, pembebasan, penghalalan, dan pengampunan yang ditandai
dengan dipotongnya setidaknya tiga helai rambut tadi.
Dasar hukum tahallul sebagaimana sebagaimana Allah SWT dalam Al-Quran Surat Al-Fath
ayat 27 yang artinya: “Sesungguhnya kamu tetap memasuki Masjidil Haram (pada masa
ditentukan) dalam keadaan yang aman dan menyempurnakan ibadah mu dengan cara
mencukur kepala kamu dan jika tidak pun, maka kamu bisa menggunting sedikit rambutnya”
(QS Surat Al-Fath ayat 27).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa latar belakang atau seluk beluk hukum tahallul berawal
ketika Nabi Muhammad SAW serta para sahabatnya memasuki Mekkah dalam keadaan
aman. Tanpa ada rasa takut dari perlakuan buruk yang sebelumnya dilakukan oleh orang-
orang musyrik.
Makna Tahallul
Bukan sekadar potong rambut, proses bercukur atau tahallul ini adalah suatu proses yang
sangat penting dan tidak boleh ditinggalkan seorang jamaah. Terlebih bagi umat muslim yang
menganut madzhab Syafi’i.
Bercukur ini mungkin terkesan mudah, tetapi jika Sahabat tinggalkan, maka ibadah haji atau
umroh itu perlu diulang lagi. Pasalnya, ibadah haji yang ia laksanakan dinilai tidak sah.
Artinya, tahallul merupakan proses yang wajib dilaksanakan agar ibadah haji sah.
Konsekuensinya memang besar bila seorang jamaah tidak melaksanakannya. Tetapi, ini
adalah isyarat bahwa tahallul memliki makna mendalam dibandingkan sekadar bercukur.
Prosesi ini juga menjadi isyarat bahwa otak dan kelebihan yang dimiliki manusia semua
berasal dari kuasa Allah SWT. Rukun ibadah yang satu ini sejatinya hendak mengajarkan
kepada manusia bahwa meskipun seseorang adalah makhluk yang diciptakan dengan
sempurna, manusia tetaplah manusia dengan mahkota berupa rambut di kepalanya.
Dengan bercukur ini, seseorang juga dianggap telah bersedia menanggalkan kesombongan
yang membuat dirinya merasa tinggi dibandingkan orang lain. Maka dari itu, salah satu rukun
haji dan umroh ini wajib dipenuhi yang menyimbolkan rontoknya keangkuhan dan
kesombongan seseorang, bahkan semua yang menjalani prosesi ini juga dapat terbebas dari
kecemasan, ketakutan, ketidaknyamanan dalam hidup, hingga memotong seluruh aibnya di
masa lalu.
Macam-macam Tahallul
Secara umum, prosesi ini dibedakan menjadi dua macam yaitu tahallul umroh dan tahallul
haji. Inilah perbedaan keduanya.
1. Tahallul Umroh
Tahallul umroh adalah proses rangkaian yang dilakukan ketika seseorang melaksanakan
ibadah umroh. Sebagaimana namanya, prosesi ini dilakukan setelah seorang jamaah
menyelesaikan seluruh proses rangkaian ibadah umroh dengan memotong atau mencukur
rambut beberapa helai. 
Prosesi ini menjadi tanda bahwa larangan atas jamaah umroh selama melaksanakan ibadah
tersebut telah gugur. Maka, jamaah juga diperbolehkan untuk melaksanakan aktivitas yang
sebelumnya dilarang.
2. Tahallul Haji
o Tahallul Ashghar atau Tahallul Awal
Tahallul jenis ini dilakukan pada tahap pertama atau awal yang ditandai dengan gugurnya
sebagian larangan untuk para jamaah haji. Prosesinya dapat dilakukan dengan dua cara
bercukur, thawaf, dan melempar jumroh aqobah pada tanggal 10 Dzulhijjah.
Setelah melaksanakan tiga amalan itu, seluruh larangan ihram telah diperbolehkan, keculi
melaksanakan jima’ atau hubungan suami istri, maupun hal-hal yang mendorong melakukan
perbuatan itu, mulai dari menyentuh dengan syahwat atau mencium.
o Tahallul Tsani atau Tahallul Akhir
Prosesi yang juga disebut tahallul akhir ini dilaksanakan jika seluruh proses ragkaian ibahada
haji telah terpenuhi seluruh rangkaiannya. Tahallul akhir ini tercapai bila jamaah melakukan
tiga rangkaian lengkap seperi bercukur, thawaf ifadah, dan melempar jumroh. Seluruh
larangan ketika ihram pun gugur dan kembali diperbolehkan kepada para jamaah.
Prosesi mencukur ini dilakukan dengan melontah jumroh aqobah, thwaf ifadah, dan
melakukan sa’i, setelah kembali ke Mekkah dan selesai wukuf di Arofah.
o Perbedaan Tahallul Awal dan Tahallul Akhir
Menurut ulama Syafi’iyah, perbedaan kedua macam tahallul tersebut ada pada tata cara
melaksanakan tahallul-nya.
1. Pertama, tahallul awal telah dinilai dilaksanakan apabila seseorang
telah melaksanakan dua di antara tiga hal berikut ini, yaitu melempar
jumrah aqabah, menyembelih hewan kurban dan mencukur atau
memotong rambut.
2. Kedua, tahallul kedua dinilai terlaksana apabila telah melakukan tiga
hal berikut dengan sempurna, yaitu melempar jumrah aqabah,
mencukur atau memendekan rambut serta melaksanakan thawaf
ifadhah.
3. Ketiga, tahallul akbar dinilai telah terlaksana apabila melakukan tiga
hal berikut dengan sempurna yaitu melempar jumrah aqabah,
mencukur atau memendekan rambut dan melaksanakan thawaf ifadah
setelah melaksanakan sai lebih dulu.
Cara Melaksanakan Tahallul
Bagi jamaah laki-laki, tahallul disunnahkan untuk mencukur seluruh rambut. Menggundulkan
seluruh rambut bagi jamaah haji selain perempuan adalah lebih utama apabila, menurut
kesepakatan dari para ulama.
Sedangkan jamaah haji perempuan tidak dianjurkan mencukur habis rambutnya tetapi
memotong rambutnya hingga sepanjang ujung jari saja. Seorang perempuan dapat memotong
rambutnya hingga sepanjang ruas jemarinya yaitu sepanjang ujung ruas jemari saja.
Jamaah perempuan tidak dianjurkan untuk digundul dan tidak dicukur pendek. Mengenai tata
cara tahallul bagi perempuan ini tidak memiliki perbedaan pendapat di kalangan para ulama.
Itulah beberapa hal yang perlu Sahabat ketahui mengenai tahallul, salah satu rukun yang
penting dijalani seorang jamaah saat melaksanakan ibadah haji dan umroh. Sahabat juga
perlu memahami syarat-syarat, hukum, sunnah, serta tata cara melaksanakan prosesi bercukur
ini.

Anda mungkin juga menyukai