Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH FIQIH

SHALAT QASAR DAN JAMAK


Dosen pengampu : Muhammad Nasir M. Pd.I

Oleh :

1. Nabila Sahwa (20196561)


2. Silvi Arimbi ( 20196532)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-HIKMAH MEDAN

T.A 2019-2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Salah satu kegiatan yang tidak dapat dielakkan dalam kehidupan manusia, apa lagi
pada jaman modern ini adalah perjalanan. Perjalanan selalu membutuhkan tenaga dan
menyita waktu kita, entah itu banyak atau sedikit. Demi sebuah perjalanan, banyak hal dan
kadang kewajiban yang dengan terpaksa meski kita tinggalkan atau pun kita tunda. Namun
ada kewajiban-kewajiban yang tidak boleh kita tinggalkan meski dengan alasan perjalanan.
Salah satunya adalah kewajiban terhadap sang khalik, yaitu Shalat 5 waktu. Dalam Islam
sudah ditentukan aturan-aturan yang sangat mempermudah bagi para musafir. Shalat yang
dilaksanakan dalam perjalanan biasa disebut sholatus safar.

Islam juga dibangun dengan lima pilar. Salah satu pilarnya adalah shalat. Karenanya
shalat merupakan tiang agama. Ketika seorang meninggalkan shalat ia disebut penghancur
agama tetapi sebaliknya ketika ia melaksanakan shalat dengan sebaik-baiknya maka ia
disebut sebagai penegak agama. Karenanya, seorang muslim tidak boleh meninggalkan shalat
walau bagaimanapun juga tak terkecuali dalam bepergian.

Seperti halnya seorang yang tidak memiliki air untuk berwudhu maka ia
diperbolehkan bertayammum, begitu pula dengan shalat yang dapat dilakukan dengan cara
dijama’ (dirangkap) maupun diqashar (dipotong).

B. Rumusan masalah

1. Apa itu salat qasar dan jama'

2. Dalil terkait salat qasar dan jama'

3. Hal hal yang dibolehkan untuk menjama’ dan mengqasar salat

4. Jarak yang diperbolehkan untuk menjama’ dan mengqasar menurut para fukaha

5. Tata cara menjama’ dan mengqasar salat


BAB 2

PEMBAHASAN

1. Pengertian Salat Qasar

Salat qasar artinya salat yang diringkas kan bilangan rakaatnya yaitu di antara
salat fardu yang lima, yang mestinya 4 rakaat dijadikan 2 rakaat saja salat lima waktu
yang boleh diqasar hanya zuhur ashar dan Isya. Adapun Maghrib dan Subuh tetap
sebagaimana biasa tidak boleh diqasar.

Hukum salat qasar dalam Mazhab Syafi’i harus boleh bahkan lebih baik bagi
orang yang dalam perjalanan serta cukup syarat-syaratnya

2. Dalil terkait melaksanakan salat qasar

Firman Allah Swt ;

‫صلَ ٰوةِ ِإ ْن خِ ْفت ُ ْم أَن يَ ْفتِنَكُ ُم ٱلَّذِينَ َكف َُر ٓوا‬ ُ ‫علَ ْيكُ ْم ُجنَاح أَن تَ ْق‬
َّ ‫ص ُروا مِنَ ٱل‬ ِ ْ‫ض َر ْبت ُ ْم فِى ٱ ْْلَر‬
َ ‫ض فَلَي‬
َ ‫ْس‬ َ ‫َوإِذَا‬
َ ‫إِنَّ ٱ ْل ٰ َكف ِِرينَ كَانُوا لَكُ ْم‬
‫عد ًُّوا ُّمبِينًا‬

Artinya : “Dan apabila kamu berpergian di muka bumi maka tidaklah Mengapa
kamu meng-qasar salat mu jika kamu takut diserang orang-orang kafir Sesungguhnya
orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (An-Nisa: 101)1

1 H. Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung, Pt Sinar Baru Algesindo, 1994), hlm 118
3. Hal hal yang dibolehkan dalam melakukan salat qasar
a. Perjalanan yang dilakukan itu bukan perjalanan maksiat atau terlarang, seperti
pergi haji, silaturahmi, atau Berniaga, dan sebagainya.
b. Perjalanan itu berjarak jauh, sekurang-kurangnya 80, 640 KM atau lebih
(perjalanan sehari semalam)
Sabda Rasulullah Saw :

ِ َّ ‫صالَةِ فَقَا َل كَانَ َرسُو ُل‬


‫صلى للا‬- ‫ّللا‬ َّ ‫ع ْن قَص ِْر ال‬ َ ‫يَحْ يَى ب ِْن يَ ِزيدَ ْال ُهنَائ ِِى قَا َل َسأ َ ْلتُ أَن‬
َ ‫َس بْنَ َمالِك‬
‫صلَّى َر ْك َعتَي ِْن‬
َ – ُّ‫ش ْعبَةُ الشَّاك‬
ُ – ‫سِيرةَ ثَالَثَ ِة أَ ْميَال أَ ْو ثَالَثَ ِة ف ََراسِ َخ‬ َ ‫ ِإذَا خ ََر‬-‫عليه وسلم‬
َ ‫ج َم‬

Artinya :“Dari Yahya bin Yazid Al Huna-i, ia berkata, “Aku pernah

bertanya pada Anas bin Malik mengenai qashar shalat. Anas menyebutkan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menempuh jarak 3 mil atau 3
farsakh –Syu’bah ragu akan penyebutan hal ini-, lalu beliau melaksanakan
shalat dua raka’at (qashar shalat).”

c. Salat yang di qashar itu ialah shalat adaan atau tunai, bukan salat Qada. adapun
salat yang ketinggalan di waktu dalam perjalanan, boleh diqasar kalau di qada
dalam perjalanan; Tetapi yang ketinggalan sewaktu mukim tidak boleh di
Qadha dengan qasar sewaktu dalam perjalanan.
d. Berniat qasar ketika Takbiratul Ihram. 2
4. Jarak Yang Diperbolehkan Mengqashar Shalat Menurut fukaha
Ahmad, Muslim, Abu Dawud, dan Baihaqi Meriwayatkan dari yahya bin yazid. Ia
berkata, “ Aku bertanya kepada Anas bin Malik mengenai mengqashar shalat. Ia
menjawab, “ Rasulullah saw. Mengerjakan shalat dua rakaat kalau sudah berjalan
sejauh tiga mil atau farsakh.”
Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan dalam kitab Fat-hul Bari, “Inilah hadits yang paling
shahih dan paling jelas menerangkan jarak perjalanan sehingga shalat bileh diqashar.”

2 Ibid, hlm 119-120


Keraguan mengenai masalah mil atau farsakh ini dapat dijawab dengan penjelasan
hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa'id Al-Khudri, “ Apabila Rasulullah saw.
Bepergian sejauh satu farsakh, beliau mengqasar shalat.” (h.r. Sa'id bin Manshur dan
disebutkan dalam Al-Hafizh dalam kitab at-Talkhish) Ia juga tidak memberikan
komentar mengenai hadits ini sebagai tanda pengakuan akan keshahihannya.
Sebagaimana diketahui, satu farsakh sama dengan tiga mil. Jadi, hadits Abu Sa'id ini
menghapus keraguan yang terdapat di hadis Anas. Selain itu, juga sebagai penegas
bahwa jarak paling dekat Rasulullah saw. Mengqasar shalat adalah tiga mil. Dan, 1
farsakh = 5.541 meter, sedangkan satu mil 1.748 meter.
Ibnu Abi Syaibah meriwayatkab dengan sanad yang shahih dari Ibnu Umar bahwa jarak
terdekat untuk mengqasar adalah 1 mil. Pendapat inilah yang dianut Ibnu Hazm . Tidak
boleh mengqasar shalat apabila jarak perjalanan kurang dari satu mil. Ibnu Hazm juga
mengemukakan dalil bahwa Nabi saw. Pergi ke Baqi' untuk menguburkan orang-orang
yang meninggal dan keluar ke suatu tempat diluar permukiman untuk buang hajat, tapi
beliau tidak mengqasar shalat.
Adapun syarat yang dikemukakan sejumlah ulama bahwa mengqasar shalat hanya
dibolehkan dalam perjalanan jauh, dengan jarak minimal sekurangnya dua atau tiga
marhalah, pendapat ini dapat disanggah dengan uraian yang dikemukakan oleh Imam
Abu Qasim Al-Kharqi dalam kitab Al-Mughni, “ aku tidak menemukan satu dalil pun
untuk pendapat para ulama itu, karena dalam masalah ini para sahabat juga berbeda
pendapat, sehingga tidak bisa dijadikan dalil.”
Ibnu Umar dan Ibnu Abbas meriwayatkan hal yang berbeda dengan dalil yang
dipergunakan oleh rekan-rekan kami. Tetapi ucapan para sahabat itu tidak dapat
dijadikan dalil apabila bertentangan dengan sabda dan praktik Nabi saw. Dengan
demikian ukuran jauh yang mereka sebutkan itu tidak dapat menerima sebab dua hal
berikut: pertama, karena menyalahi sunah Nabi saw., Seperti yang telah disebutkan
tadi; kedua, karena zahir firman Allah diatas membolehkan mengqasar shalat bagi
orang yang dalam perjalanan, “jika kalian melakukan perjalann dimuka bumi, maka
tidak mengapa kalian mengqasar shalat.” (An-Nisa':101)3

5. Pengertian Salat Jama'

3 Sayyid Sabiq. Fikih sunnah 1.(JAKARTA : Al-ITISHOM CAHAYA UMAT. 2010). H. 417-419
Salat jamak artinya salat yang dikumpulkan yang dimaksudkan ialah dua salat
fardu yang 5 itu, dikerjakan dalam satu waktu umpamanya salat dzuhur dan ashar
dikerjakan di waktu dzuhur atau di waktu asar. hukum salat jamak ini boleh bagi orang
yang dalam perjalanan dengan syarat-syarat seperti yang telah disebutkan pada salat
qasar. salat yang boleh dijamak kan hanya antara zuhur dengan asar dan salat antara
maghrib dengan Isya sedangkan subuh tetap wajib dikerjakan pada waktunya sendiri.

6. Pembagian shalat Jamak


Jamak takdim (dahulu) dan jamak takhir (terkemudian) :
Jamak taqdim ialah salat dzuhur dan ashar yang dikerjakan di waktu Zuhur salat
Maghrib dan Isya dikerjakan di waktu Maghrib. Jamak takhir ialah salat dzuhur dan
ashar yang dikerjakan di waktu asar; salat magrib dan Isya dikerjakan di waktu Isya.
Syarat jama’ taqdim menurut pendapat Sebagian ulama ada 3 :
a. Hendaklah dimulai dengan salat yang pertama yaitu dzuhur sebelum Ashar, atau
maghrib sebelum isya karena waktunya adalah waktu yang pertama
b. Berniat jama agar berbeda dari salat yang terdahulu karena lupa.
c. Berturut-turut, sebab keduanya seolah-olah satu salat.
Syarat-Syarat jama' takhir :
Pada waktu yang pertama hendaklah berniat akan melakukan salat
pertama itu diwaktu yang kedua, supaya ada maksud bersungguh-sungguh akan
mengerjakan salat pertama itu Dan Tiada ditinggalkan begitu saja. Orang yang
menetap (tidak dalam perjalanan) boleh pula salat jama' taqdim karena hujan,
dengan syarat seperti yang telah disebutkan pada jama' taqdim. Diserahkan pula
bahwa salat yang kedua itu berjamaah di tempat yang jauh dari rumahnya, serta
Ia mendapat kesukaran pergi ke tempat itu karena hujan. 4

7. Dalil terkait melaksanakan salat jama'

‫ت ْال َعص ِْر ث ُ َّم يَجْ َم ُع بَ ْينَ ُه َما َو ِإذَا‬ ُّ ‫س أَ َّخ َر ال‬
ِ ‫ظ ْه َر ِإلَى َو ْق‬ ُ ‫ي ِإذَا ارْ تَ َح َل قَ ْب َل أَ ْن ت َِز ْي َغ ال َّش ْم‬
ُّ ‫كَانَ النَّ ِب‬: ‫عن انس قل‬
‫ِب‬ ُّ ‫صلَّى ال‬
َ ‫ظ ْه َر ث ُ َّم َرك‬ َ ْ‫زَ اغَت‬.

4 Ibid,hlm. 120- 122


Dari Anas ia berkata “Rasulullah Saw, apabila berangkat dalam perjalanan
sebelum tergelincir matahari maka beliau Tahir kan salat zuhur ke waktu Ashar,
Kemudian beliau turun berhenti untuk menjamak keduanya. Jika matahari telah terbeli
njir sebelum beliau berangkat, maka beliau salat dzuhur dahulu kemudian baru beliau
naik kendaraan.” ( riwayat Bukhari dan Muslim)
8. Hal hal yang dibolehkan dalam melakukan salat jama'
Seseorang diperbolehkan menjamak shalat zuhur dengan ashar, baik dengan
cara takdim (dilakukan waktu zuhur) maupun ta’khir (dilakukan dalam waktu ashar).
Begitu juga dengan shalat magrib dan isya, apabila ada satu dari sebab-sebab berikut
ini.
a. Menjamak Shalat di Arafah dan Muzdhalifah
Para ulama sependapat bahwa disunnahkan menjamak taqdim shalat
zuhur dan ashar di Arafah dan menjamak ta’khir shalat magrib dan isya di
Muzdhalifah. Hal ini berdasarkan praktik Rasulullah saw.
b. Menjamak Shalat Ketika Safar
Kebanyakan ulama berpendapat, musafir boleh menjamak shalat, baik
saat berhenti maupun dalam perjalanan. Mu’adz meriwayatkan, “Pada saat Nabi
saw. Berada dalam perang Tabuk, jika matahari bergeser ke barat (dari posisi
atas) sebelum beliau berangkat, maka beliau menjamak shalat zuhur dan ashar
di waktu zuhur. Jika keberangkatannya sebelum matahari bergeser, maka shalat
zuhur dan ashar dijamak pada waktu ashar. Begitu juga dengan shalat magrib.
Jika beliau berangkat sesudah matahari tenggelam, beliau menjamak shalat
magrib dengan shalat isya di waktu magrib. Akan tetapi, kalau
keberangkatannya sebelum matahari tenggelam, beliau mengundurkan magrib
itu sampai waktu isya dan di jamak dengan shalat isya.” (h.r. Abu Daud dan
Tirmidzi yang menyatakan bahwa hadits ini hasan)
Kuraib meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata, “Maukah kalian aku
beri tahu tentang shalat Rasulullah ketika safar?”kami menjawab,”Mau.”Ia
berkata,”jika matahari sudah bergeser ke barat dari posisi atas, dan beliau masih
berada di rumah, maka beliau menjamak shalat Zuhur dengan ashar sebelum
berangkat. Dan, jika matahari belum bergeser, beliau berangkat hingga apabila
waktu ashar sudah tiba, beliau pun berhenti dan menjamak shalat zuhur dengan
ashar. Begitu juga jika beliau masih berada di rumahnya dan matahari sudah
terbenam, beliau menjamak shalat magrib dengan shalat isya. Akan tetapi, jika
waktu magrib belum tiba, beliau terus berangkat dan apabila waktu shalat isya
telah tiba, beliay berhenti untuk menjamak shalat magrib dengan shalat isya itu.”
(h.r. Ahmad dan Syafi’I dalam musnadnya dan ia menambahkan, “jika beliau
berangkat sebelum matahari bergeser, beliau menangguhkan shalat zuhur
hingga dijamak denganashar di waktu ashar.”) Hadits ini juga di riwayatkan
Baihaqi dengan sanad yang baik, ia berkata, “Menjamak dua shalat disebabkan
berpergian adalah suatu hal yang sudah biasa dilakukan di kalangan shabat dan
tabi’in.”
Dalam kitab Al-Muwaththa’, Malik meriwayatkan dari Mu’adz,”Pada
suatau hari di perang Tabuk, Nabi saw. Menunda shalat. Beliau keluar lalu
mengerjakan shalat zuhur dan ashar secara jamak. Setelah itu, beliau masuk.
Kemudian beliau keluar lalu mngerjakan shalat magrib dan isya secara jamak.”
Syafi’I mengatakan,”kata ‘kemudian keluar’ dan ‘kemudian masuk’
menunjukkan bahwa Nabi saw. Sedang singgah.”
Sesudah menyebutkan hadits ini, Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni
berkata, “Menurut Ibnu Abdul Barr, hadits ini shahih dan sanadnya kuat.”
Menurut ahli sejarah, Perang Tabuk terjadi pada tahun ke-9 Hijjriah.
Dalam hadits ini terdapat suatu keterangan yang tegas dan alasan yang paling
kuat untuk menolak pendapat bahwa menjamak dua shalat tidak boleh kecuali
jika sedang dalam perjalanan yang benar-benar berat. Sebab, Nabi saw.
Menjamak diwaktu beliau singgah, bukan sedang berjalan, bahkan menetap
pula dalam perkemahan. Beliau keluar dari kemah untuk mengerjakan shalat
secara jamak kemudian kembali masuk ke perkemahannya. Hadits ini juga
diriwayatkan oleh muslim dalam Shahihnya.
Berpegang pada hadits ini adalah suatu keniscayaan karena merupakan
keterangan yang shahih dan tegas menetapkan suatu hukum dan tidak ada hadits
lain yang berlawanan. Lagi pula, harus diingat bahwa menjamak adalah rukhsah
(keringanan) sewaktu berpergian sehinggah tidak di khususkan hanya dalam
perjalanan, seperti halnya mengqashar dan mengusap sepatu . Hanya saja lebih
utama melakukan jamak ta’khir.”
c. Menjamak Shalat Di Waktu Hujan
Dalam sunnahnya, Al-Atsram meriwayatkan bahwa Abu Salamah bin
Abdurrahman berkata, “Termasuk sunnah Nabi saw., menjamak shalat magrib
dengan shalat isya apabila hujan lebat.”
Bukhori meriwayatkan bahwa Nabi saw. Menjamak shalat magrib dan
isya di malam hujan lebat.
Kesimpulan dari berbagai mazhab mengenai hal ini sebagai berikut.
Para ulama Syafi’iyah memperbolehkan seseorang yang mukim untuk
menjamak shalat zuhur dan ashar dan magrib dengan isya secara takdim saja. Ia
juga mensyaratkan adanya hujan ketika membaca takbiratul ihram dalam shalat
yang pertama sampai selesai dan hujan nya masih turun ketika memulai shalat
yang kedua.
Menurut Maliki, boleh menjamak takdim dimasjid antara shalat magrib
dan isya disebabkan adanya hujan yang sudah turun atau diperkirakan akan
turun. Juga dibolehkan menjamak karna terdapat banyak lumpur di tengah jalan
dan malam sangat gelap sehingga menyulitlan kaum muslimin memakai sandal.
Sedangkan menjamak shalat zuhur dengan ashar karna hujan adalah makruh.
Para ulama Hanabilah berpendapat bahwa boleh menjamak magrib
dengan isya saja, baik secara taqdim maupun ta'khir, disebabkan adanya salju,
lumpur, dingin yang luar biasa, serta hujan yang membasahi pakaian.
Keringanam ini khusus bagi orang yang mengerjakan sholat berjamaah di
masjid yang datang dari tempat yang jauh, sehingga karena hujan dan lainnya,
perjalannannya ke masjid terganggu. Adapun bagi orang yang sedang berada
didalam masjid, atau orang yang mrngerjakan shalat berjamaah di rumah, atau
ia dapat pergi ke masjid dengan melindungi tubuh, atau rumahnya sangat dekat
dengan mesjid, maka ia tidak boleh menjamak.
d. Menjamak Disebabkan Sakit Atau Alasan Lain Yang Diperbolehkan
Imam Ahmad, Qadhi Husain, Khaththabi, dan Mutawalli dari kalangan
ulama Syafi'iyah membolehkan menjamak takdim atau ta'khir disebabkan
sakit,karena kesulitan sewaktu sakit lebih besar dari pada kesulitan sewaktu
turun hujan.
Nawawi mengatakan, “Dari segi dalil, pendapat ini kuat.”
Di dalam kitab Al-Mughni disebutkan, “Sakit yang membolehkan jamak
ialah seadanya shalat-shalat itu dikerjakan di waktunya masing-masing akan
menyebabkan kesulitan dan lemahnya badan.
Ulama-ulama Hanabilah memperluas keringanan ini hingga mereka
memperbolehkan pula menjamak takdim atau ta'khir, bagi yang punya halangan
dan sedang ketakutan. Mereka membolehkan jamak bagi wanita menyusui yang
kesulitan mencuci pakaian setiap waktu shalat, wanita yang mengalami
istihadhah, orang yang menderita kencing berkepanjanganatau beser, orang
yang tidak dapat bersuci, orang yang khawatir akan adanya bahaya bagi dirinya,
bagi harta dan juga kehormatannya, juga bagi orang yang takut mendapatkan
rintangan dalam mata pencaharian sekiranya ia tidak menjamak shalat.
Ibnu Taimiyah mengatakan, “ Mazhab yang paling luas dalam masalah
jamak ialah mazhab Ahmad karena ia membolehkab menjamak bagi seorang
yang sedang sibuk bekerja, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Nasai dalam
sebuah hadits marfu' bersumber dari Nabi saw., Sampai-sampai dibolehkan pula
menjamak bagi juru masak atau pembuat roti dan orang-orang yang takut
hartanya menjadi rusak.”
e. Menjamak Shalat Karena Ada Keperluan
Dalam Syarah Muslim, Nawawi mengatakan, “Sejumlah ulama
berpendapat, orang mukmin boleh menjamak shalat jika ada suatu keperluan
asalkan tidak menjadi kebiasaan.”
Ini juga merupakan pendapat Ibnu Sirin dan Asyhab dari kalangan
Malikiyah. Menurut pendapat Khaththabi, ini juga pendapat Qaffal dan Syasy
Al-Kabir dari kalangan ulama Syafi'iyah, Ishaq Al-Marwazi dan sejumlah
ulama hadits. Dan pendapat ini menjadi pilihan Ibnu Mundzir.
Pendapat ini diperkuat oleh ucapan ibnu Abbas bahwa tujuan
disyariatkan jamak shalat adalah untuk tidak menyulitkan umat, sehingga tidak
dijelaskan karena sakit atau sebab lain.
Hadits Ibnu Abbas yang dimaksudkan ialah yang diriwayatkan oleh
Muslim,” Rasulullah saw. Pernah menjamak shalat zuhur dan ashar serta magrib
dan isya di Madinah, bukan karena ketakutan atau hujan.” Ada seseorang yang
bertanya kepada Ibnu Abbas, “ Mengapa Nabi saw. Berbuat demikian ?”
Jawabannya, “Beliau tidak ingin menyulitkan umatnya.”
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, “Nabi saw.
Mengerjakan shalat di Madinah sebanyak tujuh kali dan delapan rakaat; zuhur
dan ashar serta magrib dan isya.”
Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin Syaqiq, “ Pada suatu hari,
sesusah shalat ashar, Ibnu Abbas menyampaikan pidato kepada kami sampai
matahari terbenam dan bintang-bintang mulai tampak. Kaum muslimin sama
berkata,'Shalat, shalat!’ Kemudian seorang laki-laki dari bani Taim
mendatanginya dam tidak henti-hentinya mengatakan,'Shalat, shalat!’ Ibnu
Abbas berkata,' Apakah kamu mengajariku tentang sunah Nabi? Sungguh tidak
sopan kamu ini. Aku melihat Rasulullah menjamak shalat zuhur dan ashar serta
magrib dan isya.” Abdullah bin Syaqiq berkata, “ Ada keraguan dalam hatiku,
maka aku mendatangi Abu Hurairah dan menanyakan hal ini hal ini ia berkata,
'Apa yang dikatakan Ibnu Abbas Itu benar.”’
Dalam kitab Al-Mughni disebutkan, “Jika setelah melakukan jamak
taqdim, lalu penyabab dilakukannya jamak taqdim tadi ia lakukan secarah sah.
Dengan demikian, kewajiban itu sudah gugur. Salain itu, ia telah mengerjakan
kewajiban tersebut saat ia mengalami kesulitan, sehingga apa yang telah ia
kerjakan tadi tidak batal dengan hilangnya kesulitan itu, sebagaimana kasus
orang yang sudah mengerjakan shalat dengan tayamum lalu menemukan air.”5

9. Tata cara melaksanakan shalat qashar


Salat Qashar berarti melakukan salat wajib dengan meringkas jumlah rakaat
salat yang bersangkutan. Terdapat 3 salat fardhu yang boleh di-Qashar, yakni, Zuhur,
Ashar, dan Isya, aslinya berjumlah 4 rakaat yang akhirnya dikerjakan cukup 2 rakaat

a) Membaca niat salat qashar Dzuhur :


"Usholli fardhol dhuhri rok'atainii qoshron lillaahi ta'aala."
Artinya: "Aku niat salat fardu dzuhur 2 rakaat qashar, karena Allah Ta'aala."

b) Niat salat qashar Ashar :


"Usholli fardhol ashri rok'atainii qoshron lillaahi ta'aala."
Artinya: "Aku niat salat fardu Ashar 2 rakaat qashar, karena Allah Ta'aala."

c) Niat salat qashar Isya :


"Usholli fardhol isya'i rok'atainii qoshron lillaahi ta'aala."
Artinya: "Aku niat salat fardu Isya 2 rakaat qashar, karena Allah Ta'aala." 6

10. Tata cara melaksanakan shalat jama'

5 Ibid.h. 424-429
6 Abu masyhad, Tuntunan shalat lengkap, Pt. Mg. Semarang 1988, hlm 86
Cara melakukan salat Jamak itu ada dua macam:

Jika salat dzuhur dan ashar dikerjakan pada waktu dzuhur atau Maghrib dan Isya
dikerjakan pada waktu magrib, maka jamak semacam ini disebut jamak taqdim
Salat jamak taqdim dilakukan diwaktu awal salat fardhu. Menggabungkan, mengerjakan 2
salat wajib sekaligus di waktu salat yang pertama atau awal, yakni : Salat Zuhur dan Ashar,
dikerjakan di waktu Zuhur. Jika niat salat Jamak saja, tanpa meringkas (qashar) salat berarti
dikerjakan 4 rakaat Zuhur hingga salam, lanjut berdiri 4 rakaat Ashar
Salat Maghrib dan Isya, dikerjakan di waktu Maghrib. Niat salat jamak Maghrib dan
Isya tanpa qashar, berarti 3 rakaat Maghrib hingga salam lalu 4 rakaat Isya.

2. Salat jamak takhir

Pemahamannya hampir sama dengan sebelumnya, letak perbedaannya pada niat dan
waktu pengerjaannya. Jamak takhir dilakukan di waktu salat yang terakhir, seperti :

Salat Dzuhur dan Ashar, dikerjakan di waktu Ashar. Jika Anda memiliki niat
mengerjakan jamak dan qashar sekaligus, berarti dikerjakan dengan 2 rakaat Ashar
lalu salam dan lanjut 2 rakaat untuk Dzuhur.

Salat Maghrib dan Isya, dikerjakan di waktu Isya. Perbedaannya lagi, ketika
mengerjakan salat jamak qashar, berarti 2 rakaat untuk Isya baru salam, dilanjut 3
rakaat untuk Maghrib.7

11. Hikmah shalat qashar dan jama’ yaitu :


1. Meringan/memudahkan umat Islam utk menunaikan solat dalam perjalanan.
2. Tanda kasih sayang Allah kepada manusia.
3. Supaya solat fardhu dapat dilaksanakan dlm apa kedaan sekalipun.

7 Ibid, hlm 87
4. Menggalakkan umat Islam bermusafir/melancong/ziarah-menziarahi bagi
menambahkan keimanan dan mengeratkan tali persaudaraan.

BAB 3

PENUTUP

Kesimpulan

Salat qasar artinya salat yang diringkas kan bilangan rakaatnya yaitu di antara salat
fardu yang lima, yang mestinya 4 rakaat dijadikan 2 rakaat saja salat lima waktu yang boleh
diqasar hanya zuhur ashar dan Isya. Adapun Maghrib dan Subuh tetap sebagaimana biasa
tidak boleh diqasar.

hal yang dibolehkan dalam melakukan salat qasar


a. Perjalanan yang dilakukan itu bukan perjalanan maksiat atau terlarang, seperti pergi
haji, silaturahmi, atau Berniaga, dan sebagainya.
b. Perjalanan itu berjarak jauh, sekurang-kurangnya 80, 640 KM atau lebih
(perjalanan sehari semalam)
c. Salat yang di qashar itu ialah shalat adaan atau tunai, bukan salat Qada. adapun
salat yang ketinggalan di waktu dalam perjalanan, boleh diqasar kalau di qada dalam
perjalanan; Tetapi yang ketinggalan sewaktu mukim tidak boleh di Qadha dengan qasar
sewaktu dalam perjalanan.
d. Berniat qasar ketika Takbiratul Ihram.
Sebagaimana diketahui, satu farsakh sama dengan tiga mil. Jadi, hadits Abu Sa'id ini
menghapus keraguan yang terdapat di hadis Anas. Selain itu, juga sebagai penegas bahwa
jarak paling dekat Rasulullah saw. Mengqasar shalat adalah tiga mil. Dan, 1 farsakh = 5.541
meter, sedangkan satu mil 1.748 meter.

Salat jamak artinya salat yang dikumpulkan yang dimaksudkan ialah dua salat fardu
yang 5 itu, dikerjakan dalam satu waktu umpamanya salat dzuhur dan ashar dikerjakan di
waktu dzuhur atau di waktu asar. hukum salat jamak ini boleh bagi orang yang dalam
perjalanan dengan syarat-syarat seperti yang telah disebutkan pada salat qasar. salat yang
boleh dijamak kan hanya antara zuhur dengan asar dan salat antara maghrib dengan Isya
sedangkan subuh tetap wajib dikerjakan pada waktunya sendiri

DAFTAR PUSTAKA

Rasjid, 1994, Fiqih Islam, Bandung: Pt Sinar Baru Algesindo.


Sabiq sayyid, 2010. Fikih sunnah 1: Jakarta : Al-Itishom Cahaya umat.

Anda mungkin juga menyukai