Anda di halaman 1dari 7

ALDI ANSA

NIM:20021002

RESUME SHALAT DI BERBAGAI KEADAAN

1. ShalatJama’danQoishar

1) Dasarhukum:QS.An-nisa`:101,

“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, Maka tidaklah mengapa kamu men- qashar[343]
shalat(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah
musuh yang nyata bagimu”

Menurut Pendapat jumhur arti qashar di sini Ialah: shalat yang empat rakaat dijadikan dua rakaat.
Mengqashar di sini ada kalanya dengan mengurangi jumlah rakaat dari 4 menjadi 2, Yaitu di waktu
bepergian dalam Keadaan aman dan ada kalanya dengan meringankan rukun-rukun dari yang 2 rakaat
itu, Yaitu di waktu dalam perjalanan dalam Keadaan khauf. dan ada kalanya lagi meringankan rukun-
rukun yang 4 rakaat dalam Keadaan khauf di waktu hadhar. (HR. Ahmad & Ahli hadits.) Selama
musafir Rasulullah, Abu Bakar, Umar tdk mencukupkan shalat, maksudnya mengqasharnya, (Mutafaq
`alaih)

Bagi orang yang sedang dalam perjalanan, mendapat Ruhshoh (keringanan):

a. Mengqashar (meringkas) shalat yg 4 raka`at (dzuhur, ashar & isya`) menjadi

dua raka`at

b. Menjamakkan shalat; yaitu mengumpulkan dua shalat dlm satu waktu, dg

pasangan tetap

c. Pasangan dimaksud adalah: dzuhur dg ashar dan maghrib dg isya`

2) Keadaanyangdapatmenjama’kanshalat

a) Mejama` dalam safar, (HR. A. Daud, Ahmad)

b) Menjama` diwaktu hujan, (HR. Bukhari)

c) Menjama` karena sakit atau udzur, (Fiqh Sunnah, II, h. 230)

d) Menjama` karena ada kepentingan, hal ini asalkan tidak dijadikan

kebiasaan, (Syarah Muslim). Hal ini pernah dilakukan oleh Nabi di

Madinah, (HR. Muslim)

e) Menjama` di Arafah & Muzdalifah, (HR. Muslim)


3) Jarakbolehmengqasharshalat

a. Dari Yahya bin Yazid, katanya “saya bertanya kpd Anas bin malik tentang

mengqashar shalat. Anas menjawab: “adalah Rasulullah SAW apabila ia keluar sejauh 3 mil atau 3
farsakh ia shalat 2 raka`at, (HR. Ahmad, Muslim, Abu daud & Bihaqy)

b. Dari Abu Said Al-Khudri: “Apabila Rasulullah SAW bepergian sejauh satu farsakh, maka beliau
mengqashar shalat”.

c. 1 farsakh = 3 mil, 1 farsakh = 5541 m; sedangkan 1 mil = 1748 m. (Fiqh Sunnah, II h.216)

4) ContohRasulullahsaatmenjama’kanshalat

a. Jika berangkat sudah tergelincir matahari, rasul menjama` taqdim (dzuhur

dg asar), shalat terlebih dahulu

b. Jika sebaliknya, (berangkat sebelum tergelincir matahari), maka menjama`

ta`khir, dzuhur dikerjakan pd waktu ashar.

c. Demikian juga shalat maghrib, jika beliau berangkat sesudah matahari

terbenam, menjama` taqdim (shalat terlebih dahulu). Jika sebaliknya, Rasulullah berangkat sebelum
matahari terbenam, maka Rasul menjama` ta`khir, (HR. Abu Daud, Tirmidzi & Ahmad)

5) Carashalatjama`qashar

a. Jika kita menjama` dzuhur dengan ashar (taqdim/ta`khir): setelah adzan,

iqamah, lakukan shalat dzuhur 4 rakaat, setelah salam iqamah, lalu shalat

ashar 4 rakaat.

b. Demikian juga Jika kita menjama’ maghrib dengan isya` setelah azan,

iqamah lakukan shalat maghrib 3 rakaat lalu iqamah dan shalat isya’ 4

rakaat.

c. Antara shalat pertama dan kedua tidak diselingi kegiatan apapun, kecuali

iqamah

d. Waktu pelaksanaan shalat tidak mempengaruhi urutan shalat, artinya waktu

I (dzuhur dan maghrib) tetap dikerjakan terlebih dahulu, meskipun jamak qashar ta`khir (dilaksanakan
pada waktu kedua)

6) Beberapaprinsip

a. Tidak ada shalat sunat baik qabliyah/ba`diyah diantara dua shalat di atas

b. Shalat waktu pertama (dzuhur/maghrib) dikerjakan terlebih dahu, baru

2
mengerjakan shalat yg kedua, (ashar/isya`) baik jama`/qashar taqdim

maupun ta`khir

c. Tidak ada perbedaan dalam pelaksanaan antara jama` taqdim dan ta`khir

d. Shalat subuh berdiri sendiri (tdk dpt dijama`/qasharkan

e. Jika musafir mengimami orang muqim, maka ia tetap shalat jama`/qashar.

Setelah salam makmum yg muqim menyempurnakan shalatnya 4 raka`at,

(HR. Abu Daud)

f. Sebaliknya jika si musafir menjadi makmum, sedangkan imamnya org

muqim, maka musafir wajib ikut imam, shalatnya sempurna 4 raka`at, (HR. Muslim)

2. ShalatdikalaSakit

Orang yang sakit tetap wajib mengerjakan shalat pada waktunya dan melaksanakannya menurut
kemampuannya, sebagaimana yang diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam firman_Nya:
"Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu" [at-Taghâbun/ 64:16]. Dan sabda
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits Imran Bin Husain Radhiyallahu 'anhu:
َ‫ل ْم َف ِإ ْن َف َق ا ِع ًد ا ت َ ْس ت َ ِط ْع َل ْم َف ِإ ْن َق ا ِئ ًم ا َص ِ ّل َف َق ا َل ا ل َّص َال ِة َع ْن َو َس َّل َم َع َل ْي ِه َّ_ ُ َص َّل ى ا ل َّن ِب َّي‬
‫َف َس أ َ ْل ُت َب َو ا ِس ي ُر ِب ي َك ا َن ْت َج ْن ٍب َف َع َل ى ت َ ْس ت َ ِط ْع‬

"Pernah penyakit wasir menimpaku, lalu aku bertanya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang
cara shalatnya. Maka beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: Shalatlah dengan berdiri, apabila
tak mampu, maka duduklah dan bila tak mampu juga maka berbaringlah” [HR al-Bukhari no. 1117].

Sesuai dengan haditsImran Bin Husain Radhiyallahu 'anhudiatas maka dapat dijabarkan tentang tata
cara shalat bagi orang yang sakit. Tata caranya yaitu:

a. Diwajibkan bagi orang yang sakit untuk shalat dengan berdiri apabila mampu dan tak khawatir
sakitnya bertambah parah, karena berdiri dalam shalat wajib merupakan rukun shalat.

b. Orang sakit yang mampu berdiri namun tidak mampu ruku' atau sujud , dia tetap wajib berdiri. Dia
harus shalat dengan berdiri dan melakukan rukuk dengan menundukkan badannya.

c. Orang sakit yang tidak mampu berdiri, maka dia melakukan shalatnya dengan duduk, berdasarkan
hadits Imrân bin Hushain dan ijma para ulama.

d. Orang sakit yang khawatir akan bertambah parah sakitnya atau memperlambat kesembuhannya
atau sangat susah berdiri, diperbolehkan shalat dengan duduk

e. Orang sakit yang tidak mampu melakukan shalat berdiri dan duduk, cara melakukannya adalah
dengan berbaring, boleh dengan miring ke kanan atau ke kiri, dengan menghadapkan wajahnya ke
arah kiblat.

3
f. Orang sakit yang tidak mampu berbaring, boleh melakukan shalat dengan terlentang dan
menghadapkan kakinya ke arah kiblat, karena hal ini lebih dekat kepada cara berdiri. Misalnya bila
kiblatnya arah barat maka letak kepalanya di sebelah timur & kakinya di arah barat.

g. Apabila tidak mampu menghadap kiblat dan tidak ada yang mengarahkan atau membantu
mengarahkannya, maka hendaklan dia shalat sesuai keadaannya tersebut,

h. Orang sakit yang tidak mampu shalat dengan terlentang maka shalatnya sesuai keadaannya dengan
dasar firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Maka bertakwalah kamu kepada Allah Azza wa Jalla menurut
kesanggupanmu" [at- Taghâbun/ 64:16]

i. Orang yang sakit dan tidak mampu melakukan shalat dengan semua gerakan di atas (Dia tidak
mampu menggerakkan anggota tubuhnya dan tidak mampu juga dengan matanya), hendaknya dia
melakukan shalat dengan hatinya. Shalat tetap diwajibkan selama akal seorang masih sehat.

j. 10. Apabila shalat orang yang sakit mampu melakukan perbuatan yang sebelumnya tidak mampu,
baik keadaan berdiri, ruku' atau sujud, maka dia wajib melaksanakan shalatnya dengan kemampuan
yang ada dan menyempurnakan yang tersisa. Dia tidak perlu mengulang yang telah lalu, karena yang
telah lalu dari shalat tersebut telah sah.

k. Apabila yang orang sakit tidak mampu melakukan sujud di atas tanah, hendaknya dia cukup
menundukkan kepalanya dan tidak mengambil sesuatu sebagai alas sujud. Hal ini didasarkan hadîts
Jâbir Radhiyallahu 'anhu yang berbunyi:
ُ ‫َص ُِل ّ ي َف َر آ ُه َم ِر ْي ًض ا َع ا َد هللا َر ُس ْو َل أ َ َّن ِْإيَما ً َءفَْأ ِو َم َ ِوإال‬ ُ ‫ َف َر َم ى َف أ َ َخ ذ َ َه اَْأل ِو َس ا َد ٍة َع َل ى ي‬، ‫ع ْو ًد ا َف أ َ َخ ذ َ ِب َه ا‬
‫صلّي ُر ُك ْو ِع َك ِم ْن أ ْخ ف َ َض ُس ُج ْو َد َك َو ا ْج ع َ ْل‬ ِ َُ‫َفَ َرمىَفََأخ َذهَ َع ْليِ ِهلي‬،‫َقاَلِبِه‬:‫ض َعلى َصِّل‬ ْ َ‫َّْاست‬
َ ‫ط َعتِِإنا ِر‬

"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjenguk orang sakit, beliau melihatnya sedang
mengerjakan shalat di atas (beralaskan) bantal, beliau pun mengambil dan melemparnya, kemudian
mengambil kayu untuk dijadikan alas

shalatnya. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Shalatlah di atas tanah apabila engkau
mampu dan bila tidak maka dengan isyarat dengan menunduk (al-Imâ`) dan jadikan sujudmu lebih
rendah dari ruku'mu".

3. ShalatKhauf

Pengertian shalat khauf

Melaksanakan shalat yang di fardhukan (diwajibkan) yang dilakukan pada saat-saat genting atau
kondisi yang mengkhawatirkan dengan cara tertentu

Hukum shalat khauf

Shalat khauf disyariatkan dalam setiap peperangan yang dibolehkan, seperti memerangi orang-orang
kafir, pemberontak, dan para perampok atau penyamun sebagaimana firman Allah yang artinya, “Dan
apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu menqasar shalat(mu), jika kamu
takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu musuh yang nyata bagimu.” (QS.
An-Nisaa’ : 101)

4
Syarat-syarat shalat khauf

 Hendaknya musuh yang diperangi adalah musuh yang halal (dibolehkan) untuk diperangi, seperti
orang kafir harbi, pemberontak, dan para perampok atau yang lainnya.

 Dikhawatirkan penyerangan mereka terhadap kaum muslimin dilakukan pada waktu-waktu shalat.

Tata cara shalat khauf

Ada beberapa cara shalat khauf, diantaranya adalah cara yang diajarkan oleh rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dalam hadits riwayat Sahl bin Abu Hatsmah Al-Anshari radhiallahu ‘anhu, yang mirip
dengan tata cara yang disebutkan dalam Al- Qur’an surat An-Nisaa’ ayat 102. Yang di dalamnya hati-
hati dalam shalat dan waspada dalam perang, di dalamnya juga siaga terhadap musuh. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam telah melakukan shalat khauf dengan cara ini pada peperangan Dzatur
Riqa’.

Adapun tata caranya sebagaimana dalam riwayat Sahl bin Hatsmah, “Bahwa sekelompok pasukan
membentuk shaf untuk berjama’ah bersama rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan sekelompok
pasukan lagi menghadap musuh, lalu beliau shalat bersama pasukan yang bersamanya satu rokaat,
kemudian beliau tetap berdiri dan pasukan tersebut pun menyelesaikan shalat mereka sendiri-sendiri,
kemudian mereka bergegas menuju menghadap musuh. Lalu kelompok (yang awalnya menghadap
musuh) datang bergabung dengan shalat rasulullah, maka rasulullah shalat bersama mereka satu
rekaat yang tersisa kemudian beliau tetap duduk, lalu pasukan tersebut menyempurnakan shalat
masing-masing, kemudian rasulullah salam bersama mereka”. (HR Muslim no. 841)

E. Prosedur Kerja

1. Persiapan Tindakan, Alat dan Bahan

a. Menentukan tempat shalat

b. Menggunakan baju yang layak, bagi perempuan memakai mukena

46

c. Menghadap ke arah kiblat seaya menundukkan pandangan kearah tempat sujud.

2. Tahap Kerja Shalat Jama’

a. Membaca basmalah

b. Iqamah

c. Melakukan shalat yang pertama (zhuhur 4 rakaat atau magrib 3 rakaat)

d. Salam

5
e. Berdiri kembali untuk shalat yang kedua

f. Iqamah

g. Melakuan shalat yang kedua ‘Ashar 4 rakaat atau Isya’ 4 rakaat

h. Salam

Shalat Qosar

a. Niat dalam Hati

b. Membaca basmalah

c. Iqamah

d. Melakukan shalat yang pertama (zhuhur 2 rakaat atau magrib 3 rakaat)

e. Salam

f. Berdiri kembali untuk shalat yang kedua

g. Iqamah

h. Melakuan shalat yang kedua ‘Ashar 2 rakaat atau Isya’ 2 rakaat

i. Salam

Shalat saat sakit

1. Tata cara shalat dengan cara duduk

 Cara mengerjakan ruku’ adalah dengan cara cukup menggerakan kepala ke muka kan kepala lebih

 Cara sujud adalah dengan cara menggerakan kepala lebih lebih ditundukan dari gerakan ruku’

2. Tata cara shalat dengan berbaring

 Melakukan gerakan shalat dengan seluruh tubuh menghadap kiblat. Gerakan

ruku’ dan sujud sesuai dengan kemampuan orang yang sedang sakit.

Shalat Khauf

1. Terdiri dari dua kelompok

2. Kelompok pertama membentuk satu shaf melakukan shalat berjamaah

3. Kelompok yang lain berjaga-jaga

4. Imam melakukan shalat satu rakaat

5. Makmum menyelesaikan satu rekaat berikutnya sendiri-sendiri dan salam

6. Kemudian bergantian untuk kelompok pertama berjaga-jaga

6
7. Kelompok kedua melakukan shalat berjamaah

8. Imam tetap berdiri menunggu kelompok yang kedua

9. Imam dan makmum melakukan shalat berjamaah satu rekaat

10. Imam tetap duduk menunggu jamaah menyelesaikan satu rekaat berikutnya

11. Imam dan makmum menyelsaikan shalat jamaah dan salam

Anda mungkin juga menyukai