Anda di halaman 1dari 8

Fikih Pengurusan Jenazah (2): Shalat

Jenazah
Yulian Purnama, S.Kom. 7 Comments

Baca pembahasan sebelumnya: Fikih Pengurusan Jenazah (1) : Memandikan


dan Mengkafani

Hukum Shalat Jenazah


Shalat jenazah hukumnya fardhu kifayah berdasarkan keumuman perintah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyalati jenazah seorang
muslim. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, ia berkata:

-‫ عليه‬، ‫ت‬
-ِ ‫بالرجل المي‬
-ِ ‫ وسلَّ َم كان يُؤتى‬-‫أن رسو َل هللاِ صلَّى هللا ُ عليه‬
-َّ
‫ ترك وفا ًء‬-‫ حدث أنه‬-‫ من قضا ٍء ؟ ) فإن‬-‫ ل َدينه‬-‫ ( هل ترك‬-‫ فيسأل‬. -‫الدين‬
)‫صاحبكم‬
ِ -‫ على‬-‫ ( صلُّوا‬-‫ قال‬-‫ وإال‬. -‫صلَّى عليه‬
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah didatangkan kepada beliau
jenazah seorang lelaki. Lelaki tersebut masih memiliki hutang. Maka beliau
bertanya: “Apakah ia memiliki harta peninggalan untuk melunasi hutangnya?”.
Jika ada yang menyampaikan bahwa orang tersebut memilikiharta peninggalan
untuk melunasi hutangnya, maka Nabi pun menyalatkannya. Jika tidak ada,
maka beliau bersabda: “Shalatkanlah saudara kalian” (HR Muslim no. 1619).

Bahkan dianjurkan sebanyak mungkin kaum Muslimin menshalatkan orang


yang meninggal, agar ia mendapatkan syafa’at. Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:

-َ ‫م َي ْش َفع‬-ْ ‫ون مِا َئ ًة ُكلُّ ُه‬


‫ُون لَ ُه‬ -َ ‫ِين َي ْبل ُ ُغ‬ -َ ‫ْالمُسْ لِم‬ ْ‫صلِّي َعلَ ْي ِه أُم ٌَّة ِمن‬
َ ‫ت ُت‬
ٍ ‫ِن َم ِّي‬-ْ ‫َما م‬
‫ه‬-ِ ‫ فِي‬-‫ش ِّفعُوا‬
ُ ‫إِاَّل‬
“Tidaklah seorang Muslim meninggal,lalu dishalatkan oleh kaum muslimin yang
jumlahnya mencapai seratus orang, semuanya mendo’akan untuknya, niscaya
mereka bisa memberikan syafa’at untuk si mayit” (HR. Muslim no. 947).

Baca Juga:    Hal-Hal Yang Disyari’atkan Terhadap Orang Yang Baru Meninggal
Dunia

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:

َ ‫ ال ُي ْش ِر ُك‬-،‫ُون َرجُال‬
‫ون‬ َ ‫ُوت َف َيقُو ُم َعلَى َج َن‬
َ ‫ه أرْ َبع‬-ِ ‫از ِت‬ ُ ‫ِم َيم‬-ٍ ‫ُل مُسْ ل‬
-ٍ ‫َما ِمنْ َرج‬
‫ َش َّف َع ُه ُم هللا ُ فِي ِه‬-‫ إِال‬-ً‫ َشيْئا‬-‫ِباهلل‬
“Tidaklah seorang Muslim meninggal, lalu dishalatkan oleh empat puluh orang
yang tidak berbuat syirik kepada Allah sedikit pun, kecuali Allah akan
memberikan syafaat kepada jenazah tersebut dengan sebab mereka” (HR.
Muslim no. 948).

Tata Cara Shalat Jenazah


1. Posisi berdiri

Imam berdiri sejajar dengan kepala mayit lelaki dan bila mayitnya wanita, imam
berdiri di bagian tengahnya. Makmum berdiri di belakang imam. Sebagaimana
dalam hadits Abu Ghalib:
‫ل هللاِ صلَّى هللا‬-ُ ‫ل رسو‬-ُ ‫كان يف َع‬
َ ‫ هكذا‬-،‫ حمز َة‬-‫ يا أبا‬:‫ زياد‬-‫ء بن‬-ُ ‫ العال‬-‫قال‬
‫ ويقو ُم‬،‫ أرب ًعا‬-‫ يُكبِّر عليها‬،‫ كصالتِك‬-‫جنازة‬ ِ ‫ ال‬-‫ يُصلِّي على‬-‫ وسلَّم؛‬-‫عليه‬
‫ نعم‬-:‫ قال‬-‫ة المرأة؟‬-ِ ‫ُل وعجيز‬-ِ ‫عند رأس الرَّ ج‬
“Al ‘Ala bin Ziyad mengatakan: wahai Abu Hamzah (Anas bin Malik),
apakahpraktek Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam shalat jenazah
seperti yang engkau lakukan? Bertakbir 3 kali, berdiri di bagian kepala lelaki
dan di bagian tengah wanita? Anas bin Malik menjawab: iya” (HR. Abu Daud
no. 3194, At Tirmidzi no. 1034, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Sunan Abi
Daud).

2. Jumlah shaf

Sebagian ulama menganjurkan untuk membuat tiga shaf (barisan) walaupun


shaf pertama masih longgar. Berdasarkan hadits:

-َ ‫ف َف َق ْد أَ ْو َج‬
‫ب‬ ُ ‫ه َثاَل َث ُة‬-ِ ‫صلَّى َعلَ ْي‬
ٍ ‫ص ف ُو‬ َ ْ‫َمن‬
“Barangsiapa yang menshalatkan jenazah dengan membuat tiga shaf, maka
wajib baginya (mendapatkan ampunan)” (HR. Tirmidzi no. 1028).

Ulama khilaf mengenai derajat hadits ini. Pokok permasalahannya adalah pada
perawi bernama Muhammad bin Ishaq Al Qurasyi yang merupakan seorang
mudallis, dan dalam hadits ini ia melakukan ‘an’anah. Ada pembahasan di
antara para ulama mengenai ‘an’anah Ibnu Ishaq.

Wallahu a’lam, hadits ini lemah karena ‘an’anah  Ibnu Ishaq. Sebagaimana


Syaikh Al Albani dalam Dha’if Al Jami‘ (no. 5668) menyatakan hadits ini lemah.

Maka yang menjadi ibrah (hal yang diperhatikan) adalah banyaknya jumlah


orang yang menyalati sebagaimana dalam hadits riwayat Muslim, bukan
sekedar jumlah tiga shaf.

3. Jumlah takbir dan mengangkat tangan

Takbir shalat jenazah sebanyak empat kali. Ulama ijma akan hal ini. Dari Jabir
bin Abdillah radhiallahu’anhu:

‫ فكبَّر‬-، ِّ‫ وسلَّم صلَّى على أَصْ ح َم َة النجاشي‬-‫أن رسو َل هللا صلَّى هللا عليه‬
-َّ
‫ أربعًا‬-‫عليه‬
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menshalati Ash-hamah An Najasyi,
beliau bertakbir empat kali” (HR. Bukhari no. 1334, Muslim no. 952).

Ulama ijma mengenai disyariatkannya mengangkat tangan untuk takbir yang


pertama. Ibnu Mundzir mengatakan:

َ ‫جن‬
‫ يرفع يديه في أوَّ ل تكبيرة يُكبِّرها‬-‫ازة‬- ِ ‫أن المصلِّي على ال‬
-َّ ‫أج َمعوا على‬
“Ulama ijma bahwa orang yang shalat jenazah disyartiatkan mengangkat
tangan di takbir yang pertama” (Al Ijma, 44).

Namun mereka khilaf mengenai mengangkat tangan untuk takbir selainnya.


Yang rajih, disunnahkan untuk mengangkat tangan dalam setiap takbir dalam
shalat jenazah. Berdasarkan riwayat dari Nafi’ tentang Ibnu Umar
radhiallahu’anhu, Nafi’ berkata:

ِ ‫ ال‬-‫ة على‬-ٍ ‫كان يرف ُع َيدي ِه في ك ِّل تكبير‬


-‫جنازة‬
“Ibnu Umar radhiallahu’anhu mengangkat tangannya di setiap kali takbir dalam
shalat jenazah” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf [11498],
dihasankan Syaikh Ibnu Baz dalam Ta’liq beliau terhadap Fathul Baari  [3/227]).

Juga riwayat dari Ibnu Abbas:

-‫جنازة‬ -ِ ‫ كان يرف ُع َيدي ِه في تكبيرا‬-‫أ َّنه‬


ِ ‫ت ال‬
“Bahwasanya beliau biasa mengangkat kedua tangannya setiap kali takbir di
shalat jenazah” (dishahihkan Ibnu Hajar dalam Talkhis Al Habir, 2/291).

Baca Juga:  Hal-Hal Yang Disyari’atkan Terhadap Orang Yang Baru Meninggal
Dunia

4. Tempat shalat jenazah

Shalat jenazah lebih utama dilakukan di luar masjid. Sebagaimana yang umum
dilakukan di zaman Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Dari Abu
Hurairah radhiallahu’anhu, ia berkata:

َ ِ ‫ل هَّللا‬-َ ‫ن َرسُو‬-َّ َ‫أ‬


َ ‫ َم‬-‫م الَّ ِذي‬-ِ ‫ي فِي ْال َي ْو‬-َّ ِ‫ش‬-‫م َن َعى ال َّن َجا‬-َ َّ‫ه َو َسل‬-ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬
‫ات‬
‫ َو َكب ََّر أَرْ َبعًا‬، ‫صفَّ ِب ِه ْم‬ َ ‫صلَّى َف‬ َ ‫ ْال ُم‬-‫ج إِلَى‬-َ ‫ َخ َر‬، ‫فِي ِه‬
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengumumkan kematian An Najasyi di
hari ia wafat. Kemudian beliau keluar ke lapangan lalu menyusun shaf untuk
shalat, kemudian bertakbir empat kali” (HR. Bukhari no.1245).

Namun boleh juga dikerjakan di dalam masjid. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha,
ia berkata:

ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َعلَى ُس َهي ِْل ب‬


َ ‫ْن َب ْي‬
‫ضا َء‬ َ ِ ‫صلَّى َرسُو ُل هَّللا‬
َ ‫َوهللاِ َما‬
ِ ْ‫ه إِاَّل فِي ْال َمس‬-ِ ‫خ ْي‬
‫د‬-ِ ‫ج‬ ِ َ‫َوأ‬
“Demi, Allah! Tidaklah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam menyalatkan jenazah
Suhail bin Baidha’ dan saudaranya (Sahl), kecuali di masjid” (HR Muslim no.
973).

Dibolehkan bagi orang yang belum sempat menshalatkan jenazah sebelum


dikuburkan, lalu ia melakukan shalat jenazah di pemakaman. Sebagaimana
dalam riwayat dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma:

-ِ ‫ات ِباللَّ ْي‬


‫ل‬- َ ‫ َف َم‬-،ُ‫صلَّى هللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َيعُو ُده‬ َ ِ‫ان َرسُو ُل هللا‬ -َ ‫ن َك‬- -ٌ ‫ات إِ ْن َسا‬َ ‫َم‬
-:‫ن ُتعْ لِمُونِي؟» َقالُوا‬-ْ َ‫ « َما َم َن َع ُك ْم أ‬-:‫ َفلَمَّا أَصْ َب َح أَ ْخ َب ُروهُ َف َقا َل‬، ‫َف َد َف ُنوهُ لَ ْياًل‬
‫صلَّى‬ َ ‫ َفأ َ َتى َقب َْرهُ َف‬-،»‫ك‬ َ ‫ق َعلَ ْي‬-َّ ‫ش‬ُ ‫ن َن‬-ْ َ‫ظ ْل َم ٌة ـ أ‬
ُ ‫ت‬-ْ ‫ ـ َو َكا َن‬-‫ل َف َك ِرهْ َنا‬ -ُ ‫ان اللَّ ْي‬
َ ‫« َك‬
‫ه‬-ِ ‫َعلَ ْي‬
“Seseorang yang biasa dikunjungi Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam telah
meninggal. Ia meninggal di malam hari, maka ia pun dikuburkan di malam hari.
Ketika pagi hari tiba, para sahabat mengabarkan hal ini kepada Rasulullah.
Beliau pun bersabda: apa yang menghalangi kalian untuk segera
memberitahukan aku? Para sahabat menjawab: ketika itu malam hari, kami
tidak ingin mengganggumu wahai Rasulullah. Maka beliau pun mendatangi
kuburannya dan shalat jenazah di sana” (HR. Bukhari no. 1247).

Baca Juga:  Mendoakan Kebaikan Pada Orang Yang Akan Meninggal

Demikian juga dalam riwayat Muslim:

َ ‫ َقب ٍْر َر ْطبٍ؛ َف‬-‫م إِلَى‬-َ َّ‫ه َو َسل‬-ِ ‫صلَّى هللا ُ َعلَ ْي‬
‫ه‬-ِ ‫صلَّى َعلَ ْي‬ َ ِ‫ل هللا‬-ُ ‫ا ْن َت َهى َرسُو‬
‫ه َو َكب ََّر أَرْ َبعًا‬-ُ ‫ َخ ْل َف‬-‫ص ُّفوا‬َ ‫َو‬
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah berhenti di sebuah kuburan
yang masih basah. Ia shalat (jenazah) di sana dan menyusun shaf untuk
shalat. Beliau bertakbir empat kali” (HR. Muslim no. 954).

5. Tata cara shalat

Pertama, niat shalat jenazah. Dan niat adalah amalan hati tidak perlu
dilafalkan.

Kedua, takbir yang pertama, membaca ta’awwudz kemudian Al Fatihah.


Berdasarkan keumuman hadits:

‫ب‬ -ْ -‫ لم‬-‫ صال َة لِ َمن‬-‫ال‬


-ِ ‫ة الكتا‬-ِ ‫يقرأ بفاتح‬
“Tidak ada shalat yang tidak membaca Al Fatihah” (HR. Bukhari no. 756,
Muslim no. 394).

Kemudian riwayat dari Thalhah bin Abdillah bin Auf, ia berkata:

‫ة‬-ِ ‫ بفاتح‬-َ‫فقرأ‬ ِ -‫َّاس َرضِ َي هَّللا ُ عنهما على‬


َ -،‫جنازة‬ -ٍ ‫ابن عب‬
-ِ ‫خلف‬
َ -ُ
‫صليت‬
‫ة‬-ٌ ‫ ُس َّن‬-‫ أ َّنها‬-‫ لِ َيعْ لموا‬-:‫ قال‬-،‫ب‬
ِ ‫الكتا‬
“Aku shalat bermakmum kepada Ibnu Abbas radhiallahu’anhu dalam shalat
jenazah. Beliau membaca Al Fatihah. Beliau lalu berkata: agar mereka tahu
bahwa ini adalah sunnah (Nabi)” (HR. Bukhari no. 1335).

Dan tidak perlu membaca do’a istiftah / iftitah sebelum Al Fatihah.

Ketiga, takbir yang kedua, kemudian membaca shalawat kepada


Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.  Berdasarkan hadits dari Abu Umamah Al
Bahili radhiallahu’anhu:

‫ة‬-ِ ‫ بفاتح‬-َ‫ ثم يقرأ‬-،‫ أن يُكب َِّر اإلما ُم‬-‫جنازة‬ َّ ‫ة في ال‬-َ ‫أن ال ُّس َّن‬
ِ ‫ة على ال‬-ِ ‫صال‬ -َّ
‫النبي صلَّى‬
-ِّ -‫ ثم يُصلِّ َي على‬-،‫ في ن ْفسِ ه‬-‫ سِ ًّرا‬--‫ األولى‬-‫ بع َد التكبيرة‬--‫ب‬ ِ ‫الكتا‬
‫ فى شى ٍء‬-ُ‫ ال يقرأ‬-،‫ت‬ ِ ‫ في التكبيرا‬-‫ء للم ِّيت‬-َ ‫ِص ال ُّدعا‬ َ ‫ ويُخل‬،‫ وسلَّم‬-‫هللا عليه‬
-‫ ثم يُسلِّم‬، َّ‫منهن‬
“Bahwa sunnah dalam shalat jenazah adalah imam bertakbir kemudian
membaca Al Fatihah (setelah takbir pertama) secara sirr (lirih), kemudian
bershalawat kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, kemudian berdoa untuk
mayit setelah beberapa takbir. Kemudian setelah itu tidak membaca apa-apa
lagi setelah itu. Kemudian salam” (HR. Asy Syafi’i dalam Musnad-nya [no. 588],
Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra [7209], dishahihkan Al Albani dalam Ahkamul
Janaiz [155]).

Baca Juga:  Menyalati Jenazah, Tapi Tak Tahu Jenis Kelaminnya, Sahkah
Shalatnya?

Keempat, takbir yang ketiga, kemudian membaca doa untuk mayit.


Berdasarkan hadits Abu Umamah di atas. Diantara doa yang bisa dibaca
adalah:

‫ه‬-ُ َ‫ه َواعْ فُ َع ْن ُه َوأَ ْك ِر ْم ُن ُز َل ُه َو َوسِّعْ م ُْد َخل‬-ِ ‫ِر لَ ُه َوارْ َح ْم ُه َو َعا ِف‬-ْ ‫اغف‬ ْ ‫م‬-َّ ‫اللَّ ُه‬
‫ض‬-َ ‫ب اأْل َ ْب َي‬ َّ ‫ْت‬
-َ ‫الث ْو‬ َّ ‫ء َو‬-ِ ‫ه ِب ْال َما‬-ُ ‫اغسِ ْل‬
َ ‫ َن َّقي‬-‫ َك َما‬-‫د َو َن ِّق ِه م َِن ْال َخ َطا َيا‬-ِ ‫ج َو ْال َب َر‬-ِ ‫الث ْل‬ ْ ‫َو‬
-‫ َخيْرً ا‬-‫ ِمنْ أَهْ لِ ِه َو َز ْوجً ا‬-‫ه َوأَهْ اًل َخيْرً ا‬-ِ ‫ار‬ ِ ‫ ِمنْ َد‬-‫ َخيْرً ا‬-‫ه َدارً ا‬-ُ ‫س َوأ ْبد ِْل‬
َ -ِ ‫م َِن ال َّد َن‬
-ِ ‫ب ال َّن‬
‫ار‬ ِ ‫ْر َو ِمنْ َع َذا‬-ِ ‫ب ْال َقب‬ -ِ ‫ِن َع َذا‬-ْ ‫ م‬-ُ‫ة َوأَعِ ْذه‬-َ ‫ه ْال َج َّن‬-ُ ‫ج ِه َوأَ ْدخ ِْل‬
ِ ‫ِمنْ َز ْو‬
“Ya Allah, berilah ampunan baginya dan rahmatilah dia. Selamatkanlah dan
maafkanlah ia. Berilah kehormatan untuknya, luaskanlah tempat masuknya,
mandikanlah ia dengan air, es dan salju. Bersihkanlah dia dari kesalahannya
sebagaimana Engkau bersihkan baju yang putih dari kotoran. Gantikanlah
baginya rumah yang lebih baik dari rumahnya, keluarga yang lebih baik dari
keluarganya semula, istri yang lebih baik dari istrinya semula. Masukkanlah ia
ke dalam surga, lindungilah ia dari adzab kubur dan adzab neraka” (HR Muslim
no. 963).

‫ير َنا َو َذ َك ِر َنا‬


ِ ‫ِير َنا َو َك ِب‬
ِ ‫صغ‬ ْ ‫م‬-َّ ‫اللَّ ُه‬
َ ‫ َو‬-‫ َو َغائ ِِب َنا‬-‫ َو َشا ِه ِد َنا‬-‫ َو َم ِّي ِت َنا‬-‫ِر ل َِح ِّي َنا‬-ْ ‫اغف‬
-‫َوأ ُ ْن َثا َنا‬
“Ya Allah, ampunilah orang yang hidup di antara kami dan orang yang telah
mati, yang hadir dan yang tidak hadir, (juga) anak kecil dan orang dewasa,
lelaki dan wanita di antara kami” (HR At Tirmidzi no. 1024, ia berkata: “hasan
shahih”).

Keempat, takbir keempat. Kemudian diam sejenak atau boleh juga membaca
doa untuk mayit menurut sebagian ulama. Yang lebih utama adalah diam
sejenak dan tidak membaca apa-apa sebagaimana zhahir dalam hadits Abu
Umamah radhiallahu’anhu.
Kelima, salam. Dan sifat salamnya sebagaimana salam dalam shalat yang lain.
Sebagaimana dalam hadits Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu:

-‫سُ ؛‬-‫تر َكهنَّ ال َّنا‬َ -، َّ‫ يفعلهن‬-‫ وسلَّم‬-‫ل هللاِ صلَّى هللا عليه‬-ُ ‫ِالل كان رسو‬ ُ
ٍ ‫ثالث خ‬
‫ة‬-ِ ‫صال‬ -ِ ‫ ال َّتس‬-‫ مِثل‬-‫جنازة‬
َّ ‫ليم في ال‬- ِ ‫م على ال‬-ُ ‫لي‬-‫ التس‬-: َّ‫إحداهن‬
“Ada 3 perkara yang dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam benar-
benar melakukannya dan kemudian banyak ditinggalkan orang: salah satunya
salam di shalat jenazah semisal dengan salam dalam shalat yang lain..” (HR.
Ath Thabrani no. 10022, dihasankan Al Albani dalam Ahkamul Janaiz [162]).

Yaitu salam dilakukan dua kali ke kanan dan ke kiri dan yang merupakan rukun
hanya salam ke kanan saja.

Baca juga:

 Mendatangkan Arwah Orang Mati, Mungkinkah?


 Andai Orang Mati Bisa Mendengar, Ia Tidak Bisa Memberi Manfaat

Demikian uraian ringkas mengenai fikih shalat jenazah, semoga


bermanfaat. Wabillahi at taufiq was sadaad.

**

Penulis: Yulian Purnama

Artikel: Muslim.or.id

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/44196-fikih-pengurusan-


jenazah-2-shalat-jenazah.html

Anda mungkin juga menyukai