kepada-Nya
kamu
menyembah. Sesungguhnya
Allah
hanya
mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika
disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan
terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang
saja agar mereka makan rezeki Allah yangbaik-baik, sebab itu, perintah ini diiringi
dengan perintah mengsyukurinya
Kesadaran iman yang bersemi di hati mereka menjadikan ajakan Allah
kepada orang-orang beriman sedikit berbeda dengan ajakannya kepada seluruh
manusia. Bagi orang-orang mukmin, tidak lagi di sebut kata halal, sebagaimana
yang di sebut pada ayat 168 yang lalu, karena keimanan yang bersemi di dalam
hati merupakan jaminan kejauhan mereka dari yang tidak halal. Mereka disina
bahkan di perintah untuk bersyukur disertai dengan dorongan kuat yang tercermin
pada penutup ayat 172 ini, yaitu bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar
hanya kepadanya kami menyembah.
Syukur adalah mengakui dengan tulus bahwa anugerah yang diperoleh
semata-mata bersumber dari Allah sambil menggunakannya sesuai tujuan
penganugerahannya, atau menempatkan pada tempat semestinya.
Setelah menekankan perlunya makanan yang baik-baik, di jelaskannya
makanan yang buruk, dalam bentuk redaksi yang mengesankan bahwa hanya yang
disebut itu yang terlarang, walau pada hakikatnya tidak demikian
b.
Binatang yang mati kerena faktor ketuaan atau mati karena terjangkit
penyakit pada dasarnya mati karena zat beracun, sehingga bila dikonsumsi
manusia, sangat mungkin mengakibatkan keracunan. Demikian juga binatang
karena tercekik dan dipukul, darahnya mengendap di dalam tubuhnya. Ini
mengidap zat beracun yang sangat membahayakan manusia.
Darah, yakni darah yang mengalir, bukan yang subtansi asalnya membeku
seperti limpah dan hati. Daging babi, yakni seluruh tubuh babi, termasuk tulang,
lemak dan kulitnya.
Binatang yang (ketika disembelih) disebut nama selain Allah. Ini berarti ia
baru haram dimakan bila disembelih dalam keadaan menyebut selain nama Allah.
Adapun bila tidak disebut namanya, maka binatang halal yang disembelih
demikian, masih dapat ditoleransi untuk dimakan.
Kasih sayang Allah melimpah kepada mahluk, karena itu ia selalu
menghendaki kemudahan buat manusia. Dia tidak menetapkan sesuatu yang
menyulitkan mereka, dan mereka itu pula larangan di atas dikecualikan oleh
lanjutan ayat: siapa yang berada dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang
ia tidak menginginkannya dan tidak (pula)melampaui batas, maka tidak ada dosa
baginya
Keadaan terpaksa adalah keadaan yang di duga dapat mengakibatkan
kematian, sedang tidak menginginkannya adalah tidak memakannya padahal ada
makanan halal yang dapat dia makan, tidak pula memakannya memenuhi
keinginan seleranya. Sedang yang dimaksud tidak melampaui batas adalah tidak
memakannya dalam kadar yang melibihi kebutuhan menutup rasa lapar dan
2.
Artinya :
Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?"
Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap)
oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu, kamu
mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, Maka makanlah
dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas
itu (waktu melepasnya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat
cepat hisab-Nya"
Selanjutnya ayat ini menerangkan bahwa hasil buruan binatang yang terlatih itu
boleh dimakan apabila pada saat melepas binatang, si pemburu membaca basmala.
Hukum membaca basmalah itu wajib menurut sebagian ulama seperti Abu
Hanifah, menurut imam Syafii hukumnya sunnah.
Kemudian akhir ayat ini menerangkan supaya tetap bertakwa, yaitu mematuhi
semua perintah Allah dan menjauhi larangannya, karena Allah sangat menghitung
semua amal hambanya tanpa ada yang tertinggal adan tersembunyi baginya.[7]
3. Surat Al Maidah ayat 87-88
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang
baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan
makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan
kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.
a. Tafsir
Batas yang dapat diketahui oleh akal, pikiran dan perasaan, misalnya batas
mengenai banyak sedikitnya serta manfaat dan mudharatnya, suatu hal yang perlu
kita ingat ialah prinsip yang terdapat dalam syariat islam, bahwa apa yang
dihalalkan oleh agama, adalah karena ia bermanfaat dan tidak berbahaya;
sebaliknya apa yang diharamkannya adalah karena ia berbahaya dan tidak
bermanfaat, atau karena bahayanya lebih besar dari pada manfaatnya. Oleh sebab
itu tidak boleh mengubah-ubah sendiri hukum-hukum agama yang telah di
tetapkan Allah dan Rasulnya. Allah maha mengetahui apa yang baik dan
bermanfaat bagi hambanya dan apa yang berbahaya bagi mereka. Dia maha
pengasih terhadap mereka
Ayat 88 pada surat ini, Allah memerintahkan kepada hambanya agar mereka
makan rezeki yang halal dan baik, yang telah dikaruniakannya kepada mereka
halal disini mengendung pengertian, halal bendanya dan halal cara
memperolehnya. Sedangkan baik adalah dari segi kemanfaatannya. Yaitu yang
mengendung manfaat dan maslahat bagi tubuh, mengendung gizi, vitamin, protein
dan sebagainya. Makan tidak baik, selain tidak mengendung gizi, juga jika
dikonsumsi akan merusak kesehatan.
Prinsip halal dan baik itu hendaklah senantiasa menjadi perhatian dalam
menentukan makanan dan minuman yang akan dimakan untuk diri sendiri dan
untuk keluarga, karena makanan dan minuman itu tidak hanya berpengaruh
terhadap jasmani melainkan juga terhadap rohani.[10]
Tidak ada halangan bagi orang-orang mukmin yang mampu, untuk menikmati
makanan dan minuman yang enak, dan untuk mengedakan hubungan dengan istri,
akan tetapi haruslah menaati ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan syara,
yaitu: baik, halal, dan menurut ukuran yang layak dan tidak berlebihan. Maka
pada akhir ayat ini Allah memperingatkan orang beriman agar mereka berhati-hati
dan bertakwa kepadanya dalam soal makanan, minuman dan kenikmatankenikmatan lainnya. Janganlah mereka menetapkan hukum-hukum menurut
kemauan sendiri dan tidak pula berlebihan dalam menikmati apa-apa yang telah
dihalalkannya
Agama islam sangat mengutamakan kesederhanaan. Ia tidak membenarkan
umatnya berlebih-lebihan dalam makan, minum, berpakain dan sebagainya,
bahkan dalam beribadah. Sebaliknya, juga tidak dibenarkannya seseorang terlalu
menahan diri dari menikmati sesuatu, padahal ia mampu untuk memperolehnya.
Apalagi bila sifat menahan diri itu sampai mendorongnya untuk mengharmkan
apa-apa yang telah dihalalkan syara.
Setiap orang beriman diperintahkan Allah SWT. Untuk senantiasa
mengkonsumsi makanan yang halal dan baik (mengandung gizi dan vitamin yang
cukup). Jadi bagian ayat yang tersembunyi halal dan baik (halalan
tayyiba)tersebut diatas mengandung makna dua aspek yang akan melekat pada
setiap rezeki makanan yang dikonsumsi manusia. Aspek pertama, hendaklah
makanan di dapatkan dengan cara yang halal yang sesuai dengan syariat islam
yang dicontohkan Rasul. Dalam hal ini mengandung makna perintah untuk
bermuamalah yang benar. Sementara dalam aspek baik atau tayyib adalah dari sisi
kandungan zat makanan yang dikonsumsi. Makanan handaknya mengandung zat
yang dibutuhkan oleh tubuh, baik mutu maupun jumlah. Makanan gizi berimbang
adalah dianjurkan. Ada makanan halal tetapi todak tayyib, misalnya Rasul
mencontohkan kepada, kulit dan jeroan binatang sembelihan dibuang. Bahkan
beliau bersabda jangan memakan tulang karena tulang adalah makanan untuk
saudaramu dari bangsa jin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagian-bagian
tersebut ternyata banyak mengendung zat penyebab kadar kolesterol darah dalam
tubuh manusia cepat meningkat.
4.
Artinya :
Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan
yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila
mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh,
kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga)
bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan.
a. Tafsir
Ayat 93 surat al Maidah diatas berhubungan dengan ayat yang lalu sekaligus
menjawab pertanyaan yang muncul dengan menegaskan bahwa: tidak ada dosa
bagi orang-orang yang beriman dengan iman yang benar dan mengerjakan amal
shaleh, yakni yang bermanfaat dan sesuai dengan nilai-nilai ilahi, tidak ada dosa
bagi mereka, menyangkut apa yang telah mereka makan dan minum dari makanan
dan minuman yang terlarang sebelum turunnya larangan apabila mereka bertakwa
dan beriman serta mengerjakan amal-amal shaleh, kemudian walau berlalu masa
yang panjang maka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka tetap juga
bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai al-muhsinin, yakni orang-
orang yang mantap upayanya berbuat kebajikan, atau membudaya dalam tingkah
lakunya kebajikan
Pengulangan kata bertakwa dan beriman dapat dipahami dalam arti
penekanan serta perbedaan objek takwa dan iman. Seperti terbaca diatas, kata
takwa yang pertama disusul dengan iman dan amal shaleh; yang kedua takwa
dengan iman saja; dan yang ketiga adalah takwa dengan ihsan, Athtabari
memahami takwa dan iman yang pertama dalam arti menerima tuntunan ilahi,
memebenarkan dengan tulus, serta mengamalkan dengan penuh kesungguhan.
Sedang yang kedua adalah upaya mempertahankan keimanan dan ketakwaan
pertama itu, serta mengasah dan mengasuhnya; sedang yang ketiga, adalah
meningkatkannya dengan berbuat ihsan dan amalan-amalan sunnah.
5. Surat al Maidah ayat 94
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya Allah akan menguji kamu
dengan sesuatu dari binatang buruan yang mudah didapat oleh tangan dan
tombakmu supaya Allah mengetahui orang yang takut kepada-Nya, biar pun ia
tidak dapat melihat-Nya. Barang siapa yang melanggar batas sesudah itu, maka
baginya azab yang pedih.
a. Tafsir
Dimulainya ayat ini dan ayat-ayat serupa dengan panggila mesra, bertujuan
mengantarkan mitra dialog untuk memenuhi perintah ayat ini. Panggilan mesra itu
adalah:
hai
orang-orang
beriman,
betapapun
tingkat
keimanan
kamu,
sesungguhnya Allah pasti akan menguji kamu, yakni akan memperlakukan kamu
dengan perlakuan siapa yang ingin tahu. Ujian itu antara lain dengan sesuatu yang
pada hakikatnya mudah dan tidak melampaui kemampuan kamu.
Ujian itu terlaksana ketika kamu dalam keadaan berihram untuk haji atau
umrah. Sesuatu itu dari yakni berupa binatang buruan yang mudah di dapat oleh
tangan kamu jika kamu menginginkannya dalam keadaan hidup dan mudah pula
mendapatkannya dengan menggunakan tombak kamu jika kamu menghendaki
binatang buruan itu terbunuh olehmu. Tujuan ujian adalah supaya Allah
mengetahui dalam kenyataan sehingga tidak dapat diingkari oleh pelakunya siapa
yang takut kepadanya, meskipun dia ghaib, yakni tidak dilihat dan terjangkau
hakikatnya oleh siapapun. Barang siapa yang memaksakan diri melanggar batas
yang ditetapkaan Allah sesudah itu, yakni sesudah peringatan ini, maka baginya
azab yang pedih
seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil
di antara kamu, sebagai had-ya yang di bawa sampai ke Kakbah, atau (dendanya)
membayar kafarat dengan memberi makan orang-orang miskin, atau berpuasa
seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat
yang buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan
barang siapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya
Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.
a. Tafsir
Ayat ini adalah ujian yang dimaksud oleh ayat yang lalu. Demikian
hubungannya dengan ayat yang lalu mengikuti pandangan Alqurtubi. Berbeda
dengan ini adalah pandangan Albiqai yang menulis bahwa setelah menjelaskan
adanya ujian, ayat ini menegaskan ancaman yang diakibatkan oleh pelanggaran
terhadap apa yang diujikan itu. Karena itu, ayat ini mengajak mereka yang
memiliki sifat yang dapat menghalangi pelanggaran, yakni sifat iman dengan
menyatakan: hai orang-orang yang beriman janganlah kamu membunuh atau
menyembelih binatang buruan yang halal dimakan diluar keadaan ihram, yakni
jangan membunuhnya ketika kamu sedang berihram, baik untuk haji, umrah, atau
keduanya, demikian juga jika kamu berada dalam wilayah tanah haram.
Barang siapa diantara kamu membunuhnya dengan sengaja dan menyadari
bahwa itu terlarang baginya, bahkan menurut imam malik, abu Hanifa dan Syafii
berdasarkan hadis Nabi SAW, walau tidak sengaja maka dendanya ialah
mengganti dengan binatang ternak serupa, yakni seimbang atau paling dekat
Artinya :
Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari
laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam
perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama
kamu dalam ihram. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya lah kamu
akan dikumpulkan.
a. Tafsir
Karena redaksi ayat yang lalu berbicara tentang perburuan secara umum, tanpa
menjelaskan apakah ia menyangkut binatang darat atau laut, maka melalui ayat ini
dijelaskannya bahwa: dihalalkan bagi kamu berburu binatang laut juga sungai,
danau, dan makanannya yang berasal dari laut seperti, ikan, udang atau apapun
yang hidup disana dan tidak dapat hidup didarat walau telah mati dan mengapung,
adalah makanan lezat bagi kaum, baik bagi yang bertempat tinggal tetap disatu
tempat tertentu, dan juga bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan
diharamkan atas kamu menangkap atau membunuh binatang darat, selama kamu
dalam keadaan berihram, dan atau berada di tanah haram walaupun berulangulang ihram itu kamu lakukan. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepadanyalah
kamu akan dikumpulkan.
Ayat diatas menegaskan sekali larangan berburu binatang darat dalam keadaan
berihram atau ketika berada di tanah haram. Pengulangan-pengulangan itu
mengisyaratkan bahwa larangan ini berlaku kapan saja, dan sepanjang makna
berihram disandang oleh seseorang, walaupun telah berulang dia dalam keadaan
berihram.
8. Surat al Maidah Ayat 97
Artinya :
Allah telah menjadikan Kabah, rumah suci itu sebagai pusat (peribadatan
dan urusan dunia) bagi manusia, dan (demikian pula) bulan Haram, had-ya,
qalaid. (Allah menjadikan yang) demikian itu agar kamu tahu, bahwa
sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi
dan bahwa sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
a.
Tafsir
melalui ayat ini Allah menetapkan tuntunan-Nya yang memberi rasa aman
kepada manusia. Untuk itulah maka ayat ini menegaskan bahwa: Allah telah
menjadikan kabah, rumah suci itu sebagai qiaman, yakni pusat peribadatan dan
urusan dunia bagi manusia, dan demikian pula bulan haram, bad-y, dan al qalaid,
Allah mengsyariatkan yang demikian itu, atau yang demikian itulah ketetapan
yang hak, agar kamu tahu melalui ketetapan itu bahwa sesungguhnya Allah
mengetahui apa yang ada di langit, kerena itu diaturnya perjalanan planet-planet,
matahari dna bulan agar terjadi siang dan malam, dan silih berganti bulan dan
tahun, serta apa yang ada di bumi, sehingga dia pun mengetur dan menetapkan
ketentuan-ketentuan hidup mahluk termasuk manusia, dan dengan demikian
mereka akan sampai kepada kesimpulan bahwa sesungguhnya Allah yang
mengatur dan menetapkan itu semua adalah maha mengetahui segala sesuatu
sebelum terjadi, lebih-lebih setelah terjadinya
B. Konsep Halal dan thoyyib dalam islam
Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan
kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya. (QS.
Al-Maidah; 88)
ini juga tepat diaplikasikan pada berbagai hal lain; oleh karna itu kita bisa
temukan beberapa kolaborasi kata dalam Al-Quran seperti; riih thayyibah angin
yang baik yang membawa sebuah kapal diatas laut, sebagai lawan riih asifah
angin badai (QS. Yunus; 22), begitu juga dengan balad thayyib daerah dengan
tanah yang baik dan subur (QS. Al-Araf; 58), lalu masakin thayyibah tempat
tinggal yang menyenangkan yang berfungsi sebagai ungkapan untuk tempat
tinggal bagi laki-laki dan perempuan di surga Adn (QS. At-Tawbah; 72).
Kata thayyib -walaupun tidak sering- dapat juga digunakan dalam
pengertian kualitas religius seorang hamba. Adalah sebuah contoh yang tepat;.
orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik (thayyibiin) oleh Para
Malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): "Salaamun'alaikum, masuklah
kamu ke dalam syurga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan".(QS. AnNahl; 32). Maka jelaslah dalam konteks ini thayyib bisa menggantikan muttaqi
yaitu orang yang takut kepada Allah. Sedangkan pada ayat sebelumnya (QS. AnNahl; 28) kata thayyibuun dipertentangkan dengan zalimii anfusihim, yaitu orang
yang menganiaya diri mereka sendiri, sepadan dengan sebuah ungkapan yang
telah kita ketahui bersama yaitu kafiruun.
Dalam frase al-kalimah at-thayyibah ucapan yang baik (QS. Ibrahim; 24)
merupakan ungkapan yang menunjukan rumusan Tawhid; tidak ada tuhan selain
Allah. Maka bagaimanapun juga makna baik disini haruslah berarti baik secara
agama atau shalih, karna frase itu sendiri berhubungan erat dengan al-amal asshalih perbuatan shalih. Hal ini sebagaimana ternyatakan dalam QS. Fathir ayat
10; Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, Maka bagi Allah-lah kemuliaan
itu semuanya. kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang
saleh dinaikkan-Nya.
hak
manusia
tanpa
alasan
yang
benar,
(mengharamkan)
sebagaimana yang dimakan oleh orang Yahudi (QS. Al-Maidah; 62). Walaupun
kita tidak bisa mengatakan secara pasti tentang apa barang larangan yang
dimakan orang Yahudi tersebut, sangat mungkin bahwa hal itu merujuk pada riba.
Kita mengetahui bahwa larangan memakan bunga dari uang yang dipinjamkan
ditujukan secara eksklusif kepada orang Yahudi; Dan disebabkan mereka
memakan riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan
karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah
menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang
pedih. (QS. An-Nisa; 161)
Secara semantik kata haram memiliki hubungan mendasar dengan rijs
kekotoran. Dalam QS. Al-Anam; 145, Al-Quran memaparkan susunan makanan
yang terlarang bagi Muslim, yang mana dalam ayat itu secara eksplisit kekotoran
menjadi alasan utama pelarangan bangkai, darah dan daging babi. Lalu dengan
alasan yang sama kekotoran menjadi alasan pelarangan bagi anggur yang
memabukkan, permainan judi, syirk dan mengundi nasib dengan anak panah.
Dalam QS. Al-Maidah; 90 hal-hal tersebut dilarang karna dinilai tidak bersih,
rijsun min amali asy-syaithan. Kata rijs di tempat lain diperluas sampai kepada
penyakit yang ada dalam hati orang kafir QS. At-Tawbah 125. Dan pada
akhirnya kafir sendiri disebut rijs; Maka berpalinglah dari mereka; karena
sesungguhnya mereka itu adalah kotor dan tempat mereka Jahannam; sebagai
balasan atas apa yang telah mereka kerjakan. (QS. At-Tawbah; 95)
Lebih jauh lagi, makanan yang baik tidak akan menjadi halal apabila tidak
diproses dengan cara yang telah disyariatkan Allah SWT. Seperti dalam QS. AlAnam; 118, bahwa Allah mewajibkan kepada umat Muslim untuk menyebut
nama Allah sebelum menyembelih binatang-binatang untuk dikonsumsi; Maka
termasuk urusan makanan, adalah hak absolut Allah dan Rasul-Nya. Seperti yang
telah disinggung di atas bahwa persyaratan halal ini terkait dengan standar syariat
yang melegislasinya, dalam arti boleh secara hukum. Adapun thayyib berkenaan
dengan standar kelayakan, kebersihan dan efek fungsional bagi manusia. Maka,
bisa jadi suatu makanan itu halal tapi tidak thayyib atau sebaliknya. Maka bila dua
syarat ini tidak terpenuhi dalam suatu makanan atau minuman, semestinya ia tidak
boleh dikonsumsi.
Sebagai contoh, bila di hadapan kita terhidang sepiring gule kambing yang begitu
menggoda baik dari sisi rasa, tampilan, dan baunya, namun ternyata kambing itu
tidak disembelih secara islami, ataupun kambingnya hasil curian, maka gule
kambing tersebut tidak halal dan kita tidak boleh menyantapnya. Tegasnya, Allah
SWT hanya menyuruh kepada kita makan dan minum dari sesuatu yang betulbetul halal dan thayyib.
Dari uraian singkat di atas, dapat kita simpulkan bahwa aktivitas makan dan
minum bukan hanya urusan duniawi semata. Akan tetapi ia sangat terkait dengan
urusan agama. Islam menaruh perhatian yang sangat besar padanya. Secara tegas
Islam menyuruh kita untuk memperhatikan apa yang kita makan dan dari mana
kita mendapatkannya. Kita pun disuruh memakan dan meminum sesuatu yang
benar-benar halal danthayyib dan menghindari yang buruk (khabaits).
Demikian pula dengan salah satu doa yang biasa dipanjatkan seorang Muslim
dalam kesehariannya,Allahumma inna nasaluka rizqan wasian halalan
thayyiban mubarakan, ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu
rezeki yang luas, halal lagi thayyib serta penuh berkah. Wallahu a`lam.
Pilihlah makanan yang bergizi, memiliki mutu kesehatan. Sebab itu menguatkan
tubuh. Jika tubuh kuat, maka kita mampu menunaikan semua kewajiban dengan
sempurna. Tidak sekedar bergizi dan bermutu, akan tetapi juga halal. Cara
mendapatkannya pun harus dengan cara yang halal. Inilah cara sehat secara
Islami. Menyehatkan rohani menguatkan jasmani Bahwa sesuatu yang halalan
thayyiban haruslah berupa sesuatu yang baik, produktif, menyenangkan serta
shalih, bukan menurut ukuran manusia tetapi menurut ukuran Allah Tuhannya
manusia, sebagaimana yang telah Allah terangkan dalam kitabNya dan sunnah
nabiNya. Halal dan thayyib juga harus berkonotasi terhadap ketaqwaan terhadap
Allah, serta harus dikonsumsi atau digunakan dengan cara yang telah disyariatkan
Allah.
Barang haram adalah barang yang kotor, bagi jasmani maupun bagi rohani.
Barang haram tidak hanya akan mengotori dan menyakiti tubuh fisik, tetapi juga
akan mengotori jiwa dan mempengaruhi akhlaq dan mendatangkan penyakit hati.
Sebab itu marilah kita senantiasa berusaha memperoleh hal-hal yang halal dan
menjauhi hal-hal yang haram. Wallahu alam bishowab.
Pengertian Halal
Kata
halal
berasal
dari
bahasa
Arab
()yang
berarti
Quran dan yang terdapat dalam hadist Nabi Muhammad SAW.Tiap benda
di permukaan bumi menurut hukum asalnya adalah halal kecuali kalau ada
larangan secara syari. Dalam sebuah hadist Rosulullah SAW pernah
ditanyapara sahabat tentang hukum minyak sapi (samin), keju, kulit
binatangbeserta bulunya untuk perhiasan maupun untuk tempat duduk.
2. Pengertian Haram
Kata haram berasal dari bahasa Arab ()yang berarti
larangan (dilarang oleh agama). Termasuk di antara keluasan dan
kemudahan dalam syariat Islam, Allah - Subhanahu wa Taalamenghalalkan semua makanan yang mengandung maslahat dan
manfaat, baik yang kembalinya kepada ruh maupun jasad,
baik
sebaliknya
Allah
mengharamkan
semua
makanan
yang
tersebut
berbahaya
bagi
kesehatan.
di laut, seperti
1). Halal makanan dari hasil bekerja yang diperoleh dari usaha
yang lain seperti bekerja sebagai buruh, petani, pegawai, tukang,
sopir, dll.
2). Halal makanan dari mengemis yang diberikan secara ikhlas,
namun pekerjaan itu halal , tetapi dibenci Allah seperti pengamen.
3). Halal makanan dari hasil sedekah, zakat, infak, hadiah,
tasyakuran, walimah, warisan, wasiat, dll.
4). Halal makanan dari rampasan perang yaitu makanan yang
didapat dalam peperangan (ghoniyah).
2. Minuman Halal
Minuman yang halal pada dasarnya dapat dibagi menjadi 4 bagian :
1) Semua jenis aiar atau cairan yang tidak membahayakan bagi
kehidupan manusia, baik membahayakan dari segi jasmani, akal,
jiwa, maupun aqidah.
2) Air atau cairan yang tidak memabukkan walaupun sebelumnya
pernah memabukkan seperti arak yang berubah menjadi cuka.
3) Air atau cairan itu bukan berupa benda najis atau benda suci yang
terkena najis.
4) Air atau cairan yang suci itu didapatkan dengan cara-cara yang
halal yang tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam.
berasal dari tumbuhan seperti kecubung, ganja, buah, serta daun beracun.
Minuman buah aren,
anggur yang menjadi tuak dan jenis lainnya yang dimakan banyak kerugiannya.
(3)
Benda yang berasal dari perut bumi, apabila dimakan orang tersebut,
akan mati
dan lainnya.
b). Haram sababi, ditinjau dari hasil usaha yang tidak dihalalkan olah agama.
Haram sababi banyak macamnya, yaitu :
1). Makanan haram yang diperoleh dari usaha dengan cara dhalim, seperti
mencuri,
2). Makanan haram yang diperoleh dari hasil judi, undian harapan,
taruhan, menang
togel, dll.
3). Hasil haram karena menjual makanan dan minuman haram seperti
daging babi, , miras, kemudian dibelikan makanan dan minuman.
4). Hasil haram karena telah membungakan dengan riba, yaitu
menggandakan uang.
5). Hasil memakan harta anak yatim dengan boros / tidak benar.
2). Minuman Yang Diharamkan
1.
menimbulkan mudharat dan merusak badan, akal, jiwa, moral dan aqidah
seperti arak, khamar, dan sejenisnya.
Allah berfirman : Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.
Katakanlah: Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya. (QS. Al-Baqarah :
219)
Dalam ayat lain Allah berfirman : Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatanperbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-Maidah : 90)
Nabi SAW bersabda : Sesuatu yang memabukkan dalam keadaan banyak, maka
dalam keadaan sedikit juga tetap haram. (HR An-Nasai, Abu Dawud dan
Turmudzi).
2.
3.
Pada prinsipnya segala minuman apa saja halal untuk diminum selama
tidak ada ayat
namun masih dikonsumsi dan dilakukan, maka niscaya tidak barokah, malah
membuat penyakit di badan.
Minuman yang haram secara garis besar, yakni :
a). Berupa hewani yang haramnya suatu minuman dari hewan, seperti darah sapi,
darah kerbau, bahkan darah untuk obat seperti darah ular, darah anjing, dan lainlain.
b). Berupa nabati atau tumbuhan seperti tuak dari buah aren, candu, morfin, air
tape bertuak dari bahan ubi, anggur telah bertuak, dan lain sebagainya.
c). Berupa berasal dari perut bumi yaitu : haram diminum sepeti solar, bensin,
spiritus, dan lainnya yang membahayakan.