Anda di halaman 1dari 31

A.

Kajian ayat al-quran dan hadist tentang makanan dan minuman


1. Surat Al Baqarah Ayat 172-173
Allah SWT berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 172 dan 173 sebagai
berikut:
[ 172]


[173]
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik
yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar
hanya

kepada-Nya

kamu

menyembah. Sesungguhnya

Allah

hanya

mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika
disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan
terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang

a. Tafsir Surat al Baqarah Ayat 172


Di dalam ayat ini ditegaskan agar seseorang mukmin makan makanan yang
baik yang diberikan Allah, dan rezeki yang diberikan-Nya itu haruslah disyukuri.
Dalam ayat 168 perintah makan makanan yang baik-baik ditujukan kepada
manusia umumnya. Karenanya perintah itu diiringi dengan larangan mengikuti
ajaran setan. Sedangkan dalam ayat ini perintah ditujukan kepada orang mukmin

saja agar mereka makan rezeki Allah yangbaik-baik, sebab itu, perintah ini diiringi
dengan perintah mengsyukurinya
Kesadaran iman yang bersemi di hati mereka menjadikan ajakan Allah
kepada orang-orang beriman sedikit berbeda dengan ajakannya kepada seluruh
manusia. Bagi orang-orang mukmin, tidak lagi di sebut kata halal, sebagaimana
yang di sebut pada ayat 168 yang lalu, karena keimanan yang bersemi di dalam
hati merupakan jaminan kejauhan mereka dari yang tidak halal. Mereka disina
bahkan di perintah untuk bersyukur disertai dengan dorongan kuat yang tercermin
pada penutup ayat 172 ini, yaitu bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar
hanya kepadanya kami menyembah.
Syukur adalah mengakui dengan tulus bahwa anugerah yang diperoleh
semata-mata bersumber dari Allah sambil menggunakannya sesuai tujuan
penganugerahannya, atau menempatkan pada tempat semestinya.
Setelah menekankan perlunya makanan yang baik-baik, di jelaskannya
makanan yang buruk, dalam bentuk redaksi yang mengesankan bahwa hanya yang
disebut itu yang terlarang, walau pada hakikatnya tidak demikian

b.

Tafsir Surat al Baqarah Ayat173

Yang di maksud bangkai adalah binatang yang berhembus nyawanya tidak


melalui cara yang sah seperti yang mati tercekik, terpukul, jatuh, di tanduk, di
terkam binatang buas, namun tidak sempat disembelih, dan yang di sembelih
untuk berhala. Di kecualikan dari pengertian bangkai adalah binatang air (ikan
dan sebagainya) dan belalang.

Binatang yang mati kerena faktor ketuaan atau mati karena terjangkit
penyakit pada dasarnya mati karena zat beracun, sehingga bila dikonsumsi
manusia, sangat mungkin mengakibatkan keracunan. Demikian juga binatang
karena tercekik dan dipukul, darahnya mengendap di dalam tubuhnya. Ini
mengidap zat beracun yang sangat membahayakan manusia.
Darah, yakni darah yang mengalir, bukan yang subtansi asalnya membeku
seperti limpah dan hati. Daging babi, yakni seluruh tubuh babi, termasuk tulang,
lemak dan kulitnya.
Binatang yang (ketika disembelih) disebut nama selain Allah. Ini berarti ia
baru haram dimakan bila disembelih dalam keadaan menyebut selain nama Allah.
Adapun bila tidak disebut namanya, maka binatang halal yang disembelih
demikian, masih dapat ditoleransi untuk dimakan.
Kasih sayang Allah melimpah kepada mahluk, karena itu ia selalu
menghendaki kemudahan buat manusia. Dia tidak menetapkan sesuatu yang
menyulitkan mereka, dan mereka itu pula larangan di atas dikecualikan oleh
lanjutan ayat: siapa yang berada dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang
ia tidak menginginkannya dan tidak (pula)melampaui batas, maka tidak ada dosa
baginya
Keadaan terpaksa adalah keadaan yang di duga dapat mengakibatkan
kematian, sedang tidak menginginkannya adalah tidak memakannya padahal ada
makanan halal yang dapat dia makan, tidak pula memakannya memenuhi
keinginan seleranya. Sedang yang dimaksud tidak melampaui batas adalah tidak
memakannya dalam kadar yang melibihi kebutuhan menutup rasa lapar dan

memelihara jiwanya. Keadaan terpaksa dengan ketentuan demikian ditetapkan


Allah, karena sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang.[4]
Penutup ayat ini dipahami juga oleh sementara ulama sebagai isyarat bahwa
keadaan darurat tidak di alami seseorang kecuali akibat dosa yang dilakukannya,
yang dipahami dari kata maha pengampun. Keputus-asaan yang mengantar
seseorang merasa jiwanya terancam tidak akan menyentuh hati seorang mukmin,
sehinngga dia kan bertahan dan bertahan sampai datangnya jalan keluar dan
pertolongan Allah. Bukankah Allah telah menganugerahkan kemampuan kepada
manusia untuk tidak menyentuh makanan, melalui ketahanan yang dimilikinya,
juga lemak, daging, dan tulang yang membungkus badannya?
Penjelasan tentang makanan-makanan yang diharamkan di atas, dikemukakan
dalam konteks mencela masyarakat jahiliyah, baik di Makkah maupun di
Madinah, yang memakannya. Mereka misalnya membolehkan memakan binatang
yang mati tanpa di sembelih dengan alasan bahwa yang disembelih/dicabut
nyawanya oleh manusia halal, maka mengapa haram yang dicabut sendiri
nyawanya oleh Allah?
Penjelasan tentang keburukan ini dilanjutkan dengan uraian ulang tentang
mereka yang menyembunyikan kebenaran, baik menyangkut kebenaran Nabi
Muhammad, urusan kiblat, haji dan umrah, maupun menyembunyikan atau akan
menyembunyikan tuntunan Allah menyengkut makanan. Orang-orang Yahudi
misalnya, menghalalkan hasil suap, orang-orang Nasrani membenarkan sedikit
minuman keras, kendati dalam kehidupan sehari-hari tidak sedikit dari mereka
yang meminumnya dengan banyak

2.

Surat Al Maidah ayat 4



Artinya :
Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?"
Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap)
oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu, kamu
mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, Maka makanlah
dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas
itu (waktu melepasnya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat
cepat hisab-Nya"

a. Tafsir Surat al Maidah Ayat 4


Ayat ini menerangkan tentang dua makanan yang dihalalkan:
Makanan yang baik, yaitu semua jenis makanan yang menimbulkan selera
untuk memakannya dan tidak ada nas yang mengharamkannya. Adapun yang
sudah ada ketentuan haramnya, maka harus dipatuhi ketentuan itu
Binatang buruan yang ditangkap oleh binatang-binatang pemburu yang terlatih
sehingga buruannya langsung dibawa kepada tuannya dan tidak akan dimakannya
kecuali kalau diberi oleh tuannya. Apabila binatang pemburu itu memakan
buruannya terlebih dahulu, sebelum diberi oleh tuannya, maka buruannya itu
haram dimakan seperti haramnya bangkai.

Selanjutnya ayat ini menerangkan bahwa hasil buruan binatang yang terlatih itu
boleh dimakan apabila pada saat melepas binatang, si pemburu membaca basmala.
Hukum membaca basmalah itu wajib menurut sebagian ulama seperti Abu
Hanifah, menurut imam Syafii hukumnya sunnah.
Kemudian akhir ayat ini menerangkan supaya tetap bertakwa, yaitu mematuhi
semua perintah Allah dan menjauhi larangannya, karena Allah sangat menghitung
semua amal hambanya tanpa ada yang tertinggal adan tersembunyi baginya.[7]
3. Surat Al Maidah ayat 87-88


Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang
baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan
makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan
kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.

a. Tafsir
Batas yang dapat diketahui oleh akal, pikiran dan perasaan, misalnya batas
mengenai banyak sedikitnya serta manfaat dan mudharatnya, suatu hal yang perlu
kita ingat ialah prinsip yang terdapat dalam syariat islam, bahwa apa yang
dihalalkan oleh agama, adalah karena ia bermanfaat dan tidak berbahaya;
sebaliknya apa yang diharamkannya adalah karena ia berbahaya dan tidak

bermanfaat, atau karena bahayanya lebih besar dari pada manfaatnya. Oleh sebab
itu tidak boleh mengubah-ubah sendiri hukum-hukum agama yang telah di
tetapkan Allah dan Rasulnya. Allah maha mengetahui apa yang baik dan
bermanfaat bagi hambanya dan apa yang berbahaya bagi mereka. Dia maha
pengasih terhadap mereka
Ayat 88 pada surat ini, Allah memerintahkan kepada hambanya agar mereka
makan rezeki yang halal dan baik, yang telah dikaruniakannya kepada mereka
halal disini mengendung pengertian, halal bendanya dan halal cara
memperolehnya. Sedangkan baik adalah dari segi kemanfaatannya. Yaitu yang
mengendung manfaat dan maslahat bagi tubuh, mengendung gizi, vitamin, protein
dan sebagainya. Makan tidak baik, selain tidak mengendung gizi, juga jika
dikonsumsi akan merusak kesehatan.
Prinsip halal dan baik itu hendaklah senantiasa menjadi perhatian dalam
menentukan makanan dan minuman yang akan dimakan untuk diri sendiri dan
untuk keluarga, karena makanan dan minuman itu tidak hanya berpengaruh
terhadap jasmani melainkan juga terhadap rohani.[10]
Tidak ada halangan bagi orang-orang mukmin yang mampu, untuk menikmati
makanan dan minuman yang enak, dan untuk mengedakan hubungan dengan istri,
akan tetapi haruslah menaati ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan syara,
yaitu: baik, halal, dan menurut ukuran yang layak dan tidak berlebihan. Maka
pada akhir ayat ini Allah memperingatkan orang beriman agar mereka berhati-hati
dan bertakwa kepadanya dalam soal makanan, minuman dan kenikmatankenikmatan lainnya. Janganlah mereka menetapkan hukum-hukum menurut

kemauan sendiri dan tidak pula berlebihan dalam menikmati apa-apa yang telah
dihalalkannya
Agama islam sangat mengutamakan kesederhanaan. Ia tidak membenarkan
umatnya berlebih-lebihan dalam makan, minum, berpakain dan sebagainya,
bahkan dalam beribadah. Sebaliknya, juga tidak dibenarkannya seseorang terlalu
menahan diri dari menikmati sesuatu, padahal ia mampu untuk memperolehnya.
Apalagi bila sifat menahan diri itu sampai mendorongnya untuk mengharmkan
apa-apa yang telah dihalalkan syara.
Setiap orang beriman diperintahkan Allah SWT. Untuk senantiasa
mengkonsumsi makanan yang halal dan baik (mengandung gizi dan vitamin yang
cukup). Jadi bagian ayat yang tersembunyi halal dan baik (halalan
tayyiba)tersebut diatas mengandung makna dua aspek yang akan melekat pada
setiap rezeki makanan yang dikonsumsi manusia. Aspek pertama, hendaklah
makanan di dapatkan dengan cara yang halal yang sesuai dengan syariat islam
yang dicontohkan Rasul. Dalam hal ini mengandung makna perintah untuk
bermuamalah yang benar. Sementara dalam aspek baik atau tayyib adalah dari sisi
kandungan zat makanan yang dikonsumsi. Makanan handaknya mengandung zat
yang dibutuhkan oleh tubuh, baik mutu maupun jumlah. Makanan gizi berimbang
adalah dianjurkan. Ada makanan halal tetapi todak tayyib, misalnya Rasul
mencontohkan kepada, kulit dan jeroan binatang sembelihan dibuang. Bahkan
beliau bersabda jangan memakan tulang karena tulang adalah makanan untuk
saudaramu dari bangsa jin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagian-bagian

tersebut ternyata banyak mengendung zat penyebab kadar kolesterol darah dalam
tubuh manusia cepat meningkat.
4.

Surat Al Maidah ayat 93





Artinya :
Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan
yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila
mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh,
kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga)
bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan.
a. Tafsir
Ayat 93 surat al Maidah diatas berhubungan dengan ayat yang lalu sekaligus
menjawab pertanyaan yang muncul dengan menegaskan bahwa: tidak ada dosa
bagi orang-orang yang beriman dengan iman yang benar dan mengerjakan amal
shaleh, yakni yang bermanfaat dan sesuai dengan nilai-nilai ilahi, tidak ada dosa
bagi mereka, menyangkut apa yang telah mereka makan dan minum dari makanan
dan minuman yang terlarang sebelum turunnya larangan apabila mereka bertakwa
dan beriman serta mengerjakan amal-amal shaleh, kemudian walau berlalu masa
yang panjang maka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka tetap juga
bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai al-muhsinin, yakni orang-

orang yang mantap upayanya berbuat kebajikan, atau membudaya dalam tingkah
lakunya kebajikan
Pengulangan kata bertakwa dan beriman dapat dipahami dalam arti
penekanan serta perbedaan objek takwa dan iman. Seperti terbaca diatas, kata
takwa yang pertama disusul dengan iman dan amal shaleh; yang kedua takwa
dengan iman saja; dan yang ketiga adalah takwa dengan ihsan, Athtabari
memahami takwa dan iman yang pertama dalam arti menerima tuntunan ilahi,
memebenarkan dengan tulus, serta mengamalkan dengan penuh kesungguhan.
Sedang yang kedua adalah upaya mempertahankan keimanan dan ketakwaan
pertama itu, serta mengasah dan mengasuhnya; sedang yang ketiga, adalah
meningkatkannya dengan berbuat ihsan dan amalan-amalan sunnah.
5. Surat al Maidah ayat 94



Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya Allah akan menguji kamu
dengan sesuatu dari binatang buruan yang mudah didapat oleh tangan dan
tombakmu supaya Allah mengetahui orang yang takut kepada-Nya, biar pun ia
tidak dapat melihat-Nya. Barang siapa yang melanggar batas sesudah itu, maka
baginya azab yang pedih.
a. Tafsir
Dimulainya ayat ini dan ayat-ayat serupa dengan panggila mesra, bertujuan
mengantarkan mitra dialog untuk memenuhi perintah ayat ini. Panggilan mesra itu

adalah:

hai

orang-orang

beriman,

betapapun

tingkat

keimanan

kamu,

sesungguhnya Allah pasti akan menguji kamu, yakni akan memperlakukan kamu
dengan perlakuan siapa yang ingin tahu. Ujian itu antara lain dengan sesuatu yang
pada hakikatnya mudah dan tidak melampaui kemampuan kamu.
Ujian itu terlaksana ketika kamu dalam keadaan berihram untuk haji atau
umrah. Sesuatu itu dari yakni berupa binatang buruan yang mudah di dapat oleh
tangan kamu jika kamu menginginkannya dalam keadaan hidup dan mudah pula
mendapatkannya dengan menggunakan tombak kamu jika kamu menghendaki
binatang buruan itu terbunuh olehmu. Tujuan ujian adalah supaya Allah
mengetahui dalam kenyataan sehingga tidak dapat diingkari oleh pelakunya siapa
yang takut kepadanya, meskipun dia ghaib, yakni tidak dilihat dan terjangkau
hakikatnya oleh siapapun. Barang siapa yang memaksakan diri melanggar batas
yang ditetapkaan Allah sesudah itu, yakni sesudah peringatan ini, maka baginya
azab yang pedih

6. Surat al Maidah Ayat 95







Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang
buruan, ketika kamu sedang ihram. Barang siapa di antara kamu membunuhnya
dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak

seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil
di antara kamu, sebagai had-ya yang di bawa sampai ke Kakbah, atau (dendanya)
membayar kafarat dengan memberi makan orang-orang miskin, atau berpuasa
seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat
yang buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan
barang siapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya
Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.

a. Tafsir
Ayat ini adalah ujian yang dimaksud oleh ayat yang lalu. Demikian
hubungannya dengan ayat yang lalu mengikuti pandangan Alqurtubi. Berbeda
dengan ini adalah pandangan Albiqai yang menulis bahwa setelah menjelaskan
adanya ujian, ayat ini menegaskan ancaman yang diakibatkan oleh pelanggaran
terhadap apa yang diujikan itu. Karena itu, ayat ini mengajak mereka yang
memiliki sifat yang dapat menghalangi pelanggaran, yakni sifat iman dengan
menyatakan: hai orang-orang yang beriman janganlah kamu membunuh atau
menyembelih binatang buruan yang halal dimakan diluar keadaan ihram, yakni
jangan membunuhnya ketika kamu sedang berihram, baik untuk haji, umrah, atau
keduanya, demikian juga jika kamu berada dalam wilayah tanah haram.
Barang siapa diantara kamu membunuhnya dengan sengaja dan menyadari
bahwa itu terlarang baginya, bahkan menurut imam malik, abu Hanifa dan Syafii
berdasarkan hadis Nabi SAW, walau tidak sengaja maka dendanya ialah
mengganti dengan binatang ternak serupa, yakni seimbang atau paling dekat

persamaannya dengan buruan yang dibunuhnya. Keserupaan itu ditetapkan


menurut putusan dua orang yang adil diantara kamu wahai kaum muslimin. Denda
ini sebagai had-y, yakni mempersembahkan kepada Allah yang dibawa sampai ke
Kabah, dalam arti disembelih disana untuk dibagikan kepada fakir miskin, atau
dendanya membayar kafarat dengan memberi makan orang-orang miskin,
makanan yang umum dimakan, atau berpuasa seimbang dengan makanan yang
dikeluarkan itu, supaya dia, yakni yang melanggar itu merasakan akibat yang
buruk dari perbuatannya melanggar ketentuan Allah
Karena pembunuhan semacam yang terlarang ini telah sering terjadi, maka
ayat ini menghilangkan kecemasan mereka dengan menegaskan bahwa: Allah
telah memaafkan apa yang telah lalu karena rahmatnya kepada kamu, sehingga
ketetapan ini tidak berlaku surut, dan barang siapa kembali mengerjakannya,
yakni membunuh buruan dalam keadaan dia berihram, niscaya Allah akan
menyiksanya. Jangan duga dia akan luput karena Allah maha kuasa lagi
mempunyai kekuasaan untuk menyiksa.
Binatang buruan yang terlarang dibunuh disini adalah binatang darat. Adapun
binatang laut, maka ia diperbolehkan, berdasarkan firmannya dalam ayat
berikutnya. Larangan membunuh binatang darat adalah binatang darat yang halal
dimakan, karena demikian itulah biasanya atau ketika itu tujuan perburuan.
Demikian pendapat mazhab Syafii, sedang mazhab Abu Hanifah mengharamkan
membunuh segala binatang darat baik ang dimakan dan yang tidak dimakan,
kecuali yang diizinkan untuk dibunuh, seperti kalajengking, ular, tikus, dan anjing
gila.

7. Surat al Maidah Ayat 96




Artinya :
Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari
laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam
perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama
kamu dalam ihram. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya lah kamu
akan dikumpulkan.

a. Tafsir
Karena redaksi ayat yang lalu berbicara tentang perburuan secara umum, tanpa
menjelaskan apakah ia menyangkut binatang darat atau laut, maka melalui ayat ini
dijelaskannya bahwa: dihalalkan bagi kamu berburu binatang laut juga sungai,
danau, dan makanannya yang berasal dari laut seperti, ikan, udang atau apapun
yang hidup disana dan tidak dapat hidup didarat walau telah mati dan mengapung,
adalah makanan lezat bagi kaum, baik bagi yang bertempat tinggal tetap disatu
tempat tertentu, dan juga bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan
diharamkan atas kamu menangkap atau membunuh binatang darat, selama kamu
dalam keadaan berihram, dan atau berada di tanah haram walaupun berulangulang ihram itu kamu lakukan. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepadanyalah
kamu akan dikumpulkan.

Ayat diatas menegaskan sekali larangan berburu binatang darat dalam keadaan
berihram atau ketika berada di tanah haram. Pengulangan-pengulangan itu
mengisyaratkan bahwa larangan ini berlaku kapan saja, dan sepanjang makna
berihram disandang oleh seseorang, walaupun telah berulang dia dalam keadaan
berihram.
8. Surat al Maidah Ayat 97




Artinya :
Allah telah menjadikan Kabah, rumah suci itu sebagai pusat (peribadatan
dan urusan dunia) bagi manusia, dan (demikian pula) bulan Haram, had-ya,
qalaid. (Allah menjadikan yang) demikian itu agar kamu tahu, bahwa
sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi
dan bahwa sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
a.

Tafsir

melalui ayat ini Allah menetapkan tuntunan-Nya yang memberi rasa aman
kepada manusia. Untuk itulah maka ayat ini menegaskan bahwa: Allah telah
menjadikan kabah, rumah suci itu sebagai qiaman, yakni pusat peribadatan dan
urusan dunia bagi manusia, dan demikian pula bulan haram, bad-y, dan al qalaid,
Allah mengsyariatkan yang demikian itu, atau yang demikian itulah ketetapan
yang hak, agar kamu tahu melalui ketetapan itu bahwa sesungguhnya Allah
mengetahui apa yang ada di langit, kerena itu diaturnya perjalanan planet-planet,
matahari dna bulan agar terjadi siang dan malam, dan silih berganti bulan dan

tahun, serta apa yang ada di bumi, sehingga dia pun mengetur dan menetapkan
ketentuan-ketentuan hidup mahluk termasuk manusia, dan dengan demikian
mereka akan sampai kepada kesimpulan bahwa sesungguhnya Allah yang
mengatur dan menetapkan itu semua adalah maha mengetahui segala sesuatu
sebelum terjadi, lebih-lebih setelah terjadinya
B. Konsep Halal dan thoyyib dalam islam

Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan
kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya. (QS.
Al-Maidah; 88)

Mengkonsumsi sesuatu yang halalan thayyiban merupakan salah satu ciri


dari orang yang bertaqwa. Hal tersebut bisa kita mengerti, apabila kita menelaah
dengan baik ayat di atas; perintah mengkonsumsi makanan yang halalan
thayyiban dilanjutkan dengan perintah untuk bertaqwa. Ini menandakan akan
pentingnya perhatian Islam terhadap halal dan thayyib-nya sesuatu sebelum
dikonsumsi atau digunakan.

Kata thayyib dalam Al-Quran


Thayyib adalah sebuah kata sifat yang berfungsi paling dasar untuk
menyatakan kualitas yang menjelaskan perasaan seperti sangat menggembirakan,
senang dan manis. Kata ini seringkali juga digunakan untuk mengkualifikasikan
baiknya rasa makanan, air, wangi-wangian dan sejenisnya. Di samping itu, kata

ini juga tepat diaplikasikan pada berbagai hal lain; oleh karna itu kita bisa
temukan beberapa kolaborasi kata dalam Al-Quran seperti; riih thayyibah angin
yang baik yang membawa sebuah kapal diatas laut, sebagai lawan riih asifah
angin badai (QS. Yunus; 22), begitu juga dengan balad thayyib daerah dengan
tanah yang baik dan subur (QS. Al-Araf; 58), lalu masakin thayyibah tempat
tinggal yang menyenangkan yang berfungsi sebagai ungkapan untuk tempat
tinggal bagi laki-laki dan perempuan di surga Adn (QS. At-Tawbah; 72).
Kata thayyib -walaupun tidak sering- dapat juga digunakan dalam
pengertian kualitas religius seorang hamba. Adalah sebuah contoh yang tepat;.
orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik (thayyibiin) oleh Para
Malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): "Salaamun'alaikum, masuklah
kamu ke dalam syurga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan".(QS. AnNahl; 32). Maka jelaslah dalam konteks ini thayyib bisa menggantikan muttaqi
yaitu orang yang takut kepada Allah. Sedangkan pada ayat sebelumnya (QS. AnNahl; 28) kata thayyibuun dipertentangkan dengan zalimii anfusihim, yaitu orang
yang menganiaya diri mereka sendiri, sepadan dengan sebuah ungkapan yang
telah kita ketahui bersama yaitu kafiruun.
Dalam frase al-kalimah at-thayyibah ucapan yang baik (QS. Ibrahim; 24)
merupakan ungkapan yang menunjukan rumusan Tawhid; tidak ada tuhan selain
Allah. Maka bagaimanapun juga makna baik disini haruslah berarti baik secara
agama atau shalih, karna frase itu sendiri berhubungan erat dengan al-amal asshalih perbuatan shalih. Hal ini sebagaimana ternyatakan dalam QS. Fathir ayat
10; Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, Maka bagi Allah-lah kemuliaan

itu semuanya. kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang
saleh dinaikkan-Nya.

Makanan yang thayyib


Penting untuk diperhatikan bahwa dalam ihwal makanan, sebagaimana
yang telah kita ketahui bersama, merupakan sesuatu yang paling disorot diantara
berbagai benda yang dikelilingi oleh segala macam larangan. Al-Quran
memasukkan ide yang khusus, yaitu pensucian dengan mengasosiasikan thayyib
dengan halal, yang berarti sah menurut hukum dalam pengertian bebas dari
semua larangan. Maka dalam kasus makanan, thayyib hampir menjadi sinonim
dari halal, sebagaimana yang telah difirmankan Allah SWT; Mereka
menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah:
"Dihalalkan bagimu yang baik-baik. (QS. Al-Maidah; 4). Dari sini kita bisa
menggariskan kesimpulan bahwa makanan yang thayyib seharusnya merupakan
makanan yang halal, bukanlah makanan yang thayyib apabila Allah tidak
menghalalkan makanan tersebut.
Perlu kita garisbawahi juga bahwa kata thayyib sebagian besardipertentangkan dengan khabits, dan sangat signifikan selalu berkaitan dengan
pertentangan antara kata halal-haram; orang-orang yang mengikut rasul, Nabi
yang Ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil
yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan
melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi
mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan

membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada


mereka. (QS. Al-Araf; 157).

Halal dalam Al-Quran


Bila kita telaah dengan seksama kata halal dalam Al-Quran selalu
dikaitkan dengan kata haram. Jika dikatakan dengan tegas, haram adalah
larangan, sedangkan halal menunjukkan apapun yang tidak masuk ke dalam
larangan, yaitu apapun yang ditetapkan bebas dari larangan itu. Haram
diberlakukan pada tempat, benda, orang dan tindakkan, lalu pada level selanjutnya
haram merupakan sesuatu yang tidak boleh didekati, tidak boleh disentuh. Kata
haram dalam Al-Quran menciptakan suatu konsepsi moral dan spiritual yang baru
mengenai larangan, dan memberikan sisi etik pada konsep haram yang dimiliki
arab jahiliyyah; Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang
keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa,
melanggar

hak

manusia

tanpa

alasan

yang

benar,

(mengharamkan)

mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah


untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak
kamu ketahui." (QS. Al-Araf; 33)
Dalam Al-Quran terdapat kata lain untuk menyatakan barang tabu
(haram). Untuk

salah satu contohnya Al-Quran mendatangkan kata; suht,

sebagaimana yang dimakan oleh orang Yahudi (QS. Al-Maidah; 62). Walaupun
kita tidak bisa mengatakan secara pasti tentang apa barang larangan yang
dimakan orang Yahudi tersebut, sangat mungkin bahwa hal itu merujuk pada riba.

Kita mengetahui bahwa larangan memakan bunga dari uang yang dipinjamkan
ditujukan secara eksklusif kepada orang Yahudi; Dan disebabkan mereka
memakan riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan
karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah
menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang
pedih. (QS. An-Nisa; 161)
Secara semantik kata haram memiliki hubungan mendasar dengan rijs
kekotoran. Dalam QS. Al-Anam; 145, Al-Quran memaparkan susunan makanan
yang terlarang bagi Muslim, yang mana dalam ayat itu secara eksplisit kekotoran
menjadi alasan utama pelarangan bangkai, darah dan daging babi. Lalu dengan
alasan yang sama kekotoran menjadi alasan pelarangan bagi anggur yang
memabukkan, permainan judi, syirk dan mengundi nasib dengan anak panah.
Dalam QS. Al-Maidah; 90 hal-hal tersebut dilarang karna dinilai tidak bersih,
rijsun min amali asy-syaithan. Kata rijs di tempat lain diperluas sampai kepada
penyakit yang ada dalam hati orang kafir QS. At-Tawbah 125. Dan pada
akhirnya kafir sendiri disebut rijs; Maka berpalinglah dari mereka; karena
sesungguhnya mereka itu adalah kotor dan tempat mereka Jahannam; sebagai
balasan atas apa yang telah mereka kerjakan. (QS. At-Tawbah; 95)
Lebih jauh lagi, makanan yang baik tidak akan menjadi halal apabila tidak
diproses dengan cara yang telah disyariatkan Allah SWT. Seperti dalam QS. AlAnam; 118, bahwa Allah mewajibkan kepada umat Muslim untuk menyebut
nama Allah sebelum menyembelih binatang-binatang untuk dikonsumsi; Maka

makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika


menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayatNya.
Lalu mengenai kata halal, secara semantik hanya sedikit yang dapat
diungkapkan. Namun, pada hakikatnya kata halal menunjuk kepada segala
sesuatu yang tidak terlarang, maka bukanlah sesuatu yang halal apabila hal itu
dilarang. Halal juga merupakan sesuatu yang baik dan patut disyukuri; Hai
orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami
berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya
kamu menyembah. (QS. Al-Baqarah; 172).

Hidangan yang halal dan thayyib


Untuk memenuhi kebutuhan primer hamba-Nya, Allah SWT dengan kasih
sayang-Nya menganugerahkan bumi beserta isinya untuk dikelola dan
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh manusia. Kendati demikian, bukan
berarti kita dapat memanfaatkan bumi beserta isinya itu dengan mengeksploitasi
sebebas-bebasnya. Namun harus sesuai dengan apa yang digariskan syariat.
Terkait dalam hal makanan dan minuman, tidak semua yang di bumi ini, baik
binatang, tumbuhan maupun benda-benda lainnya itu halal dan baik (thayyib) bagi
manusia. Ada yang memang dibolehkan (halal) dan ada yang dilarang (haram).
Ada yang baik (thayyib), ada pula yang tidak baik (khabits).
Dalam al-Quran dijelaskan bahwa halal dan thayyib ini merupakan syarat mutlak
yang tidak bisa ditawar oleh manusia dalam mengonsumsi makanan dan
minuman. Dalam Islam, ketetapan tentang haram dan halal segala sesuatu,

termasuk urusan makanan, adalah hak absolut Allah dan Rasul-Nya. Seperti yang
telah disinggung di atas bahwa persyaratan halal ini terkait dengan standar syariat
yang melegislasinya, dalam arti boleh secara hukum. Adapun thayyib berkenaan
dengan standar kelayakan, kebersihan dan efek fungsional bagi manusia. Maka,
bisa jadi suatu makanan itu halal tapi tidak thayyib atau sebaliknya. Maka bila dua
syarat ini tidak terpenuhi dalam suatu makanan atau minuman, semestinya ia tidak
boleh dikonsumsi.
Sebagai contoh, bila di hadapan kita terhidang sepiring gule kambing yang begitu
menggoda baik dari sisi rasa, tampilan, dan baunya, namun ternyata kambing itu
tidak disembelih secara islami, ataupun kambingnya hasil curian, maka gule
kambing tersebut tidak halal dan kita tidak boleh menyantapnya. Tegasnya, Allah
SWT hanya menyuruh kepada kita makan dan minum dari sesuatu yang betulbetul halal dan thayyib.
Dari uraian singkat di atas, dapat kita simpulkan bahwa aktivitas makan dan
minum bukan hanya urusan duniawi semata. Akan tetapi ia sangat terkait dengan
urusan agama. Islam menaruh perhatian yang sangat besar padanya. Secara tegas
Islam menyuruh kita untuk memperhatikan apa yang kita makan dan dari mana
kita mendapatkannya. Kita pun disuruh memakan dan meminum sesuatu yang
benar-benar halal danthayyib dan menghindari yang buruk (khabaits).
Demikian pula dengan salah satu doa yang biasa dipanjatkan seorang Muslim
dalam kesehariannya,Allahumma inna nasaluka rizqan wasian halalan
thayyiban mubarakan, ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu
rezeki yang luas, halal lagi thayyib serta penuh berkah. Wallahu a`lam.

Jadi kita bisa menarik kesimpulan penting. untuk kebaikan


manusia itu sendiri. Makanan bergizi merupakan makanan yang sangat
dibutuhkan oleh tubuh manusia untuk memperoleh kualitas kesehatan yang baik.
Dan kesehatan yang baik berati sangat berpengaruh terhadap kualitas akal dan
rohaninya.
Untuk dapat menilai suatu makanan thoyyib (bergizi) atau tidak, harus kita
ketahui dulu komposisinya. Bahan makan yang thoyyib bagi ummat Islam harus
terlebih dahulu memenuhi syarat halal. Bagi seorang muslim tidak ada makanan
halal yang baik (thoyyib). Bahan makanan yang menurut ilmu pengetahuan
tergolong baik, belum tentu ternasuk halal bagi orang muslim, dan juga sebaliknya
makanan yang tergolong halal, belum tentu termasuk baik menurut ilmu
pengetahuan,pada kondisi tertentu. Misalnya otak hewan ternak adalah halal,
tetapi tidak baik untuk dikonsumsi oleh orang yang menderita penyakit jantung,
karena mengandung kolesterol tinggi yang dapat membahayakan jiwa.
Kata Thayyib dalam ayat al-Quran di atas adalah yang baik, dalam arti
yang memiliki manfaat bagi tubuh. Tidak sekedar halal. Sebab, ternyata saat ini
pun terdapat makanan halal akan tetapi ia tidak bagus atau tidak memberi manfaat
untuk kesehatan. Makanan yang bermutu di sini dianjurkan agar seseorang itu
menjadi kuat tidak lemah. Sehingga lebih bersemangat dalam beribadah.
Makanya dalam Islam, tidak diperkenankan menggunakan bahan-bahan
pengawet yang tidak mendukung kesehatan manusia. Sebab itu akan mengurangi
kualitas kesehatan makanan tersebut. (Hasib, Hidayatullah.Com)

Pilihlah makanan yang bergizi, memiliki mutu kesehatan. Sebab itu menguatkan
tubuh. Jika tubuh kuat, maka kita mampu menunaikan semua kewajiban dengan
sempurna. Tidak sekedar bergizi dan bermutu, akan tetapi juga halal. Cara
mendapatkannya pun harus dengan cara yang halal. Inilah cara sehat secara
Islami. Menyehatkan rohani menguatkan jasmani Bahwa sesuatu yang halalan
thayyiban haruslah berupa sesuatu yang baik, produktif, menyenangkan serta
shalih, bukan menurut ukuran manusia tetapi menurut ukuran Allah Tuhannya
manusia, sebagaimana yang telah Allah terangkan dalam kitabNya dan sunnah
nabiNya. Halal dan thayyib juga harus berkonotasi terhadap ketaqwaan terhadap
Allah, serta harus dikonsumsi atau digunakan dengan cara yang telah disyariatkan
Allah.
Barang haram adalah barang yang kotor, bagi jasmani maupun bagi rohani.
Barang haram tidak hanya akan mengotori dan menyakiti tubuh fisik, tetapi juga
akan mengotori jiwa dan mempengaruhi akhlaq dan mendatangkan penyakit hati.
Sebab itu marilah kita senantiasa berusaha memperoleh hal-hal yang halal dan
menjauhi hal-hal yang haram. Wallahu alam bishowab.

C. Makanan dan Minuman yang halal dan haram


1.

Pengertian Halal

Kata

halal

berasal

dari

bahasa

Arab

()yang

berarti

disahkan,diizinkan,dan diperbolehkan. Pada prinsipnya semua makanan


dan minuman yang asd di dunia ini halal semua untuk dimakan dan
diminum kecuali ada larangan dari Allah yaitu yang terdapat dalam Al

Quran dan yang terdapat dalam hadist Nabi Muhammad SAW.Tiap benda
di permukaan bumi menurut hukum asalnya adalah halal kecuali kalau ada
larangan secara syari. Dalam sebuah hadist Rosulullah SAW pernah
ditanyapara sahabat tentang hukum minyak sapi (samin), keju, kulit
binatangbeserta bulunya untuk perhiasan maupun untuk tempat duduk.
2. Pengertian Haram
Kata haram berasal dari bahasa Arab ()yang berarti
larangan (dilarang oleh agama). Termasuk di antara keluasan dan
kemudahan dalam syariat Islam, Allah - Subhanahu wa Taalamenghalalkan semua makanan yang mengandung maslahat dan
manfaat, baik yang kembalinya kepada ruh maupun jasad,
baik

kepada individu maupun masyarakat. Demikian pula

sebaliknya

Allah

mengharamkan

semua

makanan

yang

memudhorotkan atau yang mudhorotnya lebih besar daripada


manfaatnya. Hal ini tidak lain untuk menjaga kesucian dan
kebaikan hati, akal, ruh, dan jasad, yang mana baik atau
buruknya keempat perkara ini sangat ditentukan - setelah
hidayah dari Allah- dengan makanan yang masuk ke dalam
tubuh manusia yang kemudian akan berubah menjadi darah
dan daging sebagai unsur penyusun hati dan jasadnya.
3. Jenis Makanan Dan Minuman Halal

Prinsip pertama yang ditetapkan Islam, pada asalnya : segala


sesuatu yang diciptakan Allah itu halal.tidak ada yang haram, kecuali
jika ada nash (dalil) yang shahih (tidak cacat periwayatannya) dan sharih
(jelas maknanya) yang mengharamkannya
Artinya : Dialah yang menciptakan untuk kalian segala sesuatu di bumi.
(Al-Baqarah:29)
Makanan yang enak dan lezat belum tentu baik untuk tubuh, dan
boleh jadi makanan

tersebut

berbahaya

bagi

kesehatan.

Selanjutnya makanan yang tidak halal bisa mengganggu kesehatan


rohani. Daging yang tumbuh dari makanan haram, akan dibakar di
hari kiamat dengan api neraka.
1. Makanan halal
a. Makanan halal dari segi jenis ada tiga :
(1) Berupa hewan yang ada di darat maupun

di laut, seperti

kelinci, ayam, kambing, sapi, burung, ikan.


(2) Berupa nabati (tumbuhan)

seperti padi, buah-buahan, sayur-

sayuran dan lain- lain.


(3) Berupa hasil bumi yang lain seperti garam semua.
b. Makanan yang halal dari cara memperolehnya perolehnya, yaitu :

1). Halal makanan dari hasil bekerja yang diperoleh dari usaha
yang lain seperti bekerja sebagai buruh, petani, pegawai, tukang,
sopir, dll.
2). Halal makanan dari mengemis yang diberikan secara ikhlas,
namun pekerjaan itu halal , tetapi dibenci Allah seperti pengamen.
3). Halal makanan dari hasil sedekah, zakat, infak, hadiah,
tasyakuran, walimah, warisan, wasiat, dll.
4). Halal makanan dari rampasan perang yaitu makanan yang
didapat dalam peperangan (ghoniyah).
2. Minuman Halal
Minuman yang halal pada dasarnya dapat dibagi menjadi 4 bagian :
1) Semua jenis aiar atau cairan yang tidak membahayakan bagi
kehidupan manusia, baik membahayakan dari segi jasmani, akal,
jiwa, maupun aqidah.
2) Air atau cairan yang tidak memabukkan walaupun sebelumnya
pernah memabukkan seperti arak yang berubah menjadi cuka.
3) Air atau cairan itu bukan berupa benda najis atau benda suci yang
terkena najis.
4) Air atau cairan yang suci itu didapatkan dengan cara-cara yang
halal yang tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam.

Makanan Dan Minuman Haram


4. Makanan dan Minuman Haram
Banyak terjadi salah sangka dari masyarakat bahwa menjari rezeki yang haram
saja sulit, apalagi yang halal. Hal itu malah memicu banyak kesalahapahaman
tentang halal dan haram suatu rezeki. Akhirnya, banyak masyarakat menghalalkan
segala cara untuk mencari rezeki, padahal belum tentu halal. Kita sebagai orang
bertaqwa hendaknya menghindari hal itu dengan banyak mempelajari Al Quran
dan Hadist tentang pengertian halal dan haram.
1). Makanan Yang Diharamkan
Haram artinya dilarang, jadi makanan yang haram adalah makanan yang
dilarang oleh syara untuk dimakan. Setiap makanan yang dilarang oleh syara
pasti ada bahayanya dan meninggalkan yang dilarang syara pasti ada faidahnya
dan mendapat pahala.
Haramnya makanan secara garis besar dapat dibagi dua macam :
a).Haram aini, ditinjau dari sifat benda seperti daging babi, darang, dan bangkai.
Haram karena sifat tersebut, ada tiga :
(1)
hewan seperti
(2)

Berupa hewani yaitu haramnya suatu makanan yang berasal dari


daging babi, anjing, ulat, buaya, darah hewan itu, nanah dll.
Berupa nabati (tumbuhan), yaitu haramnya suatu makanan yang

berasal dari tumbuhan seperti kecubung, ganja, buah, serta daun beracun.
Minuman buah aren,

candu, morfin, air tape yang telah bertuak berasalkan ubi,

anggur yang menjadi tuak dan jenis lainnya yang dimakan banyak kerugiannya.

(3)

Benda yang berasal dari perut bumi, apabila dimakan orang tersebut,

akan mati

atau membahayakan dirinya, seperti timah, gas bumi. Solar,

bensin, minyak tanah,

dan lainnya.

b). Haram sababi, ditinjau dari hasil usaha yang tidak dihalalkan olah agama.
Haram sababi banyak macamnya, yaitu :
1). Makanan haram yang diperoleh dari usaha dengan cara dhalim, seperti
mencuri,

korupsi, menipu, merampok, dll.

2). Makanan haram yang diperoleh dari hasil judi, undian harapan,
taruhan, menang

togel, dll.

3). Hasil haram karena menjual makanan dan minuman haram seperti
daging babi, , miras, kemudian dibelikan makanan dan minuman.
4). Hasil haram karena telah membungakan dengan riba, yaitu
menggandakan uang.
5). Hasil memakan harta anak yatim dengan boros / tidak benar.
2). Minuman Yang Diharamkan
1.

Semua minuman yang memabukkan atau apabila diminum

menimbulkan mudharat dan merusak badan, akal, jiwa, moral dan aqidah
seperti arak, khamar, dan sejenisnya.
Allah berfirman : Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.
Katakanlah: Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya. (QS. Al-Baqarah :
219)

Dalam ayat lain Allah berfirman : Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatanperbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-Maidah : 90)
Nabi SAW bersabda : Sesuatu yang memabukkan dalam keadaan banyak, maka
dalam keadaan sedikit juga tetap haram. (HR An-Nasai, Abu Dawud dan
Turmudzi).
2.

Minuman dari benda najis atau benda yang terkena najis.

3.

Minuman yang didapatkan dengan cara-cara yang tidak halan

atau yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Pada prinsipnya segala minuman apa saja halal untuk diminum selama
tidak ada ayat

Al Quran dan Hadist yang mengharamkannya. Bila haram,

namun masih dikonsumsi dan dilakukan, maka niscaya tidak barokah, malah
membuat penyakit di badan.
Minuman yang haram secara garis besar, yakni :
a). Berupa hewani yang haramnya suatu minuman dari hewan, seperti darah sapi,
darah kerbau, bahkan darah untuk obat seperti darah ular, darah anjing, dan lainlain.
b). Berupa nabati atau tumbuhan seperti tuak dari buah aren, candu, morfin, air
tape bertuak dari bahan ubi, anggur telah bertuak, dan lain sebagainya.
c). Berupa berasal dari perut bumi yaitu : haram diminum sepeti solar, bensin,
spiritus, dan lainnya yang membahayakan.

Anda mungkin juga menyukai