Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Segala puji bagi Allah SWT yang selalu memberikan
rahmat, taufik, serta hidayat-Nya.Sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu dengan judul
Ulumul Hadits.
Sholawat serta salam semoga tetap dilimpahkan pada Nabi
Muhammad SAW yang telah membimbing kita semua dari zaman
jahiliah menuju ke zaman yang terang benderang seperti
sekarang ini yaitu dibawah naungan agama Islam yang kita
cintai.
Dalam makalah ini penulis diberi tugas studi Ulumul Alquran untuk membahas Tafsir Al-quran dengan metode
Maudhui. Tak terlepas dalam proses belajar, penulisan ini masih
banyak kekurangan baik dari pendekatan penelitian, bahasa
penulisan, karna penulis menyadari masih dalam obyektifitas
batas kemampuan penulis yang banyak membutuhkan
penyempurnaan. Setiap manusia, menurut Al-Quran,
diperintahkan untuk berfikir ,menelaah ,serta memahami isi Alquran(QS. Muhammad:24danQS.Shad:29).

Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah


hati mereka terkunci?

[1]

Ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh


dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan
supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai
fikiran.
Upaya untuk memahami dan mengkaji isi kandungan AlQuran dikenal dengan empat bentuk metode tafsir, yaitu
metode tahliliy,metode ijmaly, metode muqoran, dan metode
mawdhui. Metode mawdhui merupakan metode relatif baru dan
mendapat perhatian khusus pada zaman sekarang .
Kata maudhui berasal dari bahasa arab yaitu maudhu
yang merupakan isim maful dari fiil madhi wadhaa yang berarti
meletakkan, menjadikan, mendustakan dan membuat-buat.1 Arti
maudhui yang dimaksud di sini ialah yang dibicarakan atau judul
atau topik atu sektor, sehingga tafsir maudhui berarti penjelasan
ayat-ayat

Alquran

yang

mengenai

satu

judul/topik/sektor

pembicaraan tertentu. Dan bukan maudhui yang berarti yang


didustakan atau dibuat-buat,seperti arti kata hadis maudhu yang
berarti hadis yangdidustakan/dipalsukan/dibuat-buat.2
Adapun

pengertian

tafsir

maudhui

(tematik)

ialah

mengumpulkan ayat-ayat al-quran yang mempunyai tujuan


1 Luia Maluf, Al Mun jid fr al-Lughah wa al-A lam, Dar al-Masyriq,
Beirut, 1987, hal. 905.
2 Abdul Djalal, Urgensi Tafsir Maudlini Pada Masa Kini, Kalam
Mulia, Jakarta, 1990, hal. 83-84.

[2]

yang satu yang bersama-sama membahas judul/topik/sektor


tertentu dan menertibkannya sedapat mungkin sesuai dengan
masa turunnya selaras dengan sebab-sebab turunnya, kemudian
memperhatikan

ayat-ayat

tersebut

dengan

penjelasan-

penjelasan, keterangan-keterangan dan hubungan-hubungannya


dengan ayat-ayat lain, kemudian mengistimbatkan hukumhukum.3
Menurut al-Sadr bahwa istilah tematik digunakan untuk
menerangkan ciri pertama bentuk tafsir ini, yaitu ia mulai dari
sebuah terma yang berasal dari kenyataan eksternal dan kembali
ke Alquran. la juga disebut sintesis karena merupakan upaya
menyatukan pengalaman manusia dengan alquran.4Namun ini
bukan

berarti

metode

ini

berusaha

untuk

memaksakan

pengalaman ini kepada Alquran dan menundukkan Alquran


kepadanya.Melainkan menyatukan keduanya di dalam komteks
suatu

pencarian

tunggal

yang

ditunjukkan

untuk

sebuah

pandangan Ialam mengenai suatu pengalaman manusia tertentu


atau suatu gagasan khusus yang dibawa oleh si mufassir ke
dalam konteks pencariannya. Bentuk tafsir ini disebut tematik
atas dasar keduanya, yaitu karena ia memilih sekelompok ayat
yang berhubungan dengan sebuah tema tunggal. Ia disebut
sistetis, atas dasar ciri kedua ini karena ia melakukan sintesa
terhadap ayat-ayat berikut artinya ke dalam sebuah pandangan
yang tersusun.

3 Farmawi al, Abd al-Hayy, Mu jam al-Alfaz wa al-alam alOuraniyah, Dar al-`ulum, Kairo, 1968, hal. 52.
4 Sadr at, Muhammad Baqir, Pendekaian Temalik Terhadap
Tafsir AI-Quran , dalam Ulumul Quan, Vol I, No. 4,
1990, hal.
34.

[3]

Menurut al Farmawi bahwa dalam membahas suatu tema,


diharuskan untuk mengumpulkan seluruh ayat yang menyangkut
terma itu.Namun demikian, bila hal itu sulit dilakukan, dipandang
memadai

dengan

menyeleksi

ayat-ayat

yang

mewakili

(representatif).5
Dari beberapa gambaran di atas dapat dirumuskan bahwa
tafsir maudhui ialah upaya menafsirkan ayat-ayat Alquran
mengenai suatu terma tertentu, dengan mengumpulkam semua
ayat

atau

sejumlah

ayat

yang

dapat

mewakili

dan

menjelaskannya sebagai suatu kesatuan untuk memperoleh


jawaban atau pandangan Alquran secara utuh tentang terma
tertentu, dengan memperhatikan tertib turunnya masing-masing
ayat dan sesuai dengan asbabun nuzul kalau perlu.
B. Rumusan Masalah

a. Apa makna surat al baqarah ayat : 228 231 secara lafdzi?


b. Bagaimana azbabun nuzul surat al baqarah ayat : 228
231?
c. Apa makna secara ijmali surat al baqarah ayat : 228 231?
d. Bagaiman hukum hukumnya?
e. Apa hikmah diturunkan ayat tersebut?

5Farmawi al, Abd al-Hayy, AI-Bidayah.f al-Tafsir al-Maudhui,


Matbaah al-Hadarah al`Arabiyah, Kairo, 1977, hal. 62.

[4]

BAB II
PEMBAHASAN
A. Asbabun Nuzul Surat AL- Baqarah ayat 228-231

Menurut At Thurmudzi Al Hakim, siti Aisyah


menerangkan bahwa dahulu orang laki-laki boleh mentalak
istrinya dengan semaunya. Sedangkan perempuan yang
ditalak tersebut tetap istrinya jika dirujuk diwaktu
iddah.Walaupun dia ditalak sampai seratus kali. Sampai
orang laki-laki bertanya kepada istrinya: Demi Allah saya
tidak akan mentalak engkau lagi. Tolonglah carikan
keterangan dan saya tidak akan mendekatimu untuk
selamanya. Istrinya bertanya: Bagaimana itu? suami:
saya telah berkali-kali menealak engkau tapi setiap kali
akan habis masa iddahmu, saya rujuk padamu. Maka
pergilah perempuan itu kepada Rosulullah. Beliau tidak
menjawab sampai akhirnya turun ayat Al Baqarah :229.6
Ditakhrij oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas r.a, berkata:
ada seorang laki-laki yang menceraikan istrinya kemudian
merujuknya sebelum habis masa iddahnya kemudian
menalaknya lagi. Dia melakukan hal tersebut dengan
maksud menyakiti dan mempersulit istrinya sehingga
turunlah ayat 231 dari QS. Albaqarah.7
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Tirmidzi, dari
maqil bin yasar ra. Seesungguhnya saudaranya dilamar
oleh seorang laki-laki dari kaum muslim dihadapan
6 Bachtiar effendi, hikmah wahyu ilahi, hal.119
7Terjemah Tafsir ayat ahkam Ash Shabuni, Hamdi Muammal.
Hal.224

[5]

Rosulullah SAW, kemudian dinikahkannya dengan


saudarnya. Selang beberapa waktu ia menceraikannya dan
tidak merujuknya sampai masa iddahnya habis. Tetapi ia
masih mencintai mantan istrinya begitupun istrinya masih
mencintainya. Kemudian ia melamar kembali mantan
istrinya. Maqil berkata kepadanya: hai laknat! Aku
muliakan engkau karenanya, aku kawinkan kau dengannya
dan kamu menceraikannya. Demi Allah dia tidak akan
kembali kepadamu selamaya. Rosul berkata:
sesungguhnya Allah mengetahui keinginannya kepada
istrinya dan keinginan istri kepada suaminya. Kemudian
turun QS. A Baqarah ayat 232. Setelah itu maqil
mengawinkannya karena taat kepada Tuhannya.
Diriwayatkan, bahwa orang orang jahiliyah tidak
mempunyai bilanagan talak.Mereka mentalak istrinya
dengan sesuka hati.Jika masa iddah wanita itu sudah
hampir habis, dirujuknya. Dizaman Nabi SAW.sendiri sudah
pernah terjadi seorang suami yang sengaja hendak
mentalak istrinya dengan mengatakan pada istrinya itu:
akau tidak akan tidur bersamamutetapai aku juga tidak
akan membiarkan kamu lepas. Wanita itu kemudian
bertanya? Apa maksudmu? Ia menjawab, engkau ku talak,
tetapi kalau masa iddah hampir habis, engakau kurujuk.
Begitulah, kemudian wanita itu melaporkan kepada Nabi
SAW. Maka turunlah surat al-baqarah ayat 229.8
Ibnu jarir meriwayatkan dari jalan Ibnu Abbas r.a., ia
berkata: pernah terjadi seorang suami mentalak istrinya,
kemudian merujuk sebelum masa iddahnya habis,
kemudian ditalak lagi. Ia berbuat demikian dengan maksud
8Ibid.223-224

[6]

hendak menyusahkan istrinya dan menghalang halangi istri


itu. Begitulah lalu Allah menurunkan ayat 231 ini.9
Imam Bukhari dan Tirmidzi meriwayatkan dari jalan
Maqil bin Yasar r.a., bahwa dia pernah mengawinkan
saudara perempuannya dengan seorang laki laki,
padahal perempuan itu sebagaimana layaknya perempuan
perempuan lainnya. Lalu dia ditalak sekali, dan tidak
dirujukinya sampai hampir habis masa iddahnya.Dia masih
suka pada istrinya itu dan begitu juga dengan
istrinya.Kemudian dia dipinang lagi. Maka ketika itu Maqil
berkata kepadanya: kurang ajar! Sudah kuhormat engkau,
dan kukawinkan saudaraku denganmu, tetapi kemudian
engkau cerai dia. Demi Allah dia tidak akan kembali
kepadamu untuk selama-lamanya. Begitulah, oleh karena
Allah mengetahui hajat suami kepada istrinya dan hajat
istri kepada suaminya, maka Allah menurunkan ayat 232.
Setelah Maqil mendengar ayat tersebut dai Nabi SAW.,
sontak ia mengatakan: sungguh kudengarkan kalam
tuhanku itu dan kutaati. Lalu laki laki itu dipanggilnya,
seraya mengatakan: kukawinkan engkau dan kuhormati
engkau.10
B. MAKNA IJMALI

Makna ijmali dari surat al baqorah ayat 228


Setelah menjelaskan perihal orang yang melakukan
ilapada ayat-ayat yang telah lalu, di mana ia di
perbolehkan menggauli istrinya kembali atau bertekad dan
berniat mentalaknya dengan menjauhinya dan tidak
9Ibid.hal 224
10Tafsir ayat ahkam Ash Shabuni, Hamdi Muammal. Hal.224

[7]

menggaulinnya, pada ayat ini allah menjelaskan tentang


masalah hukum-hukum sebagai kelanjutan pembahasan
ayat ayat yang telah lalu.11
PENJELASANNYA

Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri


(menunggu) tiga kali quru'.
Wanita-wanita yang telah di talak dan sudah
mengalami haid bukan wanita yang sudah putus haidnya
dan bukan wanita di bawah umur yang belum pernah
mengalami haid mereka harus menunggu tiga kali haidh
sejak talak jatuhnya untuk bisa kawin lagi.Hikmah yang
terkandung dalam perintah ini ialah, untuk mengetahui
bahwa mereka tidak dalam keadaan hamil (dengan
suaminya terdahulu).12
Dalam firman Allah ()
terkandung isyarat yang menyatakan bahwa wanita yang
berada dalam masa iddah wajib mengekang keinginannya
untuk menikah lagi dan menahan nafsu syahwatnya
sampai berakhir masa tersebut. Dan dalam masa ini
mereka di agungkan dan di mulyakan, sehingga wali wali
mereka tidak boleh memerintah mereka untuk kawin lagi
dengan cara terang terangan.13

11Tafsir al maraghi. Ahmad Musthafa hal. 306


12Ibid hal 306

[8]

Sedangkan makna ijmali dari surat Al baqoroh ayat 229


230 adalah:
Talak pada zaman jahiliyah.
Orang-orang Arab pada zaman jahiliyah sudah
mengenal talak iddah dan ruju dalam masa iddah. Tetapi,
talak pada masa itu tidak mempunyai batasan dan juga
dan tidak ada bilangannya .apabila talak tersebut di
sebabkan kemarahan atau pertengkaran, maka seorang
suami dapat kembali pada istrinya dan kehidupan rumah
tangga seperti biasanya. Dan apabila talak tersebut di
maksutkan untuk menyakiti istrinya, maka ia akan kembali
kepada istrinya sebelum habis mas iddah dan siap untuk
menjatuhkan talak yang baru, demikianlah seterusnya.
Sehingga keadaan kaum wanita pada masa itu tidak lebih
sebagai barang mainan seorang laki-laki. Mereka akan
mentalak istri-istri mereka kapan saja mereka suka.14
Kemudian Islam datang memperbaiki urusan
kemasyarakatan mereka dalam masalah perkawinan, talak
dan ruju15
Imam turmudzi dan hakim mengeluarkan sebuah
riwayat dan siti aisyah yang mengatakan. pernah terjadi
lelaki mentalak istrinya kapan saja ia suka. Ia masih tetap
menjadi istrinya kapan saja suaminya kembali kepadanya
dalam masa iddah sekalipun ia mentalaknya seratus kali
atau lebih. Sampai lelaki tadi berkata kepadanya Demi
13Ibid hal.307
14Ibid hal 316.
15ibid

[9]

Allah aku tidak akan mentalak kamu, tapi menyingkirlah


dari saya dan aku tidak menaungi kamu selamanya.
Istrinya berkata, Bagaimana bisa begitu ?.suaminya
melanjutkan perkataanya , saya mentalakmu, tetapi
begitu iddahmu hampir habis saya ruju kepadamu,
demikianlah seterusnya.16
Kemudian Allah menurunkan ayat ini:

Sesunggunya tathliq syari yang telah ditetapkan


oleh Allah dalam masalah talak ini dan masih berada dalam
kekuasaan suami, ialah dua kali talak.pada setiap talak dari
dua kali talak ini seorang suami tetap boleh memlihara
istrinya dalam kekuasaannya, kemudian bisa kembali lagi.
Adapun menjatuhkan talak dua kali atau tiga kali sekaligus,
haram hukumnya sebagai mana pendapat sebagian para
ulama. Diantara mereka adalah Umar. Utsman, Ali,
Abdullah Ibnu Masud, dan Abu Musa al asyari.17
Adapun talak yang masih diperbolehkan untuk
kembali pada istrinya hanyalah talak yang dilakukan dua
kali saja. Jika talak dijatuhkan untuk yang ketiga kalinya,
maka suami tidak diperbolehkan untuk rujuk kecuali
istrinya sudah kawin lagi dengan orang lain.18

16ibid
17Ibid hal. 317.
18Ibid hal.317

[10]

Tidak ada pilahan lagi bagi kalian setelah dua kali


talak, kecuali memilih satu dari dua kemungkinan, yaitu
tetap memegangnya atau mentalaknya dengan baik.
Kemudian firman Allah sebagi lanjutannya:

Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang


kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya
hingga dia kawin dengan suami yang lain.
Apabila seorang suami memilih melepaskan istrinya,
maka jatuh talaknya sebagai talak bain, dan tidak boleh
dikawin lagi oleh bekas suaminya kecuali jika ia pernah
kawin dengan orang lain dan sudah di campuri.19
Makna ijmali dari surat albaqarah ayat 231
Pada ayat ayat yang telah lalu, allah telah
menjelaskan masalah talak yang telah di akui oleh syariat
beserta iddahnya melalui firmannyaAth-Thalaqu marratani
fa imsakun bimarufn, au tasri-hun bi ihsanin, yang pada
asalnya talak ini tidak memakai imbalan sebagai mana
yang difirmakan oleh nya. Wa la ya hillu lakum an
takhuduzu mimma at taytumuhunna syaian,kemudian
diperbolehkan mengambil pengganti dengan syarat yang
dijelaskan oleh firmannya berikut ini, fain khiftum alla
yuqima hududa l-lah fala junaha alaiha fyma ftadat bihi.20
19Ibid hal 318
20Ibid hal 330

[11]

Pada ayat selanjutnya, allah menjelaskan kewajiban


yang harus dilaksanakan dalam memperlakukan wanitawanita yang di talaq. Dan pada ayat ini allah melarang
seseorang melakukan kebalikannya, serta mengancam
siapapun yang melakukannya. Selanjutnya, allah
menjelaskan hikmah dan maslahat yang terkandung dalam
menjalankan perintah-perintah nya serta dalam
meninggalkan larangan-larangan nya.21

C. Al hukmu As syari22

Dimakruhkan menjatuhkan talak ketika hubungan


pergaulan suami istri sedang rukun, damai, dan
tentram.Demikian menurut kesepakatan para
ulama.Namun, Hanafi yang mengharamkannya.
Dalam hal yang menjatuhkan talak laki-laki atau
perempuan menurut Maliki, SyafiI, dan Hambali
mengatakan bahwa yang menjatuhkan talak adalah lakilaki, sedangkan Hanafi berpendapat yang menjatuhkan
talak adalah perempuan. Adapun bentuknya, menurut
pendapat jamaah, adalah bagi laki-laki merdeka
mempunyai tiga talak, sedangkan bagi budak dua kali
talak. Hanafi berpendapat perempuan merdeka
mempunyai tiga talak, sedangkan budak perempuan
mempunyai dua kali talak, baik suaminya seorang yang
merdeka maupun budak.

21Ibid.
22 Syaikh al-Allamah Muhammad bin Abdurrahman adDimasyqi,Fikih empat madzhab, Hasyim Press, hlm. 366-367

[12]

Seseorang mentalak istrinya dengan suatu sifat,


seperti seseorang berkata, Jika kamu memasuki rumah itu
maka tertalak. Kemudian ia menceraikan istrinya, padahal
istrinya tidak melanggar taliq tersebut dalam keadaan
sudah diceraikan. Lalu, suaminya menikahinya lagi, dan
istri tersebut memasuki rumah yang pernah dijadikan taliq
talak oloeh suaminya.Dalam hal ini, jika talak tersebut
bukan talak tiga maka taliq nya tidak berlaku
lagi.Demikian menurut Hanafi dan Maliki.
Sementara itu, SyafiI mempunyai tiga pendapat:
pertama, seperti pendapat Hanafi, Kedua, jika talak
tersebut adalah talak tiga maka taliq tersebut tidak ada
gunanya. Ketiga, jika talak tersebut adalah talak bain,
kemudian suaminya menikahinya lagi dan lalu
menyetubuhinya maka taliq nya yang dahulu tidak berlaku
lagi.Inilah pendapat yang paling shahih dari Syafii.
Hambali berpendapat taliq talak itu tidak berlaku,
baik istri sudah terlepas dengan talak tiga maupun dengan
kurang dari talak tiga.Adapun jika perempuan tersebut
memasuki rumah itu dalam keadaan telah ditalak maka
tidak berulang taliq atau sumpah tersebut.Demikian
menurut pendapat Hanafi, SyafiI, dan Maliki.Hambali
berpendapat taliq tersebut tetap berulang dengan
berulangnya pernikahan.
Para imam mazhab sepakat bahwa talak yang
dijatuhkan pada masa haid setelah disetubuhi atau pada
masa suci setelah disetubuhi hukumnya adalah haram,
tetapi talaknya tetap sah.Demikian pula, mengumpulkan
tiga talak sekaligus dengan sekali ucapan hukumnya
adalah haram, tetapi talaknya tetap sah.

[13]

Imam SyafiI mengatakan bahwa teman-teman kami


berselisih pendapat dalam masalah khulu. Telah
menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Amr ibnu Dinar,
dari Tawus, dari Ibnu Abbas mengenai massalah seorang
lelaki yang menceraikan istrinya dua kali talak, sesudah itu
istri meminta khulu darinya. Imam syafiimengatakan,
telah menceritakan pula kepada kami Sufyan, dari Amr,
dari Ikrimah yang mengatakan bahw asegala sesuatu yang
diperbolehkan melalui imbalan harta bukan talak namanya.
Mazhab Hanafi mengatakan, Manakala Mukhali
berniat dengan khulunya itu menjatuhkan sekali talak atau
dua kali atau mutlaknya, maka yang terjadi adalah talak
satu bainah.Jika pihak suami berniat menjatuhkan tiga
talak, maka yang jatuh adalah tiga talak.
Imam syafiI mempunyai pendapat lain dalam
masalah khulu, yaitu manakala khulu terjadi bukan
dengan lafaz talak dan lagi tidak ada bayyinah
(bukti/saksi), maka hal tersebut bukan dinamakan sebagai
suatu masalah sama sekali.
Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam SyafiI, Imam
Ahmad, Ishaq ibnu Rahawiyah dalam salah satu riwayat
darinya yang terkenal mengatakan, wanita yang meminta
khulu mempunyai iddah sama dengan iddah wanita yang
ditalak, yaitu tiga quru jika ia termasuk wanita yang
berhaid.
Adapun dasar hukum perempuan yang ditalak tiga
kali quru sebagai berikut, Perempuan yang dimaksud ialah
:yang sudah sudah pernah dicampuri dan tidak dalam

[14]

keadaan hamil. Sebab perempuan yang belum pernah


dicampuri tidak ada iddahnya, sebagaimana firman Allah:23



Artinya Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
menikahi perempuan- perempuan yang beriman, Kemudian
kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya
Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu
yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah
mereka mut'ah24 dan lepaskanlah mereka itu dengan cara
yang sebaik- baiknya.(QS.Al-Ahzab : 49)
Sedang iddah perempuan yang hamil, ialah sampai
melahirkan, sebagaimana firman Allah:







23Terjemah Tafsir Ayat Ahkam ash-shabuni. Muaammal hamidy.
Hal 228
24yang dimaksud dengan mut'ah di sini pemberian untuk menyenangkan hati
isteri yang diceraikan sebelum dicampuri.

[15]








ArtinyaTempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu
bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah
kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati)
mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq)
itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka
nafkahnya hingga mereka bersalin, Kemudian jika mereka
menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah
kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di
antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu
menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh
menyusukan (anak itu) untuknya.(QS. At-Thalaq : 6).
Adapun perempuan yang tidak pernah haid atau yang
memang sudah putus dari haid, iddahnya tiga bulan, sebagaiman
firman Allah:








[16]




ArtinyaDan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi
(monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika
kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa
iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula)
perempuan-perempuan yang tidak haid. dan perempuanperempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah
sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang
-siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah
menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.(QS.
At-Thalaq : 4).
Ini semua sebagai takhshish (pengecualian) dari ayat
diatas.Jadi iddah tiga kali quru yang dimaksud ialah bagi
perempuan yang sudah bukan anak-anak, bukan yang sudah
putus dari haid dan bukan dalam keadaan hamil.

Maksud kata Quru25


Quru; menurut bahasa berarti haid atau suci.Tetapi para
ulama fiqih berbeda pendapat mengenai pengertian quru.
Dimana terdapat dua pendapat :
a. Imam Malik dan SyafiI berpendapat bahwa yang dimaksud
quru diatas ialah suci. Pendapat ini juga yang diriwayatkan
dari Ibnu Umar, Aisyah, Zaid bin Tsabit dan juga salah satu
dari dua pendapat Imam Ahmad.

25Terjemah Tafsir Ahkam ash shabuni. Muammal. Hal 228.

[17]

b. Abu

Hanifah

dan

Ahmad

mengatakan

bahwa,

yang

dimaksud quru diatas ialah haid. Dan ini pula yang


diriwayatkan dari Umar, Ibnu Masud, Abu Musa, Abu
Darda, dan lain-lain.
Alasan-Alasan26
1. Alasan Imam Malik dan Syafii
a. Adanya ta dalam kata bilangan tslatsata quru yang
menunjukkan bahwa itu mudzakar. Sedang kata quru
dalam arti mudzakar adalah suci.
b. Diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata :


Tahukah kamu, apakah aqra itu?Aqra ialah suci.
Imam Syafii mengatakan bahwa perempuan dalam hal ini
lebih tahu.Sebab peristiwa itu hanya terjadi pada diri perempuan.
c. Firman Allah mengatakan Talaklah mereka itu untuk
menghadapi iddah mereka (QS. At-Thalaq : 1), dimana
sudah jelas, bahwa talak di waktu haid itu dilarang. Maka
yang dimaksud ayat ini yaitu talak mereka dalam keadaan
suci. Jadi quru yang dimaksud dalam ayat diatas adalah
suci.27
2. Alasan Imam Hanifah dan Ahmad28
a. Iddah

itu

ditetapkan

gunanya

untuk

mengetahui

kebersihan rahim. Sedang untuk mengetahui kebersihan


rahim ialah haid. Imam Ahmad mengatakan Dulu aku
26Ibid hal.228
27Ibid hal 229
28Ibid

[18]

berpendapat, quru itu

berarti

suci.

Tetapi

kini aku

berpendapat quru ialah haid.


b. Sabda Nabi SAW, kepada Fatimah binti Abi Hubaisy


Tinggalkanlah sholatmu pada hari-hari haidmu (HR.
Daruquthni)
c. Sabda Nabi SAW, yang mengatakan :

Perempuan hamil tidak dicampuri hingga ia melahirkan


dan jariyah tidak (boleh dicampuri), hingga ia haid satu kali.
Para ulama fiqih sepakat, bahwa istibra untuk hamba
sahaya itu satu kali haid.Begitu jugalah halnya iddah ini adalah
juga haid, karena haid itulah satu-satunya motif untuk
kebersihan rahim.29
d. Allah menetapkan iddah bulan bagi perempuan yang sudah
tidak haid atau yang memang tidak pernah haid, sebagai
gantiiddah haid (QS. At-Thalaq :4). Ini jelas menunjukan
bahwa iddah itu dinilai dengan haid, bukan dengan suci.
Dan inilah dalai yang dinilai paling kuat oleh golongan
Hanafiyah.
e. Jika iddah itu kita hitung dengan haid, maka kemungkinan
besar akan terjadi terpenuhinya tiga kali quru itu secra
sempurna Sebab perempuan yang ditalak itu hanya bisa
keluar dari iddah dengan hilangnya haid yang ketiga itu.
Berbeda dengan hitungan suci, maka akan terjadi iddah itu
hanya berlaku pada dua kali suci, ditambah dengan
sebagian suci, jika perempuan itu di talak di akhir suci.

29Ibid.230

[19]

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Al Quran Ayat 228-231 suarah Al Baqarah menjelaskan


tentang talak sebagai hak seorang laki-laki kepada perempuan.
Talak terbagi menjadi talak raji dan bain. Adapun talak raji
adalah talak yang dapat dirujuk kembali yang mana telah
diterangkan pada QS. Al Baqarah;228 bahwa talak yang boleh
dirujuk hanya dua kali dengan artian jika sudah tertalak tiga kali
maka tidak bisa dirujuk kembali. Jika seorang istri mendapatkan
talak raji maka istri tersebut memasuki masa iddah yakni
selama 3 kali suci (menurut imam maliki dan syafii) atau selama
3 kali haid (imam ahmad dan imam hanafi). Pada masa iddah
suami boleh merujuk atau menceraikan istrinya dengan cara
yang baik. Jika masa iddah sudah selesai maka istri tidak bisa
dirujuk kembali kecuali sudah menikah dengan laki-laki lain.

[20]

DAFTAR PUSTAKA
Al-maraghi, ahmad musthafa. 1984. Terjemah Tafsir Al Maraghi.
Semarang: Toha Putra
Hamidy, Muammal dan Imron A.Manan. 2008. Terjemah Ayat
Ahkam Ash Shabuni. Surabaya: Bina Ilmu
Ash Shabuni, Muhammad Ali. Tafsir Ayat Ahkam Minal Quran.

[21]

MAKALAH
TAFSIR AYAT HUKUM PERDATA
Thalaq
Dosen Pengampu : Zainal Arifin, S.Ag, M.Hi

Di Susun Oleh :

NAMA : SAPARUDDIN
NIM

: 1221000091

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


MAARIF JAMBI
2014

[22]

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat serta ridho
yang telah dianugrahkan kepada penulis, sehingga makalah ini dapat
terselesaikan juga. Shalawat serta salam kita panjatkan kepada junjungan
kita Nabi besar Muhammad SAW, yang telah memberikan petunjuk bagi
kebenaran iman, ilmu dan amal untuk sekalian umatnya, sehingga
berbahagialah mereka yang sadar dan ikhlas mengikutinya.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu penulis dalam upaya menyelesaikan makalah.
Penulis menyadarai bahwa penyusunan makalah ini sangat sederhana,
dalam arti terlalu jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk penulis di harapkan demi kesempurnaan
selanjutnya.

[23]

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
................................................................................................................
................................................................................................................
1
B. Rumusan Masalah
................................................................................................................
................................................................................................................
3
BAB II PEMBAHASAN
A. Asbabun Nuzul Surat AL- Baqarah ayat 228-231
................................................................................................................
................................................................................................................
4
B. Makna Ijmali

................................................................................................................
................................................................................................................
6

C. Al hukmu As syari
................................................................................................
................................................................................................
10

BAB IIIPENUTUP
A. Kesimpulan
................................................................................................................
................................................................................................................
16

DAFTAR PUSTAKA

[24]

[25]

Anda mungkin juga menyukai