Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pensyariatan Nikah
Agama Islam adalah agama yang tidak pernah bertentangan dengan
sesuatu hal yang bersifat alami. Oleh karena itu syariat Islam akan senantiasa
selaras dengan fitrah manusia normal. Dan diatara bukti keselarasan tersebut
disyariatkannya pernikahan. Yang demikian itu karena manusia diciptakan
didunia ini dalam keadaan memiliki kebutuhan biologis, kebutuhan akan makan,
minum, tidur, dan kebutuhan seksual dst. Berbagai kebutuhan biologis manusia
normal ini tidaklah pernah dihapuskan atau dilalaikan dalam islam, akan tetapi
diatur sedemikian rupa sehingga tidak bertentangan dengan tujuan utama
diciptakannya manusia di dunia ini, yaitu beribadah kepada Allah. Bahkan
pemenuhan terhadap berbagai kebutuhan tersebut menjadi bagian dari ketaatan
kepada Allah Taala dan rasul-Nya.
Dan dalam kaitannya dengan permasalahan yang menjadi tema
pembicaraan kita, syariat islam mengajarkan agar umatnya menjadikan
pernikahan sebagai sarana pelampiasan terhadap kebutuhan biologis seksual
dengan cara-cara yang baik. Sehingga bila kebutuhan biologis ini dapat terpenuhi,
maka seseorang -dengan izin Allah- akan dapat menjaga dirinya dari perbuatan
yang melanggar syariat.
Suatu hal yang lazim terjadi dari pernikahan adalah dilahirkannya
keturunan yang diatas punggung merekalah terletak tanggung jawab perjuangan,
dakwah, pembelaan terhadap negara dan agama. Sebab dengan jumlah ummat
yang banyak, maka kekuatan ummat islam akan bertambah, baik kekuatan militer,
ekonomi, dan lain-lain.

BAB II
PEMBAHASAN
Tafsir Ayat-Ayat Tentang Perkawinan ( Munakahat )
A. Al-Quran Surat Al-Baqarah Ayat 221 ( Tentang Larangan Menikah dengan
Wanita Musyrik )




Artinya : Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu'min lebih baik dari wanita
musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan
orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min) sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min lebih baik dari orang musyrik,
walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah
mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka
mengambil pelajaran ( Al-baqarah 221 ).
Tafsirnya:

( Janganlah kamu nikahi), Jumhur membacanya dengan fathah pada

Huruf Ta, sedangkanb bacaan yang janggal dengan harakat dhammah, ada yang
2

mengatakan bahwa artinya seolah-olah yang menikahi itu menikahi si wanita dengan
dinikahkan oleh dirinya sendiri. Ayat ini melarang menikahi wanita-wanita musyrik.
Para ulama berbeda pendapat mengenai ayat ini, Jumhur (mayoritas ulama)
berpendapat bahwa di dalam ayat ini Allah mengharamkan menikahi wanita-wanita
musyrik dan wanita-wanita ahli kitab termasuk di dalamnya, sedangkan sebagian kecil
lainnya mengatakan tidak termasuk ahli kitab.Namun kesimpulannya berdasarkan
Jumhur (mayoritas ulama)

( sesungguhnya wanita budak yang mukmin )yakni budak perempuan

yang beriman,ada juga yang mengatakan yang dimaksud dengan ammatun (wanita
budak) disini adalah wanita merdeka, karena semua manusia hamba Allah. Pendapat
pertama lebih mengena, karena berdasarkan riwayat yang akan dikemukakan nanti,
bahwa konotasi lafadznya menunjukkan demikian, disamping pemaknaan lebih
mendalam, karena diutamakannya hamba sahaya perempuan yang beriman daripada
wanita merdeka yang musyrik.

( Walaupun dia menarik hatimu), yakni walaupun wanita musyrik


itu lebih menarik hatimu karena factor kecantikan, harta atau status sosialnya. Kalimat ini
adalah jumlah haliyah (menerangkan keadaan).

( Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik ), yakni

janganlah kalian menikahkan mereka dengan wanita-wanita yang beriman, )


( sebelum mereka beriman).Al-qrthubi berkata Ummat islam telah sependapat, bahwa
laki-laki musyrik tidak boleh menggauli wanita beriman dengan cara apapun, karena hal
ini berarti menodai islam.
Para ahli qiraat sependapat men-dhammah-kan huruf ta pada kalimat
(kamu nikahkan).

( Sesungguhnya budak yang mukmin) pembahasannya sama dengan


( sesungguhnya budak wanita).
pembahasan tentang firman-Nya :
( mereka) adalah isyarat yang menunjukkan kepada laki-laki musyrik dan
para wanita musyrik. ( ) mengajak ke neraka), yakni mengajak ke

( ) Sedangkan
perbuatan-perbuatan yang mengharuskan masuk neraka.
3

Allah mengajak ke surga ) ada yang mengatakan, bahwa para wali Allah itu adalah orang
yang beriman yang mengajak ke surga.

( dengan izin-Nya) yakni : dengan perintah-Nya. Demikian dikatakan oleh


Az-Zujaj, ada juga yang mengatakan, bahwa maksudnya adalah dengan dimudahkan-Nya
dan atas petunjuk-Nya. Demikian menurut penulis Al-Kasysyaf. 1
B. Al-quran Surat Al-Baqarah Ayat 228 ( Tentang Iddah Wanita )


Artinya : Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali
quru' . Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam
rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suamisuaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para
suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang
dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami,
mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya . Dan Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. ( Al-Baqarah : 228 )
Tafsir :
1 Al Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, Tafsir Fathul Qadir,
(Jakarta ; Pustaka Azzam,2008) terj hal. 862 - 865
4

Firman-Nya (

) wanita-wanita yang ditalak, keumumannya

mencakup juga isteri yang diceraikan sebelum digauli, kemudian dikhususkan oleh
firman-Nya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka iddah bagimu yang kamu minta
menyempurnakannya(Qs.Ahzaab : 49). Maka diterapkan yang umum dengan
mengecualikan yang dikhususkan, yaitu isteri yang dicerai sebelum digauli, dan juga
isteri yang sedang hamil yang dikhususkan dengan firman-Nya

Dan perempuan-

perempuan yang hamil maka mereka ialah sampai melahirkan kandungannya(At-Thalaq


:65)
Quru adalah jamak dari Qarun dengan memathahkan Qaf, mengenai hal ini ada
dua pendapat ulama; ada yang mengatakan suci dan adapula yang mengatakan haid, ini
mengenai wanita yang telah dicampuri.
Sebab perbedaan pendapat adalah karena quru memiliki dua arti ( musytarakah ).
Sebagaimana dalam gramatika bahasa arab, apabila bilangan muannats maka
pembilangnya

mudzakkar,

sebaliknya

apabila

bilangannya

mudzakkar

maka,

pembilangnya muannats.
Sebagian ulama berpendapat bahwa :
Quru adalah Muzakkar, sedangkan artinya adalah muannats yaitu haid, adapun
ta dalam lafadh Tsalasah hanya untuk menjaga susunan lafazh (Muraat Al-lafazh).
Ada juga yang berpendapat mengatakan apabila lafazh mudzakkar artinya
muaannats, maka tidak perlu ta dalam bilangannya, Akan tetapi boleh untuk muraat allafazh 2
Adapun wanita yang belum dicampuri, maka tidak ada iddahnya berdasarkan
firman Allah Maka mereka tidak mempunyai iddah bagimu, juga bukan wanita yang
berhenti haidnya, atau anak-anak yang masih di bawah umur, karena bagi mereka
iddahnya selama tiga bulan, mengenai wanita-wanita yang hamil, maka iddahnya sampai
mereka melahirkan kandungannya, Sebagaimana yang tercantum dalam surat At-Thalaq,
Sedangkan wanita-wanita yang Budak sebagaimana yang menurut Sunnah yaitu 2 kali
quru.



2 Syaikh Asy-Syanqithi,Tafsir Adhwaul Bayan,( Jakarta ; Pustaka
Azzam,2006)pnj.Fachrurrazi, 341 -342
5

Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para
suami) menghendaki ishlah
Selama mereka dan bukan untuk menyusahkan isteri, ini merupakan dorongan
bagi orang yang berniat mengadakan perbaikan, bukan merupakan syarat bagi
diperbolehkannya ruju, ini mengenai talak raji dan memang tidak ada yang lebih utama
daripada suami, karena sewaktu masih dalam keadaan iddah, tidak ada hak bagi orang
lain untuk mengawini isterinya.3


Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara
yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada
isterinya
Maksudnya ialah, bahwa hak dan kewajiban kedua belah pihak, pengaturannya
diserahkan kepada norma-norma, tata cara dan kebiasaan yang berlaku pada suatu
masyarakat dalam bermuamalah, Jika suami meminta sesuatu dari isterinya, ia pun harus
mengingat bahwa ia mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi terhadap isterinya. Oleh
karena itu ada suatu riwayat yang menceritakan bahwa sahabat Abdullah bin Abbas
pernah mengatakan Saya berhias demi isteri saya, sebagaimana ia berhias untuk saya
karena adanya ayat ini
Yang dimaksud dengan persamaan hak disini adalah bahwa antara keduanya saling
member dan saling mencukupi.4
C. Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 232

3 Imam Jalaluddin Al-Mahalli, dkk,Tafsir Jalalain,( Bandung ; Sinar Baru Algesindo,


2004). Hal. 112
4 Ahmad Mustafa Al-Maraghi,Tafsir Al-Maraghi.,( Semarang;CV Toha Putra,1992 ) pnj.
Drs Anwar Rasyidi,dkk,cet 2. Hal. 286
6


Artinya : Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, maka
janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal
suaminya , apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara
yang ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di
antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan
lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
Tafsir :
Khithab pada ayat ini dengan redaksi ; ( ) apabila kamu menceraikan

) Maka janganlah kamu( para wali) menghalangi


dan dengan redaksi :(
merekabisa ditujukan kepada para suami, sehingga makna al-adhl (menghalangi) yang
mereka lakukan adalah menghalangi mantan isteri untuk menikah de ngan laki-laki yang
mereka kehendaki setelah habisnya masa iddah, hal ini disebabkan oleh fanatisme
jahiliyah sebagaimana banyak dilakukan oleh sejumlah pemimpin dan penguasa karena
cemburu bila para wanita yang pernah menjadi isteri mereka diperisteri oleh orang lain.
Demikian itu karena setelah mereka meraih tabuk kepemimpinan duniawi, mereka
dilanda dengan keangkuhan dan keseombongan, mereka mengkhayal sekan-akan mereka
telah keluar dari batas jenis manusia, kecuali orang-orang yang dilindungi Allah dengan
keshahihan dan kerendahan hati. Bila juga khitab ini ditujukan kepada para wali,
sehingga makna penyandaran talak kepada mereka adalah, kerena mereka yang menjadi
penyebabnya. Yakni karena merekalah yang telah menikahkan para wanita yang dicerai
itu.

Yang dimaksud dengan Al-Ajaldisini adalah makna yang


sebenarnya, yaitu telah sampai pada batas akhirnya (telah habis iddahnya), tidak seperti
ayat yang lalu. Makna Al-Adhl adalah al-habs (menahan). Al-Khalil menyebutkan :
Dajjajah (ayam betina) disebut mudhalah, karena ia mengerami telurnya ada juga yang
mengatakan bahwa Al-adhl adalah menyempitkan dan mencegah. Ini juga kembali
7

kepada makna al-habs (menahan). Dikatakan Aradu amranfaadhaltani anhu (aku


menginginkan suatu hal tetapi engkau menghalangiku darinya), yakni mencegahku
dengan mempersempitkanku. Adhala al amr ( perkara rumit) bila menyulitkanmu untuk
memecahkannya, Al Azhari mengatakan Asal Al adhl dari ungkapan : Adhalat Annaaqah, apabila unta itu menduduki anaknya sehingga tidak bersuara saat dilahirkan.
Adhalat Ad-dhajjaj, apabila ayam betina itu mengerami telurnya. Orag Arab menyebut
setiap hal yang rumit dengan sebutan mudhal.
( ) kawin lagi,yakni ; Min an yankihna ( untuk menikah lagi),
sehingga menurut al-khalil, kalimat ini pada posisi majrur (karena ada partikel jaar yang
tidak ditampakkan), Sedangkan menurut Sibawaih dan Al-farra pada posisi nashab. Ada
juga yang mengatakan, bahwa kalimat ini sebagai badl isytimal dari zhamir manshub
pada kalimat : (

) maka janganlah kamu (para

wali) menghalangi mereka).5


D. Al-Quran Surat An-Nisa ayat 3 4 ( Tentang Poligami )

Artinya : 3. Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
5 Al Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, Tafsir Fathul Qadir, op,cit
hal. 934 -935
8

wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil maka (kawinilah) seorang saja , atau
budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada
tidak berbuat aniaya.( Al-Baqarah : 3 )
4. Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai
pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada
kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah
(ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.
(Al-Baqarah : 4 )

Tafsir :
Setelah Allah menjelaskan kewajiban-kewajiban yang harus ditaati sseeorang
hamba,agar terhindar dari kemurkaan dan kemarahan Allah, di dunia dan akhirat,
Selanjutnya Allah Menjelaskan jenis-jenisnya. Pertama memberikan kepada anak-anak
yatim harta benda mereka. Kedua mengenai hukum-hukum bilangan isteri yang boleh
dinikahi, dan penjelasan mengenai kapan cukup dengan seorang isteri saja, kemudian
mengenai wajib memberikan mas kawin kepada mereka.
(

)

Dan apabila kamu merasa takut terhadap dirimu sendiri karena khawatir memakan

harta isteri yatim, maka janganlah kamu kawin dengannya, karena sesungguhnya Allah
telah memberikan kekuasaan terhadap kamu untuk tidak menikahi isteri yatim, yaitu
dengan menghalakan kamu boleh nikah dengan wanita-wanita selain yatim, satu, dua,
tiga atau empat.

Tetapi jika kamu merasa tidak akan berlaku adil, diantara dua orang isteri atau
isteri-isterimu, maka kamu menikahi seorang isteri saja. Perasaan takut tidak bisa berbuat
adil bisa dirasakan dengan zan (kepastian) dan juga syak ( ragu-ragu) terhadapnya. Laki9

laki yang diperbolehkan menikah lebih dari satu hanyalah orang-orang yang merasa
yakin dirinya bisa berbuat adil terhadap isteri-isterinya nanti. Keyakinan dalam hal ini
tidak boleh dicampuri dengan perasaan ragu-ragu.
(

)
Hendaklah kalian mencukupkan dengan seorang isteri dari wanita-wanita

merdeka, dan bersenang-senang dengan wanita yang kamu sukai dari hamba-hamba
wanita, karena tidak ada kewajiban berbuat adil di antara mereka. Tetapi mereka hanya
berhak mendapatkan kecukupan nafkah, sesuai dengan standar yang berlaku di kalangan
mereka.

( )
Memilih seorang isteri atau mengambil gundik lebih menghindari perbuatan zina
dan aniaya.
Kesimpulannya , bahwa menjauhi perbuatan zina adalah dasar disyariatkannya hukum
perkawinan. Dalam hal ini terkandung pengertian yang menunjukkan persyaratan adil
memang sulit diwujudkan,6 Sebagaimana diungkapkan dalam firman-Nya :
Dan kamu sekali-sekali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu),
Walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian..(An-Nisa129).
E. Al-Quran Surat An-Nuur ayat 32 ( Tentang Mengawinkan Orang yang Tidak
Beristeri atau Tidak Bersuami )


6 Ahmad Mustafa Al-Maraghi,Tafsir Al-Maraghi,op,cit, Hal. 324 - 325
10

Artinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian di antara kamu, dan orang-orang
yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hambahamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberianNya) lagi Maha Mengetahui.( An-Nuur : 32 )
Tafsir :
Ayat-ayat ini mengandung anjuran kawin dan membantu laki-laki yang belum
beristeri dan perempuan yang belum bersuami agar mereka kawin, termasuk juga budakbudak yang layak dan cukup usia, hendaklah dibantu mereka dikawinkan dan janganlah
sekali-sekaki kemiskinan dijadikan penghalang untuk kawin, Allah berfirman bahwa jika
sewaktu kawin berada dalam keadaan tidak mampu, orang itu akan diberikan rizki dan
kemampuan dengan karunia Allah dan rahmat-Nya.7 Sebagaimana sabda Rasul :
Dan kawinlah kamu dalam keadaan miskin, pasti Allah akan memampukan dan
memperkaya kamu.
yang pada mulanya artinya perempuan yang tidak memiliki pasangan yakni kata
ini hanya digunakan untuk para janda, kemudian meluas maknanya termasuk juga gadisgadis, bahkan mencakupi pria yang bujang,baik jejaka maupun duda, kata tersebut
bersifat umum, sehingga termasuk juga, bahkan lebih-lebih wanita tuna susila, apalagi
ayat ini bertujuan menciptakan lingkungan yang sehat, religius, sehingga dengan
mengawinkan para tuna susila, maka masyarakat secara umum dapat terhindar dari
prostitusi serta dapat hidup dalam suasana bersih.
Kata dipahami oleh banyak ulama dalam arti yang layak kawin yakni yang
mampu secara mental dan spiritual untuk membina rumah tangga bukan dalam arti
kesalehan beragama lagi bertakwa.
Kata wasi terambil dari akar kata yang memgunakan huruf waw Sin dan ain yang
maknanya berkisar pada antonim kesempitan dan kesulitan. Dari sini lahir makna7 Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir,(Kuala Lumpur; Victory Agencie ,1994) terj. Hal 468
470
11

makna seperti ; kaya, mampu, luas, meliputi,langkah panjang dan sebagainya. Dalam Alquran kata ini ditemukan sebanyak 9 kali, kesemuanya menjadi sifat Allah.
Kata pada ayat 33 adalah masdar (kata jadian) dari kata kerja Baghi, yang
terambil kata yang artinya melampaui batas, artinya wanita pelacur atau laki-laki
penzina.8
Kawinlah lelaki merdeka yang tidak beristeri dan wanita merdeka yang tidak
bersuami, maksudnya ialah ulurkanlah bantuan kepada mereka dengan berbagai jalan
agar mereka mudah menikah, seperti membantu dengan harta dan mempermudahkan
jalan yang dengan itu perkawinan serta kekeluargaaan dapat tercapai.
Dan para lelaki serta yang mampu untuk menikah dan menjalankan hak-hak
suami isteri, seperti berbadan sehat, mempunyai harta dan lain sebagainya.
Ringkasan : Di dalam ayat ini terdapat perintah kepada para wali untuk mengawinkan
budak laki-laki serta budak perempuannya. Akan tetapi, Jumhur memasukkan perintah ini
ke dalam hukum istihsan (sebaiknya) bukan wajib, karena pada masa Nabi Saw, dan
masa sesudahnya, terdapat banyak laki-laki dan wanita yang tidak kawin, dan tidak
seorangpun mengingkari kenyataan itu. Yang jelas perintah ini adalah wajib jika
dikhawatirkan terjadi fitnah dan dimungkinkan akan terjadi perzinaan oleh laki-laki atau
wanita yang tidak kawin itu.
Kemudian , Allah menganjurkan agar kawin dengan laki-laki dan wanita yang
fakir,dan

hendaklah

tidak

adanya

harta

jangan

menjadi

penghalang

bagi

dilangsungkannya perkawinan itu :

8 M.Quraish Shihab,Tafsir Al-Mishbah,(Jakarta;Lentera Hati,2002). Hal. 335 - 339


12

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dasar disyariatkan Perkawinan ( Nikah) adalah untuk menghindari manusia perbuatan
keji yaitu zina.
2.

Pada Surat Al-baqarah ayat 221 Allah mengharamkan menikahi


wanita-wanita musyrik dan wanita-wanita ahli kitab termasuk di
dalamnya, sedangkan sebagian kecil ulama lainnya mengatakan tidak
termasuk

ahli

kitab.Namun

kesimpulannya

berdasarkan

Jumhur

(mayoritas ulama)
3. Quru adalah jamak dari Qarun dengan memathahkan Qaf, mengenai hal ini ada dua
pendapat ulama; ada yang mengatakan suci dan adapula yang mengatakan haid, ini
mengenai wanita yang telah dicampuri.
4.

Di dalam surat An-nuur ayat 32 Allah memerintahkan kepada para wali untuk
mengawinkan budak laki-laki serta budak perempuannya. Akan tetapi, Jumhur
memasukkan perintah ini ke dalam hukum istihsan (sebaiknya) bukan wajib, karena pada
masa Nabi Saw, dan masa sesudahnya, terdapat banyak laki-laki dan wanita yang tidak
kawin, dan tidak seorangpun mengingkari kenyataan itu. Yang jelas perintah ini adalah
wajib jika dikhawatirkan terjadi fitnah dan dimungkinkan akan

5. terjadi perzinaan oleh laki-laki atau wanita yang tidak kawin itu.

13

DAFTAR PUSTAKA
Al Asy-Syaukani, Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad,Tafsir Fathul Qadir,
Pustaka Azzam,Jakarta,2008
Syaikh Asy-Syanqithi,Tafsir Adhwaul Bayan, pnj.Fachrurrazi,Pustaka Azzam,Jakarta,
2006
Al-Mahalli, Imam Jalaluddin,dkk,Tafsir Jalalain,Sinar Baru Algesindo,Bandung,2004
Al-Maraghi,Ahmad Mustafa,Tafsir Al-Maraghi, pnj. Drs Anwar Rasyidi,dkk,cet 2.
Toha Putra,Semarang,1992
Katsir, Ibnu ,Tafsir Ibnu Katsir,Victory Agencie,Kuala Lumpur,1994
Shihab, Dr.M.Quraish,Tafsir Al-Mishbah,Lentera Hati,Jakarta, 2002

14

MAKALAH
TAFSIR AYAT HUKUM PERDATA
Perkawinan
Dosen Pengampu : Zainal Arifin, S.Ag, M.Hi

Di Susun Oleh :

NAMA : SAPARUDDIN
NIM

: 1221000091

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


MAARIF JAMBI
2014

15

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat serta ridho yang telah
dianugrahkan kepada penulis, sehingga makalah ini dapat terselesaikan juga.
Shalawat serta salam kita panjatkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad
SAW, yang telah memberikan petunjuk bagi kebenaran iman, ilmu dan amal
untuk sekalian umatnya, sehingga berbahagialah mereka yang sadar dan ikhlas
mengikutinya.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu penulis dalam upaya menyelesaikan makalah. Penulis
menyadarai bahwa penyusunan makalah ini sangat sederhana, dalam arti terlalu
jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk penulis di harapkan demi kesempurnaan selanjutnya.

16

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................
B. Rumusan Masalah.......................................................................................

1
1

BAB II PEMBAHASAN
A. Al-Quran Surat Al-Baqarah Ayat 221 ( Tentang Larangan Menikah dengan
Wanita Musyrik )........................................................................................

B. Al-quran Surat Al-Baqarah Ayat 228 ( Tentang Iddah Wanita )................

C. Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 23.........................................................

D. Al-Quran Surat An-Nisa ayat 3 4 ( Tentang Poligami )......................

E. Al-Quran Surat An-Nuur ayat 32 ( Tentang Mengawinkan Orang yang


Tidak Beristeri atau Tidak Bersuami )........................................................ 10
BAB IIIPENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA

17

Anda mungkin juga menyukai