Anda di halaman 1dari 41

Kembalinya Rasulullah SAW ke Mekah

Pada tanggal 22 Ramadhan 8 H / Januari 630 M, Rasulullah SAW memimpin 10.000


kaum muslimin menaklukkan kota suci Mekah. Kembalinya Rasulullah SAW ke Mekah ini
merupakan kemenangan besar yang terjadi di bulan Ramadhan tersebut telah berlalu selama
1424 tahun yang lalu, namun sampai hari ini dan esok, ia senantiasa melimpahkan beribu
pelajaran bagi kaum muslimin. Para ulama, cendekiawan, dai, murabbi, serta mujahid selalu
mengenangnya dan mengkajinya sepanjang masa. Dari suatu waktu ke waktu lainnya, mereka
nantiasa menemukan mutiara pelajaran yang tiada habisnya.

 Perjanjian Hudaibiyah Penyebab Keberangkatan Pasukan Islam

Perjanjian Hudaibiyah memberi kesempatan kepada setiap suku untuk bersekutu


dengan pihak yang disukainya. Suku Khuza'ah memilih bersekutu dengan kaum muslimin,
sedang suku Bakr bersekutu dengan Quraisy. Kedua suku ini sejak zaman Jahiliyah telah
bermusuhan. Permusuhan itu terhenti dengan adanya perjanjian Hudaibiyah. Namun pada bulan
Sya'ban 8 H atau 23 bulan sesudah perjanjian ditanda tangani, suku Bakr menyerang suku
Khuza'ah secara sepihak. Suku Quraisy membantu penyerangan tersebut dengan senjata dan
personil, sehingga belasan warga suku Khuza'ah tewas. Maka utusan suku Khuza'ah meminta
bantuan kepada Rasulullah SAW di Madinah. Pencederaan Perjanjian Hudaibiyah secara sepihak
ini mendorong Rasulullah SAW dan kaum muslimin untuk membela sekutu mereka dan
menghukum musuh. Perjanjian Hudaibiyah yang semula dibenci oleh mayoritas kaum muslimin
itu ternyata menjadi awal kemenangan besar. Allah SWT berfirman,

َ ‫سى َأن تَ ْك َر ُهو ْا‬


ً‫ش ْيئا ً َويَ ْج َع َل هّللا ُ فِي ِه َخ ْيراً َكثِيرا‬ َ ‫فَ َع‬
2

"Mungkin kalian tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang
banyak." (QS. An-Nisa' (4): 19)

Kekalahan mental pemimpin musyrik merupakan awal kemenangan Islam


Rasulullah SAW berangkat bersama pasukan Madinah yang berkekuatan 10.000 personil pada
tanggal 10 Ramadhan 8 H. Sepanjang jalan, banyak anggota suku-suku Arab yang bergabung
dengan pasukan beliau. Abu Sufyan bin Harb, pemimpin suku musyrik Quraisy, gemetar
ketakutan mengetahui berita itu. Abu Sufyan berangkat bersama Abbas bin Abdul Muthalib
untuk meminta jaminan keamanan dari Rasulullah SAW. Di lembah Zhahran, Abu Sufyan
akhirnya menyatakan masuk Islam di hadapan Rasulullah SAW. Abu Sufyan menyaksikan
sendiri besarnya kekuatan pasukan Islam. Pasukan musyrik Quraisy dan sekutunya pasti tak akan
mampu memberi perlawanan yang berarti. Ia segera kembali ke Makkah dan mengumumkan
kepada masyarakat Makkah, "Wahai kaum Quraisy, ini Muhammad telah datang membawa
pasukan yang tidak bisa kalian tandingi. Sebab itu, barangsiapa memasuki rumah Abu Sufyan,
maka ia aman. Barangsiapa memasuki rumahnya, maka ia aman. Dan barangsiapa memasuki
Masjidil Haram, maka ia aman." Penduduk Makkah pun berhamburan mencari selamat, dengan
memasuki rumah masing-masing atau Masjidil Haram. Abu Sufyan telah kalah mental. Dan ia
mengalahkan kaumnya sendiri. Mereka semua kalah mental, bahkan sebelum pasukan Islam
benar-benar memasuki kota Makkah.

Kembali ke kampung halaman


Pasukan Islam terus berjalan, sehingga menebarkan rasa gentar di hati musuh pada
setiap lembah dan kampung yang mereka lalui. Mereka berjalan sampai lembah Dzi Thuwa
sampai akhirnya memasuki Makkah yang sunyi, lenggang. Rasulullah SAW menunggang
untanya dengan memakai penutup kepala hitam dan merendahkan kepalanya sehingga
jenggotnya menyentuh pelana unta, sebagai bentuk tawadhu' kepada Allah SWT. Dahulu beliau
diusir dan diburu oleh kaum musyrik Quraisy untuk dibantai. Kini, 8 tahun sesuadah semua
kejahatan itu, beliau kembali dengan kekuatan besar untuk menaklukkan kampung halaman.
Allah Yang telah berfirman,

‫آن لَ َرا ُّد َك ِإلَى َم َعا ٍد قُل َّربِّي َأ ْعلَ ُم َمن‬ َ ‫ِإنَّ الَّ ِذي فَ َر‬
َ ‫ض َعلَ ْي َك ا ْلقُ ْر‬
ٍ ِ‫ضاَل ٍل ُّمب‬
‫ين‬ َ ‫َجاء بِا ْل ُه َدى َو َمنْ ُه َو فِي‬
"Sesungguhnya (Allah) Yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al-
Quran, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. Katakanlah:
"Rabbku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang dalam kesesatan
yang nyata." (QS. Al-Qashash (28): 85)

Tiada kesombongan sedikit pun di dalam diri beliau, justru beliau menunjukkan
kerendahan hati dan ketundukan di hadapan Allah Yang Maha Besar lagi Maha Perkasa. Beliau
tidak melakukan pembakaran, perusakan, dan pembantaian, seperti yang biasa dilakukan oleh
para diktator penakluk yang menang perang. Inilah akhlak para fatihinmujahidin rabbaniyyin.
3

Jaminan keamanan, kemenangan berikutnya Rasulullah SAW kembali


mengumumkan jaminan keamanan bagi penduduk Makkah, seperti yang sudah diumumkan oleh
Abu Sufyan sebelumnya. Rasa aman menyelimuti seluruh penduduk Makkah. Negeri yang
dahulu diwarnai penindasan kaum musyrik terhadap kaum muslimin kini sudah menjadi negeri
yang aman dan penuh kedamaian. Rasa aman itu disusul oleh menjalarnya keislaman dan
keimanan ke sanubari penduduk Makkah. Mereka pun masuk Islam secara sukarela dengan
berbondong-bondong. Inilah kemenangan sejati.

Tiada jaminan keamanan untuk pemimpin kejahatan

Rasulullah SAW memberikan pengampunan umum kepada penduduk Makkah. Kecuali


bagi para ‘penjahat perang' yang melampaui batas dalam memusuhi Rasulullah SAW dan kaum
muslimin. Mereka adalah orang yang menyerang wanita muslimah ketika berhijrah ke Madinah,
atau melecehkan Rasulullah SAW lewat syair syair cacian makian, atau murtad disertai
pembunuhan terhadap kaum muslimin. Mereka dijatuhi hukuman mati, walau bersembunyi di
balik tirai Ka'bah. Ini juga merupakan kemenangan tersendiri, supaya masyarakat Islam
terlindungi dari kejahatan pentolan kekafiran.

Penghancuran berhala-berhala Di dalam dan sekitar masjidil Haram, Rasulullah SAW


memimpi pasukan Islam menghancurkan satu demi satu berhala yang disembah oleh kaum
musyrik. Masjid yang selama ini dikotori oleh kesyirikan dan kekejaman kaum musyrik terhadap
kaum muslimin yang lemah, kini telah disucikan. Kesombongan para pemimpin musyrik yang
melecehkan ayat-ayat Al-Qur'an dan dakwah Islam kini telah dirobohkan. Fisik berhala-berhala
telah roboh. Bersamaan dengan itu, berhala pemikiran, kebudayaan, tradisi jahiliyah, dan
pedoman hidup kaum musyrik juga telah roboh. Syariat Allah SWT-lah yang kini tegak dan
berjaya. Ini juga adalah kemenangan tersendiri.

Baiat adalah kemenangan tersendiri Seluruh penduduk Makkah berkumpul di masjidil


Haram. Mereka mengikrarkan baiat masuk Islam, mendengar, dan taat kepada Rasulullah SAW.
Pertama kali adalah kaum laki-laki, disusul kaum wanita. Kaum wanita berbaiat untuk tidak
berbuat syirik, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak mereka, tidak mengada-
adakan kebohongan, dan menaati Rasululah SAW dalam kebajikan. Baiat ini adalah sebuah
kemenangan tersendiri.

Adzan di atas Ka'bah

Atas perintah Rasulullah SAW, Bilal mantan budak yang teguh di atas keimanan
diperintahkan naik ke atas Ka'bah dan mengumandangkan adzan. Suara adzan menggema ke
seluruh penjuru kota, memasuki setiap relung hati manusia dan rumah. Adzan merupakan
persaksian akan pentauhidan Allah dan kerasulan SAW disertai ketundukan dalam shalat, untuk
menggapai kemenangan dunia dan akhirat, sebagai bukti nyata kemenangan agama Allah dan
keagungan  Allah Yang Maha Besar. Agama Allah berjaya di atas segala agama batil manusia,
seperti agungnya suara adzan di atas Ka'bah.

Pengajaran Rasulullah SAW Rasulullah SAW tinggal selama 20 hari di Makkah untuk
memberikan pengajaran Islam kepada masyarakat. Rasulullah SAW juga mengutus pasukan ke
4

berbagai daerah sekitar Makkah untuk menghancurkan berhala-berhala yang selama ratusan
tahun disembah oleh suku-suku Arab. Dahulu saat pertama kali berdakwah di bukti Shafa,
Rasulullah SAW dicaci maki dan dilempari kerikil. Kini seluruh penduduk Makkah menghadiri
dakwah beliau dengan mata yang melihat, telinga yang mendengar, dan hati yang menerima.
Kini Rasulullah SAW dengan lantang mencabut paganisme dan budaya jahiliyah sampai ke akar-
akarnya. Di hari penaklukan Makkah, Rasulullah SAW berkhutbah:

، ‫ب َع ْن ُك ْم ُعبِّيَّةَ ا ْل َجا ِهلِيَّ ِة‬ َ ‫ ِإنَّ هَّللا َ قَ ْد َأ ْذ َه‬ ،‫اس‬


ُ َّ‫يَا َأ ُّي َها الن‬
،ِ ‫ بَ ٌّر تَقِ ٌّي َك ِري ٌم َعلَى هَّللا‬:‫اس َر ُجاَل ِن‬ ُ َّ‫ فَالن‬،‫َوتَ َعاظُ َم َها بِآبَاِئ َها‬
ْ‫ق هَّللا ُ آ َد َم ِمن‬ َ َ‫ َو َخل‬،‫اس بَنُو آ َد َم‬ ُ َّ‫ َوالن‬،ِ ‫شقِ ٌّي َهيِّنٌ َعلَى هَّللا‬ َ ‫اج ٌر‬ ِ َ‫َوف‬
‫اس ِإنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِمنْ َذ َك ٍر َوُأ ْنثَى‬ ُ َّ‫ " يَا َأيُّ َها الن‬:ُ ‫ب قَا َل هَّللا‬ ٍ ‫تُ َرا‬
َّ‫ش ُعوبًا َوقَبَاِئ َل لِتَ َعا َرفُوا ِإنَّ َأ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد هَّللا ِ َأ ْتقَا ُك ْم ِإن‬ُ ‫َو َج َع ْلنَا ُك ْم‬
‫هَّللا َ َعلِي ٌم َخبِي ٌر‬
"Wahai manusia! Sesungguhnya Allah telah melenyapkan fanatisme jahiliyah dan
kebanggaan dengan nenek moyang dari diri kalian. Manusia hanya ada dua, orang
mukmin lagi bertakwa yang mulia di sisi Allah, dan orang durjana yang celaka lagi hina
di sisi Allah. Semua manusia keturunan Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah.
Allah berfirman, "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di
antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS. Al-Hujurat (49): 13)
(HR. Tirmidzi no. 3193)

Penaklukan Makkah merupakan kemenangan di atas kemenangan. Rasulullah SAW


memasuki kota Makkah sambil membaca ayat, "Katakanlah: Yang benar telah datang dan yang
batil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap." (QS. Al-Isra'
(17): 81) Katakanlah: "Kebenaran telah datang dan yang batil itu tidak akan memulai dan tidak
(pula) akan mengulangi." (QS. Saba' (34): 49)

Setiap zaman memilik kemenangan tersendiri Di setiap zaman dan setiap tempat,
Allah mengutus di tengah umat ini orang-orang yang membuka penaklukan-penaklukan dan
mengobati luka-luka umat. Hal itu sebagaimana Allah mengutus orang-orang yang
memperbaharui ajaran Islam yang telah dilupakan dan menghidupkan kembali syariat Islam yang
telah dicampakkan. Mereka semua disebutkan oleh hadits dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah
SAW bersabda,
5

‫ َمنْ يُ َج ِّد ُد‬- ‫سنَ ٍة‬ ِ ‫ َعلَى َرْأ‬- ‫ث لِ َه ِذ ِه اُأْل َّم ِة‬
َ ‫س ُك ِّل ِماَئ ِة‬ ُ ‫ِإنَّ هَّللا َ يَ ْب َع‬
‫لَ َها ِدينَ َها‬
"Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini pada setiap penghujung seratus tahun
orang yang memperbaharui agama umat ini." (HR. Abu Daud no. 3740, dishahihkan
oleh Ibnu Atsir, As-Suyuthi, Ibnu Hajar Al-Asqalani, dan lain-lain) Manusia yang paling
layak untuk menyandang kemuliaan tajdid adalah orang-orang yang Allah tegakkan
untuk menghidupkan jihad dalam jiwa manusia, menghapus kehinaan umat,
membebaskan tanah air kaum muslimin, menghidupkan kemuliaan umat, membangun
jiwa dan meninggikan cita-cita mereka.

Dakwah Islam ini senantiasa berada dalam lindungan Allah sejak pertama kali
dikumandangkan. Kemenangan Islam akan senantiasa terulang dan penaklukan Islam akan
senantiasa terjadi. Allah telah menetapkan bahwa Ia akan senantiasa memenangkan Islam,
menjayakan Rasul-Nya, dan menjadikan hamba-Nya yang beriman berkuasa di muka bumi. Saat
itu terjadi, kekuasaan Islam akan mencapai seluruh penjuru bumi dan menjangkau setiap rumah.

Wallahu a'lam bish shawab.

Perbedaan pandangan mengenai  Ali bin Abi


Thalib
Ali bin Abi Thalib lahir sekitar 13 Rajab 23 Sebelum Hijriah/599M wafat dan pada   21
Ramadhan 40 Hijriah/661M Ali bin Abi Thalib adalah salah seorang pemeluk Islam pertama dan
juga keluarga dari Nabi Muhammad SAW. Ali bin Abi Thalib adalah Khalifah terakhir dari
Khulafaur Rasyidin, yang merupakan penerus Nabi Muhamad SAW, Abu Bakar Sidiq, Umar Bin
Khatab dan Utsman Bin Afan. Ali bin Abi Thalib adalah sepupu dari Nabi Muhammad SAW,
dan menjadi menantu Nabi Muhammad SAW setelah menikahi putrinya Fatimah az-Zahra.

 Sunni
Sunni memandang Ali bin Abi Thalib sama dengan Sahabat Nabi yang lain seperti Abu
Bakar sq, Umar bin Khatab dan Utsman bin Afan. Sunni menambahkan nama Ali bin Abi Thalib
dengan Radhiyallahu Anhu (RA) yang artinya semoga Allah melimpahkan Ridha (kesukaan)nya.
Tambahan ini sama sebagaimana yang juga diberikan kepada Sahabat Nabi yang lain.

 Syi'ah

Syi'ah berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib merupakan Imam dan juga Khalifah
pertama yang dipilih oleh Rasulullah Muhammad SAW. Khalifah yang berhak menggantikan
Nabi Muhammad SAW, dan sudah ditunjuk oleh Beliau atas perintah Allah di Ghadir Khum.
6

Syi'ah lebih meninggikan kedudukan Ali bin Abi Thalib atas Sahabat Nabi yang lain, seperti Abu
Bakar , Umar bin Khattab dan utsman bin Afan. Syi'ah juga meninggikan Hasan dan Husein
putra dari Ali bin Abi Thalib yang juga merupakan cucu dari Nabi Muhamad SAW.

Syi'ah juga menambahkan nama Ali bin Abi Thalib dengan Alayhi Salam (AS) yang
artinya semoga Allah melimpahkan keselamatan dan kesejahteraan.

 Sufi
Sufi menambahkan nama Ali bin Abi Thalib dengan Karramallahu Wajhah (KW) yang
berarti semoga Allah memuliakan wajahnya. Hal ini berdasar riwayat bahwa Ali bin Abi Thalib
tidak menyukai menggunakan wajahnya guna melihat hal-hal buruk atau yang kurang sopan
sekalipun. Di riwayatkan dalam banyak pertempuran atau duel-tanding, jika pakaian musuh
terbuka pada bagian bawah terkena sobekan pedang beliau, maka Ali bin Abi Thalib enggan
meneruskan duel tanding sampai musuhnya terlebih dahulu memperbaiki pakaiannya.

Ali bin Abi Thalib dianggap oleh kaum Sufi sebagai Imam dalam ilmu al-hikmah dan
futuwwah. Dari Ali bin Abi Thalib bermunculan cabang-cabang tarekat (thoriqoh). Hampir
semua pendiri tarekat Sufi, merupakan keturunan Ali bin Abi Thalib sesuai dengan catatan nasab
yang resmi mereka miliki. Contohnya adalah tarekat Qadiriyah yang didirikan Syekh Abdul
Qadir Jaelani, yang merupakan keturunan langsung dari Ali bin Abi Thalib melalui anaknya
Hasan bin Ali seperti yang tercantum dalam kitab manaqib Syekh Abdul Qadir Jilani (karya
Syekh Ja'far Barzanji) dan banyak kitab-kitab lainnya.

Refferensi

Abad Kejayaan Khilafah


Apa yang terjadi di Dunia Islam dan Barat pada Abad Pertengahan? Barat diselimuti
kegelapan (dark ages) dengan sistem pemerintahan teokrasinya. Sebaliknya, kaum Muslim
mengalami masa keemasan dengan sistem pemerintahan Khilafahnya.

Kenyataan tersebut sering ditutup-tutupi oleh para penjajah dan kaki-tangannya. Dalam
kurikulum sekolah, fakta kejayaan Khilafah dalam segala aspeknya ditutupi. Akibatnya, terjadi
pembelajaran sejarah yang ganjil. Buku sejarah yang diadopsi sekolah dengan rinci membahas
peradaban manusia ratusan bahkan ribuan tahun sebelum Masehi, tetapi kemudian meloncat ke
abad 16 Masehi. Mengabaikan 13 Abad peradaban emas Islam dibawah naungan Khilafah.

Kebangkitan peradaban Islam tidak bisa dilepaskan dari sosok mulia Rasulullah saw.
Michael H Hart dalam bukunya yang fenomenal, 100 Tokoh yang Paling Berpengaruh di Dunia
(1978 M) menempatkan Nabi Muhammad saw. sebagai tokoh yang paling berpengaruh di dunia.
Alasannya, Muhammad bukan semata pemimpin agama, tetapi juga pemimpin duniawi. Fakta
menunjukkan, selaku kekuatan pendorong terhadap gerak penaklukan yang dilakukan kaum
Muslim, pengaruh kepemimpinan politiknya berada dalam posisi terdepan sepanjang waktu.
7

Pendapat Hart tidak berlebihan karena memang faktanya, selain sebagai rasul yang
menerima wahyu, Muhammad saw. pun mampu dengan gemilang memberikan teladan aplikasi
dari wahyu tersebut dalam kehidupan sebagai pribadi, kepala rumah tangga, bagian dari
masyarakat dan bahkan kepala Negara Islam.

Peristiwa hijrah dari Makkah ke Madinah merupakan titik balik penting bagi peradaban
Islam. Di Makkah Nabi saw. susah memperoleh sejumlah kecil pengikut. Namun, di Madinah
pengikutnya makin bertambah sehingga dalam tempo cepat Muhammad saw. dapat memperoleh
pengaruh yang memungkinkan beliau bisa menjadi seorang pemegang kekuasaan yang
sesungguhnya. Pada tahun-tahun berikutnya, saat pengikut Muhammad saw. bertumbuhan bagai
jamur, serentetan pertempuran pecah antara Makkah dan Madinah. Peperangan ini berakhir
tahun 630 dengan kemenangan di pihak Muhammad saw. hingga beliau kembali ke Makkah
selaku penakluk. Sisa dua setengah tahun dari hidupnya, Nabi saw. menyaksikan kemajuan luar-
biasa dalam hal cepatnya suku-suku Arab memeluk agama Islam. Tatkala Muhammad wafat
tahun 632, tidak ada lagi nabi dan rasul hingga Hari Kiamat. Yang ada adalah pengganti
(khalifah) Muhammad saw. sebagai kepala negara (Khilafah).

Akurasi Penulisan Sejarah

Dengan dorongan ketakwaan kepada Allah SWT agar selalu dapat merujuk masalah
akidah dan hukum hanya dari sumber otentik saja maka kaum Muslim secara ketat
memberlakukan metode periwayatan al-Quran dan al-Hadis. Kaum Muslim sejak abad ke-7
Masehi sudah terbiasa mempraktikan metode sanad dan matan yang melacak keaslian dan
keutuhan sebuah informasi langsung dari saksi mata. Bahkan pada awal abad ke-8, Abu
Muhammad Abdul Malik bin Hisyam alias Ibnu Hisyam (w. 834 M) menulis kitab Sirah
Nabawiyyah. Kitab ini merupakan kitab sejarah Nabi Muhammad saw. yang ditulis dengan
metode periwayatan layaknya penulisan al-Quran dan al-Hadis. Metode ini merupakan metode
penulisan sejarah yang sangat canggih dan baru dikenal Barat pada abad ke-16 M. Menurut
seorang ahli sejarah Bucla, “Metode ini belumlah dipraktikkan oleh Eropa sebelum tahun 1597
M.”

Metode lainnya adalah penelitian sejarah yang digagas dari ahli sejarah terkemuka, yaitu
Abu Zaid Abdur-Rahman ibn Muhammad ibn Khaldun al-Hadrami alias Ibn Khaldun (1332-
1406 M). Pengarang kitab Kashf adz-Dzunun ini memberikan daftar 1300 buku-buku sejarah
yang ditulis dalam bahasa Arab pada masa beberapa abad sejak munculnya Islam.

Pelopor Kesehatan

Sebelum tegaknya Khilafah, dunia ternyata belum mengenal konsep rumah sakit, seperti
saat ini. Bangsa Yunani, misalnya, merawat orang-orang yang sakit di petirahan yang berdekatan
dengan kuil untuk disembuhkan pendeta. Proses pengobatannya pun lebih bersifat mistis yang
terdiri dari sembahyang dan berkorban untuk dewa penyembuhan bernama Aaescalapius.
Adapun di Dunia Islam bukan hanya perkembangan dunia kedokteran, bahkan rumah sakit
pertama di dunia pun muncul pada awal peradaban Islam. RS pertama dibangun atas permintaan
Khalifah Al-Walid (705 M - 715 M). Pembangunan RS secara masif dilakukan pada era Khalifah
8

Harun ar-Rasyid (786-809 M). Setelah berdirinya RS Baghdad, di metropolis intelektual itu
mulai bermunculan RS lainnya di seantero jazirah Arab.

Di berbagai rumah-sakit semua pasien dari agama apa pun dan suku manapun dan kelas
ekonomi apapun mendapatkan pelayanan prima tanpa dipungut biaya. Tak ada pasien yang
ditolak untuk dirawat dan berobat. Bangsal pasien laki-laki dipisah dari pasien perempuan.
Perawat pria bertugas merawat pria dan perawat wanita merawat pasien wanita. Semua penghuni
RS yang beragama Islam berwudhu sebelum shalat. Untuk memenuhi kebutuhan itu, RS
menyediakan air yang melimpah dengan dilengkapi fasilitas kamar mandi. Semua pelayanan di
RS Islam itu dilakukan dengan mengharap keridhaan Sang Pencipta, Allah SWT.

Lagi-lagi, Islam lebih dulu unggul dan maju dibandingkan dengan Barat. Pasalnya, Eropa
baru mengenal konsep rumah sakit tiga abad kemudian, sekitar tahun 1100 M.

Pendidikan Kelas Dunia

Untuk meningkatkan pemahaman keagamaan, sains dan teknologi umat, para khalifah
mendirikan berbagai lembaga pendidikan, termasuk universitas. Semua universitas yang ada
sepenuhnya dibiayai negara dan wakaf dari kaum Muslim. Dengan begitu para pencari ilmu tidak
perlu membayar satu dirham pun.

Selama masa Kekhalifahan Islam itu, tercatat beberapa lembaga pendidikan Islam yang
terus berkembang dari dulu hingga sekarang. Kendati beberapa di antaranya hanya tinggal nama,
nama-nama lembaga pendidikan Islam itu pernah mengalami puncak kejayaan dan menjadi
simbol kegemilangan peradaban Islam. Beberapa lembaga pendidikan itu, antara lain,
Nizhamiyah (1067 -1401 M) di Baghdad, Al-Azhar (975 M-sekarang) di Mesir, al-Qarawiyyin
(859 M-sekarang) di Fez, Maroko dan Sankore (989 M-sekarang) di Timbuktu, Mali, Afrika.
Masing-masing lembaga ini memiliki sistem dan kurikulum pendidikan yang sangat maju ketika
itu. Beberapa lembaga itu berhasil melahirkan tokoh-tokoh pemikir dan ilmuwan Muslim yang
sangat disegani. Misalnya, al-Ghazali, Ibnu Ruysd, Ibnu Sina, Ibn Khaldun, Al-Farabi, al-
Khawarizmi dan al-Firdausi.

Lagi-lagi peradaban Barat sangat berhutang budi pada Kekhilafahan Islam Pasalnya,
banyak ilmuwan Barat belajar ke berbagai universitas Islam. Bahkan pemimpin tertinggi umat
Katolik, Paus Sylvester II, turut menjadi saksi keunggulan Universitas Al-Qarawiyyin. Pasalnya,
sebelum menjadi Paus, ia sempat menimba ilmu di salah satu universitas terkemuka di dunia saat
itu.

Negara Hukum

Khilafah adalah negara hukum. Artinya, semua aspek pengaturan masyarakat diatur oleh
hukum yang jelas, yakni syariah Islam, termasuk untuk mengadili berbagai perselisihan di tengah
masyarakat. Hukum sangat penting dalam sistem Islam, karena Allah telah mewajibkan siapapun
untuk terikat dengan aturan-aturan Allah, yang menjadi sumber hukum. Wajar jika produk
hukum berupa kitab fikih berkembang luar biasa dalam sistem Islam.
9

Persamaan di depan hukum sejak awal dikenal di dalam Islam. Rasulullah saw.
menegaskan persamaan hal ini saat mengatakan, “Seandainya anakku Fatimah mencuri, akan
kupotong tangannya.” Hadis itu bermula ketika seorang Sahabat terdekatnya, meminta
Rasulullah saw. untuk tidak menghukum seorang wanita terpandang. Rasulullah saw. marah dan
menegaskan bahwa siapapun yang bersalah, meskipun anaknya sendiri akan dihukum. Kebijakan
ini pun diikuti oleh para khalifah maupun qadhi (hakim) setelah Rasulullah saw. wafat. Khalifah
Ali bin Abi Thalib ra. yang menjadi penguasa tertinggi pada saat itu bahkan pernah dikalahkan
dalam peradilan Islam. Pasalnya, dia tidak bisa membuktikan tuduhan bahwa baju besinya
memang benar telah dicuri oleh seorang warga Yahudi.

Islam tidak mengenal pengadilan bertingkat. Pengadilan dilakukan dengan asumsi harus
dilakukan secara terbaik oleh hakim manapun, dengan pembuktian yang menunjang. Dalam
sistem peradilan Islam, seorang baru bisa dikenai sanksi hukum jika memang terbukti bersalah.
Rasulullah saw. menegaskan hal ini dengan memerintahkan meninggalkan hudud (sanksi pidana
yang sudah pasti hukumannya) jika masih ada syubhat (keraguan di dalamnya). Tidak aneh jika
pembuktian dalam sistem peradilan Islam menjadi hal yang sangat penting. Sistem peradilan
Islam hanya menerima empat macam pembuktian, yakni pengakuan, sumpah, kesaksian dan
dokumen tertulis yang menyakinkan. Pengakuan terdakwa tanpa paksaan dan penuh kesadaran.
Kesaksian sangat ketat. Untuk kasus zina harus ada empat saksi yang langsung melihat secara
langsung terjadinya persetubuhan itu. Sebaliknya, jika seseorang mendakwa seseorang berzina
namun tidak bisa membuktikan, justru yang mendakwa akan dikenakan sanksi qadzaf (tuduhan
palsu).

Yang tak kalah pentingnya, hukum dalam Islam memiliki fungsi zawâjir (pencegah). Hal
ini tampak dari tegas dan kerasnya sanksi bagi pelaku kejahatan. Pembunuh akan dikenai qishash
(hukum mati). Pencuri dipotong tangannya. Pezina dihukum rajam sampai mati kalau sudah
menikah atau dicambuk 100 kali jika belum pernah menikah. Pelaksanaan hukuman ini
dilakukan di hadapan orang banyak sehingga menimbulkan efek jera yang tinggi.

Selain itu hukum Islam juga berfungsi sebagai jawabir (penebus dosa). Dalam pandangan
syariah Islam, hukuman atas seseorang di dunia akan menggugurkan dosa-dosanya sekaligus
akan menghindarkan dirinya dari hukuman Allah pada Hari Akhir yang sangat keras. Tidak
mengherankan jika Maiz al-Aslami dan al-Ghamidiyah, dua orang pelaku zina, datang sendiri
kepada Rasulullah saw. untuk meminta hukuman. Semua ini karena masih adanya ketakwaan
kepada Allah SWT. Hukuman semacam ini tentu tidak akan ditemukan di peradaban Barat
sekular maupun Timur komunis, baik dulu maupun sekarang.

Kondisi Sekarang

Mengapa Dunia Islam sekarang ini sangat mundur, bahkan terpuruk dalam segala bidang
kehidupan? Tak pelak lagi, keadaan yang mengkhawatirkan ini merupakan akibat langsung dari
umat Islam yang meninggalkan agamanya dalam mengatur seluruh kehidupannya, terutama
dalam bernegara pasca runtuhnya Khilafah. Undang-undang negara, hukum dan cara pandang
yang berlaku di negeri-negeri Islam saat ini diambil dari paham ideologi Kapitalisme-
sekularisme dan Sosialisme-komunisme. Kemunduran Dunia Islam juga merupakan akibat dari
praktik yang salah dalam pemahaman dan penerapan Islam. Pengkajian dan penguasaan bahasa
10

Arab yang menjadi kunci keilmuan Islam dibiarkan terus merosot. Ijtihad ditinggalkan. Pada saat
yang sama, pintu misionarisme, invasi budaya dan politik dari Barat dibuka lebar-lebar. Pada
gilirannya, umat Islam tidak lagi mampu menjaga superioritas negaranya terhadap serangan yang
datang bertubi-tubi dari Barat maupun Timur.

Satu-satunya cara agar kaum Muslim mampu meraih kedudukannya kembali sebagai
pemimpin dunia tentu saja dengan menegakkan kembali Khilafah yang menerapkan syariah
Islam secara kaffah. Semua ini harus didukung dengan pembinaan ketakwaan atas setiap individu
dan pelaksanaan aktivitas amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat. Insya Allah,
dengan semua itu kejayaan akan kembali ke pangkuan kaum Muslim baik di dunia apalagi di
akhirat kelak. [Joko Prasetyo]

Abdurrahman al-Ghafiqi Nyaris


Menaklukkan Seluruh Eropa
Setelah Spanyol jatuh ke tangan kaum Muslim di bawah pimpinan Thariq bin Ziyad, di
masa Khalifah al-Walid bin Abd al-Malik, pasukan kaum Muslim pun sampai di wilayah.
Prancis. Al-Samah bin Malik al-Khaulani, wali Spanyol dan sekitarnya saat itu, bertekad untuk
menyerang seluruh Prancis dan mengintegrasikannya dengan Khilafah Islam. Dia ingin
menjadikan Prancis sebagai jalur untuk menaklukkan negeri-negeri di wilayah Balkan. Dari
Balkan, dia ingin menaklukkan Konstantinople, demi mewujudkan bisyarah Rasul SAW.
Langkah pertama adalah menguasai kota Arbunah, kota terbesar di Prancis, yang berdekatan
dengan Spanyol.

Setelah al-Khaulani meninggal, Khalifah Hisyam bin Abd al-Malik mengangkat


Abdurrahman al-Ghafiqi, salah seorang tabiin agung, sebagai wali Andalusia tahun 112 H, yang
merupakan wali ketujuh. Dari sana, dia melakukan penaklukan ke wilayah al-Ghal (kini masuk
wilayah Prancis). Untuk mewujudkan rencananya itu, dia memanggil kaum Muslim dari Yaman,
Syam, Mesir dan Afrika untuk membantunya. Mereka pun berbondong-bondong ke sana.
Meletuslah perang besar di Eropa, antara pasukan kaum Muslim dengan kaum Kristen, yang
terjadi pada tahun 114 H. Perang ini dikenal dengan Perang Balath as-Syuhada’.

Namun, sebelum ke sana, Abdurrahman al-Ghafiqi menyusun kekuatan kaum Muslim.


Dia meyakini, bahwa persiapan perang besar itu harus dimulai dari perbaikan dan pembersihan
diri. Dia pun mulai keliling Spanyol, di setiap kota dia singgah seraya menyerukan kepada
penduduknya, “Siapa saja yang pernah dizalimi oleh pejabat, hakim atau seseorang, hendaknya
menyampaikannya kepada Amir.” Dia tidak membedakan antara Muslim dan non-Muslim.
Setelah itu, dia pun memeriksa kondisi pejabat di bawahnya satu per satu. Siapa yang terbukti
berkhianat dan menyeleweng dicopot. Kemudian diganti dengan orang yang sudah dipercaya
kebijakan, kebaikan dan kecekapannya. Gedung dan fasilitas yang dibangun dengan harta haram
dia hancurkan. Ketika berada di tengah-tengah rakyat, dia menyerukan untuk shalat berjamaah,
kemudian dia berdiri memberikan khutbah, dan memotivasi mereka untuk menyiapkan diri
berjihad, dan mendapatkan mati syahid.
11

Perang besar pun tak terelakkan lagi. Separuh Prancis bagian selatan pun jatuh ke tangan
Abdurrahman al-Ghafiqi bersama 100.000 tentaranya hanya dalam beberapa bulan. Kenyataan
yang membuat Eropa dari ujung ke ujung diliputi kecemasan dan ketakutan luar biasa akan
ancaman pasukan kaum Muslim. Pasukan kaum Muslim pun mendapatkan kemenangan besar
dan ghanimah yang banyak. Abdurrahman al-Ghafiqi melihat ghanimah ini bisa menjadi sumber
fitnah. Jika segera dibagi bisa menjadi masalah, kalau ditunda-tunda pun bisa menjadi masalah.
Akhirnya, ghanimah itu dikumpulkan di sebuah kemah. Pada hari kedelapan peperangan,
ternyata kemah ini diserang oleh pasukan kaum Kafir, dan serangan ini membuat mereka tidak
konsentrasi pada musuh, malah konsentrasi untuk menyelamatkan ghanimah. Akibatnya,
pasukan kaum Muslim pun berhasil dipukul, dan tubuh Abdurrahman al-Ghafiqi pun tertembus
panah. Dia syahid. Perang yang nyaris dimenangkan kaum Muslim pun akhirnya sirna. Persis
seperti peristiwa Perang Uhud. Andai kemenangan itu berada di tangan kaum Muslim, seluruh
Eropa saat itu dipastikan akan jatuh ke tangan kaum Muslim. (Hafidz Abdurrahman)

PERANG SALIB (1095 – 1291 M)

Sebab-sebab Terjadinya Perang Salib

Sejumlah ekspedisi militer yang dilancarkan oleh pihak Kristen terhadap.kekuatan


muslim dalam periode 1096 – 2073 M. dikenal sebagai perang salib. Hal ini disebabkan karena
adanya dugaan bahwa pihak Kristen dalam melancarkan serangan tersebut didorong oleh
motivasi keagamaan, selain itu mereka menggunakan simbol salib. Namun jika dicermati lebih
mehdalam akan terlihat adanya beberapa kepentingan individu yang turut mewarnai perang salib
ini. Berikut ini adalah beberapa penyebab yang turut melatarbelakangi terjadinya perang salib.
12

Gambar diambil dari:


http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/3/31/Map_of_First_Crusade_-
_Roads_of_main_armies-fi.png

Pertama, bahwa perang salib merupakan puncak dari sejumlah konflik antara negeri barat
dan negeri timur, jelasnya antara pihak Kristen dan pihak muslim. Perkembangan dan kemajuan
ummat muslim yang sangat pesat, pada akhir-akhir ini, menimbulkan kecemasan tokoh-tokoh
barat Kristen. Terdorong oleh kecemasan ini, maka mereka melancarkan serangan terhadap
kekuatan muslim.

Kedua, munculnya kekuatan Bani Saljuk yang berhasil merebut Asia Kecil setelah
mengalahkan pasukan Bizantium di Manzikart tahun 1071, dan selanjutnya Saljuk merebut
Baitul Maqdis dari tangan dinasti Fatimiyah tahun 1078 M. Kekuasaan Saljuk di Asia Kecil dan
yerusalem dianggap sebagai halangan bagi pihak Kristen barat untuk melaksanakan haji ke Bait
al-Maqdis. padahal yang terjadi adalah bahwa pihak Kristen bebas saja melaksanakan haji secara
berbondong-bondong. pihak Kristen menyebarkan desas-desus perlakuan kejam Turki Saljuk
terhadap jemaah haji Kristen. Desas-desus ini membakar amarah umat Kristen-Eropa.

Ketiga, bahwa semenjak abad ke sepuluh pasukan muslim menjadi penguasa jalur
perdagangan di lautan tengah. Para pedagang Pisa, Vinesia, dan Cenoa merasa terganggu atas
kehadiran pasukan lslam sebagai penguasa jalur perdagangan di laut tengah ini. Satu-satunya
13

jalan untuk memperluas dan memperlancar perdagangan mereka adalah dengan mendesak
kekuatan muslim dari lautan ini”

Keernpat, propaganda Alexius Comnenus kepada )aus Urbanus ll. Untuk membalas
kekalahannya dalam peperangan melawan pasukan Saljuk. Bahwa paus merupakan sumber
otoritas tertinggi di barat yang didengar dan ditaati propagandanya. Paus Urbanus II segera
rnengumpulkan tokoh-tokoh Kristen pada 26 November 1095 di Clermont, sebelah tenggara
Perancis. Dalam pidatonya di Clermont sang Paus memerintahkan kepada pengikut kristen agar
mengangkat senjata melawan pasukan musim.

Tujuan utama Paus saat itu adalah memperluas pengaruhnya sehingga gereja-gereja
Romawi akan bernaung di bawah otoritasnya. Dalam propagandanya, sang Paus Urbanus ll
menjanjikan ampunan atas segala dosa bagi mereka yang bersedia bergabung dalam peperangan
ini. Maka isu persatuan umat Kristen segera bergema menyatukan negeri-negeri Kristen
memenuhi seruan sang Paus ini. Dalam waktu yang singkat sekitar 150.000 pasukan Kristen
berbondong-bondong memenuhi seruangsang Paus, mereka berkumpul di Konstantinopel.
Sebagian besar pasukan ini adalah bangsa Perancis dan bangsa Normandia.

Jalannya Peperangan

Perang salib yang berlangsung dalam kurun waktu hampir dua abad, yakni antara tahun
1095 – 1291 M., terjadi dalam serangkaian peperangan.

Diambil dari: http://www.hist.umn.edu/courses/hist3613/calendar/1stCrusade/images/First


%20Crusade%20Map.jpg

Perang Salib 1
14

Pada tahun 490 H/1096 M. sebuah pasukan salib yang dipimpin oleh komandan Walter
dapat ditundukkan oleh kekuatan Kristen Bulgaria. Kemudian Peter yang mengkomandoi
kelompok kedua pasukan salib bergerak melalui Hungaria dan Bulgaria. Pasukan ini berhasil
menghancurkan setiap kekuatan yang menghalanginya. Seorang sultan negeri Nice berhasil
menghadapinya bahkan sebagian pimpinan salib berkenan memeluk lslam dan sebagian pasukan
mereka terbunuh dalam peperangan ini.

Setahun kemudian yakni pada tahun 491 H/1097 M. pasukan Kristen di bawah komandan
Coldfrey bergerak dari Konstantinopel menyeberangi selat Bosporus dan berhasil menaklukkan
Antioch (Antakia) setelah mengepungnya selama 9 bulan. Pada pengepungan ini pasukan salib
melakukan pembantaian secara kejam tanpa prikemanusiaan.

Setelah berhasil menundukkan Antioch, pasukan salib bergerak ke Ma’arrat al-Nu’ man,
sebuah kota termegah di Syria. Di kota ini pasukan Salib juga melakukan pembantaian ribuan
orang. Pasukan salib selanjutnya menuju ke Yerusalem dan dapat menaklukkannya dengan
mudah. Ribuan jiwa muslirn menjadi kurban pembantaian dalam penaklukan kota Yerusalern ini.
“Tumpukan kepala, tangan dan kaki terdapat disegala penjuru jalan dan sudur kota”. Sejarah
telah menyaksikan sebuah tragedi manusia yang memilukan. Goldfrey selanjutnya menjabat
sebagai penguasa atas negeri Yerusalem. Ia adalah penguasa yang cakap, dan komandan yang
bersemangat dan agresif.

Pada tahun 503 H/1109 M., pasukan salib menaklukkan Tripoli. Mereka selain
membantai masyarakat Tripoli juga membakar perpustakaan, perguruan dan sarana industri
hingga menjadi abu.

Selama terjadi penyerangan di atas, kesultanan Saljuk sedang dalam kemunduran.


Perselisihan antara sultan-sultan Saljuk memudahkan pasukan salib merebut wilayah-wilayah
kekuasaan islam. Dalam kondisi seperti ini muncullah seorang sultan Damaskus yang bernama
Muhammad yang berusaha mengabaikan konflik internal dan menggalang kesatuan dan kekuatan
Saljuk untuk mengusir pasukan salib. Baldwin, penguasa Yerusalem pengganti Goldfrey, dapat
dikalahkan oleh pasukan Saljuk ketika ia sedang menyerang kota Damaskus. Baldwin segera
dapat merebut kembali wilayah-wilayah yang lepas setelah datang bantuan pasukan dari Eropa.

Sepeninggal Sultan Mahmud, tampillah seorang perwira muslirn yang cakap dan gagah
pemberani. Ia adalah Imaduddin Zangki, seorang anak dari pejabattinggi Sultan Malik Syah.
Atas kecakapannya, ia menerima kepercayaan berkuasa atas kota Wasit dari Sultan Mahmud.
Belakangan penguasa Mosul dan Mesopotamia juga berlindung kepadanya. la menerima gelar
Attabek dari khalifah di Bagdad. Ia telah mencurahkan kemampuannya dalam upaya
mengembalikan kekuatan pemerintahan Saljuk dan menyusun kekuatan militer, sebelum ia
mengabdikan diri di kancah peperangan salib.

Masyarakat Aleppo dan Hammah yang menderita di bawah kekuasaan pasukan salib
berhasil diselamatkan oleh Imaduddin Zangki setelah berhasil mengalahkan pasukan salib.
Tahun berikutnya ia juga berhasil mengusir pasukan salib dari al- Asyarib. Satu-persatu Zangki
meraih kemenangan atas pasukan salib, hingga ia merebut wilayah Edessa pada tahun 539
H/1144 M. Dalam pada itu, bangsa Romawi menjalin kekuatan gabungan dengan pasukan
15

Perancis menyerang Buzza. Mereka menangkap dan membunuh perernpuan dan anak-anak yang
tidak berdosa. Dari sini mereka melancarkan serangan ke Caesarea. Penguasa negeri ini yakni
Abu Asakir nneminta bantuan pasukan Imaduddin Zangki. Zangki segera mengerahkan
pasukannya dan ia berhasil mengusir kekuatan Perancis dan Romawi secara memalukan.
Wilayah perbatasan di Akra berhasil digrebek hingga menyerah, demikian pula kota Balbek
segera ditaklukkan, untuk selanjutnya pendudukan kota Balbek ini dipercayakan kepada
komandan Najamuddin, ayah Salahuddin.

Penaklukan Edesa merupakan keberhasilan Zangki yang terhebat. Oleh umat Kristen
Edessa merupakan kota yang termulya, karenanya kota ini dijadikan sebagai pusat kepuasan.
Dalam penaklukan Edessa, Zangki tidak berlaku kejam terhadap penduduk sebagaimana
tindakan pasukan salib. Tidak seorang pun merasakan tajamnya mata pedang Zangki, kecuali
pasukan salib yang sedang bertempur yang sebagian besar adalah pasukan Perancis.

Dalam perjalanan penaklukan Kalat Jabir, Zangki terbunuh oleh tentaranya sendiri.
Selama ini Zangki adalah seorang patriot sejati yang telah berjuang demi membela tanah airnya.
Baginya, “pelana kuda lebih nyaman dan lebih dicintainya dari pada kasur sutra, dan juga suara
hiruk-pikuk di medan peperangan terdengar lebih merdu dan lebih dicintainya daripada alunan
musik”.

Kepemimpinan Imaduddin Zangki digantikan oleh putranya yang bernama Nuruddin


Mahmud. Ia bukan hanya seorang prajurit yang cakap, sekaligus juga ahli hukum, dan juga
seorang ilmuan. Pada saat itu umat Kristen Edessa dengan bantuan pasukan Perancis herhasil
mengalah pasukan muslim yang bertugas di kota ini dan sekal i gus membanta i nya. N uruddi n
segera mengerahkan pasukannya ke Edessa dan berhasil merebutnya kembali Sejumlah pasukan
Edessa dan para pengkhianat dihukum dengan mata pedang, sedangkan bangsa Armenia yang
bersekutu dengan pasukan salib diusir ke luar negeri Edesa.

Perang Salib 2

Dengan jatuhnya kembali kota Edesa oleh pasukan muslim, tokoh-tokoh Kristen Eropa
dilanda rasa cemas. St Bernard segera menyerukan kembali perang salib melawan kekuatan
muslim. Seruan tersebut membuka gerakan perang salib kedua dalam sejarah Eropa. Beberapa
penguasa Eropa menanggapi poiitif seruan perang suci ini. Kaisar jerman yang bernama Conrad
III, dan kaisar perancis yang bernama Louis VII segera mengerahkan pasukannya keAsia.
Namun kedua paiukan ini iapat dihancurkan ketika sedang dalam perjalanan menuju Syiria.
Dengan sejumlah pasukan yang tersisa mereka berusaha mencapai Antioch, dan dari sisi mereka
menuju ke Damaskus.

Pengepungan Damaskus telah berlangsung beberapa hari, ketika Nuruddin tiba di kota
ini. Karena terdesak oleh pasukan Nuruddin, pasukan salib segera melarikan diri ke Palestina,
sementara Conrad III dan Louis VII kembali ke Eropa dengan tangan hampa. Dengan demikian
beiakhirlah babak ke dua perang salib.

Nuruddin segera rnulai memainkan peran baru sebagai sang penakluk. Tidak lama setelah
mengalahkan pasukan salib, ia berhasil rnenduduki benteng Xareirna, merebut wilayah
16

perbatasan Apamea pada tahun 544 H/1149 M., dan kota Joscelin. Pendek kata, kota-kota
penting pasukan salib berhasil dikuasainya. la segera menyambut baik permohonan masyarakat
Damaskus dalam perjuangan melawan penguasa Damaskus yang menindas. Keberhasilan
Nuruddin menaklukkan koia damaskus membuat sang khalifah di Bagdad brerkenan
rnemberinya gelar kehormatan “al-Malik al- ’Adil”.

Ketika itu Mesir sedang dilanda perselisihan intern dinasti Fatimiyah. Shawar, seorang
perdana menteri Fatimiyah., dilepaskan dari jabatannya oleh gerakan rahasia. Nuruddin
mengirimkan pasukannya di bawah pimpinan komandan Syirkuh. Namun ternyata Shawar justru
memerangi Syirkuh berkat bantuan pasukan perancis hingga berhasil rnenduduki Mesir.

Pada tahun 563 H/1167 M. Syirkuh berusaha datang kembali ke Mesir. Shawar pun
segera rneminta bantuan raja Yerusalem yang bernama Amauri. Gabungan pasukan Shawar dan
Amauri ditaklukkan secara mutlak oleh pasukan Syirkuh dalam peperangan di Balbain. Antara
mereka terjadi perundingan yang melahirkan beberapa kesepakatan: bahwa Syirkuh bersedia
kembali ke Damaskus dengan imbalan 50.000 keping emas, Amauri harus menarik pasukannya
dari Mesir. Namun Amauri tidak bersedia meninggalkan Kairo, sehingga perjanjian tersebut
batal secara otomatis. Bahkan mereka menindas rakyat.

Atas permintaan khalifah Mesir Syirkuh diperintahkan oleh Nuruddin agar segera menuju
ke Mesir. Masyarakat Mesir dan sang khalifah menyambut hangat kedatangan Syirkuh dan
pasukannya, dan akhirnya Syirkuh ditunjuk sebagai perdana menteri. Dua bulan sesudah
penundukan ini, Syirkuh meninggal dunia, kedudukannya digantikan oleh kemenakannya yang
bernama Salahuddin. Ketika kondisi politik dinasti Fatimiyah semakin melemah, Salahuddin al-
Ayyubi segera memulihkan otoritas Khalifah Abbasiyah di Mesir, dan setelah dinasti Fatimiyah
hancur Salahuddin menjadi penguasa Mesir (570-590 H/1174-1193 M).

Salahuddin, putra Najamuddin Ayyub, lahir di Takrit pada tahun 432 H/1137 M.
Ayahnya adalah pejabat kepercayaan pada masa lmaduddin Zangki dan masa Nuruddin.
Salahuddin adalah seorang letnan pada masa Nuruddin, dan telah berhasil mengkonsolidasikan
masyarakat Mesir, Nubia, Hijaz dan Yaman.

Sultan Malik Syah yang menggantikan Nuruddin adalah raja yang masih berusia belia,
sehingga amir-amirnya saling berebut pengaruh yang menyebabkan timbulnya krisis poiitik
internal. Kondisi demikian ini memudahkan bagi pasukan salib untuk menyerang Damaskus dan
menundukkannya. Setelah beberapa lama tampillah Salahuddin berjuang mengamankan
Damaskus dari pendudukan pasukan salib.

Lantaran hasutan Gumusytag, sang sultan belia Malik Syah menaruh kemarahan terhadap
sikap Salahuddin ini sehingga menimbulkan konflik antara keduanya. Sultan Malik Syah
menghasut masyarakat Alleppo berperang melawan Salahuddin. Kekuatan Malik Syah di
Alleppo dikalahkan oleh pasukan Salahuddin. Merasa.tidak ada pilihan lain, Sultan Malik Syah
rneminta bantuan pasukan salib. Semenjak kemenangan melawan pasukan salib di Aleppo ini,
terbukalah jalan lernpang bagi tugas dan perjuangan Salahuddin di masa-masa mendatang hingga
ia berhasil mencapai kedudukan sultan. Semenjak tahun 575H/1182M, kesultanan Saljuk di
pusat mengakui kedudukan Salahuddin sebagai sultan atas seluruh wilayah Asia Barat.
17

Sementara itu Baldwin III menggantikan kedudukan ayahnya, Amaury. Baldwin III
mengkhianati perjanjian genjatan senjata antara kekuatan muslim dengan pasukan Salib-Kristen.
Bahkan pada tahun 582H/11 86 M. Penguasa wilayah Kara yang bernama Reginald mengadakan
penyerbuan terhadap kabilah muslim yang sedang melintasi benteng pertahanannya. Salahuddin
segera mengerahkan pasukannya di bawah pimpinan Ali untuk mengepung Kara dan selanjutnya
menuju Galilee untuk menghadapi pasukan Perancis. Pada tanggal 3 Juli 1187 M. kedua pasukan
bertempur di daerah Hittin, di mana pihak pasukan Kristen mengalami kekalahan. Ribuan
pasukan mereka terbunuh, sedang tokoh-tokoh militer mereka ditawan. Sultan Salahuddin
selanjutnya merebut benteng pertahanan Tiberia. Kota Acre, Naplus, Jericho, Ramla, Caesarea,
Asrul Jaffra, Beyrut, dan sejumlah kota-kota lainnya satu persatu jatuh dalanr kekuasaan Sultan
Salahuddin.

Selanjutnya Salahudin memusatkan perhatiannya untuk menyerang Yerusalem, di mana


ribuan rakyat muslim dibantai oleh pasukan Salib-Kristen. Setelah mendekati kota ini,
Salahuddin segera menyampaikan perintah agar seluruh pasukan Salib-Kristen Yerusalem
menyerah. Perintah tersebut sama sekali tidak dihiraukan, sehingga Salahuddin bersumpah untuk
membalas dendam atas pembantaian ribuan warga muslim. Setelah beberapa larna terjadi
pengepungan, pasukan salib kehilangan semangat tempurnya dan memohon kemurahan hati sang
sultan. Jiwa sang sultan terlalu lembut dan penyayang untuk melaksanakan sumpah dan
dendamnya, sehingga ia pun memaafkan mereka. Bangsa Romawi dan warga Syria-Kristen
diberi hidup dan diizinkan tinggal di Yerusalem dengan hak-hak warga negara secara penuh.
Bangsa Perancis dan bangsa-bangsa Latin diberi hak meninggalkan Palestina dengan membayar
uang tebusan 10 dinar setiap orang dewasa, dan 1 dinar untuk setiap anak-anak. Jika tidak
bersedia mereka dijadikan sebagai budak. Namun peraturan seperti ini tidak diterapkan oleh sang
sultan secara kaku. Salahuddin berkenan melepaskan ribuan tawanan tanpa tebusan sepeser pun,
bahkan ia mengeluarkan hartanya sendiri untuk menrbantu menebus sejumlah tawanan.
Salahuddin juga membagi-bagikan sedekah kepada ribuan masyarakat Kristen yang miskin dan
lemah sebagai bekal perjalanan mereka pulang. Ia menyadari betapa pasukan Salib-Kristen telah
membantai ribuan rnasyarakat muslim yang tidak berdosa, namun suara hatinya yang lembut
tidak tega untuk melampiaskan dendam terhadap pasukan Kristen.

Pada sisi lainnya Salahuddin juga membina ikatan persaudaraan antara warga Kristen dengan
warga muslim, dengan memberikan hak-hak warga Kristen sama persis dengan hak-hak warga
muslim di Yerusalem. Sikap Salahuddin demikian ini membuat umat Kristen di negeri-negeri
lain ingin sekali tinggal di wilayah kekuasaan sang sultan ini. “sejumlah warga Kristen yang
meninggalkan Yerusalem menuju Antioch ditolak dan bahkan dicaci maki oleh raja Bahemond.
Mereka lalu menuju ke negeri Arab di mana kedatangan mereka disambut dengan baik”, kata
Mill. Perlakuan baik pasukan muslim terhadap umat Kristen ini sungguh tidak ada bandingannya
sepanjang sejarah dunia. Padahal sebelumnya, pasukan Salib-Kristen telah berbuat kejam,
menyiksa dan menyakiti warga muslim.

Perang Salib 3
18

Jatuhnya Yerusalem dalam kekuasaan Salahuddin menimbulkan keprihatinan besar


kalangan tokoh-tokoh Kristen. Seluruh penguasa negeri Kristen di Eropa berusaha
menggerakkan pasukan salib lagi. Ribuan pasukan Kristen berbondong-bondong menuju Tyre
untuk berjuang mengembalikan prestis kekuatan mereka yang telah hilang. Menyambut seruan
kalangan gereja, maka kaisar Jerman yang bernama Frederick Barbarosa, Philip August, kaisar
Perancis yang bernama Richard, beberapa pembesar kristen rnembentuk gabungan pasukan salib.
Dalam hal ini seorang ahli sejarah menyatakan bahwa Perancis mengerahkan seluruh
pasukannya baik pasukan darat maupun pasukan lautnya. Bahkan wanita-wanita Kristen turut
ambil bagian dalam peperangan ini. Setelah seluruh kekuatan salib berkumpul di Tyre, mereka
segera bergerak mengepung Acre.

Salahuddin segera menyusun strategi untuk menghadapi pasukan salib. Ia menetapkan strategi
bertahan di dalam negeri dengan mengabaikan saran para Amir untuk melakukan pertahanan di
luar wilayah Acre. ”Demikianlah Salahuddin mengambil sikap yang kurang tepat dengan
memutuskan pandangannya sendiri’” ungkap salah seorang ahli sejarah. Jadi Salahuddin
mestilah berperang untuk menyelamatkan wilayahnya setelah pasukan Perancis tiba di Acre.

Pada tanggal 14 September 1189 M. Salahuddin terdesak oleh pasukan salib, namun
kemenakannya yang bernama Taqiyuddin berhasil mengusir pasukan salib dari posisinya dan
mengembalikan hubungan dengan Acre. Dalam hal ini Ibn al-Athir menyatakan, “pasukan
muslim mesti melanjutkan peperangan hingga malam hari sehingga mereka berhasil mencapai
sasaran penyerangan. Namun setelah mendesak separuh kekuatan Perancis, pasukan muslim
kembali dilemahkan pada hari berikutnya.

Kota Acre kembali terkepung selama hampir dua tahun. Sekalipun pasukan rnuslim menghadapi
situasi yang serba sulit selama pengepungan ini, namun mereka tidak patah semangat. Segala
upaya pertahanan pasukan muslim semakin tidak membawa hasil, bahkan mereka merasa frustasi
ketika Richard dan Philip August tiba dengan kekuatan pasukan salib yang maha besar. Sultan
Salahuddin merasa kepayahan menghadapi peperangan ini, sementara itu pasukan muslim
dilanda wabah penyakit dan kelaparan. Masytub, seorang komandan Salauhuddin akhirnya
mengajukan tawaran damai dengan kesediaan atas beberapa persyaratan sebagaimana yang
pernah diberikan kepada pasukan Kristen sewaktu penaklukan Yerusalem dahulu. Namun sang
raja yang tidak mengenal balas budi ini sedikit pun tidak memberi belas kasih terhadap ummat
muslim. la membantai pasukan muslirn secara kejam.

Setelah berhasil menundukkan Acre, pasukan salib bergerak menuju Ascalon dipimpin oleh
Jenderal Richard. Bersamaan dengan itu Salahuddin sedang mengarahkan operasi pasukannya
dan tiba d i fucalon I e6l h awil. Ketika tiba di Ascalon, Richard mendapatkan kota ini telah
dikuasai oleh pasukan Salahuddin. Merasa tidak berdaya mengepung kota ini, Richard
mengirimkan delegasi perdamaian menghadap Salahuddin. Setelah berlangsung perdebatan yang
kritis, akhirnya sang sultan bersedia menerirna tawaran damai tersebut. ”Antar pihak Muslim dan
pihak pasukan salib menyatakan bahwa wilayah kedua belah pihak saling tidak rnenyerang dan
menjamin keamanan masing-masing, dan bahwa warga negara kedua belah pihak dapat saling
keluar masuk ke wilayah lainnya tanpa, gangguan apa pun”. Jadi perjanjian damai yang
menghasilkan kesepakatan di atas mengakhiri perang salib ke tiga.
19

Setelah keberangkatan Jenderal Richard, Salahuddin masih tetap tinggal di Yerusalem dalam
beberapa lama. Ia kemudian kembali ke Damaskus untuk menghabiskan sisa hidupnya.
Perjalanan panjang yang meletihkan ini mengganggu kesehatan sultan dan akhirnya ia meninggal
enam bulan setelah tercapai perdamaian, yakni pada tahun 1193 M. Seorang penulis berkata,
“Hari kematian Salahuddin merupakan musibah bagi islam dan ummat lslam, sungguh tidak ada
duka yang melanda mereka setelah kematian empat khalifah pertarna yang melebihi duka atas
kematian Sultan Salahuddin”.

Salahuddin bukan hanya seorang Prajurit, ia juga seorang yang mahir dalam bidang pendidikan
dan pengetahuan. Berbagai penulis berkarya di istananya” Penulis yang ternama di antara
mereka adalah Imaduddin, sedang hakim yang termasyhur adalah al-Hakkari. Sultan Salahuddin
mendirikan berbagai lembaga pendidikan seperti madrasah, perguruan, dan juga mendirikan
sejumiah rumah sakit di wilayah kekuasaannya.

Perang Salib 4

Dua tahun setelah kematian Salahuddin berkobar perang salib keempat atas inisiatif Paus
Celestine III. Namun sesungguhnya peperangan antara pasukan muslim dengan pasukan Kristen
telah berakhir dengan usianya perang salib ketiga. Sehingga peperangan berikutnya tidak banyak
dikenal. Pada tahun 1195 M. pasukan salib menundukkan Sicilia, kemudian terjadi dua kali
penyerangan terhadap Syria. Pasukan kristen ini mendarat di pantai Phoenecia dan menduduki
Beirut. Anak Salahuddin yang bernama al-Adil segera rnenghalau pasukan salib. la selanjutnya
menyerang kota perlindungan pasukan salib. Mereka kemudian mencari tempat perlindungan ke
Tibinim, lantaran semakin kuatnya tekanan dari pasukan muslim, pihak salib akhirnya
menempuh inisiatif damai. Sebuah perundingan menghasilkan kesepakatan pada tahun 1198M,
bahwa peperangan ini harus dihentikan selama tiga tahun.

Perang Salib 5

Belum genap mencapai tiga tahun, Kaisar Innocent III menyatakan secara tegas berkobarnya
perang salib ke lima setelah berhasil rnenyusun kekuatan miliier. Jenderal Richard di lnggris
menolak keras untuk bergabung dalam pasukan salib ini, sedang mayoritas penguasa Eropa
lainnya menyarnbut gembira seruan perang tersebut. Pada kesempatan ini pasukan salib yang
bergerak menuju Syria tiba-tiba mereka membelokkan geiakannya menuju Konstantinopel.
Begitu tiba di kota ini, mereka membantai ribuan bangsa romawi baik laki-laki maupun
perempuan secara bengis dan kejam. pembantai ini berlangsung dalam beberapa hari. Jadi
pasukan muslim sama sekali tidak mengalami kerugian karena tidak terlibat dalam peristiwa ini.

Perang Salib 6

Pada tahun 613 H/1216M, Innocent III mengobarkan propaganda perang salib ke enam. 250.000
pasukan salib, mayoritas Jerman, mendarat di Syria. Mereka terserang wabah penyakit di
wilayah pantai Syria hingga kekuatan pasukan tinggal tersisa sebagian. Mereka kemudian
bergerak menuju Mesir dan kemudian mengepung kota Dimyat. Dari 70.000 personil, pasukan
salib berkurang lagi hingga tinggal 3.000 pasukan yang tahan dari serangkaian wabah penyakit.
Bersamaan dengin ini, datang tambahan pasukan yang berasal dari perancis yang bergerak
20

menuju Kairo. Narnun akibat serangan pasukan muslim yang terus-menerus, mereka men jadi
terdesak dan terpaksa rnenempuh jalan damai. Antara keduanya tercapai kesepakatan damai
dengan syarat bahwa pasukan salib harus segera meninggalkan kota Dimyat.

Perang Salib 7

Untuk mengatasi konflik politik internal, Sultan Kamil mengadakan perundingan kerja sarna
dengan seorang jenderal Jerman yang bernarna Frederick. Frederick bersedia membantunya
rnenghadapi musuh-musuhnya dari kalangan Bani Ayyub sendiri, sehingga Frederick nyaris
menduduki dan sekaligus berkuasa di yerusalem. Yerusalem berada di bawah kekuasaan tentara
salib sampai dengan tahun 1244 M., setelah itu kekuasaan salib direbut oleh Malik al-shalih
Najamuddi al-Ayyubi atas bantuan pasukan Turki Khawarizmi yang berhasil meiarikan diri dari
kekuasaan Jenghis Khan.

Perang Salib 8

Dengan direbutnya kota Yerusalern oleh Malik al- Shalih, pasukan salib kembali menyusun
penyerangan terhadap wilayah lslam. Kali ini Louis IX, kaisar perancis, yang memimpin
pasukan salib kedelapan. Mereka mendarat di Dirnyat dengan mudah tanpa perlawanan yang
beranti. Karena pada saat itu Sultan Malikal-shalih sedang menderita sakit keras sehingga
disiplin tentara muslim merosot. Ketika pasukan Louis IX bergerak menuju ke Kairo melalui
jalur sungai Nil, mereka mengalami kesulitan lantaran arus sungai mencapai ketinggiannya, dan
mereka juga terserang oleh wabah penyakit, sehingga kekuatan salib dengan mudah dapat
dihancurkan oleh pasukan Turan Syah, putra Ayyub.

Setelah berakhir perang salib ke delapan ini, pasukan Salib-Kristen berkali-kali berusaha
mernbalas kekalahannya, namun selalu mengalami kegagalan.

Akibat Perang Salib

Perang salib yang berlangsung lebih kurang dua abad membawa beberapa akibat yang sangat
berarti bagi perjalanan sejarah dunia. Perang salib ini menjadi penghubung bagi bangsa Eropa
mengenali dunia lslam secara lebih dekau yang berarti kontak hubungan antara barat dan timur
semakin dekat. Kontak hubungan barat-timur ini mengawali terjadinya pertukaran ide antara
kedua wilayah tersebut. Kemajuan ilmu pengetahuan dan tata kehidupan masyarakat timur
yang”maju menjadi daya dorong pertumbuhan intelektual bangsa barat, yakni Eropa. Hal ini
sangat-besar andil dan peranannya dalam meahirkan era renaissance di Eropa.

Pasukan salib merupakan penyebar hasrat bangsa Eropa dalam bidang perdagangan dan
perniagaan terhadap bangsa-bangsa timur. Selama ini bangsa barat tidak mengenal kemajuan
pemikiran bangsa timur. Maka perang salib ini juga membawa akibat timbulnya kegiatan
penyelidikan bangsa Eropa mengenai berbagai seni dan pengetahuan penting dan berbagai
penemuan yang teiah dikenali ditimur. Misalnya, kompas kelautan, kincir angin, dan lain-lain,
Mereka juga menyelidiki sistem pertanian, dan yang lebih penting adalah mereka rnengenali
sistem industri timur yang telah maju. Ketika kembali ke negerinya, Eropa, mereka lantas
mendirikan sistem pemasaran barang-barang produk timur. Masyarakat barat semakin menyadari
21

betapa pentingnya produk-produk tersebut. Hal ini menjadikan sernakin pesatnya pertumbuhan
kegiatan perdagangan antara timur dan barat. Kegiatan perdagangan ini semakin berkembang
pesat seiring dengan kemajuan pelayaran di laut tengah. Namun, pihak muslim yang semula
menguasai jalur pelayaran di laut tengah kehilangan supremasinya ketika bangsa-bangsa Eropa
menempuh rute pelayaran laut tengah secara bebas.

Runtuhnya  DINASTI ABBASIYAH

Ketika itu, selama periode perang salib, panglima dan pasukan muslim telah menunjukkan sikap
mereka yang sangat menawan dan bijaksana. Mereka penuh kesabaran dalam berjuang dan gigih
dalam pertahanan, pemaaf dan ksatria.

Sementara itu bersamaan dengan periode ini, kekhilafahan Abbasiyah di Bagdad tengah dilanda
konflik politik internal. Bahkan ketika kekuasaannya terancam oleh serangan pasukan salib,
mereka sama sekali tidak mengambil sikap peduli. Mereka tenang saja di istana Bagdad
bermalas-malasan dan boros. Pola kehidupan sang khalifah yang demikian ini berlangsung terus-
menerus sampai Bagdad ditundukkan oleh Hulagu Khan, cucu Jenghis Khan. Hulagu dengan
sangat mudah menghancurkan kota Bagdad dan membunuh Khalifah Abbasiyah yang terakhir,
yakni al-Musta’sim. peristiwa ini terjadi pada tahun 1258 M. yang menandai akhir masa
kekuasaan dinasti Abbasiyah.

Sumber: Prof. K Ali, A study of Islamic History, versi terjemahan “Sejarah Islam (Tarikh
Pramodern)”, PT RajaGrafindo Persada, 1996, Jakarta.

Perang Salib
22

Konsili Clermont, Paus Urbanus II berkotbah dan terdengar teriakan "Deus Vult!", "Allah
menghendaki"[1]

Perang Salib[2][3][4] adalah gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi umat Muslim[5][6] di
Palestina secara berulang-ulang mulai abad ke-11 sampai abad ke-13, dengan tujuan untuk
merebut Tanah Suci dari kekuasaan kaum Muslim dan mendirikan gereja dan kerajaan Latin
di Timur.[7] Dinamakan Perang Salib, karena setiap orang Eropa yang ikut bertempur dalam
peperangan memakai tanda salib pada bahu, lencana dan panji-panji mereka.[8]

Istilah ini juga digunakan untuk ekspedisi-ekspedisi kecil yang terjadi selama abad ke-16 di
wilayah di luar Benua Eropa, biasanya terhadap kaum pagan dan kaum non-Kristiani untuk
alasan campuran; antara agama, ekonomi, dan politik. Skema penomoran tradisional atas Perang
Salib memasukkan 9 ekspedisi besar ke Tanah Suci selama Abad ke-11 sampai dengan Abad ke-
13. “Perang Salib” lainnya yang tidak bernomor berlanjut hingga Abad ke-16 dan berakhir ketika
iklim politik dan agama di Eropa berubah secara signifikan selama masa Renaissance.

Perang Salib pada hakikatnya bukan perang agama, melainkan perang merebut kekuasaan
daerah. Hal ini dibuktikan bahwa tentara Salib dan tentara Muslim saling bertukar ilmu
pengetahuan.

Perang Salib berpengaruh sangat luas terhadap aspek-aspek politik, ekonomi dan sosial, yang
mana beberapa bahkan masih berpengaruh sampai masa kini. Karena konfilk internal antara
kerajaan-kerajaan Kristen dan kekuatan-kekuatan politik, beberapa ekspedisi Perang Salib
(seperti Perang Salib Keempat) bergeser dari tujuan semulanya dan berakhir dengan dijarahnya
kota-kota Kristen, termasuk ibukota Byzantium, Konstantinopel-kota yang paling maju dan kaya
di benua Eropa saat itu. Perang Salib Keenam adalah perang salib pertama yang bertolak tanpa
23

restu resmi dari gereja Katolik, dan menjadi contoh preseden yang memperbolehkan penguasa
lain untuk secara individu menyerukan perang salib dalam ekspedisi berikutnya ke Tanah Suci.
Konflik internal antara kerajaan-kerajaan Muslim dan kekuatan-kekuatan politik pun
mengakibatkan persekutuan antara satu faksi melawan faksi lainnya seperti persekutuan antara
kekuatan Tentara Salib dengan Kesultanan Rum yang Muslim dalam Perang Salib Kelima.

Situasi di Eropa

Asal mula ide perang salib adalah perkembangan yang terjadi di Eropa Barat sebelumnya pada
Abad Pertengahan, selain itu juga menurunnya pengaruh Kekaisaran Byzantium di timur yang
disebabkan oleh gelombang baru serangan Muslim Turki. Pecahnya Kekaisaran Carolingian
pada akhir Abad Ke-9, dikombinasikan dengan stabilnya perbatasan Eropa sesudah peng-
Kristen-an bangsa-bangsa Viking, Slavia, dan Magyar, telah membuat kelas petarung bersenjata
yang energinya digunakan secara salah untuk bertengkar satu sama lain dan meneror penduduk
setempat. Gereja berusaha untuk menekan kekerasan yang terjadi melalui gerakan-gerakan Pax
Dei dan Treuga Dei. Usaha ini dinilai berhasil, akan tetapi para ksatria yang berpengalaman
selalu mencari tempat untuk menyalurkan kekuatan mereka dan kesempatan untuk memperluas
daerah kekuasaan pun menjadi semakin tidak menarik. Pengecualiannya adalah saat terjadi
Reconquista di Spanyol dan Portugal, dimana pada saat itu ksatria-ksatria dari Iberia dan
pasukan lain dari beberapa tempat di Eropa bertempur melawan pasukan Moor Islam, yang
sebelumnya berhasil menyerang dan menaklukan sebagian besar Semenanjung Iberia dalam
kurun waktu 2 abad dan menguasainya selama kurang lebih 7 abad.

Pada tahun 1063, Paus Alexander II memberikan restu kepausan bagi kaum Kristen Iberia untuk
memerangi kaum Muslim. Paus memberikan baik restu kepausan standar maupun pengampunan
bagi siapa saja yang terbunuh dalam pertempuran tersebut. Maka, permintaan yang datang dari
Kekaisaran Byzantium yang sedang terancam oleh ekspansi kaum Muslim Seljuk, menjadi
perhatian semua orang di Eropa. Hal ini terjadi pada tahun 1074, dari Kaisar Michael VII kepada
Paus Gregorius VII dan sekali lagi pada tahun 1095, dari Kaisar Alexius I Comnenus kepada
Paus Urbanus II.

Perang Salib adalah sebuah gambaran dari dorongan keagamaan yang intens yang merebak pada
akhir abad ke-11 di masyarakat. Seorang tentara Salib, sesudah memberikan sumpah sucinya,
akan menerima sebuah salib dari Paus atau wakilnya dan sejak saat itu akan dianggap sebagai
“tentara gereja”. Hal ini sebagian adalah karena adanya Kontroversi Investiture, yang
berlangsung mulai tahun 1075 dan masih berlangsung selama Perang Salib Pertama. Karena
kedua belah pihak yang terlibat dalam Kontroversi Investiture berusaha untuk menarik pendapat
publik, maka masyarakat menjadi terlibat secara pribadi dalam pertentangan keagamaan yang
dramatis. Hasilnya adalah kebangkitan semangat Kristen dan ketertarikan publik pada masalah-
masalah keagamaan. Hal ini kemudian diperkuat oleh propaganda keagamaan tentang Perang
untuk Keadilan untuk mengambil kembali Tanah Suci – yang termasuk Yerusalem (dimana
kematian, kebangkitan dan pengangkatan Yesus ke Surga terjadi menurut ajaran Kristen) dan
Antiokhia (kota Kristen yang pertama) - dari orang Muslim. Selanjutnya, “Penebusan Dosa”
24

adalah faktor penentu dalam hal ini. Ini menjadi dorongan bagi setiap orang yang merasa pernah
berdosa untuk mencari cara menghindar dari kutukan abadi di Neraka. Persoalan ini
diperdebatkan dengan hangat oleh para tentara salib tentang apa sebenarnya arti dari “penebusan
dosa” itu. Kebanyakan mereka percaya bahwa dengan merebut Yerusalem kembali, mereka akan
dijamin masuk surga pada saat mereka meninggal dunia. Akan tetapi, kontroversi yang terjadi
adalah apa sebenarnya yang dijanjikan oleh paus yang berkuasa pada saat itu. Suatu teori
menyatakan bahwa jika seseorang gugur ketika bertempur untuk Yerusalemlah “penebusan
dosa” itu berlaku. Teori ini mendekati kepada apa yang diucapkan oleh Paus Urbanus II dalam
pidato-pidatonya. Ini berarti bahwa jika para tentara salib berhasil merebut Yerusalem, maka
orang-orang yang selamat dalam pertempuran tidak akan diberikan “penebusan”. Teori yang lain
menyebutkan bahwa jika seseorang telah sampai ke Yerusalem, orang tersebut akan dibebaskan
dari dosa-dosanya sebelum Perang Salib. Oleh karena itu, orang tersebut akan tetap bisa masuk
Neraka jika melakukan dosa sesudah Perang Salib. Seluruh faktor inilah yang memberikan
dukungan masyarakat kepada Perang Salib Pertama dan kebangkitan keagamaan pada abad ke-
12.

Situasi Timur Tengah

Keberadaan Muslim di Tanah Suci harus dilihat sejak penaklukan bangsa Arab terhadap
Palestina dari tangan Kekaisaran Bizantium pada abad ke-7. Hal ini sebenarnya tidak terlalu
memengaruhi penziarahan ke tempat-tempat suci kaum Kristiani atau keamanan dari biara-biara
dan masyarakat Kristen di Tanah Suci Kristen ini. Sementara itu, bangsa-bangsa di Eropa Barat
tidak terlalu perduli atas dikuasainya Yerusalem–yang berada jauh di Timur–sampai ketika
mereka sendiri mulai menghadapi invasi dari orang-orang Islam dan bangsa-bangsa non-Kristen
lainnya seperti bangsa Viking dan Magyar. Akan tetapi, kekuatan bersenjata kaum Muslim Turki
Saljuk yang berhasil memberikan tekanan yang kuat kepada kekuasaan Kekaisaran Byzantium
yang beragama Kristen Ortodoks Timur.[9]

Titik balik lain yang berpengaruh terhadap pandangan Barat kepada Timur adalah ketika pada
tahun 1009, kalifah Bani Fatimiyah, Al-Hakim bi-Amr Allah memerintahkan penghancuran
Gereja Makam Kudus (Church of the Holy Sepulchre).[10] Penerusnya memperbolehkan
Kekaisaran Byzantium untuk membangun gereja itu kembali dan memperbolehkan para peziarah
untuk berziarah di tempat itu lagi. Akan tetapi, banyak laporan yang beredar di Barat tentang
kekejaman kaum Muslim terhadap para peziarah Kristen. Laporan yang didapat dari para
peziarah yang pulang ini kemudian memainkan peranan penting dalam perkembangan Perang
Salib pada akhir abad itu.

Penyebab langsung
Penyebab langsung dari Perang Salib Pertama adalah permohonan Kaisar Alexius I kepada Paus
Urbanus II untuk menolong Kekaisaran Byzantium dan menahan laju invasi tentara Muslim ke
dalam wilayah kekaisaran tersebut.[11][12] Hal ini dilakukan karena sebelumnya pada tahun 1071,
Kekaisaran Byzantium telah dikalahkan oleh pasukan Seljuk yang dipimpin oleh Sulthan Alp
Arselan di Pertempuran Manzikert, yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa ini
berhasil mengalahkan tentara Romawi yang berjumlah 40.000 orang, terdiri dari tentara Romawi,
Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Perancis dan Armenia. Dan kekalahan ini berujung kepada dikuasainya
25

hampir seluruh wilayah Asia Kecil (Turki modern). Meskipun Pertentangan Timur-Barat sedang
berlangsung antara gereja Katolik Barat dengan gereja Ortodoks Timur, Alexius I mengharapkan
respon yang positif atas permohonannya. Bagaimanapun, respon yang didapat amat besar dan
hanya sedikit bermanfaat bagi Alexius I. Paus menyeru bagi kekuatan invasi yang besar bukan
saja untuk mempertahankan Kekaisaran Byzantium, akan tetapi untuk merebut kembali
Yerusalem, setelah Dinasti Seljuk dapat merebut Baitul Maqdis pada tahun 1078 dari kekuasaan
dinasti Fatimiyah yang berkedudukan di Mesir. Umat Kristen merasa tidak lagi bebas beribadah
sejak Dinasti Seljuk menguasai Baitul Maqdis.

Ketika Perang Salib Pertama didengungkan pada 27 November 1095[13], para pangeran Kristen
dari Iberia sedang bertempur untuk keluar dari pegunungan Galicia dan Asturia, wilayah Basque
dan Navarre, dengan tingkat keberhasilan yang tinggi, selama seratus tahun. Kejatuhan bangsa
Moor Toledo kepada Kerajaan León pada tahun 1085 adalah kemenangan yang besar.
Ketidakbersatuan penguasa-penguasa Muslim merupakan faktor yang penting dan kaum Kristen
yang meninggalkan para wanitanya di garis belakang amat sulit untuk dikalahkan. Mereka tidak
mengenal hal lain selain bertempur. Mereka tidak memiliki taman-taman atau perpustakaan
untuk dipertahankan. Para ksatria Kristen ini merasa bahwa mereka bertempur di lingkungan
asing yang dipenuhi oleh orang kafir sehingga mereka dapat berbuat dan merusak sekehendak
hatinya. Seluruh faktor ini kemudian akan dimainkan kembali di lapangan pertempuran di Timur.
Ahli sejarah Spanyol melihat bahwa Reconquista adalah kekuatan besar dari karakter Castilia,
dengan perasaan bahwa kebaikan yang tertinggi adalah mati dalam pertempuran
mempertahankan ke-Kristen-an suatu Negara.

Perang
Perang Salib I

Pada musim semi tahun 1095 M, 150.000 orang Eropa, sebagian besar bangsa Perancis dan
Norman[14], berangkat menuju Konstantinopel, kemudian ke Palestina. Tentara Salib yang
dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond ini memperoleh kemenangan besar. Pada
tanggal 18 Juni 1097 mereka berhasil menaklukkan Nicea dan tahun 1098 M menguasai Raha
(Edessa). Di sini mereka mendirikan County Edessa dengan Baldwin sebagai raja. Pada tahun
yang sama mereka dapat menguasai Antiokhia dan mendirikan Kepangeranan Antiokhia di
Timur, Bohemond dilantik menjadi rajanya. Mereka juga berhasil menduduki Baitul Maqdis
(Yerusalem) pada 15 Juli 1099 M[15] dan mendirikan Kerajaan Yerusalem dengan rajanya,
Godfrey. Setelah penaklukan Baitul Maqdis itu, tentara Salib melanjutkan ekspansinya. Mereka
menguasai kota Akka (1104 M), Tripoli (1109 M) dan kota Tyre (1124 M). Di Tripoli mereka
mendirikan County Tripoli, rajanya adalah Raymond.

Selanjutnya, Syeikh Imaduddin Zengi pada tahun 1144 M, penguasa Mosul dan Irak, berhasil
menaklukkan kembali Aleppo, Hamimah, dan Edessa. Namun ia wafat tahun 1146 M. Tugasnya
dilanjutkan oleh puteranya, Syeikh Nuruddin Zengi. Syeikh Nuruddin berhasil merebut kembali
Antiokhia pada tahun 1149 M dan pada tahun 1151 M, seluruh Edessa dapat direbut kembali.

Perang Salib II
26

Kejatuhan County Edessa ini menyebabkan orang-orang Kristen mengobarkan Perang Salib
kedua.[16][17] Paus Eugenius III menyampaikan perang suci yang disambut positif oleh raja
Perancis Louis VII dan raja Jerman Conrad II. Keduanya memimpin pasukan Salib untuk
merebut wilayah Kristen di Syria. Akan tetapi, gerak maju mereka dihambat oleh Syeikh
Nuruddin Zengi. Mereka tidak berhasil memasuki Damaskus. Louis VII dan Conrad II sendiri
melarikan diri pulang ke negerinya. Syeikh Nuruddin wafat tahun 1174 M. Pimpinan perang
kemudian dipegang oleh Sultan Shalahuddin al-Ayyubi yang berhasil mendirikan dinasti
Ayyubiyah di Mesir tahun 1175 M, setelah berhasil mencegah pasukan salib untuk menguasai
Mesir. Hasil peperangan Shalahuddin yang terbesar adalah merebut kembali Yerusalem pada
tahun 1187 M, setelah beberapa bulan sebelumnya dalam Pertempuran Hittin, Shalahuddin
berhasil mengalahkan pasukan gabungan County Tripoli dan Kerajaan Yerusalaem melalui taktik
penguasaan daerah. Dengan demikian berakhirlah Kerajaan Latin di Yerussalem yang
berlangsung selama 88 tahun berakhir. Sehabis Yerusalem, tinggal Tirus merupakan kota besar
Kerajaan Yerusalem yang tersisa. Tirus yang saat itu dipimpin oleh Conrad dari Montferrat
berhasil sukses dari pengepungan yang dilakukan Shalahuddin sebanyak dua kali. Shalahuddin
kemudian mundur dan menaklukan kota lain, seperti Arsuf dan Jaffa.

Perang Salib III

Jatuhnya Yerussalem ke tangan kaum Muslim sangat memukul perasaan Tentara Salib. Mereka
pun menyusun rencana balasan. Selanjutnya, Tentara Salib dipimpin oleh Frederick Barbarossa
raja Jerman, Richard si Hati Singa raja Inggris, dan Philip Augustus raja Perancis memunculkan
Perang Salib III.[18] Pasukan ini bergerak pada tahun 1189 M dengan dua jalur berbeda. Pasukan
Richard dan Philip melalui jalur laut dan pasukan Barbarossa - saat itu merupakan yang
terbanyak di Eropa - melalui jalur darat, melewati Konstantinopel. Namun, Barbarossa
meninggal di daerah Cilicia karena tenggelam di sungai, sehingga menyisakan Richard dan
Philip. Sebelum menuju Tanah Suci, Richard dan Philip sempat menguasai Siprus dan
mendirikan Kerajaan Siprus. Meskipun mendapat tantangan berat dari Shalahuddin, namun
mereka berhasil merebut Akka yang kemudian dijadikan ibu kota kerajaan Latin. Philip
kemudian balik ke Perancis untuk "menyelesaikan" masalah kekuasaan di Perancis dan hanya
tinggal Richard yang melanjutkan Perang Salib III. Richard tidak mampu memasuki Palestina
lebih jauh, meski bisa beberapa kali mengalahkan Shalahuddin. Pada tanggal 2 Nopember 1192
M, dibuat perjanjian antara Tentara Salib dengan Shalahuddin yang disebut dengan Shulh al-
Ramlah. Dalam perjanjian ini disebutkan bahwa orang-orang Kristen yang pergi berziarah ke
Baitul Maqdis tidak akan diganggu.[19]

Perang Salib IV

Pada tahun 1219 M, meletus kembali peperangan yang dikenal dengan Perang Salib periode
keenam, dimana tentara Kristen dipimpin oleh raja Jerman, Frederik II, mereka berusaha
merebut Mesir lebih dahulu sebelum ke Palestina, dengan harapan dapat bantuan dari orang-
orang Kristen Koptik. Dalam serangan tersebut, mereka berhasil menduduki Dimyath, raja Mesir
dari Dinasti Ayyubiyah waktu itu, al-Malik al-Kamil, membuat penjanjian dengan Frederick.
Isinya antara lain Frederick bersedia melepaskan Dimyath, sementara al-Malik al-Kamil
melepaskan Palestina, Frederick menjamin keamanan kaum muslimin di sana, dan Frederick
tidak mengirim bantuan kepada Kristen di Syria. Dalam perkembangan berikutnya, Palestina
27

dapat direbut kembali oleh kaum muslimin tahun 1247 M, di masa pemerintahan al-Malik al-
Shalih, penguasa Mesir selanjutnya.

Ketika Mesir dikuasai oleh Dinasti Mamalik yang menggantikan posisi Dinasti Ayyubiyyah,
pimpinan perang dipegang oleh Baibars, Qalawun, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Pada
masa merekalah Akka dapat direbut kembali oleh kaum Muslim tahun 1291 M. Demikianlah
Perang Salib yang berkobar di Timur. Perang ini tidak berhenti di Barat, di Spanyol, sampai
umat Islam terusir dari sana.

Kondisi sesudah Perang Salib


Perang Salib Pertama melepaskan gelombang semangat perasaan paling suci sendiri yang
diekspresikan dengan pembantaian terhadap orang-orang Yahudi yang menyertai pergerakan
tentara Salib melintasi Eropa dan juga perlakuan kasar terhadap pemeluk Kristen Ortodoks
Timur. Kekerasan terhadap Kristen Ortodoks ini berpuncak pada penjarahan kota Konstantinopel
pada tahun 1024, dimana seluruh kekuatan tentara Salib ikut serta. Selama terjadinya serangan-
serangan terhadap orang Yahudi, pendeta lokal dan orang Kristen berupaya melindungi orang
Yahudi dari pasukan Salib yang melintas. Orang Yahudi seringkali diberikan perlindungan di
dalam gereja atau bangunan Kristen lainnya, akan tetapi, massa yang beringas selalu menerobos
masuk dan membunuh mereka tanpa pandang bulu.

Pada abad ke-13, perang salib tidak pernah mencapai tingkat kepopuleran yang tinggi di
masyarakat. Sesudah kota Akka jatuh untuk terakhir kalinya pada tahun 1291 dan sesudah
penghancuran bangsa Ositania (Perancis Selatan) yang berpaham Katarisme pada Perang Salib
Albigensian, ide perang salib mengalami kemerosotan nilai yang diakibatkan oleh pembenaran
lembaga Kepausan terhadap agresi politik dan wilayah yang terjadi di Katolik Eropa.

Orde Ksatria Salib mempertahankan wilayah adalah orde Ksatria Hospitaller. Sesudah kejatuhan
Akka yang terakhir, orde ini menguasai Pulau Rhodes dan pada abad ke-16 dibuang ke Malta.
Tentara-tentara Salib yang terakhir ini akhirnya dibubarkan oleh Napoleon Bonaparte pada tahun
1798.

Peninggalan
Benua Eropa

Perang Salib selalu dikenang oleh bangsa-bangsa di Eropa bagian Barat dimana pada masa
Perang Salib merupakan negara-negara Katolik Roma. Perang Salib juga menimbulkan kenangan
pahit.[20] Banyak pula kritikan pedas terhadap Perang Salib di negara-negara Eropa Barat pada
masa Renaissance.[21][22]

Politik dan Budaya

Perang Salib amat memengaruhi Eropa pada Abad Pertengahan.[23] Pada masa itu, sebagian besar
benua dipersatukan oleh kekuasaan Kepausan, akan tetapi pada abad ke-14, perkembangan
28

birokrasi yang terpusat (dasar dari negara-bangsa modern) sedang pesat di Perancis, Inggris,
Burgundi, Portugal, Castilia dan Aragon. Hal ini sebagian didorong oleh dominasi gereja pada
masa awal perang salib.

Meski benua Eropa telah bersinggungan dengan budaya Islam selama berabad-abad melalui
hubungan antara Semenanjung Iberia dengan Sisilia, banyak ilmu pengetahuan di bidang-bidang
sains, pengobatan dan arsitektur diserap dari dunia Islam ke dunia Barat selama masa perang
salib.

Pengalaman militer perang salib juga memiliki pengaruh di Eropa, seperti misalnya, kastil-kastil
di Eropa mulai menggunakan bahan dari batu-batuan yang tebal dan besar seperti yang dibuat di
Timur, tidak lagi menggunakan bahan kayu seperti sebelumnya. Sebagai tambahan, tentara Salib
dianggap sebagai pembawa budaya Eropa ke dunia, terutama Asia.

Bersama perdagangan, penemuan-penemuan dan penciptaan-penciptaan sains baru mencapai


timur atau barat. Kemajuan bangsa Arab termasuk perkembangan aljabar, lensa dan lain lain
mencapai barat dan menambah laju perkembangan di universitas-universitas Eropa yang
kemudian mengarahkan kepada masa Renaissance pada abad-abad berikutnya.

Perdagangan

Kebutuhan untuk memuat, mengirimkan dan menyediakan balatentara yang besar menumbuhkan
perdagangan di seluruh Eropa. Jalan-jalan yang sebagian besar tidak pernah digunakan sejak
masa pendudukan Romawi, terlihat mengalami peningkatan disebabkan oleh para pedagang yang
berniat mengembangkan usahanya. Ini bukan saja karena Perang Salib mempersiapkan Eropa
untuk bepergian akan tetapi lebih karena banyak orang ingin bepergian setelah diperkenalkan
dengan produk-produk dari timur. Hal ini juga membantu pada masa-masa awal Renaissance di
Itali, karena banyak negara-kota di Itali yang sejak awal memiliki hubungan perdagangan yang
penting dan menguntungkan dengan negara-negara Salib, baik di Tanah Suci maupun kemudian
di daerah-daerah bekas Byzantium.

Pertumbuhan perdagangan membawa banyak barang ke Eropa yang sebelumnya tidak mereka
kenal atau amat jarang ditemukan dan sangat mahal. Barang-barang ini termasuk berbagai
macam rempah-rempah, gading, batu-batu mulia, teknik pembuatan barang kaca yang maju,
bentuk awal dari mesiu, jeruk, apel, hasil-hasil tanaman Asia lainnya dan banyak lagi.

Keberhasilan untuk melestarikan Katolik Eropa, bagaimanapun, tidak dapat mengabaikan


kejatuhan Kekaisaran Kristen Byzantium, yang sebagian besar diakibatkan oleh kekerasan
tentara Salib pada Perang Salib Keempat terhadap Kristen Orthodox Timur, terutama
pembersihan yang dilakukan oleh Enrico Dandolo yang terkenal, penguasa Venesia dan sponsor
Perang Salib Keempat. Tanah Byzantium adalah negara Kristen yang stabil sejak abad ke-4.
Sesudah tentara Salib mengambil alih Konstantinopel pada tahun 1204, Byzantium tidak pernah
lagi menjadi sebesar atau sekuat sebelumnya dan akhirnya jatuh pada tahun 1453.

Melihat apa yang terjadi terhadap Byzantium, Perang Salib lebih dapat digambarkan sebagai
perlawanan Katolik Roma terhadap ekspansi Islam, ketimbang perlawanan Kristen secara utuh
29

terhadap ekspansi Islam. Di lain pihak, Perang Salib Keempat dapat disebut sebuah anomali.
Kita juga dapat mengambil suatu kompromi atas kedua pendapat di atas, khususnya bahwa
Perang Salib adalah cara Katolik Roma utama dalam menyelamatkan Katolikisme, yaitu tujuan
yang utama adalah memerangi Islam dan tujuan yang kedua adalah mencoba menyelamatkan ke-
Kristen-an, dalam konteks inilah, Perang Salib Keempat dapat dikatakan mengabaikan tujuan
yang kedua untuk memperoleh bantuan logistik bagi Dandolo untuk mencapai tujuan yang
utama. Meski begitu, Perang Salib Keempat ditentang oleh Paus pada saat itu dan secara umum
dikenang sebagai suatu kesalahan besar.

Dunia Islam

Perang salib memiliki efek yang buruk tetapi terlokalisir pada dunia Islam.[24] Dimana persamaan
antara “Bangsa Frank” dengan “Tentara Salib” meninggalkan bekas yang amat dalam. Muslim
secara tradisional mengelu-elukan Saladin, seorang ksatria Kurdi, sebagai pahlawan Perang
Salib. Pada abad ke-21, sebagian dunia Arab, seperti gerakan kemerdekaan Arab dan gerakan
Pan-Islamisme masih terus menyebut keterlibatan dunia Barat di Timur Tengah sebagai “perang
salib”. Perang Salib dianggap oleh dunia Islam sebagai pembantaian yang kejam dan keji oleh
kaum Kristen Eropa.

Konsekuensi yang secara jangka panjang menghancurkan tentang perang salib, menurut ahli
sejarah Peter Mansfield, adalah pembentukan mental dunia Islam yang cenderung menarik diri.
Menurut Peter Mansfield, “Diserang dari berbagai arah, dunia Islam berpaling ke dirinya sendiri.
Ia menjadi sangat sensitive dan defensive……sikap yang tumbuh menjadi semakin buruk seiring
dengan perkembangan dunia, suatu proses dimana dunia Islam merasa dikucilkan, terus
berlanjut.”

"catatan"ini adalah pendapat seorang non muslim

Komunitas Yahudi

Ilustrasi dalam Injil Perancis dari tahun 1250 yang menggambarkan pembantaian orang Yahudi
(dikenali dari topinya yakni Judenhut) oleh tentara Salib
30

Terjadi kekerasan tentara Salib terhadap bangsa Yahudi[25][26][27] di kota-kota di Jerman dan
Hongaria, belakangan juga terjadi di Perancis dan Inggris, dan pembantaian Yahudi di Palestina
dan Syria menjadi bagian yang penting dalam sejarah Anti-Semit, meski tidak ada satu perang
salib pun yang pernah dikumandangkan melawan Yahudi. Serangan-serangan ini meninggalkan
bekas yang mendalam dan kesan yang buruk pada kedua belah pihak selama berabad-abad.
Kebencian kepada bangsa Yahudi meningkat.[28] Posisi sosial bangsa Yahudi di Eropa Barat
semakin merosot dan pembatasan meningkat selama dan sesudah Perang Salib. Hal ini
memuluskan jalan bagi legalisasi Anti-Yahudi oleh Paus Innocentius III dan membentuk titik
balik bagi Anti-Semit abad pertengahan.

Periode perang salib diungkapkan dalam banyak narasi Yahudi. Di antara narasi-narasi itu, yang
terkenal adalah catatan-catatan Solomon bar Simson dan Rabbi Eliezer bar Nathan, “The
Narrative of The Old Persecution” yang ditulis oleh Mainz Anonymus dan “Sefer Zekhirah” dan
“The Book of Remembrance” oleh Rabbi Ephrain dari Bonn.

Pegunungan Kaukasus

Orang Armenia merupakan pendukung setia Tentara Salib.[29] Di Pegunungan Kaukasus di


Georgia, di dataran tinggi Khevsureti yang terpencil, ada sebuah suku yang disebut Khevsurs
yang dianggap merupakan keturunan langsung dari sebuah kelompok tentara salib yang terpisah
dari induk pasukannya dan tetap dalam keadaan terisolasi dengan sebagian budaya perang salib
yang masih utuh. Memasuki abad ke-20, peninggalan dari baju perang, persenjataan dan baju
rantai masih digunakan dan terus diturunkan dalam komunitas tersebut. Ahli ethnografi Rusia,
Arnold Zisserman, yang menghabiskan 25 tahun (1842 – 1862) di pegunungan Kaukasus,
percaya bahwa kelompok dari dataran tinggi Georgia ini adalah keturunan dari tentara Salib yang
terakhir berdasarkan dari kebiasaan, bahasa, kesenian dan bukti-bukti yang lain. Penjelajah
Amerika Richard Halliburton melihat dan mencatat kebiasaan suku ini pada tahun 1935.

Perang Badar terjadi pada 7 Ramadhan, dua tahun setelah hijrah. Ini adalah peperangan
pertama yang mana kaum Muslim (Muslimin) mendapat kemenangan terhadap kaum Kafir dan
merupakan peperangan yang sangat terkenal karena beberapa kejadian yang ajaib terjadi dalam
peperangan tersebut. Rasulullah Shallalaahu 'alayhi wa sallam telah memberikan semangat
kepada Muslimin untuk menghadang khafilah suku Quraish yang akan kembali ke Mekkah dari
Syam. Muslimin keluar dengan 300 lebih tentara tidak ada niat untuk menghadapi khafilah
dagang yang hanya terdiri dari 40 lelaki, tidak berniat untuk menyerang tetapi hanya untuk
menunjuk kekuatan terhadap mereka. Khafilah dagang itu lolos, tetapi Abu Sufyan telah
menghantar pesan kepada kaumnya suku Quraish untuk datang dan menyelamatkannya. Kaum
Quraish maju dengan pasukan besar yang terdiri dari 1000 lelaki, 600 pakaian perang, 100 ekor
kuda, dan 700 ekor unta, dan persediaan makanan mewah yang cukup untuk beberapa hari.

Kafir Quraish ingin menjadikan peperangan ini sebagai kemenangan bagi mereka yang akan
31

meletakkan rasa takut di dalam hati seluruh kaum bangsa Arab. Mereka hendak menghancurkan
Muslimin dan mendapatkan keagungan dan kehebatan. Banyangkan, pasukan Muslimin dengan
jumlah tentara yang kecil (termasuk 2 ekor kuda), keluar dengan niat mereka hanya untuk
menghadang 40 lelaki yang tidak bersenjata akan tetapi harus menghadapi pasukan yang
dipersiapkan dengan baik -3 kali- dari jumlah mereka. Rasulullah SAW dengan mudah meminta
mereka Muslimin untuk perang dan mereka tidak akan menolak, akan tetapi, beliau SAW ingin
menekankan kepada pengikutnya bahwa mereka harus mempertahankan keyakinan dan
keimanan dan untuk menjadi pelajaran bagi kita. Beliau SAW mengumpulkan para sahabatnya
untuk mengadakan musyawarah. Banyak di antara sahabat Muhajirin yang memberikan usulan,
dengan menggunakan kata-kata yang baik untuk menerangkan dedikasi mereka. Tetapi ada
seorang sahabat yaitu Miqdad bin Al-Aswad ra., dia berdiri dihadapan mereka yang masih
merasa takut dan berkata kepada Rasulullah SAW,

"Ya Rasulullah (SAW)!, Kami tidak akan mengatakan kepadamu seperti apa yang dikatakan oleh
bani Israel kepada Musa (AS), 'Pergilah kamu bersama Tuhanmu, kami duduk (menunggu) di
sini'( Dalam surah Al-Maidah). Pergilah bersama dengan keberkahan Allah dan kami akan
bersama dengan mu !".

Rasulullah SAW merasa sangat suka, akan tetapi Rasulullah hanya diam, beliau menunggu dan
beberapa orang dari sahabat dapat mengetahui keinginan Beliau SAW. Sejauh ini hanya sahabat
Muhajirin yang telah menyatakan kesungguhan mereka, akan tetapi Beliau menuggu para
sahabat Anshor yang sebagian besar tidak hadir dalam baiat 'Aqaabah untuk turut serta dalam
berperang melawan kekuatan musuh bersama-sama Rasulullah SAW di luar kawasan mereka.
Maka, pemimpin besar sahabat Anshor, Sa'ad bin Muadh angkat bicara, "Ya Rasulullah (SAW)
mungkin yang engkau maksudkan adalah kami". Rasulullah SAW menyetujuinya. S'ad
kemudian menyampaikan pidatonya yang sangat indah yang mana dia berkata,

"Wahai utusan Allah, kami telah mempercayai bahwa engkau berkata benar, Kami telah
memberikan kepadamu kesetiaan kami untuk mendengar dan thaat kepadamu... Demi ALlah,
Dia yang telah mengutusmu dengan kebenaran, jika engkau memasuki laut, kami akan ikut
memasukinya bersamamu dan tidaka ada seorangpun dari kami yang akan tertinggal di
belakang... Mudah-mudahan Allah akan menunjukkan kepadamu yang mana tindakan kami akan
menyukakan mu. Maka Majulah bersama-sama kami, letakkan kepercayaan kami di dalam
keberkahan Allah".

Rasulullah sangat menyukai apa yang disampaikan dan kemudian beluai bersabda, "Majulah ke
depan dan yakinlah yang Allah telah menjajikan kepadaku satu dari keduanya (khafilah dagang
atau perang), dan demi Allah, seolah olah aku telah dapat melihat pasukan musuh terbaring
kalah". Pasukan Muslimin bergerak maju dan kemudian berhenti sejenak di tempat yang
berdekatan dengan Badar (tempat paling dekat ke Madinah yang berada di utara Mekkah).
Seorang sahabat bernama, Al-Hubab bin Mundhir ra., bertanya kepada Rasulullah SAW, "
Apakah ALlah mewahyukan kepadamu untuk memilih tempat ini atau ianya strategi perang hasil
keputusan musyawarah?". Rasulullah SAW bersabda, "Ini adalah hasil strategi perang dan
keputusan musyawarah". Maka Al-Hubab telah mengusulkan kembali kepada Rasulullah SAW
agar pasukan Muslimin sebaiknya bermarkas lebih ke selatan tempat yang paling dekat dengan
sumber air, kemudian membuat kolam persediaan air untuk mereka dan menghancurkan sumber
32

air yang lain sehingga dapat menghalang orang kafir Quraish dari mendapatkan air. Rasulullah
SAW menyetujui usulan tersebut dan melaksanakannya [*]. Kemudian Sa'ad bin Muadh
mengusulkan untuk membangun benteng untuk Rasulullah SAW untuk melindungi beliau dan
sebagai markas bagi pasukan Muslimin. Rasulullah SAW dan Abu Bakar ra. tinggal di dalam
benteng sementara Sa'ad bin Muadh dan sekumpulan lelaki menjaganya.

Rasulullah SAW telah menghabiskan sepanjang-panjang malam dengan berdoa dan beribadah
walaupun beliau SAWmengetahui bahwa Allah ta'ala telah menjanjikannya kemenangan. Ianya
melebihi cintanya dan penghambaannya dan penyerahandiri kepada Allah ta'ala dengan ibadah
yang Beliau SAW kerjakan. Dan ianya telah dikatakan sebagai bentuk tertinggi dari ibadah yang
dikenal sebagai 'ainul yaqiin.

Perang Uhud

Pengalaman pahit yang dirasakan oleh kaum Quraisy dalam perang Badar telah menyisakan luka
mendalam nan menyakitkan. Betapa tidak, walaupun jumlah mereka jauh lebih besar dan
perlengkapan perang mereka lebih memadai, namun ternyata mereka harus menanggung
kerugian materi yang tidak sedikit.

Dan yang lebih menyakitkan mereka adalah hilangnya para tokoh mereka. Rasa sakit ini,
ditambah lagi dengan tekad untuk mengembalikan pamor Suku Quraisy yang telah terkoyak
dalam Perang Badar, mendorong mereka melakukan aksi balas dendam terhadap kaum
Muslimin. Sehingga terjadilah beberapa peperangan setelah Perang Badar. Perang Uhud
termasuk di antara peperangan dahsyat yang terjadi akibat api dendam ini. Disebut perang Uhud
karena perang ini berkecamuk di dekat gunung Uhud. Sebuah gunung dengan ketinggian 128
meter kala itu, sedangkan sekarang ketinggiannya hanya 121 meter. Bukit ini berada di sebelah
utara Madinah dengan jarak 5,5 km dari Masjid Nabawi.

WAKTU KEJADIAN

Para Ahli Sirah sepakat bahwa perang ini terjadi pada bulan Syawwâl tahun ketiga hijrah
Rasulullâh Salallahu ‘Alaihi Wassalam ke Madinah. Namun mereka berselisih tentang harinya.
Pendapat yang yang paling masyhûr menyebutkan bahwa perang ini terjadi pada hari Sabtu,
pertengahan bulan Syawwal.

PENYEBAB PERANG

Di samping perang ini dipicu oleh api dendam sebagaimana disebutkan diawal, ada juga
penyebab lain yang tidak kalah pentingnya yaitu misi menyelamatkan jalur bisnis mereka ke
33

Syam dari kaum Muslimin yang dianggap sering mengganggu. Mereka juga berharap bisa
memusnahkan kekuatan kaum Muslimin sebelum menjadi sebuah kekuatan yang dikhawatirkan
akan mengancam keberadaan Quraisy.

Inilah beberapa motivasi yang melatarbelakangi penyerangan yang dilakukan oleh kaum Quraisy
terhadap kaum Muslimin di Madinah.

JUMLAH PASUKAN

Kaum Quraisy sejak dini telah mempersiapkan pasukan mereka. Barang dagangan dan
keuntungan yang dihasilkan oleh Abu Sufyân beserta rombongan yang selamat dari sergapan
kaum Muslimin dikhususkan untuk bekal pasukan mereka dalam perang Uhud. Untuk
menyukseskan misi mereka dalam perang Uhud ini, kaum Quraisy berhasil mengumpulkan 3
ribu pasukan yang terdiri dari kaum Quraisy dan suku-suku yang loyal kepada Quraisy seperti
Bani Kinânah dan penduduk Tihâmah. Mereka memiliki 200 pasukan berkuda dan 700 pasukan
yang memakai baju besi. Mereka mengangkat Khâlid bin al-Walîd sebagai komandan sayap
kanan, sementara sayap kiri di bawah komando Ikrimah bin Abu Jahl.

Mereka juga mengajak beberapa orang wanita untuk membangkitkan semangat pasukan Quraisy
dan menjaga mereka supaya tidak melarikan diri. Sebab jika ada yang melarikan diri, dia akan
dicela oleh para wanita ini. Tentang jumlah wanita ini, para Ahli Sirah berbeda pendapat. Ibnu
Ishâq rahimahullah menyebutkan bahwa jumlah mereka 8 orang, al-Wâqidi rahimahullah
menyebutkan 14 orang, sedangkan Ibnu Sa’d rahimahullah menyebutkan 15 wanita.

MIMPI RASÛLULLÂH SHALLALLÂHU 'ALAIHI WASALLAM

Sebelum peperangan ini berkecamuk, Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam diperlihatkan


peristiwa yang akan terjadi dalam perang ini melalui mimpi. Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi
Wasallam menceritakan mimpi ini kepada para Sahabat. Beliau Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi
Wasallam bersabda:

“Saya bermimpi mengayunkan pedang lalu pedang itu patah ujungnya. Itu (isyarat-pent) musibah
yang menimpa kaum Muslimin dalam Perang Uhud. Kemudian saya ayunkan lagi pedang itu lalu
pedang itu baik lagi, lebih baik dari sebelumnya. Itu (isyarat –pent-) kemenangan yang Allah
Ta’ala anugerahkan dan persatuan kaum Muslimin. Dalam mimpi itu saya juga melihat sapi –
Dan apa yang Allah lakukan itu adalah yang terbaik- Itu (isyarat) terhadap kaum Muslimin (yang
menjadi korban) dalam perang Uhud. Kebaikan adalah kebaikan yang Allah Ta’ala anugerahkan
dan balasan kejujuran yang Allah Ta’ala karuniakan setelah perang Badar”.

Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam menakwilkan mimpi Beliau ini dengan kekalahan dan
kematian yang akan terjadi dalam Perang Uhud.

Saat mengetahui kedatangan Quraisy untuk menyerbu kaum Muslimin di Madinah, Rasûlullâh
34

Shallallâhu 'Alaihi Wasallam mengajak para Sahabat bermusyawarah untuk mengambil tindakan
terbaik. Apakah mereka tetap tinggal di Madinah menunggu dan menyambut musuh di kota
Madinah ataukah mereka akan menyongsong musuh di luar Madinah?

Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam cenderung mengajak para Sahabat bertahan di Madinah
dan melakukan perang kota, namun sekelompok kaum Anshâr radhiallahu'anhum mengatakan,

“Wahai Nabiyullâh! Sesungguhnya kami benci berperang di jalan kota Madinah. Pada jaman
jahiliyah kami telah berusaha menghindari peperangan (dalam kota), maka setelah Islam kita
lebih berhak untuk menghindarinya. Cegatlah mereka (di luar Madinah) !"

Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersiap untuk berangkat. Beliau mengenakan baju besi
dan segala peralatan perang. Setelah menyadari keadaan, para Sahabat saling menyalahkan.
Akhirnya, mereka mengatakan:

“Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam menawarkan sesuatu, namun kalian mengajukan yang
lain. Wahai Hamzah, temuilah Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam dan katakanlah, “Kami
mengikuti pendapatmu”".

Hamzah radhiallahu’anhu pun datang menemui Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam dan
mengatakan, ‘Wahai Rasulullâh, sesungguhnya para pengikutmu saling menyalahkan dan
akhirnya mengatakan, ‘Kami mengikuti pendapatmu.’ Mendengar ucapan paman beliau ini,
Rasulullâh Salallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda :

‘Sesungguhnya jika seorang Nabi sudah mengenakan peralatan perangnya, maka dia tidak akan
menanggalkannya hingga terjadi peperangan’.

Keputusan musyawarah tersebut adalah menghadang musuh di luar kota Madinah. Ibnu Ishâq
rahimahullah dan yang lainnya menyebutkan bahwa ‘Abdullâh ibnu Salûl setuju dengan
pendapat Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam untuk tetap bertahan di Madinah. Sementara
at-Thabari membawakan riwayat yang berlawanan dengan riwayat Ibnu Ishâq rahimahullah,
namun dalam sanad yang kedua ini ada orang yang tertuduh dan sering melakukan kesalahan.
Oleh karena itu, al-Bâkiri dalam tesisnya lebih menguatkan riwayat yang dibawakan oleh Ibnu
Ishâq rahimahullah.

Para Ulama Ahli Sirah menyebutkan bahwa yang memotivasi para Sahabat untuk menyongsong
musuh di luar Madinah yaitu keinginan untuk menunjukkan keberanian mereka di hadapan
musuh, juga keinginan untuk turut andil dalam jihad, karena mereka tidak mendapat kesempatan
untuk ikut dalam Perang Badar.

Sementara, Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam lebih memilih untuk tetap tinggal dan
bertahan di Madinah, karena Beliau ingin memanfaatkan bangunan-bangunan Madinah serta
memanfaatkan orang-orang yang tinggal di Madinah.
35

PELAJARAN DARI KISAH

Kaum Muslimin yang sedang berada di daerah, jika diserbu oleh musuh, maka mereka tidak
wajib menyongsong kedatangan musuh. Mereka boleh tetap memilih bertahan di rumah-rumah
mereka dan memerangi musuh di sana. Ini jika strategi ini diharapkan lebih mudah untuk
mengalahkan musuh. Hal ini sebagaimana yang diisyaratkan oleh Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi
Wasallam dalam Perang Uhud.
(Sirah Nabi: Majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XIII)

Daulah Abbasiyah: Al-Musta’shim, Korban


Pembantaian Tartar
Al-Musta'shim dilahirkan pada 609 H. Ibunya seorang wanita mantan budak bernama Hajar.
Nama lengkapnya adalah Al-Musta'shim billah, Abu Ahmad, Abdullah bin Al-Musta'shim bin
Al-Mustanshir Billah. Ia adalah khalifah ke-37 (1242-1258 M) atau khalifah Bani Abbasiyah
terakhir di Irak.

Khalifah Al-Musta'shim adalah seorang khalifah yang pemurah, penyabar, dan baik agamanya.
Perbedaannya dengan sang ayah adalah dari kejelian dan kewaspadaan.

Al-Musta'shim memiliki banyak kelemahan dan terlalu menggantungkan pemerintahannya pada


menterinya yang bernama Muayiddin Al-Alqami Ar-Rafidhi, yang berasal dari kalangan Syiah
Rafhidah.

Padahal menteri inilah yang banyak melakukan pengkhianatan terhadap negara dengan cara
membocorkan rahasia kekuatan negara pada orang-orang Tartar, dengan tujuan agar mereka
menyerang dan menghancurkan Dinasti Abbasiyah serta mendirikan kerajaan bagi keturunan
Ali.

Penguasaan orang-orang Tartar terhadap Asia tengah dimulai pada 615 H, dengan menguasai
Bukhara dan Samarkand. Dalam penaklukan itu mereka membunuh banyak orang dan
menghancurkan apa saja yang dilaluinya. Setelah itu, mereka menguasai Bukhara, Samarkand,
Khurasan, Ray, Hamadzan, Irak, Azerbaijan, Darband Syarwan, Lan, Lakz, Qafjaq, dan wilayah-
wilayah di sekitarnya yang merupakan wilayah Bani Abbasiyah.

Puncaknya pada 656 H, orang-orang Tartar di bawah pimpinan Hulagu Khan sampai ke
Baghdad, pusat pemerintahan Bani Abbasiyah. Kedatangan mereka disambut tentara Khalifah
Al-Musta'shim. Namun karena semangat dan jumlah tentara yang tidak seimbang, dalam waktu
singkat tentara khalifah disapu bersih oleh pasukan Tartar.

Tentara khalifah saat itu bukan tentara Islam yang sebenarnya. Iman yang mulai rapuh,
36

pemerintahan yang korup, semangat tempur yang rendah, perpecahan karena perbedaan
kelompok dan kepentingan di antara pimpinan pasukan menjadi penyebab kekalahan tentara
Bani Abbasiyah.

Pada 10 Muharram 656 H, pasukan Tartar memasuki Baghdad tanpa mendapatkan perlawanan
sedikit pun. Sebagian besar tentara khalifah terbunuh, begitu juga dengan keluarganya. Sang
menteri pengkhianat menasihati Khalifah Al-Musta'shim agar datang menemui orang-orang
Tartar untuk mengadakan kesepakatan damai.

Ternyata ini hanya siasat sang menteri. Sebab setiap rombongan yang diutus khalifah keluar,
langsung dibunuh, dan begitu seterusnya. Peristiwa ini telah banyak menelan korban dari
kalangan ulama, fuqaha dan orang-orang penting di sekitar khalifah.

Adapun tentara Tartar yang berhasil memasuki Baghdad mengadakan pesta pembantaian
terhadap siapa saja yang melawan atau tidak melawan. Kekejaman pembantaian ini melebihi apa
yang dilakukan oleh Nebukadnezar ketika menaklukkan Baitul Maqdis. Selama empat puluh
hari, korban yang jatuh dalam peperangan lebih dari satu juta penduduk. Konon selama empat
puluh hari itu juga api tak pernah padam di Baghdad.

Setelah selesai dengan pembantaian terhadap khalifah dan penduduk Baghad, Menteri
Muayiddin Al-Alqami meminta Hulagu Khan agar mengangkat orang-orang Alawiyin sebagai
khalifah. Namun permintaan ini ditolak oleh Hulagu Khan. Bahkan Ibnu Al-Qami dijadikan
pelayan mereka dan akhirnya mati dalam keadaan yang mengenaskan.

Belum puas dengan penaklukan Baghdad, Hulagu Khan mengirim surat kepada An-Nashir,
penguasa Damaskus, agar menyerah kepada pasukan Tartar. Permintaan ini ditolak.

Pada 658 H, pasukan Tartar menyeberangi sungai Furat dan bergerak menujuk Halb. Mereka pun
bersiap-siap menyerang Damaskus. Tentara Mesir yang dipimpin oleh Al-Muzhaffar dan
panglima perangnya Ruknuddin Baybars Al-Bandaqari, menyambut kedatangan pasukan Tartar
dengan semangat jihad tinggi.

Kedua pasukan bertemu di Ayn Jalut dan pertempuran sengit pun pecah pada 15 Ramadhan.
Pasukan Tartar mengalami kekalahan telak dalam pertempuran ini. Sebagian kecil tentara Tartar
yang mencoba melarikan diri terus dikejar oleh Baybars hingga ke Halb dan berhasil mengusir
mereka dari tanah Arab.

Hingga 659 H, belum juga ada khalifah di dunia Islam. Akhirnya, didirikanlah Khalifah di Mesir
dan Al-Mustanshir diangkat sebagai khalifah pertama. Dunia Islam kehilangan kekhalifahan
selama 3,5 tahun.

Sebagian besar buku sejarah, ketika memaparkan sejarah para khalifah, berhenti pada Khalifah
Al-Musta'shim ini. Padahal ada beberapa Khalifah Abbasiyah berikutnya yang sempat bertahan
di Mesir. Mereka masih tergolong Khalifah Abbasiyah yang diakui sejarah. Meskipun wewenang
mereka tidak besar, tetapi para penguasa setempat merasa mendapatkan kehormatan jika direstui
oleh khalifah yang berada di Mesir.
37

Bahkan Sultan Bayazid I dari Daulah Ustmaniyah, merasa perlu meminta restu dari khalifah di
Mesir, sebelum akhirnya Sultan Salim I mengambil alih khilafah dari tangan Khalifah Al-
Mutawakkil III dan mendirikan Khilafah Utsmaniyah di Istanbul, Turki.

Keruntuhan Kekhalifahan Turki Utsmani


Khilafah Islamiyah sejak jaman Khulafaur Rosyidin berdiri dengan kokoh sampai pada Khilafah
Utsmaniyah. Eksistensi khalifah sendiri adalah sesuatu yang penting di dalam Islam. Hal ini
tergambar dalam kesibukan sahabat Muhajirin dan Anshor untuk menentukan khalifah pengganti
Rasulullah SAW di perkampungan bani Saqifah, sementara jenazah Rasulullah sendiri belum
dikuburkan. Kekhalifahan dalam Islam mengalami pasang surut antara kejayaan, keemasan dan
kadang kemunduran. Salah satu kekhalifahan yang mempunyai rentang waktu panjang dan
kejayaan yang mengagumkan adalah Kekhalifahan Utsmaniyah di Turki . Kesukseskan terbesar
kekhalifahan Utsmaniyah diantaranya adalah penaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453. Hal
ini mengukuhkan status kesultanan tersebut sebagai kekuatan besar di Eropa Tenggara dan
Mediterania Timur. Hingga hampir dikatakan, semua kota penting yang sangat terkenal sejak
jaman dahulu masuk ke dalam wilayah kekhalifahan Utsmaniyah. Pada saat itu seluruh Eropa
gemetar dengan kekuasaan Utsmaniyah, Raja-raja Eropa berada dalam jaminan keselamatan
yang diberikan khalifah Utsmaniyah.

Semua hal inilah yang menjadikan raja-raja Eropa menyimpan dendam sekaligus hasrat yang
membara untuk meluluhlantakkan Khalifah Utsmaniyah. Mereka menunggu kesempatan dan
menyusun rencana yang benar-benar matang. Bahkan disebutkan bahwa para pemikir, filosof,
raja, panglima perang dan pastur bangsa Eropa ikut terlibat dalam penyusunan rencana tersebut.
Tak kurang dari perdana menteri Romawi Dubuqara menulis buku yang berjudul Seratus Kiat
untuk Menghancurkan Turki.

Sebab-sebab Keruntuhan Kekhalifahan Utsmaniyah Turki

Pemerintahan Kekhalifahan Utsmaniyah berakhir pada 1909 H, dan kemudian benar-benar


dihapuskan pada 1924 H. Setidaknya ada tiga sebab yang melingkupi keruntuhan kekhilafahan
kebanggaan kaum muslimin ini, antara lain :

Pertama : Kondisi Pemerintahan yang Lemah dan Kemorosotan Akhlak


Turki mulai mengalami kemunduruan setelah terjangkit penyakit yang menyerang bangsa-
bangsa besar sebelumnya, yaitu : cinta dunia dan bermewah-mewahan, sikap iri hati, benci
membenci, dan penindasan. Pejabat pemerintahan terpuruk karena suap dan korupsi. Para wali
dan pegawai tinggi memanfaatkan jabatannya untuk jadi penjilat dan penumpuk harta. Begitu
pula rakyat yang terus menerus tenggelam dalam kemewahan dan kesenangan hidup,
meninggalkan pemahaman dan semangat jihad.

Kedua : Serangan dan Pertempuran Militer dari Eropa


38

Sebelum terjadinya Perang Dunia I yang menghancurkan Turki, upaya penyerangan dari Raja
Eropa ke Turki sebenarnya sudah dimulai pada akhir abad 16, dimana saat itu keluar statement
yang menyatakan bahwa : ” Sri Paus V, raja Perancis Philip dan republik Bunduqiyah sepakat
untuk mengumumkan perang ofensif dan defensif terhadap orang-orang Turki untuk merebut
kembali wilayah-wilayah yang dikuasai Turki seperti Tunisia, Al-Jazair dan Taroblush”. Sejak
itulah Turki melemah karena banyaknya pertempuran yang terjadi antara mereka dan negara-
negara Eropa.
Puncak dari semua itu adalah keterlibatan Turki dalam Perang Dunia I pada 2 Agustus 1914 atas
rencana busuk dari Mustapa Kamal, dan mengakibatkan Turki kehilangan segala-galanya,
dimana militer penjajah akhirnya memasuki Istambul. 

Ketiga : Gerakan Oposisi Sekuler dan Nasionalis


Selain serangan konspirasi dari luar,  kekhalifahan Utsmaniyah juga menerima perlawanan
oposisi dari organisasi sekuler dan nasionalis yang sempit, seperti Organisasi Wanita Turki dan
Organisasi Persatuan dan Kemajuan yang digawangi oleh Mustafa Kemal Ataturk. Dalam
perjuangannya, mereka banyak bekerja sama dengan negara Eropa untuk mewujudkan keinginan
mereka menghilangkan kekhalifahan.
Puncaknya apa yang terjadi pada tahun 1909 H, dengan dalih gerakan mogok massal, organisasi
Persatuan  dan Kesatuan berhasil memasuki Istambul, menyingkirkan khalifah Abdul Hamid II
dan melucutinya dari pemerintahan dan keagamaan dan tinggal menjadi simbol belaka. Tidak
cukup itu, pada 3 Maret 1924, badan legislatif mengangkat Mustafa Kamal sebagai  presiden
Turki dan membubarak khilafah islamiyah. Tidak lama setelah itu, Khalifah Abdul Hamid dan
keturunannya diusir dari Turki dan aset kekayaannya disita.
Semoga kita mampu mengambil pelajaran.

Source: indonesiaoptimis.com

Daulah Abbasiyah: Al-Musta’shim, Korban


Pembantaian Tartar
Al-Musta'shim dilahirkan pada 609 H. Ibunya seorang wanita mantan budak bernama Hajar.
Nama lengkapnya adalah Al-Musta'shim billah, Abu Ahmad, Abdullah bin Al-Musta'shim bin
Al-Mustanshir Billah. Ia adalah khalifah ke-37 (1242-1258 M) atau khalifah Bani Abbasiyah
terakhir di Irak.

Khalifah Al-Musta'shim adalah seorang khalifah yang pemurah, penyabar, dan baik agamanya.
Perbedaannya dengan sang ayah adalah dari kejelian dan kewaspadaan.

Al-Musta'shim memiliki banyak kelemahan dan terlalu menggantungkan pemerintahannya pada


menterinya yang bernama Muayiddin Al-Alqami Ar-Rafidhi, yang berasal dari kalangan Syiah
Rafhidah.

Padahal menteri inilah yang banyak melakukan pengkhianatan terhadap negara dengan cara
39

membocorkan rahasia kekuatan negara pada orang-orang Tartar, dengan tujuan agar mereka
menyerang dan menghancurkan Dinasti Abbasiyah serta mendirikan kerajaan bagi keturunan
Ali.

Penguasaan orang-orang Tartar terhadap Asia tengah dimulai pada 615 H, dengan menguasai
Bukhara dan Samarkand. Dalam penaklukan itu mereka membunuh banyak orang dan
menghancurkan apa saja yang dilaluinya. Setelah itu, mereka menguasai Bukhara, Samarkand,
Khurasan, Ray, Hamadzan, Irak, Azerbaijan, Darband Syarwan, Lan, Lakz, Qafjaq, dan wilayah-
wilayah di sekitarnya yang merupakan wilayah Bani Abbasiyah.

Puncaknya pada 656 H, orang-orang Tartar di bawah pimpinan Hulagu Khan sampai ke
Baghdad, pusat pemerintahan Bani Abbasiyah. Kedatangan mereka disambut tentara Khalifah
Al-Musta'shim. Namun karena semangat dan jumlah tentara yang tidak seimbang, dalam waktu
singkat tentara khalifah disapu bersih oleh pasukan Tartar.

Tentara khalifah saat itu bukan tentara Islam yang sebenarnya. Iman yang mulai rapuh,
pemerintahan yang korup, semangat tempur yang rendah, perpecahan karena perbedaan
kelompok dan kepentingan di antara pimpinan pasukan menjadi penyebab kekalahan tentara
Bani Abbasiyah.

Pada 10 Muharram 656 H, pasukan Tartar memasuki Baghdad tanpa mendapatkan perlawanan
sedikit pun. Sebagian besar tentara khalifah terbunuh, begitu juga dengan keluarganya. Sang
menteri pengkhianat menasihati Khalifah Al-Musta'shim agar datang menemui orang-orang
Tartar untuk mengadakan kesepakatan damai.

Ternyata ini hanya siasat sang menteri. Sebab setiap rombongan yang diutus khalifah keluar,
langsung dibunuh, dan begitu seterusnya. Peristiwa ini telah banyak menelan korban dari
kalangan ulama, fuqaha dan orang-orang penting di sekitar khalifah.

Adapun tentara Tartar yang berhasil memasuki Baghdad mengadakan pesta pembantaian
terhadap siapa saja yang melawan atau tidak melawan. Kekejaman pembantaian ini melebihi apa
yang dilakukan oleh Nebukadnezar ketika menaklukkan Baitul Maqdis. Selama empat puluh
hari, korban yang jatuh dalam peperangan lebih dari satu juta penduduk. Konon selama empat
puluh hari itu juga api tak pernah padam di Baghdad.

Setelah selesai dengan pembantaian terhadap khalifah dan penduduk Baghad, Menteri
Muayiddin Al-Alqami meminta Hulagu Khan agar mengangkat orang-orang Alawiyin sebagai
khalifah. Namun permintaan ini ditolak oleh Hulagu Khan. Bahkan Ibnu Al-Qami dijadikan
pelayan mereka dan akhirnya mati dalam keadaan yang mengenaskan.

Belum puas dengan penaklukan Baghdad, Hulagu Khan mengirim surat kepada An-Nashir,
penguasa Damaskus, agar menyerah kepada pasukan Tartar. Permintaan ini ditolak.

Pada 658 H, pasukan Tartar menyeberangi sungai Furat dan bergerak menujuk Halb. Mereka pun
bersiap-siap menyerang Damaskus. Tentara Mesir yang dipimpin oleh Al-Muzhaffar dan
panglima perangnya Ruknuddin Baybars Al-Bandaqari, menyambut kedatangan pasukan Tartar
40

dengan semangat jihad tinggi.

Kedua pasukan bertemu di Ayn Jalut dan pertempuran sengit pun pecah pada 15 Ramadhan.
Pasukan Tartar mengalami kekalahan telak dalam pertempuran ini. Sebagian kecil tentara Tartar
yang mencoba melarikan diri terus dikejar oleh Baybars hingga ke Halb dan berhasil mengusir
mereka dari tanah Arab.

Hingga 659 H, belum juga ada khalifah di dunia Islam. Akhirnya, didirikanlah Khalifah di Mesir
dan Al-Mustanshir diangkat sebagai khalifah pertama. Dunia Islam kehilangan kekhalifahan
selama 3,5 tahun.

Sebagian besar buku sejarah, ketika memaparkan sejarah para khalifah, berhenti pada Khalifah
Al-Musta'shim ini. Padahal ada beberapa Khalifah Abbasiyah berikutnya yang sempat bertahan
di Mesir. Mereka masih tergolong Khalifah Abbasiyah yang diakui sejarah. Meskipun wewenang
mereka tidak besar, tetapi para penguasa setempat merasa mendapatkan kehormatan jika direstui
oleh khalifah yang berada di Mesir.

Bahkan Sultan Bayazid I dari Daulah Ustmaniyah, merasa perlu meminta restu dari khalifah di
Mesir, sebelum akhirnya Sultan Salim I mengambil alih khilafah dari tangan Khalifah Al-
Mutawakkil III dan mendirikan Khilafah Utsmaniyah di Istanbul, Turki.

Khalifah
Khalifah adalah gelar yang diberikan untuk pemimpin umat islam setelah wafatnya Nabi
Muhammad SAW (570–632). Kata "Khalifah" (‫ خليفة‬Khalīfah) sendiri dapat diterjemahkan
sebagai "pengganti" atau "perwakilan". Pada awal keberadaannya, para pemimpin islam ini
menyebut diri mereka sebagai "Khalifat Allah", yang berarti perwakilan Allah (Tuhan). Akan
tetapi pada perkembangannya sebutan ini diganti menjadi "Khalifat rasul Allah" (yang berarti
"pengganti Nabi Allah") yang kemudian menjadi sebutan standar untuk menggantikan "Khalifat
Allah". Meskipun begitu, beberapa akademis memilih untuk menyebut "Khalīfah" sebagai
pemimpin umat islam tersebut.

Khalifah juga sering disebut sebagai Amīr al-Mu'minīn (‫ )أمير المؤمنين‬atau "pemimpin orang yang
beriman", atau "pemimpin umat muslim", yang kadang-kadang disingkat menjadi "emir" atau
"amir".

Setelah kepemimpinan Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan,
dan Ali bin Abi Thalib), kekhalifahan yang dipegang berturut-turut oleh Bani Umayyah, Bani
Abbasiyah, dan Bani Usmaniyah, dan beberapa khalifah kecil, berhasil meluaskan kekuasaannya
sampai ke Spanyol, Afrika Utara, dan Mesir.
41

Khalifah berperan sebagai kepala ummat baik urusan negara maupun urusan agama. mekanisme
pengangkatan dilakukan baik dengan penunjukkan ataupun majelis Syura' yang merupakan
majelis Ahlul Ilmi wal Aqdi yakni ahli Ilmu (khususnya keagamaan) dan mengerti permasalahan
ummat. Sedangkan Khilafah adalah nama sebuah system pemerintahan yang begitu khas,
dengan menggunakan Islam sebagai Ideologi serta undang-undangnya mengacu kepada Al-
Quran & Hadist.

Secara ringkas, Imam Taqiyyuddin An Nabhani (1907-1977) mendefinisikan Daulah Khilafah


sebagai kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia untuk menegakkan hukum-
hukum Syariat Islam dan mengembang risalah Islam ke seluruh penjuru dunia (Imam
Taqiyyuddin An Nabhani, Nizhamul Hukmi fil Islam, hal. 17). Dari definisi ini, jelas bahwa
Daulah Khilafah adalah hanya satu untuk seluruh dunia.

Jabatan dan pemerintahan Khalifah berakhir dan dibubarkan dengan pendirian Republik Turki
pada tanggal 3 Maret 1924 ditandai dengan pengambilalihan kekuasaan dan wilayah
kekhalifahan oleh Majelis Besar Nasional Turki, yang kemudian digantikan oleh
Kepresidenan Masalah Keagamaan (The Presidency of Religious Affairs) atau sering disebut
sebagai Diyainah.

Anda mungkin juga menyukai