Anda di halaman 1dari 5

PASCASARJANA UNIVERSITAS HASYIM ASY’ARI

Prodi : Pendidikan Agama Islam


Semester : I/A (Madin)
Mata Kuliah : Ayat-ayat Pendidikan
Dosen Pengampu : Dr. KH. A. Mustain Syafi’ie, M.Ag.
Penyusun : Hilmi Abdillah

PEMBAGIAN TUGAS DALAM KOMUNITAS

‫ون ِليَ ْن ِف ُروا كَافَّةً فَلَ ْو ََل نَفَ َر ِم ْن ك ُِل فِ ْرقَ ٍة ِم ْن ُه ْم‬
َ ُ‫َان ا ْل ُم ْؤ ِمن‬
َ ‫َو َما ك‬
ِ ‫َطا ِئ َفةٌ ِليَت َ َفقَّ ُهوا فِي الد‬
‫ِين َو ِليُ ْنذ ُِروا َق ْو َم ُه ْم ِإذَا َر َجعُوا ِإ َل ْي ِه ْم َل َعلَّ ُه ْم‬
َ ‫َي ْحذَ ُر‬
)122 :‫ون (التوبة‬

Kosakata

‫لَ ْو ََل‬ : berarti “‫ ”هال‬mengapa tidak, berfungsi untuk tahdlidl (anjuran) ketika

diterapkan pada fi’il.

‫نَفَ َر‬ : keluar untuk perang.

‫فِ ْرقَ ٍة‬ : kelompok besar.


ٌ‫طائِفَة‬
َ : kelompok kecil, paling sedikit dua atau satu.

‫ِليَتَفَقَّ ُهوا‬ : supaya yang lain belajar fikih dan hukum syariah.

‫ ِليُ ْنذ ُِروا‬: menakut-nakutinya.


َ ‫يَحْ ذَ ُر‬
‫ون‬ : berhati-hati terhadapnya.1

Asbabun Nuzul

1
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir (Beirut: Darul Fikr, 1418 H), juz 11, hlm 76.

1
Dinukil dari Ibnu Abbas bahwa sebelumnya umat muslim tidak ada yang absen
dalam jihad kecuali orang munafik dan yang sedang udzur. Ketika Allah menyebut aib-
aib orang munafik dalam perang Tabuk, para mukminin berkata, “Kami tidak akan
absen lagi di dalam ghozwah bersama Rasulullah maupun sariyah.” Lalu pada suatu
kesempatan, Rasulullah mengirim pasukan untuk menghadapi orang kafir. Orang-orang
muslim pun antusias berbondong-bondong ikut serta dan meninggalkan Rasulullah
sendirian di Madinah. Lalu turun ayat tersebut.2
Menurut versi lain, orang-orang badui banyak yang absen dari perang karena
mereka sibuk mendidik kaumnya. Lalu, orang-orang munafik berkata, “Orang-orang
badui masih di tempat tinggal mereka. Mereka adalah orang-orang yang celaka.”
Kemudian turunlah ayat ini untuk melegitimasi aktivitas badui itu.3

Munasabah
Ayat ini menjadi nasikh atas ayat sebelumnya (QS. at-Taubah: 120-121) yang
mencibir penduduk Madinah dan orang-orang badui yang tidak ikut serta Rasulullah
dalam peperangan. Pada waktu itu memang umat Islam masih sedikit. Ketika
pemeluknya semakin banyak, ayat tersebut di-naskh oleh ayat ini.4 Ayat ini juga
menaskh QS. At-Taubah: 39 tentang ancaman kepada orang yang tidak berangkat
perang.5 Sementara ayat setelahnya (QS. At-Taubah: 123) juga masih membahas
tentang perang dan sikap keras kepada orang kafir di sekitar mereka.
Ayat ini bagian dari ayat jihad. Ayat ini tidak mewajibkan jihad kepada semua
mukmin selama Rasulullah tidak berangkat. Akan tetapi, mereka yang tidak turut serta
dalam perang wajib menuntut ilmu dan mendalami agama. Semua itu karena
penyebaran Islam berpijak pada bayan, hujjah, dan burhan.6

Tafsir
Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa umat mukmin tidak semuanya harus
berangkat ke medan perang. Sebagian dari mereka harus ada yang tinggal dan
mempelajari ilmu agama di sisi Rasulullah. Mereka juga stand by untuk menyaksikan

2
Abu Abdillah Muhammad ar-Razi, Mafatih al-Ghaib (Beirut: Darul Fikr, 1981), juz 16, hlm. 231
3
Op.cit, hlm. 77.
4
Ibid., hlm. 75.
5
Abu Abdillah Muhammad al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Quran (Riyadl: Dar Alim al-Kutub,
2003), juz 8, hlm. 266.
6
Op.cit., hlm 76.

2
turunnya wahyu. Ketika para pasukan perang telah menyelesaikan misi dan kembali,
mereka akan diajari oleh mereka yang tidak ikut perang. Dengan membagi kaum
muslimin menjadi dua bagian seperti ini, kebutuhan umat Islam akan jihad melawan
orang kafir dan update ilmu agama terpenuhi.
Oleh karena itu, hukum jihad menjadi fardlu kifayah. Ketika sudah dilakukan
oleh sebagian orang, maka gugur kewajiban bagi orang lain. Hukumnya bukan lagi
fardlu ain bagi tiap-tiap muslim yang berakal dan baligh. Menjadi fardlu ain hanya
ketika Rasulullah ikut andil dalam perang tersebut.
Oleh sebab itu, hukum menuntut ilmu dan mempelajari al-Quran-hadits juga
fardlu kifayah. Adapun hukum wajibnya diusung oleh dalil lain seperti hadits “tholabul
ilmi faridhlotun ‘ala kulli muslimin” (HR. Ibnu Adi dan al-Baihaqi).7
At-Tafaqquh diambil dari kata al-fiqhu yang artinya al-fahmu (paham). Adapun
tafaqquh fid din maksudnya adalah pemahaman masalah-masalah agama. Ruang
lingkup tafaqquh fid din menurut Syaikh Thanthawi Jauhari adalah mencakup semua
ilmu, baik itu ilmu fikih, hadis, tafsir, teknik, kedokteran, ilmu pertambangan, dan lain-
lain. Masing-masing ilmu tersebut merupakan urusan penting bagi umat. Menurutnya,
setelah orang Islam melakukan jihad, kewajiban mereka adalah untuk mengetahui
urusan agamanya (mendalami agamanya).8
Indzar (peringatan) di sini bukan didasarkan pada pendapat sendiri (ro’yu),
namun berdasarkan wahyu. Dengan begitu, setiap peringatan pasti ada hujjahnya. Jika
tidak ada hujjah, tidak akan ada indzar. Hujjah ini dikuasai materinya dari orang yang
tafaqquh fid din. Sementara tafaqquh fid din tidak akan diketahui kecuali dari kitab
Allah dan sunnah Rasulullah.9
“Liyatafaqqahu” ganti dari kata “liyu’allimu”, dan “la’allahum yahdzarun”
ganti dari kata “yafqahun”. Pemilihan diksi ini dimaksud agar guru memberi
bimbingan dan peringatan, sedangkan murid memperoleh rasa takut, bukan menjadi
berani dan sombong.10
Ayat ini menunjukkan bahwa tujuan dari tafaqquh fid din adalah mengajak orang
lain pada kebenaran dan membimbing mereka ke jalan yang lurus. Supaya mereka

7
Ibid., hlm 78.
8
Thanthawi Jauhari, al-Jawahir fi Tafsiril Qur’anil ‘Adzim, (Mesir: Musthafa al-Yabiy al-Halbiy wa
Auladihi, 1350), hlm. 172.
9
Muhammad Amin asy-Syanqithi, Adlwa’ al-Bayan (Jeddah: Dar Alim al-Fawaid, t.t.), juz 7, hlm.
409.
10
Syihabuddin Mahmud al-Alusi, Ruh al-Ma’ani (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.t.), juz 6, hlm.
446.

3
ketika kembali ke rumah akan diberi peringatan dengan agama yang benar, sehingga
mereka takut terhadap kebodohan dan maksiat.11

Masalah Spektakuler
Ayat yang menjelaskan pembagian tugas ini tentu bisa diterapkan pada semua sisi
kehidupan. Dalam suatu organisasi, komunitas, atau kelompok, jangan sampai semua
anggotanya menjalankan pekerjaan yang sama. Paling tidak, dari ayat ini ada dua peran
yang harus dijalankan, yaitu peran eksternal (jihad melawan orang kafir yang
mengganggu dakwah Islam) dan peran internal (penguatan ilmu pengetahuan dan
penyebarannya di dalam komunitas Islam).
Dalam komunitas terkecil, yakni keluarga, setiap anggotanya memiliki peran
masing-masing. Ada pekerjaan eksternal dan ada pekerjaan internal. Anak menjadi
tujuan dalam pembinaan rumah tangga, karena ia yang akan menjadi generasi penerus.
Dalam masyarakat patrilineal, bapak melakukan tugas eksternal yang biasanya bersifat
publik atau keluar rumah, sementara ibu diberi tugas internal yang bersifat domestik.
Selain mengerjakan pekerjaan rumah, ibu juga akan lebih intens dalam mendidik anak
karena lebih banyak bersinggungan dengan aktivitasnya.
Tugas internal maupun eksternal dalam rumah tangga hukumnya fardlu kifayah,
yang berarti siapapun yang mengerjakannya tidak jadi soal asalkan perkerjaan itu
selesai. Boleh saja ibu menjadi wanita karier bekerja di luar dan tidak mengasuh anak,
asalkan bapak diam di rumah dan sibuk dengan urusan rumah. Namun, praktik
semacam ini jarang ditemui dan akan sulit dilakukan karena –salah satunya- aspek
biologis.
Akan jadi tidak sejalan dengan ayat ini jika kedua orangtua sama-sama berkarier.
Bapak sibuk dengan pekerjaannya sendiri, dan ibu sibuk dengan pekerjaannya sendiri.
Pendidikan anak menjadi tidak mulus, sehingga tujuannya tidak tercapai. Bukan karena
alasan aurat, efek buruk wanita karier jika didasarkan ayat ini ialah tidak terlaksananya
tugas dalam rumah tangga. Ibu sebagai pemegang tanggung jawab domestik tidak
melakukan pekerjaannya dengan baik sehingga akan berakibat negatif pada pencapaian
tujuan.
Dalam ayat ini, pada tahap pertama tidak jelas siapa yang lebih mulia. Para
pasukan berangkat perang, sedangkan para pelajar menuntut ilmu. Namun pada tahap

11
Abu Abdillah Muhammad ar-Razi, Mafatih al-Ghaib (Beirut: Darul Fikr, 1981), juz 16, hlm. 234.

4
kedua, pelajar yang menuntut ilmu itu menjadi guru, dan pasukan yang pulang dari
perang menjadi murid. Pada tahap ini tampak bahwa kemuliaan guru di atas muridnya.
Dari sini, bisa disimpulkan sementara bahwa peran internal lebih baik daripada peran
eksternal. Sebagai penguat, ada hadits yang menerangkan keutamaan ibu (internal)
dibanding bapak (eksternal).
Jika pekerjaan rumah bisa digantikan oleh orang lain, seperti asisten rumah
tangga atau go-clean, namun tidak dengan pendidikan anak. Ada aspek afektif dari
orangtua yang dibutuhkan oleh anak sehingga sulit digantikan oleh siapapun.

Kesimpulan
1. Perlunya pembagian tugas dalam sebuah misi demi kemaslahatan umat Islam.
2. Kesetaraan peran antara eksternal dan internal dalam sebuah organisasi.
3. Jihad maupun menuntut ilmu hukumnya fardlu kifayah.
4. Pengajar ilmu pengetahuan harus benar-benar paham (tafaqquh) tentang ilmu yang
diajarkannya.
5. Menuntut ilmu derajatnya tidak kalah dengan jihad fi sabilillah. Karena dalam ayat
ini keduanya sama-sama penting.

Daftar Pustaka
al-Alusi, Syihabuddin Mahmud. Ruh al-Ma’ani. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah. T.t.
al-Qurthubi. al-Jami’ li Ahkam al-Quran. Riyadl: Dar Alim al-Kutub. 2003.
ar-Razi, Abu Abdillah Muhammad. Mafatih al-Ghaib. Beirut: Darul Fikr. 1981.
asy-Syanqithi, Muhammad Amin. Adlwa’ al-Bayan. Jeddah: Dar Alim al-Fawaid. T.t.
az-Zuhaili, Wahbah. Tafsir al-Munir. Beirut: Darul Fikr. 1418 H.
Jauhari, Thanthawi. al-Jawahir fi Tafsiril Qur’anil ‘Adzim. Mesir: Musthafa al-Yabiy
al-Halbiy wa Auladihi. 1350.

Anda mungkin juga menyukai