Anda di halaman 1dari 18

HUKUM PEPERANGAN DALAM ISLAM

MENURUT IMAM NAWAWI AL BANTANI


DALAM KITAB TAFSIR MARAH LABID

Oleh:
FAIZ ROCHMATULLAH WIDHAPUTRA
NISN: 0052011954

JURUSAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


TARBIYATUL MU’ALLIMIN AL-ISLAMIYAH
PESANTREN MODERN DAARUL ‘ULUUM LIDO
BOGOR-JAWA BARAT
2022-2023
HUKUM PEPERANGAN DALAM ISLAM
MENURUT IMAM NAWAWI AL BANTANI
DALAM KITAB TAFSIR MARAH LABID

Karya Tulis Ilmiah


Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Ujian Akhir
di TMI Pesantren Modern Daarul ‘Uluum Lido

Oleh:
FAIZ ROCHMATULLAH WIDHAPUTRA
NISN: 0052011954

JURUSAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


TARBIYATUL MU’ALLIMIN AL-ISLAMIYAH
PESANTREN MODERN DAARUL ‘ULUUM LIDO
BOGOR-JAWA BARAT
2022-2023
KATA PENGANTAR

Segala puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt., yang telah melimpahkan nikmat,
rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga Karya Tulis Ilmiah dengan judul: “Hukum
Peperangan Dalam Islam Menurut Imam Nawawi Dalam Kitab Marah Labid” dapat diselesaikan untuk
memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan salah satu ujian akhir di TMI Pesantren
Modern Daarul ‘Uluum Lido Bogor.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw. Insan
Paripurna yang patut menjadi tauladan umat beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga
akhir zaman. Dengan akal untuk berfikir, dengan lisan untuk berargumen, dan dengan hati untuk
mempertimbangkan baik-buruknya perbuatan manusia dengan dua petunjuk yang berupa al-Qur'an
dan al-Sunnah. Hal ini merupakan sarana bagi penulis untuk mengungkapkan berbagai argumentasi
serta sarana untuk menuangkan berbagai fakta tentang hasil penelitian guna untuk dikaji dan dibahas
lebih dalam lagi.
Penulis menyadari akan keterbatasan yang penulis miliki. Karena itu, karya ilmiah ini tidak pernah
lepas dari bantuan, arahan dan motivasi dari berbagai pihak. Maka izinkanlah penulis menyampaikan
terimakasih yang tidak terhingga kepada :
1. Kiyai Muhammad Yazid Dimyati, S.Th.I., Lc., sebagai Pimpinan dan Pengasuh Pesantren Modern
Daarul ‘Uluum Lido, yang dengan tulus ikhlas membimbing, mengarahkan, dan tentunya menjadi
salah satu inspirator bagi penulis dalam penulisan karya ilmiah ini.
2. Kiyai Moh. Affan Afifi, S.H.I., sebagai Direktur Bidang Pengajaran TMI Pesantren Modern Daarul
Uluum Lido, yang selalu memberi motivasi dan mengingatkan penulis dalam kebaikan.
3. Ust. H. Yalet Nurjalaluddin, S.Ag., sebagai Kepala Sekolah Madrasah Aliyah (MA) Pesantren Modern
Daarul ‘Uluum Lido, yang telah memotivasi penulis dalam penulisan karya ilmiah ini.
4. Ust. H. Ujang Musa Tauhid, M.Pd., sebagai Direktur Bidang Program Kelas Akhir Pesantren beserta
staf, yang telah mencurahkan perhatian dan kesabarannya dalam pelaksanaan program niha’ie.
5. Para Wali Kelas Niha’ie, yang telah mendidik dan membimbing penulis dengan ikhlas dan sabar
dalam proses pendidikan di pesantren tercinta ini.
6. Kepada Ayah dan Ibu, terimakasih atas kasih sayang dan perhatianmu selama ini. Jasa-jasamu
sangat luar bisa, kalimat-kalimatmu bermain di alam pikiran dan hatiku, do'amu mengalir di dalam
diriku, namamu ditasbihkan disetiap hembusan nafasku dan dirimu selalu ada disetiap tatapanku.
Dirimu adalah motivator handal bagiku. Sekali lagi terimakasih Bunda, Ayah.
7. Tak lupa pula kepada teman-teman seperjuangan Angkatan 22, tahun ajaran 2022-2023.
Serta kepada pihak-pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas
kebersamaan dan juga segala bentuk bantuan baik moril maupun materil. Semoga segala jasa baik
kalian mendapatkan pahala dari-Nya. Aamiin…
Sebagai sebuah karya, sudah pasti karya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun, agar penulis selalu mampu
memperbaiki segala kesalahan dan mengembangkan segala kelebihan.

Bogor, 5 Januari 2023


Penulis

Faiz Rochmatullah Widhaputra


PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Peperangan ialah suatu kejadian yang mana biasanya terjadi dengan adanya
perselisihan atau perbedaan pendapat dari dua belah pihak atau lebih yang tidak mau
mengalah terhadap apa yang ia inginkan tersebut. Adapun pengertian perang dalam
Bahasa arab yaitu qital (membunuh, ghozwah (peperangan yang dipimpin oleh
panglima perang, serta harb (perlawanan secara fisik). Kalimat qital berasal dari kata
qaatala-yuqaatilu yang berasal dari kata qatala yang berarti menghilangkan ruh dari
suatu jasad (meninggal). Menurut penelitian kata qatala disebut dalam Al-Quran
sebanyak 153 kali.
Tujuan dari pada dilakukannya perang ialah untuk membela agama, serta
membela kepercayaan masing masing, agar dapat meraih apa yang mereka inginkan.
Sehingga dalam konsep Islam, ketika Islam ingin mengadakan perang haruslah orang-
orang kafir yang melakukan penyerangan terlebih dahulu. Pada intinya perang dalam
islam hanya dilakukan dalam situasi darurat atau terpaksa, seperti untuk menolak
serang dari musuh, mempertahankan pendapat yang sudah ditolak oleh musuh, dan
melindungi keamanan dalam kedaulatan Islam.
Lantas apa saja aturan aturan yang diadakan dalam perang. Menurut hadis,
terdapat beberapa peraturan peraturan dalam peperangan, seperti:

1. Dilarang melakukan pengkhianatan jika sudah terjadi kesepakatan damai


2. Dilarang membunuh wanita dan anak-anak, kecuali mereka ikut berperang maka
boleh diperangi
3. Dilarang membunuh orang tua dan orang sakit
4. Dilarang membunuh pekerja (orang upahan)
5. Dilarang mengganggu para biarawan dan tidak membunuh umat yang tengah
beribadah.
6. Dilarang memutilasi mayat musuh,
7. Dilarang membakar pepohonan merusak ladang atau kebun
8. Dilarang membunuh ternak kecuali untuk dimakan
9. Dilarang menghancurkan desa atau kota
Adapun bulan-bulan yang diharamkan untuk Islam melakukan peperangan yaitu
pada bulan Rajab, Dzulqa’da, Dzulhijjah, dan Muharram. Allah mengharamkan bulan
tersebut dalam rangka mengamankan pelaksanaan ibadah haji tahunan. Dengan
demikian, masyarakat Arab harus menghormati bulan haram tersebut dengan tidak
mengadakan perang. Kecuali kalau musuh menyerang. Ketika orang-orang bertanya
kepada Rasulullah SAW bagaimana hukumnya berperang di bulan-bulan haram,
seperti yang dilakukan oleh Abdullah bin Jahsy terhadap rombongan pedagang
Quraisy, maka turunlah wahyu yang menyatakan haram hukumnya berperang di bulan
tersebut.

‫ّٰللا َو ُك ْف ٌۢر ِب ٖه َو ْال َمس ِْج ِد‬


ِ ‫س ِب ْي ِل ه‬ َ ‫ع ْن‬ َ ‫ش ْه ِر ْال َح َر ِام قِتَا ٍل فِ ْي ِِۗه قُ ْل قِتَال فِ ْي ِه َك ِبيْر ِۗ َو‬
َ ٌّ‫صد‬ َ َ‫يَسْـَٔلُ ْونَك‬
َّ ‫ع ِن ال‬
‫ّٰللا ۚ َو ْال ِفتْنَةُ اَ ْكبَ ُر ِمنَ ْالقَتْ ِل ِۗ َو َل يَزَ الُ ْونَ يُقَاتِلُ ْونَ ُك ْم َحتهى يَ ُرد ُّْو ُك ْم‬
ِ ‫ْال َح َر ِام َوا ِْخ َرا ُج اَ ْه ِل ٖه ِم ْنهُ اَ ْكبَ ُر ِع ْندَ ه‬
ٰۤ
‫ت اَ ْع َمالُ ُه ْم ِفى الدُّ ْن َيا‬ ْ ‫ط‬َ ‫ت َوه َُو كَا ِفر فَاُولىِٕكَ َح ِب‬ َ ‫ع ْوا ِۗ َو َم ْن ي َّْرتَ ِد ْد ِم ْن ُك ْم‬
ْ ‫ع ْن ِد ْي ِن ٖه فَ َي ُم‬ َ َ‫ع ْن ِد ْي ِن ُك ْم ا ِِن ا ْست‬
ُ ‫طا‬ َ
ٰۤ ْ
َ‫ار ُه ْم فِ ْي َها خ ِلد ُْون‬ ِ ۚ َّ‫ب الن‬ُ ‫صح‬ ْ َ‫َوال ِخ َرةِ ۚ َواُولىِٕكَ ا‬
Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang berperang pada bulan haram.
Katakanlah, “Berperang dalam bulan itu adalah (dosa) besar. Tetapi menghalangi
(orang) dari jalan Allah, ingkar kepada-Nya, (menghalangi orang masuk)
Masjidilharam, dan mengusir penduduk dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) dalam
pandangan Allah. Sedangkan fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Mereka tidak
akan berhenti memerangi kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu, jika
mereka sanggup. Barangsiapa murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati
dalam kekafiran, maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka
itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah penafsiran Imam Nawawi tentang hukum memulai peperangan terhadap
orang-orang kafir atas ayat-ayat dalam tafsir Marah Labid?
2. Dimanakah letak pemikiran Imam Nawawi tentang hukum memulai peperangan terhadap
orang-orang kafir pada bulan yang diharamkan?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis memiliki beberapa tujuan di
antaranya:
1. Ingin mengetahui mengenai penafsiran Imam Nawawi tentang hukum memulai
peperangan terhadap orang-orang kafir atas ayat-ayat dalam tafsir Marah Labid.
2. Ingin mengetahui di mana letak pemikiran Imam Nawawi mengenai pendapat
ulama-ulama lain mengenai peperangan dalam islam.
D. Manfaat Penelitian
1. Menambah pengetahuan serta informasi penulis mengenai memulai peperangan
terhadap orang-orang kafir atas ayat-ayat dalam tafsir Marah Labid. Serta letak
perbedaan dari kalangan kalangan para ulama-ulama.
2. Sebagai penulis penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana yang bermanfaat
dalam memberikan sebuah pengetahuan mengenai hukum memerangi dalam
islam.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian dan Pendekatan
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan library research
(penelitian Pustaka), dengan mengkaji pandangan Imam Nawawi atau interprestasi
ayat-ayat mengenai hukum memerangi dalam islam, dalam kitab Marah Labid.
2. Sumber Data
Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini ialah terdiri dari dua kategori
yaitu:
• Data primer, yakni data yang berasal dari sumbe pokok yang dijadikan sebagai
penggalian data dalam penelitian. Dalam hal ini penulis menggunakan kitab
tafsir Marah Labid, yang disajikan data primer.
• Data sekunder, yakni data penunjang yang bersumbe dari buku perspektif tokoh
lain artikel, paper, jurnal, dan makalah-makalah yang memiliki relevansi dengan
penelitian ini. Dalam hal ini penulis menggunakan
3. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini terfokus pada kajian penafsiran dan pemikiran tokoh, oleh
karena itu dalam hal pengumpulan data, penulis melakukan pengkajian dengan
menggunakan metode penelitian Pustaka (library research method). Menurut
Keraff, penelitian kepustakaan merupakan suatu jalan untuk meneliti orang-orang
yang terkenal dalam suatu bidang pengetahuan ataupun untuk mengetahui
pengalaman-pengalaman mereka dengan cara mengkaji karya-karya tulis mereka.
Dalam hal ini penulis akan mengumpulkan segala informasi yang ada, dimulai
dengan mengumpulkan segala informasi yang ada dimulai dengan mengumpulkan
kitab tafsir Marah Labid. Sekaligus penulis juga akan menelusuri beberapa literatur
lain yang berkaitan dengan pemikiran seorang tokoh dan topik ini sebagai data
sekunder.
4. Metode Analisa Data
Dalam menganalisa data, penulis menggunakan beberapa metode penelitian
sebagai berikut:
• Interprestasi, penulis melakukan tela’ah terhadap penafsiran Imam Nawawi
dalam kitab tafsir Marah Labid, yang menjadi objek kajian ini, agar sedapat
mungkin diketahui pokok-pokok pikirannya secara khas .
• Koherensi intern, agar dapat memberikan interprestasi yang tepat terhadap isi
kitab, semua konsep-konsep dan aspek dilihat menurut keselarasannya satu
sama lain. Ditetapkan ini pemikiran yang mendasar, dan topik yang sentral di
dalamnya.
• Deskripsi, yaitu dengan menguraikan seluruh konsepsi tokoh secara teratur yang
menjai objek penelitian ini.
BIOGRAFI PENGARANG KITAB

A. Nama Lengkap, Laqob, dan Kunyah


Al-Imaam Al-‘Allamah Asy-Syekh Muhammad Nawawi bin Umar Al-Jawi Al-Bantani At-
Tanari asy-Syafi’I, atau lebih dikenal dengan sebutan Imam Nawawi, adalah salah seorang
ulama besar yang bermazhab Syafi’I. Beliau terkenal dengan kemahirannya dalam bidang
ilmu fiqih, tauhid, tasawuf, tafsir, dan hadis.
Nama panggilan yang biasa digunakan oleh masyarakat Arab untuk panggilan
kehormatan atau gelar kepada Imam Nawawi ini ialah Abu Abdul Mu’ti. Karena
Kemasyhuran Syekh Nawawi Al-Bantani ini, maka beliau dijuluki Sayyid Ulama Al-Hijaz
(Pemimpin Ulama Hijaz), Al-Imam Al-Muhaqqiq wa Al-Fahhamah Al-Mudaqqiq (Imam yang
Mumpuni Ilmunya), A’yan Ulama Al-Qarn Al-Ram Asyar li Al-Hijrah (Tokoh Ulama Abad 14
Hijriyah), Imam Ulama Al-Haramain (Imam Ulama Dua Kota Suci).
B. Tahun Kelahiran
Imam Nawawi Al-Bantani ini lahir di Tanara, Serang sekitar tahun 1230 Hijriyah atau
1813 Masehi. Digelari Al-Bantani karena beliau berasal dari Banten, Indonesia. Imam
Nawawi wafat di Mekkah, Hijaz, sekitar tahun 1314 Hijriyah atau 1897 Masehi, pada umur
84 atau 85 tahun. Beliau dimakamkan di Jannatul Mu’alla yang berada pada kota Mekkah.
C. Rihlah Ilmiyah
Pada usianya yang masih menginjak usia lima tahun, Syekh Nawawi sudah mulai
mempelajari ilmu agama islam langsung dari ayahnya yang bernama Syekh Umar bin Arabi
Al-Bantani. Syekh Nawawi memepelajari tentang pengetahuan agama islam seperti bahasa
Arab, fiqih, tauhid, al-Qur’an dan tafsir.
Menginjak usianya pada usia delapan tahun Syekh Nawawi bersama kedua adiknya
yaitu Tamim dan Ahmad, berguru kepada K.H. Sahal, salah seorang ulama terkenal di
Banten saat itu. Kemudian beliau melanjutkan kegitan mencari ilmunya kepada Syekh
Baing Yususf Purwakarta.
Di usianya beliau yang belum mencapai lima belas tahun, Syekh Nawawi telah
mengajar banyak orang. Sehingga beliau kemudian mencari tempat di pinggir pantai agar
lebih leluasa megajar murid muridnya yang kian hari bertambah banyak.
Setelah beliau berusia lima belas tahun Syekh Nawawi menunaikan haji dan kemudian
beliau berguru kepada sejumlah ulama yang cukup terkenal di Mekkah saat itu.
D. Silsilah
Syekh Nawawi al-Bantani bin Syekh Umar al-Bantani bin Syekh Arabi al-Bantani bin
Syekh Ali al-Bantani bin Syekh Jamad al-Bantani bin Syekh Janta al-Bantani bin Syekh
Masbuqil al-Bantani bin Syekh Maskun al-Bantani (Tubagus Mahmud/Tubagus Mas Kun)
bin Syekh Masnun al-Bantani (Tubagus Wiranegara 1) bin Syekh Maswi al-Bantani
(Pangeran Wiraraja/Pangeran Jagalautan) bin Syekh Tajul Arsy al-Bantani (Pangeran
Sunyaras) bin Sultan Maulana Hasanuddin bin Sultan Syarif Hidayatullah bin Syarif
Abdullah Umdatuddin Azmatkhan bin Sayyid Ali Nurul Alam Azmatkhan bin Sayyid
Jamaluddin Akbar Azmatkhan al-Husaini (Syekh Jumaidil Kubro) bin Sayyid Ahmad Jalal
Syah Azmatkhan bin Sayyid Abdullah Azmatkhan bin Sayyid Alawi Ammil Faqih
(Hadramaut) bin Sayyid Muhammad Shahib Mirbath (Hadramaut) bin Sayyid Ali Khali’
Qasam bin Sayyid Alawi ats-Tsani bin Sayyid Muhammad Sohibus Saumi’ah bin Sayyid
Alawi Awwal bin Sayyid al-Imam ‘Ubaidillah bin Sayyid Ahmad al-Muhajir bin Sayyid ‘Isa
Naqib ar-Rumi bin Sayyid Muhammad an-Naqib bin Sayyid al-Imam Ali Uradhi bin Sayyidina
Ja’far ash-Shadiq bin Sayyidina Muhammad al-Baqir bin Sayyidina Ali Zainal Abidin bin
Sayyidina Husain bin Sayyidina Ali bin Abi Thalib bin Sayyidah Fatimah az-Zahra binti
Sayyidinia Muhammad SAW.
E. Guru Guru
Berikut adalah para ulama yang pernah ditimba ilmunya oleh Syekh Nawawi:
1. Syekh Umar bin Arabi Al-Bantani (Ayahnya)
2. K.H. Sahal Al-Bantani
3. Syekh Baing Yusuf Purwakarta
4. Syekh Ahma Khatib Asy-Syambasi
5. Syekh Ahmad Zaini Dahlan
6. Syekh Abdul Ghani Al-Bimawi
7. Syekh Yusuf Sumbulaweni
8. Syekh Abdul Hamid Daghestani
9. Syekh Sayyid Ahmad Nahrawi
10. Syekh Ahmad Dimyati
11. Syekh Muhammad Khatib Duma Al-Hambali
12. Syekh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah Al-Maliki
13. Syekh Junaid Al-Batawi
14. Syekh Zainuddin Aceh
15. Syekh Syihabuddin
16. Syekh Yusuf bin Muhammad Arsyad Al-Banjari
17. Syekh Abdush Shamad bin Abdurahman Al-Falimbani
18. Syekh Mahmud Kinan Al-Falimbani
19. Syekh Aqib bin Hasanuddin Al-Falimbani
F. Murid Murid
Di antara murid murid Sykeh Nawawi yang menjadi ulama berpengaruh antara lain:
1. Syekh Muhammad Mahfudz At-Tarmasi
2. Syekh Kholil Al-Bangkalani, Madura
3. Syekh Tubagus Ahmad Bakri As-Sampuri
4. Syekh Tubagus Muhammad Asnawi Al-Bantani, Caringin, Labuan, Pandeglang
5. Syekh Arsya Thawil Al-Bantani
6. Syeh Hasan Mustopa Al-Qoruti
7. Syekh Abu Al-Faidh Abdus Sattar bin Abdul Wahhab Ad-Dahlawi
8. Sayyid Ali bin Ali Al-Habsy
9. Syekh Muhammad Zainuddin bin Badawi As-Sumbawi
10. Syekh Abdul Qadir bin Mustafa Al-Fathani
11. Syekh Abdul Haq bin Abdul Hannan Al-Bantani
12. Syekh Sholeh Darat As-Samarani
13. K.H. Hasyim Asyari (Pendiri Nahdlatul Ulama)
14. K.H. Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah)
15. Syekh Sulaiman Arrasuli
16. K.H. Hasan Genggong
17. K.H. Mas Abdurrahman
18. K.H. Raden Asnawi
19. Haji Abdul Karim Amrullah
20. K.H. Thahir Jamaluddin
21. K.H. Dawud
22. K.H. Hasan Asyari
23. K.H. Najihun
24. K.H. Abdul Ghaffar
25. K.H. Ilyas
26. K.H. Wasyid
27. K.H. Tubagus Ismail
28. K.H. Arsyad Qashr Al-Bantani
29. K.H. Abdurrahman
30. K.H. Haris
31. K.H. Aqib
KITAB TAFSIR

A. Judul Lengkap Kitab


Syekh Nawawi menamai kitab tafsirnya dengan Marah Labid li Kasyf ma’na Qur’an
Majid atau yang sering dikenal dengan Tafsir al-Munir li Ma’alim al-Tanzil. Tafsir ini sangat
istimewa karena merupakan tafsir pertama Syekh Nawawi yang ditulisnya dengan
menggunakan Bahasa Arab. Tafsir karya Syekh Nawawi ini tercatat sebagai karya tafsir
pada abad ke-19 dalam dunia islam.
Kitab Marah Labid karangan Syekh Nawawi ini memiliki arti jika diselidiki dari sudut
semantik, Marah berasal dari kata raha-yaruhu-rawah, berarti datang dan pergi di sore hari
untuk berkemas dan mempersiapkan kembali berangkat. Marah juga menunjukkan
tempat (ism makan) dari kata tersebut bermakna al-maudhi’ yaruhu li qaum minhu aw ilaih
(tempat istirahat bagi sekelompok orang yang darinya mereka pegi dan kepadanya mereka
kembali).

B. Tahun Penulisan
Seperti dala keterangan Syekh Nawawi sendiri di akhir tulisannya, beliau
menyelesaikan penulisan kitab Marah Labid pada Malam Rabu tanggal 5 Rabi’ul Awwal
1305 Hijriyah yang bertepatan pada tanggal 21 November 1887 M. Dalam menafsirkan
sebuah surah, Syekh Nawawi memulainya dengan mencantumkan nama surah.

C. Corak dan Kategori Kitab


PEMBAHASAN

A. Penafsiran Imam Nawawi QS.Al-Baqarah(1):190.


B. Penafsiran Imam Nawawi QS.Al-Baqarah(1):192.
C. Penafsiran Imam Nawawi QS.Al-Baqarah(1):193.
D. Penafsiran Imam Nawawi QS.Al-Baqarah(1):194.

E. Penafsiran Imam Nawawi QS.Al-Baqarah(1):195


KESIMPULAN
Hasil dari penguraian, pembahasan dan pembicaraan dalam baba-bab sebelum ini,
penulis dapat mengambil beberapa simpulan, di antaranya adalah sebagai berikut:
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai