Anda di halaman 1dari 6

Istishabu Niatil Jihad

Pengertian Istishab

1. Pengertian secara bahasa

Pengertian Al Ihtihsab secara bahasa yaitu menuntut bersahabat, atau menuntut beserta
atau mencari rekan dan menjadikannya sahabat.

2. Pengertian secara istilah

Pengertian istishab menurut ulama ushul fiqh membawa maksud menetapkan hukum
pekerjaan yang ada pada masa lalu, kaerna disangka tidak ada dalil pada masa yang akan datang.
[1]

Menurut Al-Asnawy (772 H) bahwa istishab adalah penetapan hukum terhadap suatu
perkara dimasa selanjutnya atas dasar bahwa hukum itu telah berlaku sebelumnya, karena tidak
adanya suatu hal yang mengharuskan terjadinya perubahan hukum tersebut.

Sementara menurut imam As Syaukani bahwa arti istishab yaitu menghukumkan sesuatu
hukum sama seperti hukum pada masa lalu sehingga ada dalil yang mengubahnya. Sedangkan
menurut Ibnu Qayim Istishab yaitu menetapkan berlakunya suatu hukum yang telah ada atau
meniadakan suatu yang memang tiada sampai ada bukti yang merubah kedudukannya.

Jadi dari pengertian diatas, istishab adalah menjadikan hukum suatu peristiwa yang telah
ada sejak semula tetap berlaku hingga peristiwa berikutnya, kecuali ada dalil yang mengubah
ketentuan hukum itu.

Jadi dari pengertian di atas, istishab adalah menjadikan hukum suatu peristiwa yang telah
ada sejak semula tetap berlaku hingga peristiwa berikutnya, kecuali ada dalil yang mengubah
ketentuan hukum itu.

Contonya, seorang yang telah yakin bahwa dia telah berwudhu, dianggap tetap berwudhu
selama tiada bukti yang membatalkan wudhunya keraguan atas was-wasnya tidak membatalkan
wudhu tersebut.

Zaman kita ini adalah zaman ujian dan fitnah terhadap Islam yang belum pernah terjadi
sepanjang sejarah. Dunia tanpa terkecuali mengumumkan perang terhadap terorisme, maksudnya
terhadap jihad. Dunia menolak terorisme dengan segala bentuknya, namun hanya ditujukan
kepada kaum muslimin. Akhirnya Islam dan kaum muslimin menjadi pihak tertuduh.

Kelompok Islam yang teguh memerangi kesyirikan dan kekufuran berikut para pemeluknya
karena kedzaliman mereka, menjadi terget utama. Bangsa-bangsa kafir dan para sekutunya
mengerumuni mereka dari berbagai penjuru. Namun, Allah memberikan keteguhan sehingga
mereka tetap eksis di atas jalan jihad. Tidak akan membahayakan mereka, baik oleh orang-orang
yang menelantarkan mereka dari kalangan umat Islam yang enggan berjihad, penakut, atau
tenggelam dalam kehidupan dunia yang hina.

Jihad adalah satu-satunya alternatif bagi umat Islam untuk melawan agresor kaum kafir yang
telah menguasai negeri-negeri kaum muslimin pada hari ini. Allah Ta'ala berfirman:

‫َو اَل َيَزاُلوَن ُيَقاِتُلوَنُك ْم َح َّتى َيُر ُّدوُك ْم َعْن ِد يِنُك ْم ِإِن اْس َتَطاُعوا‬

"Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu
dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup." (QS. Al Baqarah: 217)

Di dalam jihad terdapat kebaikan dunia dan akhirat. Sebaliknya meninggalkan jihad terdapat
kerugian dunia dan akhriat. Allah Ta'ala berfirman,

‫ُقْل َهْل َتَرَّبُصوَن ِبَنا ِإاَّل ِإْح َدى اْلُح ْس َنَيْيِن‬

"Katakanlah: 'tidak ada yang kamu tunggu-tunggu bagi kami, kecuali salah satu dari dua
kebaikan. . . " (QS. Al Taubah: 52)

Meniatkan diri untuk berjihad

Seorang muslim yang menyadari kondisi zamannya dan memahami janji Allah dalam ibadah
jihad akan bertekad memenuhi panggilan jihad kapan saja panggilan itu datang. Ia senantiasa
bersiap diri dan berjanji untuk segera berjihad jika diminta berangkat atau diminta pertolongan
oleh rekan-rekannya. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "apabila kalian diminta untuk
berangkat maka berangkatlah." (HR. al Bukhari dalam Shahihnya)

Apabila seseorang telah meniatkan diri berjihad, kemudian tertinggal dari jihad atau tidak
mampu berangkat jihad, pasti dia bersedih. Allah telah menceritakan kisah tentang kaum
'Asy'ariyin –yaitu para sahabat yang tidak mampu membekali diri untuk berangkat jihad–; "Dan
tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu
memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk
membawamu", lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena
kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan." (QS. Al
Taubah: 92)

Hidup ini adalah perjuangan dan perjuanganlah yang membuat kita hidup. Jihad fi sabilillah
merupakan puncak ajaran Islam. Sehingga umat Islam yang melaksanakannya akan mendapatkan
kemuliaan dan kejayaan di dunia dan surga Allah di akhirat.

Sebaliknya mereka yang meninggalkan jihad dan tidak terbersit sedikitpun dalam hatinya untuk
berjihad akan hina dan menderita di dunia serta mendapatkan siksa Allah di neraka. Jihad adalah
satu-satunya jalan bagi umat Islam untuk meraih kejayaan Islam, merdeka dari penjajahan dan
meraih kembali tanah yang hilang.
Ketika umat Islam lalai terhadap kewajiban, maka Allah akan menghinakan mereka. Rasulullah
saw. bersabda,” Jika kalian telah berdagang dengan ‘Inah (sistem riba’), mengikuti ekor-ekor
sapi (sibuk beternak), rela bercocok tanam dan meninggalkan jihad, pasti Allah akan
menimpakan kehinaan atas kalian. Allah tidak akan mencabut kehinaan itu hingga kalian
kembali ke ajaran agama kalian.” (HR Ahmad, Abu Dawud dan al-Baihaqi).

Imam Syahid Hasan al-Banna berkata: Sesungguhnya umat yang mengetahui bagaimana cara
membuat kematian, dan mengetahui bagaimana cara meraih kematian yang mulia, Allah pasti
memberikan kepada mereka kehidupan mulia di dunia dan keni’matan yang kekal di akhirat.
Wahn (kelemahan) yang menghinakan kita tidak lain karena penyakit cinta dunia dan takut mati.
Maka persiapkanlah jiwa kalian untuk amal yang besar, dan semangatlah menjemput kematian
niscaya diberi kehidupan. Ketahuilah bahwa kematian adalah kepastian dan tidak datang kecuali
satu kali. Jika engkau menjadikannya di jalan Allah, maka hal itu merupakan keuntungan dunia
dan ganjaran akhirat.

Definisi Jihad (Pengertian Jihad)

Jihad secara bahasa berarti mengerahkan dan mencurahkan segala kemampuannya baik berupa
perkataan maupun perbuatan. Dan secara istilah syari’ah berarti seorang muslim mengerahkan
dan mencurahkan segala kemampuannya untuk memperjuangkan dan meneggakan Islam demi
mencapai ridha Allah SWT. Oleh karena itu kata-kata jihad selalu diiringi dengan fi sabilillah
untuk menunjukkan bahwa jihad yang dilakukan umat Islam harus sesuai dengan ajaran Islam
agar mendapat keridhaan Allah SWT.

Imam Syahid Hasan Al-Banna berkata, “Yang saya maksud dengan jihad adalah; suatu
kewajiban sampai hari kiamat dan apa yang dikandung dari sabda Rasulullah saw.,” Siapa yang
mati, sedangkan ia tidak berjuang atau belum berniat berjuang, maka ia mati dalam keadaan
jahiliyah”.

Adapun urutan yang paling bawah dari jihad adalah ingkar hati, dan yang paling tinggi perang
mengangkat senjata di jalan Allah. Di antara itu ada jihad lisan, pena, tangan dan berkata benar
di hadapan penguasa tiran.

Dakwah tidak akan hidup kecuali dengan jihad, seberapa tinggi kedudukan dakwah dan
cakupannya yang luas, maka jihad merupakan jalan satu-satunya yang mengiringinya. Firman
Allah,” Berjihadlah di jalan Allah dengan sebenar-benarnya jihad” (QS Al-Hajj 78).

Dengan demikian anda sebagai aktifis dakwah tahu akan hakikat doktrin ‘ Jihad adalah Jalan
Kami’

Tujuan Jihad

Jihad fi sabilillah disyari’atkan Allah SWT bertujuan agar syari’at Allah tegak di muka bumi dan
dilaksanakan oleh manusia. Sehingga manusia mendapat rahmat dari ajaran Islam dan terbebas
dari fitnah. Jihad fi sabilillah bukanlah tindakan balas dendam dan menzhalimi kaum yang
lemah, tetapi sebaliknya untuk melindungi kaum yang lemah dan tertindas di muka bumi. Jihad
juga bertujuan tidak semata-mata membunuh orang kafir dan melakukan teror terhadap mereka,
karena Islam menghormati hak hidup setiap manusia. Tetapi jihad disyariatkan dalam Islam
untuk menghentikan kezhaliman dan fitnah yang mengganggu kehidupan manusia. (QS an-
Nisaa’ 74-76).

Macam-Macam Jihad

Jihad fi Sabilillah untuk menegakkan ajaran Islam ada beberapa macam, yaitu:

1. Jihad dengan lisan, yaitu menyampaikan, mengajarkan dan menda’wahkan ajaran Islam
kepada manusia serta menjawab tuduhan sesat yang diarahkan pada Islam. Termasuk
dalam jihad dengan lisan adalah, tabligh, ta’lim, da’wah, amar ma’ruf nahi mungkar dan
aktifitas politik yang bertujuan menegakkan kalimat Allah.
2. Jihad dengan harta, yaitu menginfakkan harta kekayaan di jalan Allah khususnya bagi
perjuangan dan peperangan untuk menegakkan kalimat Allah serta menyiapkan keluarga
mujahid yang ditinggal berjihad.
3. Jihad dengan jiwa, yaitu memerangi orang kafir yang memerangi Islam dan umat Islam.
Jihad ini biasa disebut dengan qital (berperang di jalan Allah). Dan ungkapan jihad yang
dominan disebutkan dalam al-Qur’an dan Sunnah berarti berperang di jalan Allah.

Keutamaan Jihad dan Mati Syahid

Beberapa ayat Alquran memberikan keutamaan tentang berjihad. Di antaranya, (QS an-Nisaa’
95-96)(QS as-Shaff 10-13).

Rasulullah SAW bersabda: Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah SAW ditanya: ”Amal
apakah yang paling utama?” Rasul SAW menjawab: ”Beriman kepada Allah”, sahabat
berkata:”Lalu apa?” Rasul SAW menjawab: “Jihad fi Sabilillah”, lalu apa?”, Rasul SAW
menjawab: Haji mabrur”. (Muttafaqun ‘alaihi)

Dari Anas ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Pagi-pagi atau sore-sore keluar berjihad di
jalan Allah lebih baik dari dunia seisinya.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Dari Anas ra bahwa nabi SAW bersabda: ”Tidak ada satupun orang yang sudah masuk surga
ingin kembali ke dunia dan segala sesuatu yang ada di dunia kecuali orang yang mati syahid, ia
ingin kembali ke dunia, kemudian terbunuh 10 kali karena melihat keutamaan syuhada.”
(Muttafaqun ‘alaihi)

”Bagi orang yang mati syahid disisi Allah mendapat tujuh kebaikan: 1. Diampuni dosanya dari
mulai tetesan darah pertama. 2. Mengetahui tempatnya di surga. 3. Dihiasi dengan perhiasan
keimanan. 4. Dinikahkan dengan 72 istri dari bidadari. 5. Dijauhkan dari siksa kubur dan
dibebaskan dari ketakutan di hari Kiamat. 6. Diletakkan pada kepalanya mahkota kewibawaan
dari Yakut yang lebih baik dari dunia seisinya. 7. Berhak memberi syafaat 70 kerabatnya.” (HR
at-Tirmidzi)
Hukum Jihad Fi Sabilillah

Hukum Jihad fi sabilillah secara umum adalah Fardhu Kifayah, jika sebagian umat telah
melaksanakannya dengan baik dan sempurna maka sebagian yang lain terbebas dari kewajiban
tersebut. Allah SWT berfirman:

“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada
kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”
(QS at-Taubah 122).

Jihad berubah menjadi Fardhu ‘Ain jika:

1. Muslim yang telah mukallaf sudah memasuki medan perang, maka baginya fardhu ‘ain
berjihad dan tidak boleh lari.

”Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang
sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). Barangsiapa
yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau
hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali
dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat
buruklah tempat kembalinya.” (QS al-Anfal 15-16).

2. Musuh sudah datang ke wilayahnya, maka jihad menjadi fardhu ‘ain bagi seluruh penduduk di
daerah atau wilayah tersebut .

”Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan
hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah beserta
orang-orang yang bertakwa.” (QS at-Taubah 123)

3. Jika pemimpin memerintahkan muslim yang mukallaf untuk berperang, maka baginya
merupakan fardhu ‘ain untuk berperang. Rasulullah SAW bersabda:

”Tidak ada hijrah setelah futuh Mekkah, tetapi yang ada adalah jihad dan niat. Dan jika kamu
diperintahkan untuk keluar berjihad maka keluarlah (berjihad).” (HR Bukhari)

Kata-Kata Jihad

Khubaib bin Adi ra. berkata ketika disiksa oleh musuhnya, “Aku tidak peduli, asalkan aku
terbunuh dalam keadaan Islam. Dimana saja aku dibunuh, aku akan kembali kepada Allah.
Kuserahkan kepada Allah kapan saja Ia berkehendak. Setiap potongan tubuhku akan
diberkatinya”.

Al-Khansa ra. berpesan kepada 4 anaknya mengantarkan mereka untuk jihad, “Wahai anak-
anakku ! Kalian tidak pernah berkhianat pada ayah kalian. Demi Allah, kalian berasal dari satu
keturunan. Kalianlah orang yang ada dalam hatiku. Jika kalian menuju ke medan perang, jadilah
kalian pahlawan. Berperanglah ! Jangan kembali. Aku membesarkan kalian untuk hari ini”.

Abdullah bin Mubarak berkata pada saudaranya Fudail bin Iyadh yang sedang asyik ibadah di
tahan suci,” Wahai ahli ibadah di dua tahan Haram, jika engkau melihat kami, niscaya engkau
akan tahu bahwa engkau hanya bermain-main dalam ibadah. Barangsiapa membasahi pipinya
dengan air mata. Maka, leher kami basah dengan darah”.

Cara untuk menumbuhkan niat jihad:

1. Keteladanan

Keteladanan merupakan media yang paling baik dan sarana yang paling utama didalam
menumbuhkan ruh jihad pada jiwa seorang muslim. Sebab, perilaku seseorang ditengah
seribu orang lebih efektif daripada perkataan seribu orang kepada seorang saja. Maka sebaik-
baiknya keteladanan ada di dalam diri Rasulullah.

2. Perbaikan Pribadi dan Pembinaan Jiwa

Pada perbaikan dan pembinaan ini harus disertai dengan upaya pencerahan akal pikiran dan
penguatan jasad, karena aspek kejiwaan manusia merupakan landasan bagi aspek luar.
Apabila hati dan jiwa baik, maka baik dan luruslah seluruh anggota badan. Sebaliknya
apabila rusak .

3. Mentarbiyah pada aspek kesabaran, ketahanan dan pemberian ma’af.

Demikianlah jihad adalah satu-satunya jalan menuju kemuliaan di dunia dan di akhirat.
Ampunan Allah, surga Adn, Pertolongan dan Kemenangan. Wallahu a’lam bishawaab. []

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2008/01/15/355/jihad-jalan-kami/#ixzz4Ql8OxH8s
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Anda mungkin juga menyukai