Anda di halaman 1dari 45

tds6ygghdgjhfgh Penulis

*JIHAD JALAN HIDUPKU*

BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM

KHOT ARAB
Sengaja saya tulis buku ini disamping karena permintaan beberapa pihak, saya ingin
menyampaikan tahui sebagiannya secara meluas, mudah-mudahan dapat menjelaskan
perkara-perkara yang belum jelas dan meluruskan hal-hal yang belum lurus, serta
menambah informasi-informasi yang bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Demikianlah prakata singkat yang perlu saya sampaikan, mudah-mudahan bermanfaat
bagi semua pihak, dan saya berdoa dan berharap kepada Allah Ta’ala, semoga tulisan
ini dinilai-Nya sebagai amal sholih yang bermanfaat khususnya bagi penulisnya baik
di dunia terutama di akherat kelak dan penulisnya dijauhkan dari segala sifat-sifat
tercela seperti kibr, riya’, ujub, sum’ah dan sebagainya.
Allahumma Inni a’udzubika minannifaaq wa a’maalu minarriyaa’ wa lisaanu
minal kadzdzabu, fa innaka ta’lamu Nggak kebaca WAL
HAMDULILLAHIRABBIL ALAMIN..
Al-Faqir Ilallah
Abu Sittah
A. Pemahaman tentang Al-Islam
Alhamdulillah saya sejak kecil dididik orang tua saya dan ustadz-ustadz saya agar rela
Islam sebagai agama (jalan hidup) saya, maka saya dituntun dan di biasakan untuk
mengikrarkan dan membaca hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan imam At-
Tirmidzi dalam shahihnya III/141, sebagaimana yang telah saya sampaikan
sebelumnya yaitu, “ٌRodhitubillahi robba wabil Islâmidiina wabil
Muhammadinnabiyya wa Rasuulan-Arab” Aku rela Allah sebagai Rabbkuk, Islam
sebagai Dienku dan Muhammad saw sebaga Nabiku dan Rasulku.
Dari kerelaanku Islam sebagai ad-dien (jalan hidup)ku, mendorongku untuk
mengetahui Islam yang sebenarnya yang datang dari Allah ta’ala dan dibawa oleh
Rasulullah saw, didakwahkannya dan diperjuangkannya, maka saya berusaha dan
berupaya untuk mempelajarinya dengan tekun dengan berguru langsung (talaqqi,
mulazâmah, musyafahah) kepada seorang ustadz atau asy-syaikh dan secara autodidak
(belajar sendiri) denganmembaca kitab-kitab para ulama-dan masyayikh terdahulu
maupun yang terkemudian, mendengarkan ceramah dan sebagainya. Alhamdulillah
dua metode belajar tersebut masyru’ atau disyariatkan, ahlul ilmi menamakan metode
yang pertama dengan sebutan :
“At-Tu’alimu bittalaqqil ‘ulamaa’ musyaafahah.” (belajar secara langsung dengan
berhadapan dengan seorang syaikh)
” At-Tu’alimu bimuth-thoola’aatil kutubi au bil wijaadati” (belajar dengan menelaah
kitab-kitab atau dengan tulisan tanpa mendengarkan syaikh)
metode pertama tentu lebih afdhal, akan tetapi dalam kondisi tertentu kadangkala
metode kedua lebih baik dan lebih memungkinkan, jika dipenuhi syarat-syaratnya,
misalnya dalam keadaan sulit mendapatkan ulama dan masyayikh, ulama yang ada
merupakan ulama-ulama su’ dan ahli bid’ah dan ahwa’, sehingga jika belajar dengan
mereka akan disesatkan, atau karena alasan-alasan lain yang masyru’. Dalam
beberapa hadits disebutkan fadhilah dari pada metode ini antara lain sebagai berikut:
Rasulullah saw, bersabda,
Khot Arab.
“Makhluk apa yang imannya begitu menakjubkan? Mereka berkata, Malaikat, Beliau
berkata, Bagaimana mereka tidak beriman sedang mereka berada di sisi Tuhan
mereka? Mereka berkata, Anbiya’ (Para Nabi). Beliau berkata, Bagaimana mereka
tidak beriman sementara wahyu turun kepada mereka? Mereka berkata, Kami, Beliau
bersabda, Bagaimana kalian tidak beriman, sedang aku berada ditengah-tengah
kalian? Mereka berkata, Maka siapa wahai Rasulullah ? beliau berkata, suatu kaum
yang datang sesudah kalian, mereka menemukan lembaran danmereka beriman
dengan yang ada di dalamnya.”
Dan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ad-Darimi, Al-Hakim dari
hadits Abu Jum’ah Al-Anshari dinyatakan, “mereka adalah yang paling besar
pahalanya,” dan dalam hadits Umar r.a, riwayat Al-Hakim dinyatakan, “Mereka
adalah orang yang imannya paling afdhal” (selengkapnya bisa dirujuk pada kitab
Tadriiburr-Rowi oleh Imam As-Suyuthi II/60-64)
Sebagai catatan dalam masalah ini, supaya yang belajar dengan metode kedua tidak
tersesat, maka syarat minimalnya buku yang dibaca adalah buku yang ditulis
Ahlussunnah, danyang membaca terpenuhi, pada dirinya kemampuan untuk belajar
sendiri dari segala seginya, wallahu a’lam.
Dan dari belajar itu –Alhamdulillah- Allah ta’ala mengaruniakan kepada saya
petunjuk bahwasanya Islam yang benar itu adalah, sebagaimana Islam yang dipahami
oleh generasi yang paling alim dan faqih daripada ummat ini, yang paling baik
hatinya, yang paling dalam ilmunya, dan yang paling sedikit keperluan dan kebutuhan
keduniaannya, mereka adalah shahabat Rasulullah saw dan orang-oran gyang
mengikuti mereka dengan baik –rodhiyalloohu anhum ajmaain- yang telah dipuji
Allah ta’ala dan disucikan oleh Rasulullah saw.
Allah ta’ala berfirman
‫ َّد لَ ُه ْم‬0َ‫هُ َوَأع‬0‫وا َع ْن‬0‫ض‬
ُ ‫ َي هَّللا ُ َع ْن ُه ْم َو َر‬0‫ض‬
ِ ‫ان َر‬
ٍ 0‫س‬ َ ‫سابِقُونَ اَأْل َّولُونَ ِمنَ ا ْل ُم َها ِج ِرينَ َواَأْل ْن‬
َ ‫صا ِر َوالَّ ِذينَ اتَّبَ ُعو ُه ْم بِِإ ْح‬ َّ ‫َوال‬
)100(‫ت ت َْج ِري ت َْحتَ َها اَأْل ْن َها ُر َخالِ ِدينَ فِي َها َأبَدًا َذلِ َك ا ْلفَ ْو ُز ا ْل َع ِظي ُم‬ٍ ‫َجنَّا‬
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara
orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan
baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah
menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya;
mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.”
(Q.S At-Taubah : 100)

Dan firman-Nya lagi,


ُ‫ولَه‬0‫س‬ ُ ‫رُونَ هَّللا َ َو َر‬0‫ص‬ ْ َ‫لِ ْلفُقَ َرا ِء ا ْل ُم َها ِج ِرينَ الَّ ِذينَ ُأ ْخ ِر ُجوا ِمنْ ِديا ِر ِه ْم َوَأ ْم َوالِ ِه ْم َي ْبتَ ُغونَ ف‬
ْ ‫ضاًل ِمنَ هَّللا ِ َو ِر‬
ُ ‫ َوانًا َويَ ْن‬0‫ض‬
َ ‫) َوالَّ ِذينَ تَبَ َّو ُءوا الدَّا َر َواِإْل ي َمانَ ِمنْ قَ ْبلِ ِه ْم يُ ِحبُّونَ َمنْ ه‬8( َ‫صا ِدقُون‬
ُ ‫َاج َر ِإلَ ْي ِه ْم َواَل يَ ِجدُونَ فِي‬
‫دُو ِر ِه ْم‬0 ‫ص‬ َّ ‫ُأولَِئ َك ُه ُم ال‬
)9( َ‫س ِه فَُأولَِئ َك ُه ُم ا ْل ُم ْفلِ ُحون‬ َ ‫صةٌ َو َمنْ يُو‬
ِ ‫ق ش َُّح نَ ْف‬ ِ ُ‫اجةً ِم َّما ُأوتُوا َويُْؤ ثِرُونَ َعلَى َأ ْنف‬
َ ‫س ِه ْم َولَ ْو َكانَ بِ ِه ْم َخ‬
َ ‫صا‬ َ ‫َح‬
“(Juga) bagi para fuqara yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari
harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan (Nya) dan
mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. Dan
orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Anshar)
sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah
kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap
apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka
mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka
memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran
dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S Al-Hasyr : 8-9)
Rasulullah saw bersabda,
Khot Arab.
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian orang-orang yang berikutnya,
kemudian orang-orang yang berikutnya, ” (H.R Imam Al-Bukhari dari Imran bin
Hushain r.a)
Sabda beliau saw yang lain,
Khot Arab
“Tidak akan masuk neraka –Insya Allah- seorangpun yang telah berbai’at dibawah
pohon (para peserta, “Bai’atur-Ridwan” r.a) (H>R. Imam Muslim, Imam Ahmad dan
lainnya).
Sesungguhnya, mengikuti kitabullah dan sunnah Rasul-Nya sebagaimana yang
difahami salafussholeh termasuk dalam memahami Islam adalah merupakan
pemelihara dan penyelamat dari fitna, hawa nafsu, bid’ah dholalat, syubuhat dan
kesesatan-kesesatan yang melanda ummat ini, maka jika kaum muslimin menempuh
jalan dan manhaj salaf mereka yang mendapatkan petunjuk, mereka akan
terselamatkan dari berbagai pendapat hawa nafsu yang batil dan aliran-aliran buruk
yang menyesatkan.
Keadaan yang seperti ini , telah diramalkan Rasulullah saw empat belas abad yang
lalu di dalam banyak haditsnya antara lain sebagai berikut:
Khot Arab.
“Dari Mu’awiyah r.a berkata, Rasulullah saw bersabda, Sesungguhnya Ahlu dua
kitab (Yahudi dan Nasrani) telah berpecah belah dalam agama mereka diatas tujua
puluh dua millah, dan sesungguhnya ummat ini akan berpecah belah diatas tujuh
puluh tiga millah, -yakni hawa nafsu- seluruhnya didalam neraka kecuali satu yaitu
“Al-Jamaah”, dan sesungguhnya akan keluar pad ummatku beberapa kaum yang
dikuasai hawa nafsu, mereka sebagaimana menjalarnya penyakit anjing gila pada
tubuh pesakitnya, tidak tersisa darinya satu pembuluh darahpun dan tidak pula satu
persendianpun kecuali dimasukinya ” (H.R Imam Ahmad)
Khot Arab.
Dan dalam riwayat lain, “Yaitu siapa yang berada diatas apa yang aku dan para
sahabatku berada diatasnya”
Dari hadits tersebut dan dari berpuluh-puluh hadits yang lain yang senada dengannya
dapat diambil kesimpulan bahwa ummat ini akan berpecah-belah menjadi menjadi
berpuluh-puluh suku dan golongan yang semuanya mengikuti hawa nafsunya, tetapi
kendatipun demikian akan tetap senantiasa ada segolongan daripada ummat ini yang
berada diatas kebenaran yang dalam hadits tersebut disebut Al-jamaah yaitu orang
yang berada diatas apa yang Rasulullah saw dan sahabatnya yang berada diatasnya,
maka saya bermujahadah dan bersungguh-sungguh dengan mencurahkan segala
kemampuan yang ada pada diri saya untuk mengikuti pemahaman mereka dan
berusaha mengamalkannya.
Adapun prinsip-prinsip saya dalam memahami dalam masalah itiqod (aqidah) maupun
fiqh (syariah) yang saya yakini kebenarannya sesuai dengan manhaj salaf dan tidak
menyeleweng darinya berdasarkan setitik ilmu yang ada pada diri saya dan Wallahu
a’lam bis-Showaab (Allah yang paling mengetahui dengan yang benar), antara lain
sebagai berikut:
A. Rukun Islam ada 5 Perkara:
1. Mengikrarkan dua kalimat syahadat.
2. Mendirikan sholat.
3. Mengeluarkan zakat.
4. Shaum pada bulan Romadhon.
5. Menunaikan haji ke Baitullah bagi yang mampu.
B. Rukun Iman ada 6 perkara.
1. Beriman kepada Allah.
2. Beriman kepada malaikat-Nya
3. Beriman kepada kitab-kitab-Nya.
4. Beriman kepada Rasul-Rasul-Nya.
5. Beriman kepada Hari Akhir.
6. Beriman kepada Qodar yang baik dan yang buruk.
Kedua rukun tersebut adalah sesuatu yangsudah maklum secara dharuri di
kalangan kaum muslimin, dalil-dalilnya banyak sekali, dalam Al-Kitab maupun
Assunnah, tidak ada seorangpun yang mengingkarinya kecuali telah kafir dan
murtad menurut kesepakatan, adapun meninggalkannya (Rukun Islam nomor 1-5)
ada perselisihan, ada yang menghukumi kafir, ada yang tidak (fasik atau berdosa
besar), menurut saya pendapat yang paling rajih (kuat) adalah yang berpendapat
kafir, khususnya bagi yang terus menerus meninggalkannya –wallahu a’lam-
C. Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan satu-satunya agama yang
diridhai Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
1. Satu-satunya agama yang benar : (At-Taubah: 29)
َ ‫ِين ا ْل َح ِّق م‬
‫ِن‬ َ ‫ون د‬ َ ‫ون َما َح َّر َم اللَّ ُه َو َر ُسولُ ُه َولَا َي دِي ُن‬
َ ‫ُح ِّر ُم‬ ِ ْ‫ون ِباللَّ ِه َولَا ِبالْ َي ْو ِم ال‬
َ ‫آخ ِر َولَا ي‬ َ ُ‫ُؤ ِمن‬ َ ‫َقاتِلُوا الَّذ‬
ْ ‫ِين لَا ي‬
‫ون‬
َ ‫اغ ُر‬ِ ‫ص‬ َ ‫ِين أُوتُوا الْ ِك َت‬
َ ‫اب َحتَّى يُ ْع ُطوا الْ ِج ْز َي َة َع ْن َي ٍد َو ُه ْم‬ َ ‫الَّذ‬
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula)
kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah
diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang
benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada
mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam
keadaan tunduk.”
2. Satu-satunya agama yang diridhai Allah
‫ِّين ِع ْن َد اللَّ ِه ا ْل ِإ ْس َلام‬
َ ‫إِ َّن الد‬
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Ali
Imran : 19)
Maka agama selain Islam seluruhnya tidak diterima Allah ta’ala dan setiap
pemeluknya akan merugi di akherat kelak, dan akan dimasukkan ke dalam
neraka jahannam, selama-lama kekal abadi di dalamnya.

)85(‫ين‬ ِ ‫ِن ا ْل َخ‬


َ ‫اس ِر‬ ِ ‫ام دِي ًنا َفلَ ْن ُي ْق َب َل ِم ْن ُه َو ُه َو فِي ا ْل‬
َ ‫آخ َر ِة م‬ َ
ِ َ‫َو َم ْن َي ْب َت ِغ غ ْي َر ا ْلإِ ْسل‬
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah
akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-
orang yang rugi.”
(Q.S Ali Imran : 85)
dan,
َ ‫ِيها أُولَئ‬
‫ِك ُه ْم َش ُّر ا ْل َب ِر َّي ِة‬ َ ‫ِين فِي َنا ِر َج َه َّن َم َخالِد‬
َ ‫ِين ف‬ ِ ‫ِن أَ ْه ِل ا ْل ِك َت‬
َ ‫اب َوا ْل ُم ْش ِرك‬ ْ ‫ِين َك َف ُروا م‬
َ ‫إِ َّن الَّذ‬
“Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik
(akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu
adalah seburuk-buruk makhluk.”.(Q.S Al-Bayyinah: 6)
dan lain sebagainya.
Dengan demikian maka hukumnya haram bagi seorang muslim, bahkan bisa
terjatuh dalam kufur akabar jika tidak ada mawani’ (penghalang takfir) pada
dirinya, penjelasan tentang mawani’ Insya allah pada bahasan selanjutnya,
yang meyakini dan mengatakan bahwa semua agama sama, atau semua agama
mengajarkan kebaikan, atau semua pemeluk agama yang taat kepada
agamanya akan masuk surga, atau mengakui bahwa ada agama yang benar
selain Islam, dan sebagainya, ucapan-ucapan dan keyakinan-keyakinan seperti
ini adalah bertentangan dengansyariat Islam, agama Islam hanya mengakui
keberadaan agama-agama itu, tetapi sama sekali tidak membenarkannya, Islam
membolehkan kepada pemeluknya untuk berinteraksi dan bertoleransi dengan
pemeluk-pemeluk agama lain selama tidak bertentangan dengan ketentuan-
ketentuan syariat, segala bentuk toleransi yang menyelisihi syariat apalagi
yang berhubungan dengan I’tiqod dan masalah-masalah prinsip, maka tidak
boleh dilakukan sama sekali.
Memang ada sebagian dari ajaran agama-agama selain Islam menyamai
dengan ajaran Islam misalnya, melarang pemeluknya melakukan fahsya’
(berbuat keji, seperti, zina, homo, liwath, lesbian dan sebagainya), kecuali
agma yang ternista dan terburuk yang ada di muka bumi, yaitu agama kafir
barat (sekulerisme dan demokrasi), yang tidak melarang perbuatan fahsya’.
Meskipun ada kesamaan dalam hal-hal tertentu dengan Islam, tidak berarti
sama dan serupa, sebab disana terdapat perbedaan yang paling prinsipal dan
menentukan haq dan batilnya, dimana Islam adalah Dienut-Tauhid (agama
yang meyakini bahwasanya Allah ta’ala adalah Esa lagi Tunggal sebagaimana
firman Allah Q.S Al-Ikhlas : 1-4). Dls
Sedangkan agama-agama lain adalah Dienusy-Syirik, (agama yang
menyekutukan Allah, artinya disamping meyakini Allah sebagai Tuhannya,
masih ada tuhan-tuhan yang selain-Nya).
Tauhid inilah yangpaling utama menentukan haq dan batilnya suatu agama,
maka agama seluruhpara Nabi a.s adalah agama yang haq (Dienul Haq), sebab
seluruhnya merupakan (Dienut-Tauhid) meskipun terdapat perbedaan pada
sebagian syariatnya, antara satu dengan yang lain, misalnya: sholatnya,
shaumnya dan sebagainya, pada syariat Nabi Muhammad saw, sebagai Nabi
terakhir dan penyempurna daripada nabi-nabi sebelumnya, orang mencuri
hukumannya dipotong tangannya, sedang pada syariat Nabi Yusuf a.s
hukumannya dijadikan sebagai budak atau hamba sahaya bagi pemilik harta
yang dicurinya dan lain sebagainya. Maka perbedaan syariat tidak menjadikan
bedanya agama, oleh karena itu seluruh agama-agama Nabi-Nabi a.s adalah
sama dan seluruhnya merupakan agama yang benar yang datang dari Allah
Ta’ala. Kan tetapi yang perlu dicatat meskipun seluruh agama nabi-nabi itu
benar aqidahnya maupun syariatnya, karena seluruhnya datang dari Allah
ta’ala, namun sesudah datangnya Nabi Muhammad saw, maka semua syariat
yang dibawa para Anbiya’ sebelumnya sudah tidak berlaku lagi, kecuali yan
gterkandung dalam syariat beliau.
Maka seandainya hari ini ada manusia yang mengikuti salah seorang Nabi
selain Nabi Muhammad saw dengan melazimi (komitmen) mengamalkan
syariatnya persis dengan yang dibawanya -dan ini mustahil-, sedangkan
mereka mendengar berita datangnya Rasulullah saw maka mereka kafir dan
menjadi penghuni neraka. Rasulullah saw bersabda,
Khot Arab.
“Demi jiwaku yang ada ditangan-Nya, tiada seorangpun dari ummat iniyang
mendengar tentang aku Yahudi ataupun Nasrani, kemudian mati dan tidak
beriman dengan apa yang aku dituiuts denganya melainkan dia akan menjadi
penghuni neraka” (H.R Imam Ahmad)
(Al-Allamah Ibnu Katsir rhm menguraikan masalah ini dengan sejelas-
jelasnya di banyak tempat di dalam tafsirnya, silakan rujuk kepadanya antara
lain dalam II/265-266, tafsir al-A’raf: 158. II/206, II/256 dls).
D. Islam Adalah Ad-Dien yang Sempurna, Mencakup Segala Aspek Kehidupan.
Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw, adalah Dienul Islam yang paripurna
dan sempurna mengatur segala urusan kehidupan manusia dari yang paling kecil
sampai yang paling besar, dari tatacara Bekenbok (Berak, Kencing, Cebok)
sampai IPOLEKSOSBUDMIL IPTEK, (Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial,
Budaya, Militer, Ilmu pengetahuan dan Teknologi), dan lain-lain tidak satupun
urusan yang menyangkut duniawi maupun ukhrowi yang dibiarkan semuanya ada
aturannya.
Dalam beberapa hadits, shohih Rasulullah saw, memberikan permisalan mengenai
kesempurnaan Dienul Islam yang beliau bawa antara lain:
Khot Arab.
“Dari Jabir r.a bin Abdullah r.a, berkata, Rasulullah saw telah bersabda,
Perumpamaanku dan perumpamaan para nabi-nabi bagaikan seoran glaki-laki
yang membangunsebuah rumah, lalu dia menyempurnakannya dan
membaguskannya kecuali tempat satu batu bata, lalu ada orang yang
memasukinya, maka dia melihat kepadanya seraya berkata, ‘Alangkah bagusnya
rumah ini, kecuali tempat satu batu bata ini, maka aku adalah tempat satu batu
bata itu, ditutup denganku para nabi-nabi a.s’” (H.S.R Imam Bukhori dan Imam
Muslim)
Dan hadits-hadits yang lainnya bisa dirujuk dalam tafsir Ibnu Katsir 3/501-502.
Disini kami akan berikan gambaran Islam kaffah yang kamil dan syamil, sekedar
untuk memudahkan dalam memahaminya dan bukan menggambarkan secara
persis perumpamaan dalam hadits tersebut.
Keterangan Singkat
(1) Gambaran Bangunan Islam untuk wilayah kekuasaan seluruhnya disebut
‘Khilafah Islamiyah’ dan pemimpinnya disebut khalifah atau Al-Imam Al
A’dzam atau Amirul Mukminin atau Imamul Jama’atil Mu’minin, dan lain
sebagainya, inilah yang berhak menerima bai’atul Imamah dan seluruh kaum
muslimin yang akil baligh, wajib membai;atnya dengan cara langsung jika
memungkinkan dengan berjabat tangan (bagi kaum lelaki), bagi kaum wanita
cukup dengan mengucapkan bai’ahnya saja, diantara contoh shighoh
bai’ahnya (khot arab.) “Aku berbaiat kepadamu untuk mendengar dan taat
diatas Sunnah Allah dan Rasul-Nya, sesuai dengan kemampuanku.”
Jika tidak mungkin secara langsung karena ada alasan-alasan yang masyru’,
maka dengan cara yang tidak langsung, misalnya dengan surat, sebagaimana
yang dilakukan oleh Abdullah bin Umar r.a ketika berbai’at kepada Abdul
Malik bin Marwan (shahihul Bukhari no 7272) dan shighoh bai’ah sebagai
berikut:
Khot Arab.
“Aku berikrar kepadamu untuk mendengar dan taat diatas sunnah Allah dan
sunnah Rasul-Nya dalam hal yang aku mampu.”
Rasulullah saw bersabda,
Khot Arab.
“Barangsiapa mati dan tidak ada bai’ah di lehernya dia mati dalam keadaan
mati jahiliyah” (H.R Imam Muslim dari Ibnu Umar r.a)
Sabdanya lagi,
Khot Arab.
“Barangsiapa yang tidak menyukai sesuatu dari amirnya, maka hendaklah
bersabar, maka sesungguhnya barangsiapa yang keluar dari Sulthan
(penguasa) sejengkal, dia matinya mati jahiliyah.” (H.R Imam Muslim dari
Ibnu Abbas)
Sabdanya lagi, Khot Arab.
“Barangsiapa yang keluar dari ketaatan dan meninggalkan jamaah, kemudian
dia mati, dia mati mati jahiliyah. ” (H.R Imam Muslim dari Abu Hurairah
R.A)
Penjelasan singkat dari tiga hadits diatas,
a. Bahwa yang dimaksud ‘bai’ah’ dalam hadits pertama (hadits Ibnu Umar
r.a) adalah bai’ah imam kaum muslimin (kholifah/ amirul mukminin),
meskipun bentuk bai;ah dalam hadits ini muthlaq (umum), tetapi telah
diikat dengan hadits kedua, (hadits Ibnu Abbas r.a) dengan kata-kata
Khoroju minal Sulthon (Keluar dari penguasa), maksudnya: berusaha
membatalkan bai’ahnya (fathul Bari 13/7), maka ancaman mati jahiliyah
dalam kedua hadits itu penyebabnya sama yakni keluar dari sulthan
(penguasa) atau meninggalkan mubaya’ahnya atau tidak membai’atnya
setelah manusia sepakat.
b. Yang dimaksud ‘Al-jamaah’ dalam hadits ketiga (hadits Abu Hurairah r.a)
adalah jamaatul muslimin dibawah pimpinan kholifah / Imamul
Muslimin/Amirul Mukminin, mereka sepakat mentaatinya, bergabung dan
bersatu dibawah kepemimpinannya, termasuk dalam menghadapi musuh-
musuhnya. (Subulus-Salam III/1228).
Sebagai catatan, makna jamaah menurut istilah syar’i ada dua:
1. Al-Jamaah yang berarti Al-Haq (kebenaran) dan Ad-Dien (agama).
Diantara dalilnya, misalnya, hadits tentang firaq, Kulluhu finnaar
illaa wahidatan (Semuanya dineraka kecuali satu, yaitu al-jamaah,
pada hadits riwayat Imam Ahmad), dan dalam riwayat lain oleh Al-
Hakim Maa Anaa ‘alaiha wa Ashhaabii (Apa yang Aku dan
Shahabatku berada diatasnya), dalam hal ini sebagaimana
perkataan Ibnu Mas’ud r.a: Al-jama’ah maa waafaqal haqqa walau
kunta wahdaka. (Al-Jamaah adalah yang sesuai dengan kebenaran
walaupun kamu seorang diri).
Dan Al-Jamaah ada juga yang berarti Ahlu Dienul Islam (kaum
muslimin) seperti dalam hadits,
Khot Arab.
Artinya : “Tidak halal darah seseorang (tidak boleh dibunuh),
kecuali dengan salah satu dari tiga: pezina yang sudah menikah
(dihukum rajam), jiwa yang dibalas dengan jiwa (Qishash), dan
meninggalkan agamanya/meninggalkan jamaatul muslimin /
murtad.” (Muttafaqun ‘Alaihi.)
Maksudnya adalah murtad dan meninggalkan jamaah adalah sifat
orang yang murtad dan bukan sebaliknya, artinya orang yang
meninggalkan jamaah kaum muslimin , yang berada dibawah
kepemimpinan Amirul Mukminin, tidak dihukumi murtad, dalilnya
‫َاه َما َعلَى ا ْلأُ ْخ َرى‬ ُ ‫ِين ْاق َت َتلُوا َفأَ ْصل‬
ُ ‫ِحوا َب ْي َن ُه َما َف إِ ْن َب َغ ْت إِ ْح د‬ َ ‫ِن ا ْل ُم ْؤ ِمن‬ ِ ‫َوإِ ْن َطا ِئ َف َت‬
َ ‫ان م‬
‫ْل َوأَ ْق ِس ُطوا‬ ُ ‫اء ْت َفأَ ْصل‬
ِ ‫ِحوا َب ْي َن ُه َما ِبا ْل َعد‬ َ ‫ِيء إِلَى أَ ْم ِر اللَّ ِه َف ِإ ْن َف‬
َ ‫َف َقا ِتلُوا الَّتِي َت ْبغِي َح َّتى َتف‬
‫ِحوا َب ْي َن أَ َخ َو ْي ُك ْم َو َّات ُقوا اللَّ َه لَ َعلَّ ُك ْم‬
ُ ‫ون إِ ْخ َو ٌة َفأَ ْصل‬
َ ‫)إِ َّن َما ا ْل ُم ْؤ ِم ُن‬9(‫ين‬
َ ‫إِ َّن اللَّ َه ُي ِح ُّب ا ْل ُم ْق ِس ِط‬
َ ‫ُت ْر َح ُم‬
)10(‫ون‬
“Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mu'min berperang
maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua
golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka
perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan
itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali
(kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya
dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang
mu'min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat
rahmat.”(Surat Al-Hujurat : 9-10).
Dalam ayat ini Allah ta’ala menyebutkan, bahwa orang itu beriman
meskipun bughat (kelompok dari kaum muslimin yang keluar dari
pemerintahan yang sah menurut syara’), maka berarti, mereka tidak
kafir atau murtad. Oleh karena itu meskipun imam dan kaum
muslimin diperintahkan memerangi mereka, akan tetapi bentuk
perangnya lain dengan memerangi orang kafir yang tulen, maupun
yang murtad, yang mana pasukan yang lari dari mereka tidak boleh
dikejar, harta benda mereka tidak boleh diambil sebagai ghanimah,
serta wanita dan anak-anak mereka tidak boleh dijadikan sebagai
sabiyah atau tawanan perang. Jadi tujuan perangnya agar mereka
kembali kepada perintah Allah dan Rasul-Nya, dan mendengarkan
kepada kebenaran dan mentaatinya (Rujuk Tafsir Ibnu Katsir
4/225-226). Jamaah ini juga ada yang mengartikan sebagai jamaah
ahlul ilmi atau ahlul halli wal aqdi.
2. Al-Jamaah yang berarti jamaah kaum muslimin yang berada
dibawah kepemimpinan amirul mukminin, sebagaimana yang
diterangkan sebelumnya.
c. Dalam tiga hadits diatas, orang yang tidak berbaiat kepada imam kaum
muslimin atau tidak menetapi atau menepati bai’ahnya diancam dengan
mati jahiliyah, yang dimaksud “Maata miitatan Jahiliyyatan” dia mati,
mati jahiliyah, jahiliyah disini adlah “Jahiliyyatun Duna Jahiliyyatin”,
Jahiliyah yang bukan jahiliyah akbar alias kufur, tetapi maksudnya adalah
mati diatas maksiat, terancam siksa. Dan dari sini dapat dipahami bahwa
bai’at kepada kholifah / Amirul Mukminin adalah wajib, sedangkn bai’ah
jenis ini tidak dapat ditunaikan kaum muslimin kecuali wujudnya kholifah/
imam, dan tidak bisa diganti dengan bai’ah-bai’ah amal yang lain, maka
menegakkan dan mewujudkan kholifah berarti hukumnya wajib, dalam
qoidah ushul dikatakan bahwa : sesuatu kewajiban yang tidak dapat
disempurnakan kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu menjadi wajib,
dan disamping khilafah menjadi wasilah utama untuk menunaikan bai’ah,
agar tidak mati dalam keadaan jahiliyah atau maksiat, ia juga menjadi
wasilah utama bagi tegaknya bangunan Islam secara sempurna, terutama
Al-Mu’ayyidat dan Al-Bina’ nya (lihat gambar sebelumnya), hal ini
menambah lagi dan menguatkan hukum wajibnya.
Al-Allamah Ibnu Katsir dalam tafsir surat Al-Baqoroh: 30, mengatakan :
Al-Qurthuby dan lainnya telah menjadikan ayat ini sebagai dalil atas
wajibnya mengangkat seorang kholifah untuk mengadili perkara-perkara
yang diperselisihkan antara manusia dan menghentikan pertentangannya
serta menolong orang-orang yang terdzalimi dari yang mendzaliminya,
dan untuk menegakkan hukum hudud serta melarang segala bentuk
perbuatan keji dan lain sebagainyadari perkara-perkara penting yang tidak
mungkin ditegakkan kecuali dengan adanya imam, dan suatu kewajiban
yang tidak dapat sempurna kecuali dengannya maka ia wajib (Tafsir Ibnu
Katsir I/75).
Maka bagaimana caranya untuk melepaskan diri dari ancaman mati
jahiliyah atau mati dalam maksiat yang terancam siksa neraka? Satu-
satunya cara adalah dengan berusaha semampunya sesuai dengan tuntunan
syar’I untuk menegakkan khyolifah tersebut, insya allah dengan usaha,
kita terlepas dari ancaman tersebut, sebab Allah ta;ala menilai usah adan
uapaya kita, adapun bagi kaum muslimin yang enggan berusaha dan
mencuaikan kewajiban tersebut apalagi yang memandang remeh-temeh
insya Allah tidak akan terlepas dari ancaman ini –wallahu a’lam-
(2) Daerah-daerah atau wilayah-wilayah yang berada di bawah kekhilafahan
kholifah atau kepemimpoinan imam jamaatil muslimin disebut Darul Islam,
(Negeri yang dikuasai kaum muslimin dan undang-undang yang berlaku
adalah syariat Allah). Kholifah menunjuk atau memilih seorang wakil yang
ditugaskan di wilayah tersebut yang biasa disebut wali (gubernur) wali-wali
ini menjalankan tugas dari kholifah sesuai dengan syariat Allah, mereka tidak
merasa memiliki kedaulatan sendiri, karena mereka hanya menjalankan tugas,
disamping itu mereka memahami bahwa yang berdaulat dan yang memiliki
kedaulatan hanya Allah Rabbul Alamin, sebagaimana dalam hadits Rasulullah
saw, Khot Arab
“Yang memiliki kedaulatan adalah Allah Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi”
(H.R Abu Dawud dalam Kitabul Adab dlaam sunannya dengan isnad yang
shahih).
Maka sebagaimana tugas kholifah adalah mendayagunakan segala sesuatu
yang ada diatas bumi ini, untuk beribadah kepada Allah, untuk mentauhidkan-
Nya, dan untuk memperhambakan manusia kepada Allah Ta’ala dengan
melaksanakan syariat-Nya, maka tugas-tugas para wali itu adalah membantu
kholifah dalam mensukseskan dan menjayakan target dan tugas itu.
Dan wilayah-wilayah itu meskipun secara geografi berlainan dan terdapat
batasan-batasan tertentu, akan tetapi secarapolitik berkedudukan sama,
masing-masing menjadi satu dibawah pemerintahan kholifah, tidak
sebagaimana batasan-batasan politik yang direkayasa penjajah seperti yang
kita saksikan hari ini, yang dapat membangkitkan dan menyuburkan perasaan
ashobiyah, dan nasionalisme yang diharamkan oleh Allah azza wa jalla, yang
mudah menyulut api pertikaian dan peperangan antara satu negara dengan
negara yang lainnya, apalagi dengan wujudnya daerah-daerah yang tak bertuan
yang memang disengajakan oleh penjajah agar menjadi ajang perselisihan dan
peperangan yang dengannya mereka bisa mengeruk berbagai keuntungan baik
dari segi ideologi, politik, maupun ekonomi, coba bayangkan di negara Arab
saja tidak kurang dari 100 wilayah tidak bertuan di dekat perbatasan, dan hal
ini terus menerus menjadi ajang pertikaian antar negara yang bertetangga, dan
menyulut api pertempuran, seperti perang Irak dan Kuwait, perselisihan Qotar
dan Bahrain, Saudi Arabia dan Yaman, Oman dan Yaman, Mesir dan Sudan,
Libya dan Chad, Aljazair dengan Maghribi, dan lain sebagainya termasuk
konflik antara Indonesia dan Malaysia.
Adapun engeri-negeri dibawah khilafah tidak ada perebutan wilayah, karena
semuanya milik bersama secara poilitik, yangkami maksud bukan seperti
paham sesat sosialisme, akan tetapi maksudnya karena semua negeri-negeri itu
dibawah khilafah, maka sangat mudah untuk bekerjasama tanpa adanya
kedzoliman dari yang kuat terhadap yang lemah, dari yang kaya terhadap yang
miskin, masing-masing bisa memanfaatkan kelebihan negara yang lain dan
menutupi kebutuhan dankeperluannya yang mana hal ini dilakukan dengan
motif beribadah dan dengan izin Allah terciptalah kemakmuran dan keadilan
dikalangan umat manusia.
(3) Bangunan Islam yang kafah ini telah tegak dengan jayanya hampir tiga belas
setengah abad lebih meskipun dalam perjalana nya mengalami pasang surut
yaitu dari sejak mula lahirnya di Madinah yang langsung dipimpin oleh
Rasulullah saw, lalu diteruskan oleh Khulafaur Rosyidin radhiyallahu anhum
ajmain, kemudian kholifah Bani Umayah, Bani Abbasiyah dan seterusnya dan
seterusnya hingga yang terakhir yaitu Khilafah Utsmaniyah di Turki, disebut
Utsmaniyah karena pendirinya bernama, Utsman bin Arthogral, Khilafah
Utsmaniyah berkuasa kurang lebih selama 600 tahun, dari tahun 1300 M
hingga sirnayanya di tahun 1343 H/1924 M. diantara penyebab kejatuhannya,
faktor dari dalam para pemimpinnya kebanyakannya tidak istiqomah dalam
memegangi dan menegakkan kebenaran dan mulai terpengaruh dengan negara
barat yang beragama sekuler dan demokrasi, maka sebelum tahun 1840-an
Masehi, pemerintah Utsmaniyah mulai mengimpor Undang-Undang barat,
pada awalnya memasukkan undang-undang perdagandan dan aturan sipil, dan
akhirnya pada tahun 1840 M dengan resmi menganti hukum hudud syariat
dengan undang-undang hukum pidana negara kafir sekuler Perancis. Dan
dengan ini para ulama dakwah Najdiyah (pengikut Al-Imam Muhammad bin
Abdul Wahhab rhm), mengeluarkan fatwa kufurnya Daulah Utsmaniyah.
(fatwa ini bisa dilihat dalam kitab Ad-Durarus Sunniyah Fi Ajwibatin
Najdiyah Juz 7 dalam Kitabul Jihad dan bisa juga dilihat dalam “Ar-Rasaailul
Mufiidah” oleh Asy-Syaikh Abdul-Lathif bin Abdurrahman bin Hasan bin
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rhm).
Adapun dari pihak luar adalah disebabkan karena persekongkolan jahat
negara-negara salibis, khusunya Perancis, Inggris, Italia, Yunani, yang
didalangi dan dikendalikan oleh gembong-gembong Yahudi Internasional
yang dibantu para munafikin dan murtaddin yang ajam maupun yang arab
seperti Musthafa Kamal Attaturk, Ishmat Inonu dan lain sebagainya –
La’aainullaahu ‘alaihim ajma’iin- ini merupakan musibah yang menimpa
umat Islam perlu kita ucapkan Innalillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun dan
Alhamdulillahi’ala kulli hall dan ini merupakan takdir Allah, maka perlu kita
ucapkan Qoddarullaaha wa maa syaa’a fa’ala dan semata-mata kehendak-
Nya, karena sesuatu yang tidak dikehendaki Allah Ta’ala terjadi, pasti tidak
akan mungkin terjadi dan tidak akan pernah terjadi dan sebaliknya yang
dikehendaki-Nya terjadi pasti terjadi, apa hikmahnya disebabkan takdir Allah
yang buruk ini? Ingat bahwa semua takdir Allah Ta’ala yang baik maupun
yang buruk maksud dan tujuannya sama, yakni bertujuan baik, sebagai contoh
misalnya, Alah Ta’ala mentakdirkan wujudnya sosok manusia seperti Fir’aun,
Namrudz, Sharon, Bush dan sebagainya –La’aainullaahu ‘alaihim ajma’iin-
maka diantara tujuan Allah Ta’ala adalah hendak memunculkan wali-wali-
Nya seperti Nabi Musa a.s, Nabi Ibrahim a.s dan para Shalihin dan Mujahidin,
sebab tanpa kebrutalan mereka, hal ini tidak mungkin wujud, demikianlah
Sunnatullah (Keterangan selebihnya, buka Madarijus Salikin oleh Al-Allamah
Ibnul Qoyyim Al Jauziyah dalam Maudhu’ Masyhad Al-Hikmah jilid I
halaman 406-410). Dan demikian juga dengan “takdir buruk”, sirnanya
Khilafah Islamiyah dari muka bumi dan sampai hari ini belum tegak lagi,
Allah Azza wa jalla menguji dengannya hamba-hamba-Nya, mana diantara
mereka dnegan peristiwa ini semakin bertambah imannya danmanapula
yangbertambah kufur, mana yang siap menjadi wali-wali-Nya dan manapula
yang menjadi musuh-musuh-Nya, dan siapa yang berusaha menegakkannya
dan siapapula yang mencuaikannya, bahkan meremehkannya, Allah Ta’ala
menilai usaha hamba-Nya bukan ansih hasilnya, sebab andaikan hari ini Allah
menghendaki kaum muslimin menang dan berjaya dalam menegakkan
khilafah Islamiyah , hal itu pasti terjadi dan sangat mudah bagi Allah, akan
tetapi Allah Ta’ala mempunyai kehendak lain, mari kita renungi firman-Nya
dibawah ini.
(‫ُض َّل أَ ْع َمالَ ُه ْم‬
ِ ‫يل اللَّ ِه َفلَ ْن ي‬
ِ ‫ِين ُقتِلُوا فِي َسِب‬
َ ‫ض َوالَّذ‬ َ ‫ِن لَِيبْلُ َو َب ْع‬
ٍ ‫ض ُك ْم ِب َب ْع‬ َ ‫ِك َولَ ْو َي َشا ُء اللَّ ُه لَا ْن َت‬
ْ ‫ص َر ِم ْن ُه ْم َولَك‬ َ ‫َذل‬

)6(‫ْخلُ ُه ُم الْ َجنَّ َة َع َّر َف َها لَ ُه ْم‬ َ 5(‫ِح َبالَ ُه ْم‬


ِ ‫)و ُيد‬ ُ ‫ُصل‬
ْ ‫)س َي ْهدِي ِه ْم َوي‬
َ 4
“Demikianlah, apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan
mereka tetapi Allah hendak menguji sebahagian kamu dengan sebahagian
yang lain. Dan orang-orang yang gugur pada jalan Allah, Allah tidak akan
menyia-nyiakan amal mereka. Allah akan memberi pimpinan kepada mereka
dan memperbaiki keadaan mereka, dan memasukkan mereka ke dalam surga
yang telah diperkenalkan-Nya kepada mereka.”
Q.S Muhammad : 4-6
(4) Khilafah Islamiyah akan tegak lagi Insya Allah, sebelum datangnya hari
kiamat berdasarkan sabda Rasulullah saw, antara lain sebagai berikut:
Khot Arab.
“Kenabian berlangsung selama kurun waktu yang dikehendaki oleh Allah
untuknya, kemudian berakhir, kemudian berlangsung kekhalifahan yang lurus
menurut sistem kenabian selama kurun waktu yang dikehendaki oleh Allah
untuknya, kemudian berakhir, kemudian terjadi kerajaan yang keras dalam
kurun waktu yang dikehendaki oleh Allah untuknya kemudian berakhir,
kemudian terjadi pemerintahan yang menindas (diktator), selama kurun waktu
yang dikehendaki oleh Allah untuknya, kemudian berakhir, kemudian terjadi
kekhalifahan yang lurus menurut sistem kenabian yang meliputi seluruh
bumi” (H.R Imam Ahmad)
dalam hadits lain dari Abdullah bin Amru bin Al-Ash r.a dia berkata,
“Sewaktu kami berada disamping Rasulullah saw dalam keadaan sedang
menulis, tiba-tiba Rasulullah saw ditanya, “Mana dua kota yang akan
ditaklukan lebih dahulu, Konstantinopel atau kota Roma?”maka Rasulullah
saw berkata, “Kota Heraklius akan ditaklukan dulu, yakni Konstantinopel ”
(Al-Hadits). Rumiyah dalam hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam
kamus Mu’jamul Buldan adlah kota Roma Ibukota Itali hari ini, Sabda
Rasulullah saw saw, tentang fath (tertaklukkan)nya Konstantinopel telah
menjadi kenyataan melalui tangan seorang komandan yang terkenal dari
khilafah Utsmaniyah yaitu Muhammad Al-Fatih Al-Utsmani ini terjadi lebih
dari delapan ratus tahun setelah pemberitahuan Rasulullah saw. Dan dengan
izin Allah penaklukan kota Roma juga akan menjadi kenyataan. Insya Allah
akan di ketahui tidak lama lagi. Dan dari hadits ini bisa diambil kesimpulan
bahwa Khilafah akan tegak lagi, sebab Roma tidak akan dapat ditaklukan
kecuali dibawah khilafah, sebagaimana Konstantinopel-wallahu a’lam- (bagi
pembaca yang ingin mengetahui masalah ini lebih detail dipersilahkan
membaca tulisan Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam
Muqaddimah kitab “Al-Hukmul Jadiiru bil Idzaa’ah min Qoulin Nabiy
“Bu’itstu baina yadayya-Assa’aati”” oleh Ibnu Rojab Al-Hambali cetakan
Darul Marjan)
(5) Dienul Islam yang dibawa Rasulullah saw adalah untuk mengatur seluruh
manusia yang muslim dan non-muslim.
Perkara ini sebenarnya jelas sekali dan dalil-dalilnya sangat banyak dalam Al-
Kitab maupun Assunnah dan sudah menjadi ijma’ kaum muslimin, sebab
Rasulullah saw diutus untuk dunia seluruhnya,
َ ‫َو َما َأ ْر‬
َ‫س ْلنَا َك ِإاَّل َر ْح َمةً لِ ْل َعالَ ِمين‬
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam.”(Q.S. Al-Anbiya’: 107),
َ ‫اس لَا َي ْعلَ ُم‬
‫ون‬ َّ ‫ِن أَ ْك َث َر‬
ِ ‫الن‬ َّ ‫اء َو َي ْق ِد ُر َولَك‬ ِّ ‫ُق ْل إِ َّن َر ِّبي َي ْب ُس ُط‬
ُ ‫الر ْز َق لِ َم ْن َي َش‬
“Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang
dikehendaki-Nya dan menyempitkan (bagi siapa yang dikehendaki-Nya), akan
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."(Q.S Saba’: 36),
‫ِيت‬ ِ ‫ات َوا ْلأَ ْر‬
ُ ‫ض لَا إِلَ َه إِلَّا ُه َو ُي ْح ِيي َو ُيم‬ َّ ‫اس إِ ِّني َر ُسو ُل اللَّ ِه إِلَ ْي ُك ْم َجمِي ًعا الَّذِي لَ ُه ُم ْل ُك‬
ِ ‫الس َم َو‬ َّ ‫ُق ْل َياأَ ُّي َها‬
ُ ‫الن‬
ُ ‫الن ِب ِّي ا ْلأُ ِّم ِّي الَّذِي ُي ْؤم‬
َ ‫ِن ِباللَّ ِه َو َكلِ َما ِت ِه َو َّات ِب ُعو ُه لَ َعلَّ ُك ْم َت ْه َتد‬
‫ُون‬ َّ ‫َفآ ِم ُنوا ِباللَّ ِه َو َر ُسولِ ِه‬

“Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu


semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada
Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan
mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul Nya, Nabi yang
ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-
kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk.”(Al-A’raf: 158)
dls. Rasulullah saw dan para pengikutnya dari kaum mukminin diperintahkan
oleh Allah Ta’ala untuk menghukumi manusia baik yang muslim maupun
yang non muslim dengan adil. Berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus ayat dan
hadits yang menyatakan demikian sebagai contoh misalnya,
ِ ‫اس أَ ْن َت ْح ُك ُم وا ِبا ْل َع د‬
َّ ‫ْل إِ َّن اللَّ َه ِنع‬
‫ِما‬ ِ ‫الن‬ َ ‫ات إِلَى أَ ْهل‬
َّ ‫ِها َوإِ َذا َح َك ْم ُت ْم َب ْي َن‬ ِ ‫ِن اللَّ َه َي ْأ ُم ُر ُك ْم أَ ْن ُت َؤدُّوا ا ْلأَ َما َن‬
َّ ‫إ‬
‫ول َوأُولِي ا ْلأَ ْم ِر‬ َّ ‫ِين َءا َم ُنوا أَ ِطي ُعوا اللَّ َه َوأَ ِطي ُعوا‬
َ ‫الر ُس‬ َ ‫) َياأَ ُّي َها الَّذ‬58(‫صي ًرا‬ِ ‫ان َسمِي ًعا َب‬ ُ ‫َيع‬
َ ‫ِظ ُك ْم ِب ِه إِ َّن اللَّ َه َك‬
‫آخ ِر َذلِ َك َخ ْي ٌر‬ ِ ‫ون ِباللَّ ِه َوا ْل َي ْو ِم ا ْل‬
َ ‫ول إِ ْن ُك ْن ُت ْم ُت ْؤ ِم ُن‬ َّ ‫ِم ْن ُك ْم َفِإ ْن َت َنا َز ْع ُت ْم فِي َش ْي ٍء َف ُردُّو ُه إِلَى اللَّ ِه َو‬
ِ ‫الر ُس‬
)59(‫َوأَ ْح َس ُن َت ْأ ِويلًا‬
‫ُون أَ ْن َي َت َح ا َك ُموا إِلَى‬
َ ‫ِن َق ْبلِ َك ُي ِري د‬ ْ ‫ون أَ َّن ُه ْم َءا َم ُنوا ِب َما أُ ْن ِز َل إِلَ ْي َك َو َما أُ ْن ِز َل م‬ َ ‫أَلَ ْم َت َر إِلَى الَّذ‬
َ ‫ِين َي ْز ُع ُم‬
َ ‫) َوإِ َذا ق‬60(‫ضلَالًا َبعِيدًا‬
‫ِيل لَ ُه ْم َت َعالَ ْوا إِلَى‬ َ ‫ضلَّ ُه ْم‬ ِ ‫ان أَ ْن ُي‬
ُ ‫الش ْي َط‬ َّ ‫وت َو َق ْد أُ ِم ُروا أَ ْن َي ْك ُف ُروا ِب ِه َو ُي ِري ُد‬
ِ ‫اغ‬ ُ ‫الط‬َّ

‫ص ي َب ٌة ِب َما‬ َ َ‫)ف َك ْي َف إِ َذا أ‬


ِ ‫ص ا َب ْت ُه ْم ُم‬ َ 61 (‫ُّون َع ْن َك ُصدُودًا‬
َ ‫صد‬ َ ‫ول َرأَ ْي َت ا ْل ُم َنا ِفق‬
ُ ‫ِين َي‬ َّ ‫َما أَ ْن َز َل اللَّ ُه َوإِلَى‬
ِ ‫الر ُس‬
)62(‫ون ِباللَّ ِه إِ ْن أَ َر ْد َنا إِلَّا إِ ْح َسا ًنا َو َت ْوفِي ًقا‬
َ ‫وك َي ْحلِ ُف‬ ِ ‫َق َّد َم ْت أَ ْيد‬
ُ ‫ِيه ْم ُث َّم َج‬
َ ‫اء‬
‫)و َما‬َ 63(‫ض َع ْن ُه ْم َو ِع ْظ ُه ْم َو ُق ْل لَ ُه ْم فِي أَ ْن ُف ِس ِه ْم َق ْولًا َبلِي ًغ ا‬ ْ ‫ِين َي ْعلَ ُم اللَّ ُه َما فِي ُقلُو ِب ِه ْم َفأَ ْع ِر‬ َ ‫أُولَئ‬
َ ‫ِك الَّذ‬
‫اس َت ْغ َف َر لَ ُه ُم‬ ْ ‫وك َف‬
ْ ‫اس َت ْغ َف ُروا اللَّ َه َو‬ ُ ‫اع ِبإِ ْذ ِن اللَّ ِه َولَ ْو أَ َّن ُه ْم إِ ْذ َظلَ ُموا أَ ْن ُف َس ُه ْم َج‬
َ ‫اء‬ َ ‫ول إِلَّا لِ ُي َط‬
ٍ ‫ِن َر ُس‬ْ ‫أَ ْر َس ْل َنا م‬
‫وك فِي َما َش َج َر َب ْي َن ُه ْم ُث َّم لَا َي ِجدُوا‬
َ ‫ون َح َّتى ُي َح ِّك ُم‬ َ 64(‫الر ُسو ُل لَ َو َجدُوا اللَّ َه َت َّوا ًبا َر ِحي ًما‬
َ ‫)فلَا َو َر ِّب َك لَا ُي ْؤ ِم ُن‬ َّ
َّ ‫فِي أَ ْن ُف ِس ِه ْم َح َر ًجا م‬
َ ‫ِما َق‬
)65(‫ض ْي َت َو ُي َسلِّ ُموا َت ْسلِي ًما‬
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Hai orang-orang yang beriman,
ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. Apakah kamu tidak
memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa
yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu?
Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah
mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka
(dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kepada mereka:
"Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada
hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi
(manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. Maka
bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu
mushibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka
datang kepadamu sambil bersumpah: "Demi Allah, kami sekali-kali tidak
menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna".
Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam
hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka
pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa
mereka. Dan kami tidak mengutus seseorang rasul, melainkan untuk dita`ati
dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya
datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun
memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha
Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Maka demi Tuhanmu, mereka (pada
hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam
perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan
dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka
menerima dengan sepenuhnya.”(Q.S An-Nisa’ : 58-65),
Juga,
‫ون َوا ْلأَ ْح َبا ُر ِب َما‬ َ ‫ِين أَ ْسلَ ُموا لِلَّذ‬
َّ ‫ِين َهادُوا َو‬
َ ‫الر َّبان ُِّي‬ َ ‫ون الَّذ‬
َ ‫الن ِب ُّي‬ َّ ‫إِ َّنا أَ ْن َز ْل َنا‬
َ ‫الت ْو َرا َة ف‬
َّ ‫ِيها ُهدًى َو ُنو ٌر َي ْح ُك ُم ِب َها‬
‫اخ َش ْو ِن َولَا َت ْش َت ُروا ِبآ َياتِي َث َم ًنا َقلِيلًا‬
ْ ‫اس َو‬ َّ ‫َاء َفلَا َت ْخ َش ُوا‬
َ ‫الن‬ َ ‫اب اللَّ ِه َو َكا ُنوا َعلَ ْي ِه ُش َهد‬
ِ ‫ِن ِك َت‬ ُ ‫اس ُت ْحف‬
ْ ‫ِظوا م‬ ْ
‫َو َم ْن‬
َ ‫لَ ْم َي ْح ُك ْم ِب َما أَ ْن َز َل اللَّ ُه َفأُولَئ‬
َ ‫ِك ُه ُم ا ْل َكا ِف ُر‬
)44(‫ون‬
‫الس ِّن‬
ِّ ‫الس َّن ِب‬ ِّ ‫س َوا ْل َع ْي َن ِبا ْل َع ْي ِن َوا ْلأَ ْن َف ِب ا ْلأَ ْن ِف َوا ْلأُ ُذ َن ِب ا ْلأُ ُذ ِن َو‬ ِ ‫الن ْف‬
َّ ‫س ِب‬ َّ ‫ِيها أَ َّن‬
َ ‫الن ْف‬ َ ‫َو َك َت ْب َنا َعلَ ْي ِه ْم ف‬
(‫ون‬ َّ ‫ُو َك َّفا َر ٌة لَ ُه َو َم ْن لَ ْم َي ْح ُك ْم ِب َما أَ ْن َز َل اللَّ ُه َفأُولَ ِئ َك ُه ُم‬
َ ‫الظالِ ُم‬ َ ‫َّق ِب ِه َفه‬
َ ‫صد‬َ ‫اص َف َم ْن َت‬
ٌ ‫ِص‬َ ‫وح ق‬ َ ‫َوا ْل ُج ُر‬
َ ‫الت ْو َرا ِة َو َءا َت ْي َنا ُه ا ْل ِإ ْن ِج‬
‫يل فِي ِه ُهدًى‬ َّ ‫ِن‬ ً ‫صد‬
َ ‫ِّقا لِ َما َب ْي َن َي َد ْي ِه م‬ َ ‫)و َق َّف ْي َنا َعلَى َء َاثا ِر ِه ْم ِبع‬
َ ‫ِيسى ا ْب ِن َم ْر َي َم ُم‬ َ 45
َ ‫الت ْو َرا ِة َو ُهدًى َو َم ْو ِع َظ ًة لِ ْل ُم َّتق‬
)46(‫ِين‬ َّ ‫ِن‬ ً ‫صد‬
َ ‫ِّقا لِ َما َب ْي َن َي َد ْي ِه م‬ َ ‫َو ُنو ٌر َو ُم‬
َ ‫اس ُق‬
)47(‫ون‬ َ ‫يل ِب َما أَ ْن َز َل اللَّ ُه فِي ِه َو َم ْن لَ ْم َي ْح ُك ْم ِب َما أَ ْن َز َل اللَّ ُه َفأُولَئ‬
ِ ‫ِك ُه ُم ا ْل َف‬ ِ ‫َو ْل َي ْح ُك ْم أَ ْه ُل ا ْل ِإ ْن ِج‬
‫اح ُك ْم َب ْي َن ُه ْم ِب َما أَ ْن َز َل اللَّ ُه َولَا‬
ْ ‫اب َو ُم َه ْي ِم ًنا َعلَ ْي ِه َف‬
ِ ‫ِن ا ْل ِك َت‬ ً ‫صد‬
َ ‫ِّقا لِ َما َب ْي َن َي َد ْي ِه م‬ َ ‫َوأَ ْن َز ْل َنا إِلَ ْي َك ا ْل ِك َت‬
َ ‫اب ِبا ْل َح ِّق ُم‬
ِ ‫اء اللَّ ُه لَ َج َعلَ ُك ْم أُ َّم ًة َو‬
‫اح َد ًة‬ ً ‫ِن ا ْل َح ِّق لِ ُك ٍّل َج َع ْل َنا ِم ْن ُك ْم ِش ْر َع ًة َو ِم ْن َه‬
َ ‫اجا َولَ ْو َش‬ َ ‫اء َك م‬ َ ‫َت َّت ِب ْع أَ ْه َو‬
َ ‫اء ُه ْم َع َّما َج‬
َ ‫ات إِلَى اللَّ ِه َم ْر ِج ُع ُك ْم َجمِي ًعا َف ُي َن ِّب ُئ ُك ْم ِب َما ُك ْن ُت ْم فِي ِه َت ْخ َت ِل ُف‬
(‫ون‬ ْ ‫ِن لِ َي ْبلُ َو ُك ْم فِي َما َءا َتا ُك ْم َف‬
ِ ‫اس َت ِب ُقوا ا ْل َخ ْي َر‬ ْ ‫َولَك‬
)48
‫ض َما أَ ْن َز َل اللَّ ُه إِلَ ْي َك َف ِإ ْن‬ َ ‫اح َذ ْر ُه ْم أَ ْن َي ْف ِت ُن‬
ِ ‫وك َع ْن َب ْع‬ َ ‫اح ُك ْم َب ْي َن ُه ْم ِب َما أَ ْن َز َل اللَّ ُه َولَا َت َّت ِب ْع أَ ْه َو‬
ْ ‫اء ُه ْم َو‬ ْ ‫َوأَ ِن‬
‫)أَ َف ُح ْك َم‬49(‫ون‬ َ ‫اس ُق‬ ِ ‫اس لَ َف‬ َّ ‫ِن‬
ِ ‫الن‬ َ ‫ض ُذ ُن و ِب ِه ْم َوإِ َّن َك ِث ي ًرا م‬ ِ ‫صي َب ُه ْم ِب َب ْع‬ ِ ‫اعلَ ْم أَ َّن َما ُي ِري ُد اللَّ ُه أَ ْن ُي‬ ْ ‫َت َولَّ ْوا َف‬
)50(‫ون‬ َ ‫ون َو َم ْن أَ ْح َس ُن م‬
َ ‫ِن اللَّ ِه ُح ْك ًما لِ َق ْو ٍم ُيو ِق ُن‬ ِ ‫ا ْل َج‬
َ ‫اهل َِّي ِة َي ْب ُغ‬
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada)
petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan
perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah,
oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan
mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi
terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi)
takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan
harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. Dan kami
telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa
(dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga
dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada kisasnya.
Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, maka melepaskan hak itu
(menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara
menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang
yang zalim. Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi-nabi Bani Israil) dengan
`Isa putera Maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu: Taurat.
Dan Kami telah memberikan kepadanya Kitab Injil sedang di dalamnya (ada)
petunjuk dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang
sebelumnya, yaitu Kitab Taurat. Dan menjadi petunjuk serta pengajaran
untuk orang-orang yang bertakwa. Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil,
memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah di dalamnya.
Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah,
maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik. Dan Kami telah turunkan
kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang
sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian
terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut
apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka
dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-
tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.
Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja),
tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka
berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu
semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu
perselisihkan itu, dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka
menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa
nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka
tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah
kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah),
maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan
musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan
sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah
hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih
baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (Al-Ma’idah :
44-50)
Dan lain sebagainya.
Telah terbukti dalam sejarah bahwa Islam telah berkuasa di dunia selama
hampir tiga belas setengah abad, bermula dari Imarah Islamiyah atau Daulah
Islamiyah yang diasaskan Rasulullah saw di Al-Madinah Al-Munawwarah,
sampai Khilafah Islamiyah di Turki.
Sebagian orang menyangka bahwa syariat / undang-undang Islam itu hanya
sesuai bagi orang yang beragama Islam, sedangkan bagi nono muslim tidak
sesuai atau kurang sesuai, saya katakan, sangkaan seperti ini keliru yang benar
adalah paling sesuai dan paling cocok bagi setiap manusia bagimana tidak,
sedangkan ia datang dari Rabbul Alamin Dzat Pencipta dan Pengatur,
Pemelihara Yang Maha Bijaksana, Yang Maha Mengetahui, Yang Maha
BerPengalaman dan Yang Maha Segala-gala-Nya, maka sudah pasti syariat-
Nya, hukum-hukum-Nya, Undang-undang-Nya, aturan-aturan-Nya, paling
baik, paling adil, paling sesuai bagi manusia. Dan syariat Islam itu sesuai
dipraktekkan di negara manapun baik yangpenduduknya mayoritas Islam,
maupun yang minoritas, baik yang rakyatnya majemuk maupun yang tidak,
rakyatnya arab maupun ajam, dan sebagainya. Sebagai contoh, Khaibar,
hampir seluruh penduduknya beragama Yahudi, bisa dikatakan 99%,
kendatipun demikian syariat Islam sesuai untuk dijadikan undang-undang
yang diberlakukan di dalamnya, hal ini terjadi di zaman Rasulullah saw,
tatkala beliau menaklukannya pada tahun 7 H, beliau memutuskan orang-
orang Yahudi diizinkan tetap tinggal disana untuk melaksanakan program
pertanian, (Hadits Shahih Al-Bukhari no 4248), dan Rasulullah saw mengutus
seorang Amir dari shahabat Anshor (hadits no 4246 Al-Bukhari) dan pada
waktu itu mayoritas penduduk Khaibar adalah orang Yahudi, sampai mereka
diusir oleh Khalifah Umar bin Khaththab r.a, pada masa kekhalifahan beliau,
dan begitu juga India, bertahun-tahun berada dibawah pemerintahan Islam,
dan diatur dengan syariat Islam, meskipun penduduknya mayoritas non-
muslim, dan demikian juga beberapa negara di Eropa timur dan lain
sebagainya.
Sekarang kita bandingkan, jika sekuler dan demokrasi agama yang rusak dan
batil itu, diyakini oleh mayoritas manusia kecuali yang dirahmati Allah, bisa
mengatur dunia, maka bagaimana pula pendapat akal sehat anda tentang
Dienul Islam sebagai Din yang sempurna yang datang dari Dzat yang Maha
segala-galanya, maka sudah pasti lebih mampu untuk mengatur dunia ini, jika
agama sekuler dan demokrasi mengatur manusia agar celaka dan binasa di
dunia dan di akherat, maka Islam sebaliknya mengatur manusia agar selamat
dan bahagia di dunia dan di akherat.
Hari ini yang mendominasi dunia adalah agama sekuler dan demokrasi, sadar
atau tidak sadar, diakui atau tidak diakui, bahwa seluruh agama pada masa kini
baik yang samawi (Islam, Yahudi, Nasrani) maupun yang Ardhi (Hindu,
Budha, Khong-Hu-Chu dsb) dikuasai dan diatur oleh agama sekuler kuffar
barat (Amerika, Eropa dan antek-anteknya) sekuler dan demokrasi
memberikan hak kepada agama-agama itu dalam masalah keyakinan dan
ibadah-ibadah ritual dan sebagainya saja, sementara masalah-masalah yang
berhubungan dengan sistem dalam kehiudpan seperti muamalah, politik,
ekonomi, pendidikan, sosial, kemiliteran, perundang-undangan dan hukum
serta hal-hal lain, dipaksa untuk tunduk dan mengikuti segala aturannya dan
kemauannya tanpa melihat apakah aturan dan sesuatu itu bertentangan dengan
perintah Allah, haram, dosa atau tidak, sebab agma sekuler dan demokrasi
tidak mengenal Tuhan, tidak mengenal dosa, tidak mengenal halal dan haram,
dan tidak mengenal akherat persis dengan agama komunis tidak ada bedanya
sama sekali.
Maka dalam negara demokrasi Dienul Islam yang lengkap, sempurna dan
paripurna itu hanya diberi hak untuk mengamalkan pondasinya -Arkanul
Islam- saja, (lihat gambar skema rumah Islam dimuka), itupun masih banyak
yang disabotase, adapun masalah yang lain, seperti muamalah dansebagainya
tidak diberikan sama sekali kecuali perkara-perkara yang dianggap tidak
mengganggu agama dan syariat demokrasi. Hal ini jelas bertentangan dengan
Islam, sebab Allah Ta’ala memerintahkan kaum muslimin agar melaksankan
Dienul Islam secara utuh sesuai dengan kemampuan dan haram hukumnya
sengaja meninggalkan bagian-bagiannya, yakni mengambil sebagian dan
meninggalkan sebagian yang lain.
‫ض َو َن ْك ُف ُر‬ َ ُ‫ُون أَ ْن ُي َف ِّر ُقوا َب ْي َن اللَّ ِه َو ُر ُسلِ ِه َو َي ُقول‬
ُ ‫ون ُن ْؤم‬
ٍ ‫ِن ِب َب ْع‬ َ ‫ون ِباللَّ ِه َو ُر ُسلِ ِه َو ُي ِريد‬
َ ‫ِين َي ْك ُف ُر‬
َ ‫إِ َّن الَّذ‬
َ ‫ُون أَ ْن َي َّت ِخ ُذوا َب ْي َن َذل‬
)150(‫ِك َس ِبيلًا‬ َ ‫ض َو ُي ِريد‬
ٍ ‫ِب َب ْع‬
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasu-rasul-Nya,
dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-
rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian dan
kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan
perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau
kafir),”(Q.S An-Nisa’: 150)
Sebagaimana agama demokrasi, memberikan hak kepada manusia untuk
mengikuti keyakinannya dan ibadah ritualnya, maka demikian juga Islam –
sebenarnya tidak layak mengumpamakan demokrasi dengan Islam, tetapi
terpaksa untuk memahamkan- Dalam pemerintahan Islam. Rakyat non muslim
tidak dipaksa untuk mengikuti Arkanul Islam dan Arkanul Iman, karena
Arkanul Islam dan Arkanul Iman khusus bagi rakyat yang muslim, sedangkan
Islam tidak memaksa non muslim memasuki agama Islam,
ِ ‫َلا إِ ْك َرا َه فِي الد‬
‫ِّين‬
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)…”(Al-Baqarah : 256).
Islam hanya mendakwahi dan mengajak mereka untuk masuk dalam agama
Islam tanpa memaksa sama sekali, bagi yang menerima dan masuk Islam,
diterima dengan sebaik-baiknya, dan yang menjadi saudara se iman dan
seagama, adapun bagi yang tidak menerima, dijamin mengikuti
keyakinannnya. Akan tetapi dalam masalah-masalah kemasyarakatan dan
sistem-sistem lain termasuk undang-undang dan hukum, mereka wajib
mengikuti ketentuan syariat Islam, sebagai contoh:
Dalam syariat Islam pencuri hukumannya dipotong tangannya , maka dalam
hal ini tidak ada bedanya antara muslim dan non muslim, demikian juga
kriminal-kriminal lain.
Orang yang berzina muhshon (yang sudah menikah), hukumannya dirajam
sampai mati, sedang yang bujang dicabuk seratus kali, hukuman ini, tidak ada
bedanya antara yang muslim dan maupun yang non muslim, dan dalam Islam
tidak sama dengan agama kufur demokrasi yang membolehkan zina suka sama
suka, dalam Islam baik suka sama suka maupun tidak, keduanya sama-sama
haramnya dan hukumannya juga sama, hanya pihak yang dipaksa tidak
terkena hukuman karena terpaksa.
Adapun tentang hukum tertentu yang menyangkut ketentuan dalam agama
masing-masing misalnya, “makan daging babi” maka bagi yang beragama
Islam, terkena hukuman dan bagi agama yang membolehkan pemeluknya
untuk makan babi, maka bagi yang memakannya tidak dianggap sebagai
pelanggaran, demikian juga dalam perkara-perkara lain, seluruhnya telah
diatur oleh syariat dengan seadil-adilnya sesuai dengan hak dan kewajiban
masing-masing.
(6) Bagian-bagian dalam Dienul Islam, yang Arkan, yang Bina’ dan yang
Mu’ayyidat maupun yang lainnya tidak akan dapat dilaksanakan dengan
sempurna kecuali di dalam pemerintahan Islam, masalah ini saya rasa tidak
ada seorangpun yang memiliki ilmu dan pengalaman yang membantahnya,
kecuali orang-orang yang bodoh dan ahlul dholal, sebab jelasnya bagaikan
matahari di siang hari, keterangannya memenuhi kitab-kitab ahlul ilmi yang
salaf maupun yang kholaf, dan keadaan di lapangan bisa kita lihat dan kita
saksikan dihadapan mata kita, maka jangankan perkara-perkara yang
berhubungan dengan Binaul Islam dan Muayyidatnya, seperti politik,
ekonomi, pendidikan sosial dan sebagainya, begitu juga hukum-hukum dan
sanksi-sanksinya, amar ma’ruf, nahi munkar, jihad fie sabilillah dan
sebagainya, apalagi masalah-masalah yang rukun-rukun saja seperti rukun
Islam dan rukun Iman tidak mungkin dapat dilaksanakan dengan sempurna
kecuali di dalam pemerintahan Islam yang berhukum dengan syariat Allah,
Maka, kalau kita mendengar istilah-istilah seperti, ekonomi Islam, pendidikan
Islam, politik Islam dan sebagainya semua ini pada hakekatnya tidak akan
wujud dalam arti kata yang sebenarnya kecuali dalam pemerintahan Islam, dan
istilah-istilah seperti ekonomi Islam, bank Islam, bank Syariat, jabatan agama
Islam, pengadilan agama dan sebagainya tidak ada dan tidak perlu ada dalam
pemerintahan Islam, adanya istilah-itislah itu adalah di negara sekuler atau
ladiniyah (non-agama).
Kemudian sebagai catatan, meskipun bagian-bagian tersebut tidak dapat
sempurna pelaksanaannya melainkan di dalam pemerintahan Islam, akan
tetapi jika pemerintahannya tidak ada, yang ada adalah pemerintahan non
agama atau sekuler, maka bagian-bagian itu tidak boleh ditinggalkan
keseluruhannya, dan mesti dilaksanakan sesuai dengan kemampuan.
Allah ta’ala berfirman : ‫( لَا ُي َكلِّ ُف اللَّ ُه َن ْف ًسا إِلَّا ُو ْس َع َها‬Al-Baqoroh: 286)
Dan didalam hadits shahih juga dinyatakan yang kurang lebih maksudnya,
maka apabila aku perintahkan sesuatu kepadamu, maka tunaikanlah menurut
kesanggupanmu, dan di dalam qoidah ushul dinyatakan, “Maa laa yudraku
kulluhu laa yutraku kulluhu” (Sesuatu yang tidak dapat dicapai secara
keseluruhan, tidak dapat ditinggalkan secara keseluruhannya, dan masih
banyak lagi keterangan dalam masalah ini, silahkan rujuk kepada kitab-kitab
Ahlul Ilmi).
Dan sebagai catatan yang lebih penting lagi, bahwa meskipun dibolehkan dan
disuruh mengamalkan sesuai dengan kemampuan, akan tetapi dalam I’tiqod
dan pemahaman wajib, meyakini dan memahami akan wajibnya mengamalkan
secara keseluruhannya, dan tidak boleh sama sekali dengan sengaja
mengamalkan sebagiannya, yang dianggap sesuai dengan seleranya dan
meninggalkan sebagian yang lain, atau mengimani sebagian dan mengkufuri
sebagian yang lain, orang yang seperti telah dinashkan kufurnya. Allah Ta’ala
berfirman,
‫ان َوإِ ْن‬ َ ‫ون َعلَ ْي ِه ْم ِبا ْل ِإ ْث ِم َوا ْل ُعد‬
ِ ‫ْو‬ َ ‫ار ِه ْم َت َظ‬
َ ‫اه ُر‬ ْ ‫ون َف ِري ًقا ِم ْن ُك ْم م‬
ِ ‫ِن ِد َي‬ َ ‫ون أَ ْن ُف َس ُك ْم َو ُت ْخ ِر ُج‬ ِ َ‫ُث َّم أَ ْن ُت ْم َه ُؤل‬
َ ُ‫اء َت ْق ُتل‬
‫ض َف َما‬ َ ‫اب َو َت ْك ُف ُر‬
ٍ ‫ون ِب َب ْع‬ ِ ‫ض ا ْل ِك َت‬ َ ‫اج ُه ْم أَ َف ُت ْؤ ِم ُن‬
ِ ‫ون ِب َب ْع‬ ُ ‫َي ْأ ُتو ُك ْم أُ َسا َرى ُت َفاد‬
ُ ‫ُوه ْم َو ُه َو ُم َح َّر ٌم َعلَ ْي ُك ْم إِ ْخ َر‬
‫ِل‬ ِ ‫ُّون إِلَى أَ َش ِّد ا ْل َع َذ‬
ٍ ‫اب َو َما اللَّ ُه ِب َغاف‬ َ ‫الد ْن َيا َو َي ْو َم ا ْل ِق َيا َم ِة ُي َرد‬ َ ‫اء َم ْن َي ْف َع ُل َذل‬
ُّ ‫ِك ِم ْن ُك ْم إِلَّا ِخ ْز ٌي فِي ا ْل َح َيا ِة‬ ُ ‫َج َز‬
َ ُ‫َع َّما َت ْع َمل‬
‫ون‬
“Kemudian kamu (Bani Israil) membunuh dirimu (saudaramu sebangsa) dan
mengusir segolongan daripada kamu dari kampung halamannya, kamu bantu
membantu terhadap mereka dengan membuat dosa dan permusuhan; tetapi
jika mereka datang kepadamu sebagai tawanan, kamu tebus mereka, padahal
mengusir mereka itu (juga) terlarang bagimu. Apakah kamu beriman kepada
sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain?
Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan
kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan
kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu
perbuat.” (Al-Baqarah : 85),
‫ون‬ َ ‫ام َو َح ْي ُث َما ُك ْن ُت ْم َف َولُّوا ُو ُج‬
َ ‫وه ُك ْم َش ْط َر ُه لِ َئلَّا َي ُك‬ ْ َ
ِ ‫ِن َح ْي ُث َخ َر ْج َت ف َو ِّل َو ْج َه َك َشط َر ا ْل َم ْس ِج ِد ا ْل َح َر‬
ْ ‫َوم‬
َّ ‫اخ َش ْونِي َولِأُت‬
َ ‫ِم ِن ْع َمتِي َعلَ ْي ُك ْم َولَ َعلَّ ُك ْم َت ْه َتد‬
‫ُون‬ َ ‫اس َعلَ ْي ُك ْم ُح َّج ٌة إِلَّا الَّذ‬
ْ ‫ِين َظلَ ُموا ِم ْن ُه ْم َفلَا َت ْخ َش ْو ُه ْم َو‬ َّ ‫ل‬
ِ ‫ِلن‬
“Dan dari mana saja kamu keluar, maka palingkanlah wajahmu ke arah
Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu (sekalian) berada, maka
palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas
kamu, kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka. Maka janganlah
kamu, takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Dan agar
Kusempurnakan ni`mat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk.”
(An-Nisa’: 150) dls
(7) Agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami setiap bagian atau komponen
dalam Dienul Islam yang bisa membawa kepada kekeliruan yang fatal,
bahkan membawa kepada kekufuran, maka dalam memahami bagian-bagian
tersebut mesti bertitik tolak dari bangunan Islam secara utuh, tidak bisa secara
parsial-parsial, dalam hal ini ada ucapan hikmah, “Ambillah Islam secara
keseluruhan atau tinggalkan secara keseluruhan.” Maksudnya, kalau anda
mau memahami Islam sebenarnya, maka anda mesti memahaminya secara
utuh dan bukan dengan mengambil satu bagian darinya, lalu dipahami dan
ditinjau berangkat dari bangunan diluar Islam, sebagai contoh dalam
memandang hukum rajam atau hukum potong tangan, kita tidak boleh
memandang dan menilainya bertitik tolak dari sistem diluar Islam, atau
bentuk negara di luar Islam, yakni negara kafir, seperti sekuler, demokrasi dan
sebagainya, bagaimana anda bisa menerima bahwa hukum rajam dan hukum
potong tangan merupakan hukum yangpaling bijaksana yang paling
membawa maslahat dan paling baik serta paling adil dan tepa, jika fikiran
anda bermuara dari negara demokrasi yang menghalalkan perzinaan suka
sama suka, menghalalkan segala kemaksiatan dan sebagainya, bagaimana bisa
lurus pandangan dan penilaian anda terhadap hukum rajam terhadap pezina
bujang dan hukum cambuk seratus kali dan dibuang dari negerinya yang
dikenakan terhadap pezina muhshon, jika pemikiran anda berangkat dari
kondisi dan situasi yang terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya,
Medan dan sebagainya dimana pelacuran dan kemaksiatan terjadi di seantero
tempat dan semua itu dijamin oleh Undang-undang, kecuali yang tidak ada
surat izin, maka memahami hukum rajam dengan cara seperti ini, berarti telah
berbuat dzalim, karena tidak mendudukkan sesuatu pada kedudukan yang
sebenarnya.
Sebagai permisalan agar mudah difahami, “Daun telinga kita ini cantik, indah
dan bagus, semua orang memandangnya merasa suka dan menikmati
keindahannya, coba bagaimana sekiranya daun telinga kita ini kita gunting
lalu kita lekatkan pada kepala babi, apa kira-kira penilaian orang melihatnya,
minimal dia akan merasa geli, memandang lucu, bahkan bisa jadi dia
membencinya dan mengutuknya.” Demikian juga hukum rajam, jika ia berada
dalam negara Islam yang kita umpamakan sebagai tubuh manusia itu, maka
akan terlihat indah dan cantik, tetapi jika berada di negara demokrasi yang kita
serupakan dengan tubuh babi itu, tentu akan terlihat jelek dan menggelikan.
Dan begitu jugalah seluruh bagian-bagian yang lain termasuk jihad, amar-
makruf nahi munkar, sistem pendidikannya, ekonominya, sosialnya dan lain
sebagainya. Maka dalam memahami Dienul Islam, ambillah keseluruhannya –
Wallahu a’lam bis-Showab-
B. Pemahaman tentang Al-Iman
Dalam memahami iman saya mengikuti Ahlussunnah wal Jamaah (salafusshalih)
dan menyelisihi golongan-golongan ahlul bid’ah dan ahlul ahwa’ baik yang ifrath
(berlebih-lebihan) seperti Khowarij, Mu’tazilah dan sebagainya, maupun yang tafrith
(mengurang-kurangkan) seperti Murji’ah dengan segala cabang-cabangnya (Murji’ah
Fuqoha’, Asya’irah (Asy’ariyah), Maturidiyah, Jahmiyah, Ghulat Murji’ah dan
sebagainya.)
Pengertian iman jika dirangkumkan dari pendapat-pendapat ahlul ilmi yang
terkategori sebagai ta’rif ahlussunnah ada empat yaitu,
1. Iman adalah ucapan dan perbuatan bisa bertambah dan berkurang.
2. Iman adalah ucapan perbuatan dan niat, bisa bertambah dan berkurang.
3. Iman adalah ucapan dan perbuatan, dan niat dan ittiba’ussunnah (mengikut
sunnah) serta bisa bertambah dan berkurang.
4. Iman adalah ucapan dengan lisan dan I’tiqod (keyakinan) dengan hati dan
perbuatan dengan Al-Jawarih (anggota badan), serta bertambah dan berkurang.
Penjelasan:
 Yang dimaksud dengan ucapan (dalam ta’rif 1, 2,3) adlah ucapan hati dan
ucapan lisan. Ucapan hati yaitu, ma’rifat hati dan tasdiq (membenarkan)nya
dengan sebenar-benarnya, yang bangkit diatas ketaatan dan kepatuhan, adapun
ucapan lisan yaitu, mengikrarkan (mengucapkan) syahadatain.
 Yang dimaksud dengan perbuatan (dalam ta’rif 1,2,3) adalah perbuatan hati
dan perbuatan anggota badan (jawarih). Perbuatan hati yaitu, ibadah-ibadah
hati, seperti ikhlas, khasysyah (takut), mahabbah (cinta), taslim (menyerah)
dan sebagainya. Adapun perbuatan anggota badan yaitu, menuruti perintah-
perintah Allah Ta;ala dan larangan-larangan syariat-Nya.
 Yang dimaksud dengan “bertambah” yaitu, bertambah dengan ketaatan-
ketaatan dan “berkurang” yaitu berkurang dengan kemaksiatan-kemaksiatan,
sampai tidak tersisa sedikitpun.
 Tambahan kata “niat” pada ta’rif (no: 2) dimaksudkan karena perbuatan
kadangkala tidak difahami, jika tidak ada niat, maka ditambahkanlah niat.
 Tambahan, “Ittiba’ussunnah” (mengikuti sunnah), karena seluruhnya itu tidak
akan dicintai Allah Ta’ala melainkan dengan mengikuti sunnah.
 Adapun ta’rif yang (no 4) adalah menguraikan ucapan dan perbuatan
sebagaimana yang termaktub pada ta’rif (no 1,2,3), bagi yang menggunakan
ta’rif ini berpendapat bahwa ucapan itu tidak bisa difahami daripadnya kecuali
ucapan yang lahir (ucapan lisan) atau mereka khawatir tidak termasuk ucapan
hati, maka mereka tambahkan I’tiqod (keyakinan) dengan hati.
Dasar dan pijakan ta’rif-ta’rif diatas adalah kata-kata Imam Muhammad bin Ismail
Al-Bukhari (Imam Al-Bukhari 256 H), sebagaimana yang direkam Ibnu Hajar Al-
Asqolani (852 H) rhm, dalam Fathul Bari I/47 sebagai berikut: Bahwasanya, Abul
Qosim Al-Lalika’I meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Al-Bukhari, beliau
berkata, “Aku bertemu lebih dari seribu lelaki dari para ulama di kota-kota, maka aku
tidak melihat seorangpun daripada mereka bahwasanya Iman adalah ucapan dan
perbuatan dan bertambah dan berkurang” (Fathul Bari I/47).
(Bisa dirujuk dalam majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah 7/170-171) dan bisa juga dilihat
dalam Al-Jami’ Fie Tholabil Ilmi Syarif I/116).
Dan ada ta’rif atau pengertian iman yang syadz (menyelisihi yang lebih
kuat/nyeleneh) dan ada juga beberapa ta’rif yang datang dari paham murji’ah antara
lain sebagai berikut:
a. Iman adalah ucapan dengan lisan, dan tashdiq (membenarkan) dengan hati dan
perbuatan dengan anggota badan. Dalam ta’rif ini syadznya adalah
penggunaan kata tashdiq yang berarti menghilangkan amalan hati seperti
ikhlas, khasyyah, mahabbah, taslim dll. Bedakan ta’rif diatas (no 4) yang
menggunakan kata I’tiqod (Keyakinan), yang merangkumi semua amalan hati
(ucapan dan perbuatan). Meskipun ta;rif ini syadz, namun ada diantara salaf
yang tersilap menggunakannya (rujuk syarhu I’tiqad ahlissunnah al-
lalika’i,II/760, dan Asy-Syari’ah Al-Ajuuri hal 105-119).
b. Iman adalah I’tiqod dengan hati dan ucapan dengan lisan dan perbuatan
dengan yang rukun-rukun (arkaan) saja. (Fathul Baari I/46)
Ta’rif ini syadz dan salahnya pada perbuatan dengan yang rukun-rukun, yang
berarti selain yang rukun tidak termasuk dalam hakekat Iman.
c. Iman adalah keyakinan (I’tiqod) dengan hati dan ikrar dengan lisan (lihat Al-
Fashl Ibnul Hazm 3/255)
Ta’rif ini salahnya meniadakan perbuatan, artinya perbuatan tidak termasuk
hakekat iman.
d. Iman adalah tashdiq (membenarkan) saja. Ta’rif ini merupakan inti dari semua
golongan murjiah.
e. Iman adalah ucapan saja, ini juga ta’rif dari golongan murji’ah.
Dari pengertian Iman menurut Ahlussunnah wal Jamaah tersebut, bisa ditarik
kesimpulan bahwa semua kegiatan dan aktivitas hati, lisan dan anggota badanyang
disyariatkan adalah termasuk iman dan cabang-cabang daripada Iman.
Rasulullah saw, bersabda:
Khot Arab.
“Iman adlah tujuh puluh sembilan atau enampuluh sembilan cabang, yang paling
utama adalah ucapan “Laa Ilaaha Illallaah” dan yang paling rendah adalah
menyingkirkan duri dari jalan dan malu adalah salah satu cabang daripada iman
(H.R Imam Muslim)
Maka iman adalah mengandungi seluruh ketaatan yang fardhu dan yang sunnah
yang diwajibkan atas hati, lisan dan anggota badan, begitu juga iman mencakup
atas meninggalkan perkara-perkara yang dilarang yang haram dan yang makruh.
Kemudian cabang-cabang iman itu seluruhnya menduduki martabat (tingkatan)
Iman sesuai dengan sifat dan kedudukan masing-masing. Adapun martabat Iman
dibagi menjadi tiga yaitu sebagai berikut:
1. Martabat (Tingkatan) pertama: Ashlul Iman (Pokok atau dasar Iman).
Iman dianggap tidak ada, tanpa adanya ashlul Iman, dan dengannya, selamat
dari kekufuran dan masuk dalam iman, dan pemiliknyya termasuk golongan
orang-orang yang diseru oleh Allah Ta’ala dengan firman-Nya, “Yaa
Ayyuhalladziina Aamanuu.” (Wahai orang-orang yang beriman). Dan Ashlul
Iman (pokok Iman) ini mengandungi cabang-cabang yang Iman dianggap
tidak sah, kecuali dengan menyempurnakannya, yaitu sebagai berikut:
a. Terhadap hati: Mengetahui apa yang dibawa Rasulullah saw, secara
global dan membenarkannya serta patuh kepadanya, dan termasuk juga
dalam dasar atau pokok Iman, sebagian amalan-amalan hati yang lain
seperti: cinta, takut, ridho, taslim dll.
b. Terhadap lisan.: Ikrar dengan kalimah Syahadatain
c. Terhadap anggota badan.: Perbuatan-perbuatan anggota badan yang
mengkufurkan orang yang meninggalkannya, seperti, sholat dan rukun
Islam lain (zakat, shaum dan haji) menurut sebagian ulama.’
Adapun Qoidah atau patokannya bahwa sesuatu itu termasuk dalam Ashlul Iman
yaitu: Bahwasanya setiap amal yang kufur orang yang meninggalkannya, maka
amal tersebut berarti termasuk ahlul iman, seperti membenarkan segala yang
dibawa Rasulullah saw (tashdiq), patuh dan tunduk secara hati (Inqiyaadul Qulbi),
maksudnya hati tetap tunduk dan patuh kepada syariat Allah, yang halal
dihalalkan, yang haram diharamkan. Tidak ada pengingkaran dan pendustaan
sama sekali meskipun kadangkala anggota badannya berbuat maksiat, dan ikrar
dengan lisan (mengucapkan syahadatain) dan sholat (lima waktu). Dan setiap
amal yang kufur pelakunya, maka meninggalkannya adalah termasuk daripada
Ashlul Iman, seperti : mengolok-olok agama dan berdo’a kepada selain Allah dan
sebagainya, yang demikian ini karena sesungguhnya lawan Ashlul Iman adalah
kufur.
Karena kufur merupakan lawan terhadap dasar Iman, maka sesungguhnya setiap
dosa mukaffir (yang mengkafirkan) dari yang meninggalkan yang wajib atau
melakukan yang haram, maka ia adalah merusakkan dasar iman, dan setiap orang
yang tidak memenuhi dasar iman atau merusakkannya, maka dia kafir. Dan
patokan atau qoidah dosa mukaffir (yang mengkufurkan) adalah, jika tegak dalil
syar’i yang menyatakan bahwasanya ia merupakan kufur akbar.
2. Martabat (tingkatan) iman yang kedua, Iman yang wajib.
Iman yang wajib adalah sesuatu yang lebih daripada Ashul Iman (dasar Iman),
terdiri dari amalan yang wajib-wajib dan meninggalkan yang haram-haram.
Adapun qodah atau patokannya bahwa sesuatu itu termasuk iman yang wajib
yaitu, setiap amalan yang ada ancamannya dalam meninggalkannnya dan tidak
kufur yang meninggalkannya, seperti, jujur, amanah, berbuat baik kepada
kedua orang tua, dan jihad yang wajib dan sebagainya, dan setiap amalan yang
ada ancamannya dalam melakukannya dan tidak kufur perlakunya, amak
meninggalkannya termasuk Iman yang wajib seperti, Berzina, Riba, Mencuri,
Minum Khomer, Dusta, Ghibah (Menggunjing) dan adu domba dan
sebagainya.
3. Martabat (tingkatan) iman yang kedua, Iman yang Mustahab.
Iman yang mustahab yaitu: sesuatu yang lebih daripada Iman yang wajib
terdiri dari pada perkara-perkara mandubat (disunnahkan) dan mustahabbat
(yang disukai), dan meninggalkan yang makruh-makruh dan yang
musytabihaat (samar-samar antara halalnya dan haramnya).
Dan orang beriman dalam menunaikan cabang-cabang iman, baik yang
termasuk dalam Ashlul Iman, Iman yang wajib maupun Iman yang mustahab
dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Allah Ta’ala berfirman (Q.S Faathir: 32)
Khot Arab.
“Kemudian kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih
diantara hamba-hamba Kami, lalu diantara mereka ada yang menganiaya diri
mereka sendiri, dan diantara mereka ada yang pertengahan, dan diantara
mereka ada yang bersegera dalam menunaikan kebaikan-kebaikan dengan
izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.”
Maka dari ayat ini kita bisa urutkan kelompok oran gberiman sesuai
amalannya dan kedudukannya, yaitu:
1. Martabat (tingkatan) pertama : Saabiqun bil Khoiroot bi idznillah. (Orang
yang bersegera menunaikan kebaikan).
golongan ini telah menunaikan seluruh cabang-cabang Iman, sesuai
dengan kemampuan yang Allah Ta’ala karuniakan kepada mereka, baik
yang termasuk dalam Ashlul Iman, Iman yang wajib, maupun Iman yang
mustahab. Dan sesuai dengan janji Allah Ta’ala mereka ini akan masuk
surga tanpa hisab dan adzab yang didalam hadits-hadits shahih disebutkan
berjumlah 70.000, dalam hadits lain berjumlah 490.000.000 (empat ratus
sembilan puluh juta) (rujuk tafsir Ibnu Katsir I/399-405).
2. Martabat (tingkatan) kedua : Muqtashid (orang yang pertengahan)
Yaitu golongan yang telah menunaikan Ashlul Iman, dan Iman yang wajib,
sesuai dengan kemampuan yang Allah Ta’ala karuniakan kepada mereka,
meskipun tanpa menunaikan Iman yang mustahab. Kedudukan mereka di
akherat sama dengan golongan pertama, yakni dimasukkan surga tanpa
hisab dan adzab, akan tetapi tingkatan surganya lebih rendah,
dibandingkan dengan surga yang diduduki golongan pertama. Ini
berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan oleh al-Imam al Bukhari
dalam kitab shahihnya (No.1891), yang diantara kandungannya: Bahwa
ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah saw, mengenai
syariat Islam, setelah beliau memberitahukan kepadanya tentang syariat-
syariat Islam, laki-laki tersebut berkata: Demi Dzat yang memuliakanmu
dengan kebenaran, aku tidak akan melakukan yang sunnah satupun, dan
aku tidak akan mengurangkan satupun dari yang Allah fardhukan
kepadaku. Maka berkatalah Rasulullah saw,
Khot Arab.
“Dia beruntung jika dia benar (jujur)”, atau “Dia masuk Surga jika dia
benar (jujur).”
3. Martabat (tingkatan) ketiga: Dhoolimun Linafsihi (orang yang menganiaya
diri mereka sendiri).
Yaitu golongan yang telah menunaikan Ashlul Iman atau Ashlul Imannya
dianggap lulus, akan tetapi Iman yang wajibnya banyak yang gagal, karena
banyak melakukan dosa-dosa besar, seperti: tidak amanat, banyak
berdusta, makan riba, berjudi, berzina, minum khamr, mencuri, durhaka
kepada kedua orang tua, tidak menunaikan jihad yang wajib dan lain
sebagainya. Golongan ini di dalam syariat disebut dengan Ashaabul
Kabaair (orang-orang yang berdosa besar dari kalangan kaum mukminin),
atau Ushaatul Muwahiddin (Orang-orang yang bermaksiat dari kalangan
orang-orang yang bertauhid), atau disebut Al-Faasiqul Milly (Orang fasiq
yang tidak keluar dari millah Islam), atau orang-orang yang mencampur
adukkan antara amal-amal yang shalih dengan amal-amal yang buruk.
Golongan ini di akherat kedudukannya ‘Alaa Masyii’ah (diatas kehendak
Allah Ta’ala), jika Allah Ta’ala berkehendak mengampuni dosa-dosanya,
maka mereka bisa masuk surga tanpa azab, dari jika Allah Ta’ala
berkehendak menyiksa, mereka disiksa di neraka sesuai dengan kadar dosa
dan kesalahannya baru sesudah itu akan dimasukkan di Surga.
Ini berdasarkan hadits-hadits Rasulullah saw, antara lain sebagai berikut:
Khot Arab.
“Sungguh benar-benar akan menimpa kepada beberapa kaum pukulan
siksa dari neraka, karena dosa-dosa yang mereka lakukan, sebagai
hukuman, kemudian Allah akan memasukkan mereka ke dalam Surga,
dengan karunia rahmat-Nya, mereka dipanggil Al-Jahanaamiyyin.”
(H.S.R. Imam Al-Bukhari dari Anas r.a, dalam shahihnya no 7450).
Khot Arab.
“Sehingga apabila Allah telah selesai dari mengadili diantara hamba-
hamba-Nya dan berkehendak dengan rahmat-Nya mengeluarkan siapa
yang Dia kehendaki dari penghuni neraka, Dia memerintahkan Malaikat
agar mengeluarkan dari neraka siapa saja yang tidak menyekutukan
sesuatupun dengan Allah dari orang-orang yang Dia hendak
merahmatinya, dari orang yang bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain
Allah, maka para Malaikat mengenali mereka dalam api neraka dengan
bekas sujud.” (H.S.R. Imam Bukhari dari Abu Hurairah r.a dalam
shahihnya 7437).
Maka mereka keluar dari api neraka dengan Ashlul Iman, dasar Iman yang
ada pada diri mereka, dan dari cabang-cabangnya yang terpenting yang
disebutkan dalam hadits ini adalah: Mengikrarkan syahadat (Mimman
yasyhadu…), dan menunaikan sholat (Min Atsaarissujuud), dan
meninggalkan Mukaffiraat (perkara-perkara yang mengkufurkan), yaitu:
Kaana Laa Yusyrika Billaahi Syai’an (Adalah dia tidak menyekutukan
Allah dengan sesuatupun).
Oleh karena itu barangsiapa yang menunaikan Ashlul Iman (Dasar Iman),
dia akan masuk Surga sejak semula atau pada akhirnya. Rasulullah saw
bersabda:
Khot arab
“Itu adalah Jibril a.s datang kepadaku, lalu berkata, “Barang siapa yang
mati daripada ummatku yang tidak menyekutukan Allah dengan
sesuatupun dia masuk Surga, berkata Abu Dzar r.a: Aku berkata,
“Walaupun dia berzina dan mencuri?” Beliau saw bersabda, “Walaupun
dia berzina dan mencuri. ” (H.S.R. Al-Imam Al-bukhari dalam shahihnya
no 6444).
Dan barangsiapa yang tidak menunaikan Ashlul Iman atau
merusakkannya, maka dia adalah kafir, termasuk penghuni neeraka dan
tidak keluar darinya, sebagaimana firman Allah ta’ala (Q.S Al-Maidah:
36-37) –wallahu a’lam-
Catatan : Dalam memandang perbuatan anggota badan, golongan khowarij
berpaham dan bersikap Ifrath (berlebih-lebihan) yang mana menganggap
bahwa perbuatan anggota badan baik yang termasuk dalam Ashlul Iman
maupun yang termasuk dalam Iman yang wajib, seluruhnya dimasukkan
sebagai syarat sahnya Iman, sehingga orang yang tidak menunaikan Iman
yang wajibnya atau merusakkannya diamakan dengan yang tidak menunaikan
Ashlul Imannya atau merusakkannya, maka dosa menurut mereka satu
martabat, dosa berzina dan sebagainya sama dengan dosa syirik dan
sebagainya, maka kedua-duanya mengkufurkan pelakunya, natijahnya, mereka
mengkafirkan orang Islam yang sebenarnya tidak kafir, karena yang hilang
baru Iman yang wajibnya, maka dia tidak kufur akbar, tetapi kufrun duna
kufrin (kufur asghar).
Sedang golongan Murji’ah dalam memandang perbuatan anggota badan
berpaham dan bersikap tafrith (mengurang-kurangkan) yang mana
menganggap bahwa seluruh perbuatan anggota badan tidak termasuk hakekat
Iman, ia hanyalah sebagai penyempurna Iman, sehingga menurutnya tidak ada
satupun perbuatan anggota badan, baik yang termasuk dalam Ashlul Iman
maupun dalam Iman yang wajib, yang dapat merusakkan Iman dan
membatalkannya, maka tidak ada seorangpun yang dikufurkan ansich, karena
perbuatan anggota badannya.
Murjiah dibagi menjadi tiga thobaqot (tingkatan), atau empat didalam masalah
Iman dan takfir yaitu:
1. Golongan yang tidak mengkufurkan terhadap orang yang disebut Allah
kafir karena perbuatannya maupun ucapannya, secara muthlaq –ini ghullat
murji’ah yang paling ghullat, dan dikafirkan oleh ahlul ilmi-
2. Golongan yang tidak mengkafirkan dengan perbuatan yang mengkafirkan
(mukaffir) atau ucapan yang mengkufurkan, sehingga terbukti adanya
istihlal (penghalalan) dan juhud (pengingkaran), ini juga termasuk ghullat
Murjiah dan dikafirkan sebagian salaf.
Dan, Jahmiyah yang mengkafirkan orang yang dikafirkan Allah ta’ala
dengan amal mukaffir atau ucapan yang mukaffir secara lahir, (hukum
lahirnya), tetapi mereka menganggap bisa jadi atau kemungkinan di dalam
batinnya masih beriman. Ini juga termasuk ghullat Murjiah dan dikafirkan
sebagian salaf, ini juga dikafirkan salaf termasuk al-Imam Ahmad bin
Hambal, Waki’ bin Jarrah dan Abu Ubaid, rahimahumullahu ajma’in
(Majmu’ Fatawa 7/188-189, 401-403, 558 dan 13/47).
3. Golongan yang kafirkan orang yang dikafirkan Allah Ta’ala dari
perbuatan-perbuatan yang mengkufurkan, tetapi pengkafirannya bukan
ansih, karena perbuatan itu, namun ditafsirkan sebab juhud (pengingkaran)
dan istihlal (penghalan) yang ada pad adirinya atau dalam hatinya, mereka
mengatakan, “Bahwasanya berdasarkan ilmu Allah Ta’ala, perbuatan
tersebut tidak akan terjadi melainkan dari orang-orang yang
menghalalkannya, atau dia jahil, maka Allah ta’ala mengkafirkannya.
Golongan ini biasa disebut Murji’ah Fuqoha’, terdiri dari Al-Ahnaaf
(Pengikut Imam al-Hanafi), dan sebagian Al-Asy’ariah atau Asya’irah dan
al-Maturidiyah dan semacamnya, dan golongan ini meskipun menyelisihi
Ahlussunnah dalam Manathut-takfir (pijakan atau gantungan hukum
pengkafiran)nya, akan tetapi dalam menentukan hukumnya sama, maka
penyelisihannya tidak terlalu berbahaya, lain pula dengan keadaan Ghullat
Murji’ah, berbahaya sekali terhadap ummat karena pada akhirnya tidak
mengkafirkan orang kafir murtad.
Dan pada masa kini, mayoritas manusia berpaham seperti Ghullat Murjiah,
baik yang pertama atau kedua, maupun yang jahmiyah, dan tidak begitu
banyak yang berpaham seperti murjiah Fuqoha.’
Adapun Ahlussunnah wal Jamaah dalam memahami dan menyikapi Iman,
kufur, takfir dan sebagainya adalah wasth (pertengahan) dan I’tidal
(seimbang), tidak ifrath (tidak berlebih-lebihan) tidak pula tafrith (tidak
mengurang-kurangkan), tidak melampaui batas seperti khawarij dan tidak
mengurang-kurangkan seperti halnya murji’a, maka perbuatan anggota
badan yang termasuk dalam Ashlul Iman dianggap sebagai syarat sahnya
Iman, maka oran gyang tidak menunaikannya atau merusakkannya
dihukumi kafir, dan ini disamai oleh khowarij, adapun perbuatan anggota
badan yang termasuk di dalam iman yang wajib, tidak dianggap sebagai
syarat sahnya iman, (sebagaimana anggapan khawarij), akan tetapi ia
merupakan penyempurna iman yang wajib, jika tidak ditunaikan atau
dirusakkan dia berdosa besar dan mendapat ancaman siksa, tetapi tidak
membatalkan Ashlu Imannya yang berarti tidak kafir, dan Murji’ah
bersepakat dalam prinsip ini –wallahu’alam-
Demikianlah sebagian daripadan bahasan masalah Iman, pembahasan
masalah-masalah Iman yang lain masih banyak lagi, mudah-mudahan yang
sedikit ini bisa mewakili pembaca dalam mengambil kesimpulan.

7074155
C. I’tiqod atau Aqidah
Dalam masalah I’tiqod atau aqidah, saya mengikuti aqidah Salafussholih secara
global dan rinci, sebagaimana yang termaktub dalam kitab-kitab salaf, (silakan
membaca dalam kitab-kitab salaf, misalnya syarhu Ushuulil I’tiqodi Ahlissunnah
wal Jamaah –oleh Abul Qosim al-Laalikaa’i- rhm (418H)), kitab-kitab I’tiqod
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rhm (728 H), Al-Ibanah Abul Hasan Al-Asy’ari
rhm (324H) dan lain sebagainya.)
Dalam memahami Iman sebagaimana yang telah disebutkan diatas, saya
memahami wasth (pertengahan) antara murji’ah dan khowarij, dan iman adalah
ucapan dan perbuatan dan begitu juga kufur adalah ucapan dan perbuatan, iman
mempunyai martabat dan cabang yang mana cabang-cabang itu seluruhnya masuk
di dalam martabat sesuai dengan sifat dan kedudukannya masing-masing.
Kufur itu terbagi menjadi kufur akbar dan kufur asghar, dan pendapat yang
menyatakan bahwa semua kufur perbuatan merupakan kufur asghar dan semua
kufur I’tiqodi merupakan kufur akbar, adalah bid’ah (istilah al-Kufrul Amali di
dalam kitab salaf maksudnya kufrun duna kufrin, atau kufru asghar, sedang al-
kufru bil amal adalah kufur akbar –lihat Kitabus-Shalah oleh Ibnul Qoyyim Al
Jauziyah rhm hal 24-26- dan A’laamus Sunnatil Mansyurah oleh Hafidz Hakami,
hal 80-83). Dan saya meyakini bahwa pendapat yang menyatakan kufur tidak akan
terjadi atas seseorang melainkan dengan juhud atau pengingkaran hati adalah
pendapat bid’ah kaum murji’ah dan saya meyakini bahwa yang tidak
mengkafirkan dengan dosa-dosa mukaffirah ucapan maupun perbuatan kecuali
dengan mengetahui adanya juhud dan istihlal di dalam hati adalah golongan
Ghullat Murji’ah atau golongan yang mengikuti paham dan I’tiqod Ghullat
Murji’ah.
Dan kekufuran menurut saya bisa dikelompokkan menjadi dua macam , yakni
kufur karena jahil dan kufur karena menentang dan berpeling, dan saya
mengimani bahwa pada umumnya kufurnya manusia adalah kufur menentang dan
berpaling yaitu kufur yang manusia diperangi oleh Rasulullah saw, karenanya,
dan pada umumnya kufurnya golongan ini adalah dalam peribadatan yakni nusuk
(ritual), wala’ (loyalitas), bara’ (pelepasan diri), hukm (berhukum) dan tasyri’
(membuat undang-undang atau syariat).
Dalam nama-nama Allah (Al-Asmaa’ul Husna) dan sifat-sifat Allah (Shifatul
Ulya’) saya beri’tiqod sebagaimana salaf ash-Shalih, yaitu wasth (pertengahan)
antara golongan mu’aththilah (yang meniadakan) dan golongan musyabbihah
(yang menyerupakan), maka saya tidak mensifati Allah Ta’ala, kecuali dengan
sifat-sifat yang Allah ta’ala mensifatkan dengannya kepada diri-Nya didalam
kitab-Nya dan diatas lisan Rasul-Nya saw, dengan tanpa tahrif (merubah atau
menyelewengkan), tidak juga dengan ta’thil (meniadakan), dan tidak juga dengan
takyif (memvisualisasikan atau menggambarkan kaifiyahnya) dan tidak juga
dengan tamtsiil (menyerupakan) akan tetapi saya menetapkan sifat-sifat itu
sebagaimana sifat-sifat itu datang, saya tidak melampauinya dan tidak
menambahnya, Allah ta’ala berfirman dalam surat Asy-Syura: 11,
Khot Arab
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.”
Saya mengimani bahwasanya Allah Azza wa Jalla bersemayam diatas Arsy-Nya
diatas langit-langit-Nya. Dan sesungguhnya Dia Azza wa Jalla akan datang pada
hari kiamat untuk mengadili hamba-hamba-Nya. Dan ornag-orang beriman akan
melihat Rabb (Tuhan) mereka Azza wa Jalla dengan pandangan-pandangan
mereka di dalam Surga, adapun orang-orang kafir, mereka terhijab dari melihat-
Nya.
Dan saya mengimani bahwa Nabi Muhammad saw, adalah hamba-Nya dan Rasul-
Nya, beliau penutup para Nabi-Nabi dan sebaik-baiknya daripada makhluk-Nya,
Allah ta’ala mengutusnya dengan membawa petunjuk dan dien (agama) yang
benar, agar Dia memenangkannya, diatas segala agama-agama meskipun orang-
orang musyrik dan kafir benci. Dan bahwasanya seluruh Rasul yang diutus Allah
Ta’ala adalah benar, agama mereka satu, yaitu agama tauhid, meskipun syariatnya
berbeda-beda, Rasul pertama adalah Nuh a.s dan yang terakhir adalah Muhammad
saw.
Dan saya wasth (pertengahan) antara Murji’ah dan khowarij dalam bab al-wa’du
(Janji Allah Ta’ala) dan Al-Wa’iid (ancaman siksa-Nya). Janji dan ancaman Allah
Ta’ala seluruhnya benar, dan seorang muslim apabila bermaksiat dan belum
bertaubat dengan taubat yang nashuha, termasuk beristighfar, menunaikan
amalan-amalan yang baik dan diuji yang dengannya bisa menutupi dosa-dosanya,
maka nasibnya tertakluk kepad rahmat Allah Azza wa Jalla, jika Allah
menghendaki Allah akan mengampuninya, dan jika Allah menghendaki, Allah
akan mengazabnya, sesuai dengan kadar dosa-dosanya, dan sesudah itu akan
dimasukkan ke dalam Surga-Nya.
Dan saya beri’tiqod bahwasanya semua perkara-perkara ghoib yang datang
dengannya Rasulullah saw, adalha diatas hakekatnya seperti Surga, Neraka, Kursi,
Arsy, Shirat, Mizan, Mahsyar, Azab Kubur dan lain sebagainya.
Dan saya wasth (pertengahan) dalam bab Al-Qodar (Takdir) antara golongan
Jabariyah dan golongan Qodariyah, maka perbuatan kita dan kehendak kita adalah
makhluk, dan manusia adalah pelaku perbuatan itu yang diberi pilihan baginya
berkemampuan dan berkehendak, dan dia adalah pelaku bagi perbuatan-
perbuatannya diatas hakekatnya.
Dan sesungguhnya Al-Quran adalah Kalamullah, dan bukan Makhluk.
Dan sesungguhnya sahabat r.a adalah generasi yang terbaik, dan yang paling baik
dari mereka adalah Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian Uthman, kemudian Ali
Radhiyalloohu anhum ajma’iin, dan saya mencintai Ahlul Bait Nabi saw, dan
istri-istrinya Radhiyalloohu anhum, dan saya tidak menyebutkan sahabat kecuali
dengan kebaikan, dan saya mencintai mereka seluruhnya dan membenci serta
melaknat orang-orang yang membenci mereka.
Dan saya tidak mengkafirkan seseorang dari kaum muslimin dengan dosa-dosa
maksiat selain syirik selama tidak menghalalkannya.
Dunia adalah kampung atau negeri perjalanan hidup manusia, tempat berikhtiar
dan tempat beramal, tidak boleh meninggalkannya bagi yang mampu meraihnya,
mencintai dan cenderung kepadanya, diatas kehidupannya di akhirat adalah syirik,
dan meninggalkan keduniaan adalah maksiat, dan tidak menggubris sama sekali
adalah zindiq. Dunia mesti diraih demi kehidupan di akherat.
Saya beri’tiqad bahwasanya aliran sufi adalah madzhab bid’ah yang batil dan
merusak keduniaan dan agama. Dan bahwasanya syi’ah Rafidhah secara muthlaq
adalah golongan kufur, mereka makhluk yang paling buruk yang ada di bawah
kolong langit, daripada kalangan kaum muslimi. Dan jamaahg-jamaah Islam yang
melibatkan diri dalam pemilihan-pemilihan Umum dan Dewan-Dewan Parlemen
atau Majlis-Majlis yang bertugas membuat syariat atau Undang-Undang adalah
jamaah jamaah bid’ah, saya berlepas diri dari mereka dan memasrahkan kepada
Allah atas perbuatan mereka, dan bahwasanya majelis-majelis parlemen di negara-
negara sekuler adalah satu perbuatan dari perbuatan-perbuatan kufur, dan begitu
juga segala amalan yang membantu wujudnya majelis-majelis tersebut dengan
tugasnya.
Dan saya beri’tiqod bahwasanya penguasa dan kelompoknya yang mengganti
syariat Allah Ta’ala mereka adalah kuffar murtaddin, dan keluar memberontak
mereka dengan senjata dan kekuatan adalah fadhu’ain bagi setiap muslim, dan
orang-orang yang meniadakan jihad terhadap mereka dengan apapun alasannya
seperti, karena tidak ada Imamul Muslimin atau berhujjah dengan hujjah-hujjah
yang bersifat taqdir, misalnya karena manusia rusak atau tidak adanya garis
pemisah dan perbedaan yang jelas antara dua belah kelompok, atau berhujjah
dengan madzhab anak Adam yang pertama (Qobil) “Sungguh kalau, kamu
menggerakkan tanganmu untuk membunuhku maka aku sekali-kali tidak akan
menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu” (Q.S Al-Maa’idah: 58)
mereka ini adalah orang-orang yang jahil, meereka mengada-adakan sesuatu atas
nama Allah tanpa ilmu.
Dan saya beri’tiqod bahwasanya jihad itu berlangsung hingga hari kiamat dibawah
pimpinan orang yang baik dan orang yang faajir (orang yang jahat dan banyak
dosa), dan tidak boleh mentaatinya dalam kemaksiatan kepada Allah.
Dan saya beri’tiqod bahwasanya golongan manusia yang manapun juga yang
berkumpul diatas dasar selain Islam adalah golongan yang murtad dan kufur,
seperti partai-partai kebangsaan, wathaniyah, qoumiyah, ba’tsiyah, sekuler dan
demokrasi. Dan sesungguhnya dalih tidak adanya perbedaan antara muslim dan
kafir dibawah dalih warga negara adalah dakwah jahiliyah yang batil, begitu juga
dalih adanya perbedaan yang didasarkan diatas ras atau negara sebagaimana
keadaan negara-negara pada hari ini.
Dan saya beri’tiqod bahwasanya janji-janji Allah Ta;ala yang termaktub dalam
Alquran dan Assunnah adalah merupakan perintah-perintah bagi kaum msulimin
agar menempuh sebab-sebabnya dan berusaha mencapainya, dan behwasanya
ungkapan “Tegakkanlah Daulah Islamiyah di dalam hati-hati kamu ia akan tegak
untukmu di negerimu” bagi para penyanjung ungkapan ini, baik sadar atau tidak,
ucapan ini adalha diatas makna Jabariyah (bahwa urusan tegaknya daulah adalah
semata-mata urusan Allah, tidak ada hubungannya dengan usaha hamba) dan
makna Irjaa’i (tidak perlu memerangi thaghut dan negaranya sebab mereka masih
muslim, karena tidak diektahui adanya juhud dan ishlal)
Dan saya meyakini bahwasanya seorang mufti atau seorang alim yang mengikuti
kemauan hawa nafsu penguasa, yang mana dia berfatwa sesuai dengan kehendak
penguasa itu yang menyelisihi syariat, dia menjadi pakturut, kemana penguasa
berputar dia ikut berputar, dia menolong yang haq maupun yang batil, ualam’
yang seperti ini adalah kafir murtad.
Dan saya beri’tiqod bahwasanya setiap orangyang beragama selain agama Islam,
dia adalah kafir, baik dakwah telah sampai kepadanya maupun belum sampai
kepadanya, jika dakwah telah sampai kepadanya berarti kufurnya kufur
menentang dan berpaling (I’naad wal I’raad), dan jika belum sampai kepadanya
berarti dia kafir kufur jahil.
Dan negara-negara kaum muslimin yang diberlakukan hukum-hukum kufur
didalamnya, ia adalah daarul kufri, penduduknya yang dzahirnya Islam, maka dia
seorang muslim secara hukum, orang yang seperti ini disebut muslim mastuurul
hal (muslim yang tidak diketahui keberadaannya) yaitu oran gyang melahirkan
satu tanda daripada tanda-tanda Islam dan tidak diketahui dariapdanya satu
pembatal dari pembatal-pembatalnya. Dan dzahirnya kafir, baik kafir asli maupun
murtad, dia adalah kafir secara hukum, seperti orang-orang nasrani, Yahudi,
Majusi, Atheis, Komunis, orang-orang murtad, seperti: kaum yang meninggalkan
sholat, yang mencela agama, yang menyembah kuburan, seperti berdo’a kepada si
mati, minta tolong dan bernadzar dan menyembelih untuknya dan sebagainya dari
hal-hal yang menyebabkan murtad. Dan yang tidak menampakkan sesuatupun
yang menunjukkan atas Islamnya dari kufurnya. Orang yang seperti ini disebut
Majhulul Hal (tidak diketahui keberadaannya), dan tidak boleh disebut muslim
majhulul hal, sebab dia tidak diketahui tanda Islamnya, maka orang yang seperti
ini disikapi dengan tawaqquf, dalam menghukumi keatasnya, artinya didiamkan
saja, tidak perlu dihukumi, muslim atau kafir, dan diselidiki keadaannya dan
urusannya ketika dihajatkan misalnya, untuk dijadikan saksi, sebab untuk menjadi
saksi bagi perkara seorang muslim mesti syaratnya muslim, mau menikah,
membayar zakat, wakaf yang tidak boleh diberikan kecuali kepada muslim dan
sebagainya
D. Manhaj Talaqqi
Sebagaiman saya mengikuti salaf sholeh dalam masalah Iman dan I’tiqod, maka
saya juga mengikuti merek adalam manhaj At-Talaqqi atau dalam masalah fiqih
dan ushul fiqih antara lain sebagai berikut:
1. wajib mengikuti dalildan mengembalikan kepadanya ketika terjadi
perselisihan.
2. ta’ashub kepada madzhab adalah batil, adapun bermadzhab hukumnya boleh
dan tidak wajib tidak juga haram.
3. martabat mukallaf ada tiga (1) Mujtahid (2) Muttabi’ dan (3) Muqallid,
Mujtahid dan muttabi’ terpuji kedudukannya, sedangkan muqallid amat
taqlidnya ada yang terpuji dan ada juga yang tercela, adapun taqlid yang
tercela antara lain sebagai berikut:
a. apabila seseorang mampu berijtihad (berdalil), tetapi dia menyeleweng
kepada bertaqlid saja.
b. Apabila dia mampu menjadi seorang muttabi’ tetapi dia mencukupkan diri
dengan bertaqlid saja.
c. Apabila telah jelas baginya hujjah dan dalilnya bahwa yang benar
menyelesihi pendapat orang yang ditaqlidinya dan dia tidak mau merujuk
kepada yang benar maka dalam keadaan seperti ini dia berdosa dengan
dosa yang besar.
d. Bertaqlid kepad aoran gyang tidak layak ditaqlidi, karena dia tidak ahli
berfatwa atau orang yang taqlid tidak meneliti sama sekali keahlian orang
yang ditaqlidi.
e. Apabila orang yang bertaqlid meyakini wajibnya bertaqlid kepada orang
yang ditaqlidinya.
f. Apabila seserang muqallid diuji dengan pendapat lain yagn menyelesihi
pendapat yang dia taqlidi, lalu dia tidak berusaha meneliti mana diantara
keduanya yang benar.
(Rujuk Al-Jami’ Fie Tholabil Ilmi Syarif oleh Abdul Qodir Abdul Aziz 5/71-
72 atau Madzhab, bermadzhab dan Wahabi oleh penulis hal 43)
Adapun taqlid yang boleh dan terpuji yaitu taqlid yang dilakukan oleh orang
yang mencurahkan mujahadahnya dalam mengikuti apa yang diturunkan oleh
Allah dan tersembunyi sebagiannya atasnya, lalu dia taqlid dalam perkara itu
kepada orang yang lebih mengetahui daripadanya, maka taqlid seperti ini
terpuji dan tidak tercela, memperoleh pahala dan tidak berdosa (I’laamul
Muwaqi’in oleh Ibnul Qoyyim II/417)
4. saya dalam berdalil mengikuti yang telah disepakati oleh jumhur Ahlussunnah
wal Jamaah yan gmana dalil-dalil secara global ada empat yaitu: 1. Al-Kitab,
2. Assunnah, 3. Al-Ijma’ (Al-Muktabar) 4. Al-Qiyas (Ash-Shahih).
5. Pentingnya fahmul waqi’ (memahami yang terjadi) seoran gmufti tidak
mungkin memiliki kemampuan berfatwa dengan baik dan begitu juga seorang
hakim tidak akan menghukumi dengan benar, melainkan dengandua macam
dari pemahaman,
Pertama : Fahmul waqi’ wal Fiqhu fiihi
Memahami yang terjadi dan memahami seluk beluk dalam kejadian itu, dan
menyimpulkan pengetahuan dari hakekat atau data-data yang terjadi
berdasarkan indikasi-indikasi, tanda-tanda dan alamat-alamat sehingga
seseorang mufti atau hakim benar-benar ilmunya meliputi dengannya)
Kedua: Fahmul Wajib fil Waqi’
Memahami yang wajib dalam waqi’ yaiut memahami hukum Allah ta’ala yang
Allah ta’ala menghukumi dengannya di dalam kitab-Nya atau diatas lisan
Rasul-Nya dalam waqi’ (kejadian) itu kemudian dari pemahaman dua hal
tersebut disesuaikan satu dengan yang lainnya (I’laamul Muwaqi’in Ibnul
Qoyyim I/71), sebagai contoh tatkala Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya
tentang memerangi orang-orang Tartar, beliau menjawab, “Ya, wajib
memerangi mereka berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya dan
kesepakatan imam-imam kaum muslimin.” fatwa beliau ini didasarkan atas
dua ushul pokok:
a. Memahami keadaan tartar dan seluk-beluk mereka, in disebut fahmul
waqi’ wal fiqhu fihi.
b. Memahami hukum allah ta’ala pada orang-oran gyang semisal mereka (ini
disebut fahmul wajib fil waqi’). (Majmu’ Fatawa 28/510). Pada masa kini
tidak sedikit fatwa-fatwa sesat dan menyesatkan disebabkan tidak
pedulinya dengan salah satu dari dua ushul pokok ini, bahkan kedua-
duanya, dan ini juga yang menjadikan semakin menjamurnya bid’ah dan
dholalah termasuk dalam masalah-masalah kontemporer yang dihadapi
oleh umat Islam masa kini.
6. Menyikapi Khilaf Atau Ikhtilaf
Khilaf atau ikhtilaf ada dua macam :
Khilaf yang mu’tabar (yang diakui syara)
Khilaf yang ghairu mu’tabar, disebut juga dengan istilah khilaf tanawwu’
yaitu khilaf atau perselisihan yang masing-masing pendapat yang ada
berdasarkan dalil syar’I yang mereka fahami hal ini terjadi karena kemampuan
manusia berbeda-beda dalam mendapatkan dalil-dalil dan memahaminya, ini
lah yangdisebut masalah ijtihad, maka dalam khilaf ini tidak ada pengingkaran
terhadap yang melakukannya, baik dia seorang mujtahid, maupun seorang
muqollid dengan taqlid yang dibolehkan. Adapun khilaf yang kedua biasa
disebut dengan istilah khilaf tadhadh yaitu pendapat yang lemah disebabkan
dalilnya tersembunyi atau tidak sampai kepada seorang mujtahid, khilaf yang
jenis ini, atau pendapat yang seperti ini disyariatkan untuk mengingkarinya,
akan tetapi pelakunya tidak keluar dari sifat adaalah (tidak fasik) jika
dilakukan oleh seorang mujtahid atau seorang muqallid yang taqlidnya
dibolehkan.
Adapun contohnya: Khilaf At-Tanawwu’ misalnya, sentuhan lain jenis yang
bukan muhrim membatalkan wudhu atau tidak, makmum membaca Al-fatihah
atau tidak dalam rokaat yang imam menjaharkan bacaan, dan lain sebagainya,
contoh khilaf tadhadh, jima’ tanpa keluar mani tidak wajib mandi, nikah
muth’ah boleh, alat-alat musik mubah, berdiri I’tidal sesudah ruku’ tidak
wajib, dan lain sebaginya. Dan sebagai catatan, Ikhtilaf tadhahdh adalah
kesalahan yagn dilakukan oleh seorang mujtahid dan salahnya ini masih
diganjar satu pahala, tetapi tidak boleh diikuti kesalahannya, dan bukan
kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh orang-orang zindiq dan ahluz-zaigh
dan ahlul bid’ah dan ahlul ahwa’ yang dnegan sengaja merubah-rubah syariat
dan menyesatkan manusia.
Apabila seorang muslim mendapati perselisihan pendapat antara mufti atau
faqih atau alim dalam suatu masalah, maka dia mesti mentarjih (memilih
pendapat yang paling kuat). Jika dia seorang muttabi’ yang mampu meneliti
dalil-dalil dari dua pendapat yang ada, maka dia wajib mentarjihnya sesuai
dengan kuatnya dalil. lalu mengikuti pendapat yang dalilnya lebih kuat itu.
Dan jika dia seorang muqollid yang tidak mampu meneliti dalil, maka dia
mentarjih berdasarkna kealiman dan keutamaan dua alim itu, maka pendapat
yang paling alim dan paling wara’ dari keduanya yang dia ikuti sebagai rasa
cinta kepada kebaikan dan kebenaran (lihat Risalah Khilaf Bainal Ulama’ Wa
Asbaabuhu oleh Asy-Syaikh Al-Utsaimin hal 32 dan al Faqih wal Mutafaqqih
2/204, atau Al-Khuththuth Al-Aridah hal 84)
7. beberapa panduan agar selamat dari terjatuh di dalam kesalahan dan kesesatan.
a. memahami nash-nash Al-Kitab dan Assunnah sebagaimana yang difahami
salafussholih, ini adalah pembeda antara Ahlussunnah dan Ahlul bid’ah,
dan pemahaman salaf serta pendapat-pendapatnya mengenai nash-nash
tersebut terdapat dalam kitab-kitab tafsir yang ma’tsur dan kitab-kitab
syarahan-syarahan hadits.
b. Menjamakkan atau mengumpulkan nash-nash yang membicarakan satu
masalah dan metode menjamakkan dan mengumpulkan nash (Thoriqatul
Jami’ dan ta’lif) telah dikenali di kalangan ahlul ilmi, dan lawan dari cara
atau metode ini adlah berdalil dengan sebagian nash dan meninggalkan
nash yang lain, ini adalah sandaran golongan-golongan sesat seperti
murji’ah, khowarij mu’tazilah dan lain sebagainya.
c. Mentarjih diantara nash-nash yang aqwaal ahlul ilmi yang kelihatan
bertentangan, dan mengamalkan yang lebih kuat darinya, dan tidak
mengakui ungkapan atau tidakmembenarkan pernyataan bahwasanya
ikhtilaf (perselisihan) adalah hujjah, sehingga bisa memilih mana saja yang
disukai dari penddapat-pendapat yagn ada, ini sikap yang salah.
d. Menolak fatwa dan membatalkan hukum yang menyuelisihi yang benar
dan yang betul, dan mendamprat orang-orang yang berlaku alim, yang
salah berkali-kali akibat dari mempermudah urusan dan menganggap
enteng dengan agama, dan mengumumkan kesalahan-kesalahannya dan
mentahdzir kaum muslimin agar tidak mengikutinya (rujuk Al-jami’ fie
tholabil ilmi syarif III/109)
E. Prinsip saya dalam Iqomatuddin secara global sebagai berikut:
Tujuan saya : Ridho Allah Ta’ala dengan memurnikan keikhlasan kepadanya dan
merealisasikan pengikutan (mutaba’ah) kepada Nabi-Nya.
Aqidah saya : Aqidah Salafusshalih secara global dan rinci.
Paham saya : saya memahami seluruh ajaran Islam, sebagaimana pemahaman para
ulama’ yang terpercaya dan mengikuti sunnah Nabi saw dan sunnah Khulafaur-
Rasyidin Al-Mahdiyin r.a
Target saya : Menghambakan manusia hanya kepada allah Azza wa Jalla dan
menegakkan kekhilafahan mengikuti Manhaj Nubuwwah
Jalan Saya : Melaksanakan dakwah, amar makruf nahi munkar dan jihad fie
sabilillah
Bekal Saya : taqwa dan ilmu, yakin dan tawakkal, syukur dan sabar, zuhud dan
mengutamakan akhirat, cintajihad dan syahadah fie sabilillah.
Wala’ saya : Kepada Allah ta’ala, Rasulullah saw, dan orang-orang yang beriman.
Permusuhan saya :Terhadap orang-orang yang dzalim.
Perhimpunan saya : Untuk satu tujuan, berdasarkan satu aqidah, dibawah satu
bendera dan kesatuan fikrah
Demikianlah pemahaman Islam saya, secara global dari beberapa contoh diatas Insya
Allah para pembaca yang budiman bisa menyimpulkan dengan sebaik-baiknya dan
lebih kurangnya –Wallahu a’lam bishshowab-

Anda mungkin juga menyukai