Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Agama merupakan sesuatu hal yang sangat fundamental dan sacral bagi kehidupan
manusia dimuka bumi ini, agama juga merupakan suatu implementasi dari sebuah
keyakinan yang dianut oleh manusia yang menjadi dasar dan sumber kepercayaannya
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berbicara agama, di Indonesia terdapat enam agama yang
harus diakui oleh masyarakat yaitu Islam, Kriten Protes tan, Kristen Katolik, Hindu, Budha,
dan Kong Hu Cu. Semua agama ini merupakan implementasi dari keimanan seorang
manusia dalam hidupnya.
Yang selanjutnya adalah ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan ini didapat oleh manusia
melalui proses belajar dan pengalaman yang ia rasakan dalam hidupnya sehari. Bahkan
agama ini sendiri didapat oleh manusia dengan menjembatani ilmu pengetahuan, manusia
tidak akan bisa menganut agama dengan baik kalau tidak ada ilmu pengetahuan yang
menjadi jembatan untuk menuju suatu agama yang diyakininya itu.
Dalam hal jelaslah bahwa agama dan ilmu pengetahuan memiliki korelasi yang sangat
erat dan tidak mungkin dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Keduanya saling
menjalankan perannya secara sinergi dan berkesinambungan. Berbicara agama dan ilmu
pengetahuan, selanjutnya akan kita bahas secara detail masalah agama dan ilmu
pengetahuan itu sendiri, yang diantaranya pengertian dari agama, pengertian dari ilmu
pengetahuan, cirri-ciri agama, cirri ilmu pengetahuan, dan hubungan agama dengan ilmu
pengetahuan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian Agama ?
2. Apa Pengertian Ilmu Pengetahuan ?
3. Apa saja Ciri Aagama ?
4. Apa saja Ciri Ilmu Pengetahuan ?
5. Bagaimana Hubungan Agama dan Ilmu Pengetahuan ?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui Pengertian Agama
2. Untuk mengetahui Pengertian Ilmu Pengetahuan
3. Untuk mengetahui Ciri Aagama
4. Untuk mengetahui Ciri Ilmu Pengetahuan
5. Untuk mengetahui Hubungan Agama dan Ilmu Pengetahuan
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN AGAMA
Agama (Sanskerta, a = tidak; gama = kacau) artinya tidak kacau; atau adanya keteraturan
dan peraturan untuk mencapai arah atau tujuan tertentu. Religio (dari religere, Latin) artinya
mengembalikan ikatan, memperhatikan dengan saksama; jadi agama adalah tindakan
manusia untuk mengembalikan ikatan atau memulihkan hubungannya dengan Ilahi.
Dari sudut sosiologi, agama adalah tindakan-tindakan pada suatu sistem sosial dalam diri
orang-orang yang percaya pada suatu kekuatan tertentu (yang supra natural) dan berfungsi
agar dirinya dan masyarakat keselamatan. Agama merupakan suatu sistem sosial yang
dipraktekkan masyarakat; sistem sosial yang dibuat manusia (pendiri atau pengajar utama
agama) untuk berbhakti dan menyembah Ilahi. Sistem sosial tersebut dipercayai merupakan
perintah, hukum, kata-kata yang langsung datang dari Ilahi agar manusia mentaatinya.
Dari sudut kebudayaan, agama adalah salah satu hasil budaya. Artinya, manusia
membentuk atau menciptakan agama karena kemajuan dan perkembangan budaya serta
peradabannya. Dengan itu, semua bentuk-bentuk penyembahan kepada Ilahi (misalnya
nyanyian, pujian, tarian, mantra, dan lain-lain) merupakan unsur-unsur kebudayaan. Dengan
demikian, jika manusia mengalami kemajuan, perubahan, pertumbuhan, dan perkembangan
kebudayaan, maka agama pun mengalami hal yang sama.

B. PENGERTIAN ILMU PENGETAHUAN


Membicarakan masalah ilmu pengetahuan beserta definisinya ternyata tidak semudah
dengan yang diperkirakan. Adanya berbagai definisi tentang ilmu pengetahuan ternyata
belum dapat menolong untuk memahami hakikat ilmu pengetahuan itu. Sekarang orang
lebih berkepentingan dengan mengadakan penggolongan (klasifikasi) sehingga garis
demarkasi antara (cabang) ilmu yang satu dengan yang lainnya menjadi lebih diperhatikan.
Pengertian ilmu yang terdapat dalam kamus Bahasa Indonesia adalah pengetahuan
tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat
digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu (Admojo, 1998). Mulyadhi
Kartanegara mengatakan ilmu adalah any organized knowledge. Ilmu dan sains menurutnya
tidak berbeda, terutama sebelum abad ke-19, tetapi setelah itu sains lebih terbatas pada
bidang-bidang fisik atau inderawi, sedangkan ilmu melampauinya pada bidang-bidang non
fisik, seperti metafisika.
Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli seperti yang dikutip oleh Bakhtiar
tahun 2005 diantaranya adalah :
a. Mohamad Hatta, mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang
pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun
menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam.
b. Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, mengatakan ilmu adalah yang empiris,
rasional, umum dan sistematik, dan ke empatnya serentak.
c. Karl Pearson, mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif
dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.
d. Ashley Montagu, menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam
satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan
hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.
e. Harsojo menerangkan bahwa ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yang
disistemasikan dan suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia
empiris yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada
prinsipnya dapat diamati oleh panca indera manusia. Lebih lanjut ilmu didefinisikan
sebagai suatu cara menganalisis yang mengijinkan kepada ahli-ahlinya untuk
menyatakan suatu proposisi dalam bentuk : “ jika .... maka “.
f. Afanasyef, menyatakan ilmu adalah manusia tentang alam, masyarakat dan pikiran. Ia
mencerminkan alam dan konsep-konsep, katagori dan hukum-hukum, yang
ketetapannya dan kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis.
Berdasarkan definisi di atas terlihat jelas ada hal prinsip yang berbeda antara ilmu
dengan pengetahuan. Pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun,
baik mengenai matafisik maupun fisik. Dapat juga dikatakan pengetahuan adalah
informasi yang berupa common sense, tanpa memiliki metode, dan mekanisme tertentu.
Pengetahuan berakar pada adat dan tradisi yang menjadi kebiasaan dan pengulangan-
pengulangan.
Pembuktian kebenaran pengetahuan berdasarkan penalaran akal atau rasional atau
menggunakan logika deduktif. Premis dan proposisi sebelumnya menjadi acuan berpikir
rasionalisme. Kelemahan logika deduktif ini sering pengetahuan yang diperoleh tidak
sesuai dengan fakta.
C. CIRI-CIRI AGAMA
Berdasarkan semuanya itu, hal-hal yang patut diperhatikan untuk memahami agama,
antara lain

1. Pada setiap agama mempunyai sasaran atau tujuan penyembahan atau Sesuatu Yang Ilahi
dan disembah. Ia bisa disebut TUHAN, Allah, God, Dewa, El, Ilah, El-ilah, Lamatu’ak,
Debata, Gusti Pangeran, Deo, Theos atau penyebutan lain sesuai dengan konteks dan
bahasa masyarakat [bahasa-bahasa rakyat] yang menyembah-Nya. Penyebutan tersebut
dilakukan karena manusia percaya bahwa Ia yang disembah adalah Pribadi yang benar-
benar ada; kemudian diikuti memberi hormat dan setia kepada-Nya. Jadi, jika ada ratusan
komunitas bangsa, suku, dan sub-suku di dunia dengan bahasanya masing-masing, maka
nama Ilahi yang mereka sembah pun berbeda satu sama lain.
2. Pada setiap agama ada keterikatan kuat antara yang menyembah [manusia] dan yang
disembah atau Ilahi. Ikatan itu menjadikan yang menyembah [manusia, umat]
mempunyai keyakinan tentang keberadaan Ilahi. Keyakinan itu dibuktikan dengan
berbagai tindakan nyata [misalnya, doa, ibadah, amal, perbuatan baik, moral, dan lain-
lain] bahwa ia adalah umat sang Ilahi.
3. Pada umumnya, setiap agama ada sumber ajaran utama [yang tertulis maupun tidak tidak
tertulis]. Ajaran-ajaran tersebut antara lain: siapa Sang Ilahi yang disembah umat
beragama; dunia; manusia; hidup setelah kematian; hubungan antar manusia; kutuk dan
berkat; hidup dan kehidupan moral serta hal-hal [dan peraturan-peraturan] etis untuk para
penganutnya.
4. Ajaran-ajaran agama dan keagamaan tersebut, pada awalnya hanya merupakan uraian
atau kalimat-kalimat singkat yang ada pada Kitab Suci. Dalam perkembangan kemudian,
para pemimpin agama mengembangkannya menjadi suatu sistem ajaran, yang bisa saja
menjadi suatu kerumitan untuk umatnya; dan bukan membawa kemudahan agar umat
mudah menyembah Ilahi.
5. Secara tradisionil, umumnya, pada setiap agama mempunyai ciri-ciri spesifik ataupun
berbeda dengan yang lain. Misalnya,

 Pada setiap agama ada pendiri utama atau pembawa ajaran; Ia bisa saja disebut
sebagai nabi atau rasul, guru, ataupun juruselamat
 Agama harus mempunyai umat atau pemeluk, yaitu manusia; artinya harus ada
manusia yang menganut, mengembangkan, menyebarkan agama
 Agama juga mempunyai sumber ajaran, terutama yang tertulis, dan sering disebut
Kitab Suci; bahasa Kitab Suci biasanya sesuai bahasa asal sang pendiri atau
pembawa utama agama
 Agama harus mempunyai waktu tertentu agar umatnya melaksanakan ibadah
bersama, ternasuk hari-hari raya keagamaan
 Agama perlu mempunyai lokasi atau tempat yang khusus untuk melakukan ibadah;
lokasi ini bisa di puncak gunung, lembah, gedung, dan seterusnya

D. CIRI-CIRI ILMU PENGETAHUAN


Ilmu pengetahuan memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu:
1. Merupakan seperangkat pengetahuan yang sistematis
2. M e m i l i k i m e t o d e y a n g e f e k t i f
3. M e m i l i k i o b j e k
4. Memiliki rumusan kebenaran-kebenaran umum
5. B e r s i f a t o b j e k t i f
6. Dapat memberikan perkiraan atau prediks

E. HUBUNGAN AGAMA DAN ILMU PENGETAHUAN


Telah kita kaji hubungan antara sisi manusiawi manusia dan sisi hewaninya. Dengan kata
lain, hubungan antara kehidupan budaya serta spiritual manusia dan kehidupan materialnya.
Kini sudah jelas bahwa sisi manusiawi manusia itu eksistensinya independen dan bukanlah
sekadar cermin kehidupan hewaninya. Juga sudah jelas bahwa ilmu pengetahuan dan agama
merupakan dua bagian pokok dari sisi manusiawi manusia. Kini marilah kita telaah
keterkaitan yang terjadi atau yang dapat terjadi antara dua segi dari sisi manusiawi manusia
itu.
Di dunia Kristiani, sayangnya, bagian-bagian tertentu dari Perjanjian Lama mengajukan
gagasan, bahwa terjadi kontradiksi antara ilmu pengetahuan dan agama. Dasar dari gagasan
ini—yang sangat merugikan ilmu pengetahuan dan agama—adalah Kitab Kejadian,
Perjanjian Lama. Dalam meriwayatkan “Kisah Adam dan Pohon Terlarang”. Kitab
Kejadian, Bab II, ayat 16-17 mengatakan:
“Dan Tuhan Allah memberikan perintah kepada lelaki itu, dengan mengatakan, “Dari
setiap pohon di surga, engkau boleh leluasa makan (buahnya). Namun untuk pohon
pengetahuan tentang baik dan buruk, engkau tidak boleh makan (buahnya). Karena kalau
engkau makan (buah) dari pohon itu, engkau pasti akan mad.”
Dalam ayat 22-23 dalam Bab yang sama dikatakan:
Dan Tuhan Allah berfirman, “Lihatlah, lelaki itu menjadi seperti Kami, tahu yang baik dan
yang buruk. Dan kini, jangan sampai dia mengulurkan tangannya, lalu memetik (buah) dari
pohon kehidupan, kemudian makan (buah itu), dan hidup abadi.”
Menurut konsepsi tentang manusia, Tuhan, ilmu pengetahuan dan kedurhakaan ini,
Tuhan tidak mau kalau manusia sampai tahu yang baik dan yang buruk. Pohon Terlarang
adalah pohon pengetahuan. Manusia baru dapat memiliki pengetahuan kalau dia menentang
perintah Tuhan (tidak menaati ajaran agama dan para nabi). Namun karena alasan itulah
manusia terusir dari surga Tuhan.
Menurut konsepsi ini, semua isyarat buruk merupakan isyarat ilmu pengetahuan, dan
nalar merupakan iblis sang pemberi isyarat. Sebaliknya, dari Al-Qur’an Suci kita menjadi
mengetahui bahwa Allah mengajarkan semua nama (realitas) kepada Adam, dan kemudian
menyuruh para malaikat untuk sujud kepada Adam. Iblis mendapat kutukan karena tak mau
sujud kepada khalifah Allah (Adam) yang mengetahui realitas. Hadis-hadis Nabi
menyebutkan bahwa Pohon Terlarang adalah pohon keserakahan, kekikiran dan hal-hal
seperti itu, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan sisi hewani Adam, bukan berhubungan
dengan sisi manusiawi Adam. Iblis selalu mengisyaratkan hal-hal yang bertentangan dengan
akal dan hal-hal yang dapat memenuhi hasrat rendah (hawa nafsu).
Sebaliknya, sejarah budaya Islam dibagi menjadi “Periode Kemajuan Ilmu Pengetahuan
dan Agama” dan Teriode Ketika Ilmu Pengetahuan dan Agama Mengalami Kemunduran”.
Kaum Muslim hendaknya menjauhkan diri dari konsepsi yang salah ini, sebuah konsepsi
yang membuat ilmu pengetahuan, agama dan ras manusia mengalami kerugian yang tak
dapat ditutup. Kaum Muslim juga jangan secara membuta menganggap kontradiksi antara
ilmu pengetahuan dan agama sebagai fakta yang tak terbantahkan. Bagaimana kalau kita
melakukan studi analisis terhadap masalah ini, kemudian kita lihat apakah kedua segi dari
sisi manusiawi manusia ini hanya ada pada periode atau zaman tertentu, dan apakah
manusia pada setiap zaman nasibnya adalah hanya menjadi setengah manusia, dan selalu
menderita akibat keburukan yang terjadi karena kebodohan atau karena kedurhakaan.
Seperti akan kita ketahui, setiap agama tentunya didasarkan pada pola pikir tertentu dan
konsepsi khusus tentang kosmos (jagat raya). Tak syak lagi, banyak konsepsi dan
interpretasi tentang dunia, meskipun boleh jadi menjadi dasar dari agama, tidak dapat
diterima karena tidak sesuai dengan prinsip rasional dan prinsip ilmu pengetahuan. Karena
itu, pertanyaannya adalah apakah ada konsepsi tentang dunia dan interpretasi tentang
kehidupan yang rasional dan sekaligus sesuai dengan infrastruktur sebuah agama yang
sangat pada tempatnya?
Sudut pandang kedua yang menjadi landasan dalam membahas hubungan antara agama
dan ilmu pengetahuan adalah pertanyaan tentang bagaimana keduanya ini berpengaruh pada
manusia. Apakah ilmu pengetahuan membawa kita ke satu hal, dan agama membawa kita
kepada sesuatu yang bertentangan dengan satu hal itu? Apakah ilmu pengetahuan mau
membentuk (karakter) kita dengan satu cara dan agama dengan cara lain? Atau apakah
agama dan ilmu pengetahuan saling mengisi, ikut berperan dalam menciptakan
keharmonisan kita semua? Baiklah, kita lihat sumbangan ilmu pengetahuan untuk kita dan
sumbangan agama untuk kita.
Ilmu pengetahuan memberikan kepada kita cahaya dan kekuatan. Agama memberi kita
cinta, harapan dan kehangatan. Ilmu pengetahuan membantu menciptakan peralatan dan
mempercepat laju kemajuan. Agama menetapkan maksud upaya manusia dan sekaligus
mengarahkan upaya tersebut. Ilmu pengetahuan membawa revolusi lahiriah (material).
Agama membawa revolusi batiniah (spiritual). Ilmu pengetahuan menjadikan dunia ini
dunia manusia. Agama menjadikan kehidupan sebagai kehidupan manusia. Ilmu
pengetahuan melatih temperamen (watak) manusia. Agama membuat manusia mengalami
pembaruan. Ilmu pengetahuan dan agama sama-sama memberikan kekuatan kepada
manusia. Namun, kekuatan yang diberikan oleh agama adalah berkesinambungan,
sedangkan kekuatan yang diberikan oleh ilmu pengetahuan terputus-putus. Ilmu
pengetahuan itu indah, begitu pula agama. Ilmu pengetahuan memperindah akal dan pikiran.
Agama memperindah jiwa dan perasaan. Ilmu pengetahuan dan agama sama-sama membuat
manusia merasa nyaman. Ilmu pengetahuan melindungi manusia terhadap penyakit, banjir,
gempa bumi dan badai.
Dr. Muhammad Iqbal berkata:
“Dewasa ini manusia membutuhkan tiga hal: Pertama, interpretasi spiritual tentang alam
semesta. Kedua, kemerdekaan spiritual. Ketiga, prinsip-prinsip pokok yang memiliki makna
universal yang mengarahkan evolusi masyarakat manusia dengan berbasiskan rohani.”
Dari sini, Eropa modern membangun sebuah sistem yang realistis, namun pengalaman
memperlihatkan bahwa kebenaran yang diungkapkan dengan menggunakan akal saja tidak
mampu memberikan semangat yang terdapat dalam keyakinan yang hidup, dan semangat ini
ternyata hanya dapat diperoleh dengan pengetahuan personal yang diberikan oleh faktor
supranatural (wahyu). Inilah sebabnya mengapa akal semata tidak begitu berpengaruh pada
manusia, sementara agama selalu meninggikan derajat orang dan mengubah masyarakat.
Percayalah, Eropa dewasa ini paling merintangi jalan kemajuan akhlak manusia.
Sebaliknya, dasar dari gagasan-gagasan tinggi kaum Muslim ini adalah wahyu. Wahyu ini,
yang berbicara dari lubuk hati kehidupan yang paling dalam, menginternalisasi (menjadikan
dirinya sebagai bagian dari karakter manusia dengan cara manusia mempelajarinya atau
menerimanya secara tak sadar—pen.) aspek-aspek lahiriahnya sendiri. Bagi kaum Muslim,
basis spiritual dari kehidupan merupakan masalah keyakinan. Demi keyakinan inilah
seorang Muslim yang kurang tercerahkan pun dapat mempertaruhkan jiwanya.
“Reconstruction of Religious Thought in Islam” (Rekonstruksi Pemikiran Religius dalam
Islam).
Will Durant, penulis terkenal “History of Civilization” (Sejarah Peradaban), meskipun
dia bukan orang yang religius, berkata:
“Beda dunia kuno atau dunia purba dengan dunia mesin baru hanya pada sarana, bukan
pada tujuan. Bagaimana menurut Anda jika ternyata ciri pokok seluruh kemajuan kita
adalah peningkatan metode dan sarana, bukan perbaikan tujuan dan sasaran?”
Dia juga mengatakan: “Harta itu membosankan, akal dan kearifan hanyalah sebuah cahaya
redup yang dingin. Hanya dengan cintalah, kelembutan yang tak terlukiskan dapat
menghangatkan hati.”
Kini kurang lebih disadari bahwa saintisisme (murni pendidikan ilmiah) tidak mencetak
manusia seutuhnya. Saintisisme melahirkan setengah manusia. Pendidikan seperti ini hanya
menghasilkan bahan baku untuk manusia, bukan manusia jadi. Yang dapat dihasilkan
pendidikan seperti ini adalah manusia unilateral, sehat dan kuat, namun bukan manusia
multilateral dan bajik. Semua orang kini menyadari bahwa zaman murni ilmu pengetahuan
sudah berakhir. Masyarakat sekarang terancam dengan terjadinya kekosongan idealistis.
Sebagian orang bemiaksud mengisi kekosongan ini dengan murni filsafat, sebagian lainnya
merujuk kepada sastra, seni dan ilmu-ilmu humanitarian
Di negeri Iran ada usulan agar kekosongan tersebut diisi dengan sastra yang penuh
kebajikan, khususnya sastra sufi karya Maulawi, Sa’di dan Hafiz. Para pendukung rencana
ini lupa bahwa sastra ini sendiri mendapat ilham dan agama dan dan semangat agama yang
penuh kebajikan, semangat yang menjadikan agama menarik perhatian, yaitu semangat
Islam. Kalau tidak, mengapa sastra modern, meski ada klaim lantang bahwa sastra modern
itu humanistis, begitu hambar, tak ada roh dan daya tariknya. Sesungguhnya kandungan
manusiawi dalam sastra sufi kami, merupakan hasil dan konsepsi Islami sastra tersebut
tentang alam semesta dan manusia. Seandainya roh Islam dikeluarkan dari mahakarya-
mahakarya ini, maka yang tersisa hanyalah kerangkanya saja.

 Dapatkah Ilmu Pengetahuan dan Agama Saling Menggantikan Tempat Masing-


masing ?
Telah kita ketahui bahwa antara agama dan ilmu pengetahuan tak ada pertentangan.
Yang terjadi justru keduanya saling mengisi. Sekarang timbul satu pertanyaan lagi:
Mungkinkah keduanya mengisi tempat masing-masing?
Pertanyaan ini tidak perlu dijawab secara terperinci, karena kita sudah tahu peran
masing-masing (agama dan ilmu pengetahuan). Jelaslah bahwa ilmu pengetahuan tak dapat
menggantikan peran agama, karena agama memberikan kasih sayang, harapan, cahaya dan
kekuatan. Agama meninggikan nilai keinginan kita, di samping membantu kita
mewujudkan tujuan kita, menyingkirkan unsur egoisme dan individualisme jauhjauh dari
keinginan dan ideal kita, dan meletakkan keinginan dan ideal kita itu di atas fondasi cinta
dan hubungan moral serta spiritual. Selain menjadi alat bagi kita, pada dasarnya agama
mengubah hakikat kita. Begitu pula, agama juga tak dapat menggantikan peran ilmu
pengetahuan. Melalui ilmu pengetahuan kita dapat mengenal alam, kita dapat mengetahui
hukum alam, dan kita pun dapat mengenal siapa diri kita sendiri.
Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa akibat dari memisahkan antara ilmu
pengetahuan dan agama, telah terjadi kerugian yang tak dapat ditutup. Agama haras
dipahami dengan memperhatikan ilmu pengetahuan, sehingga tidak terjadi pembauran
agama dengan mitos. Agama tanpa ilmu pengetahuan berakhir dengan kemandekan dan
prasangka buta, dan tak dapat mencapai tujuan. Kalau tak ada ilmu pengetahuan, agama
menjadi alat bagi orang-orang pandai yang munafik. Kasus kaum Khawarij pada zamah
awal Islam dapat kita lihat sebagai satu contoh kemungkinan ini. Contoh lainnya yang
beragam bentuknya telah kita lihat, yaitu pada periode-periode selanjutnya, dan masih kita
saksikan.
Ilmu pengetahuan tanpa agama adalah seperti sebilah pedang tajam di tangan
pemabuk yang kejam. Juga ibarat lampu di tangan pencuri, yang digunakan untuk
membantu si pencuri mencuri barang yang berharga di tengah malam. Itulah sebabnya
sama sekali tak ada bedanya antara watak dan perilaku orang tak beriman dewasa ini yang
berilmu pengetahuan dan orang tak beriman pada masa dahulu yang tidak berilmu
pengetahuan. Lantas, apa bedanya antara Churchill, Johnson, Nixon dan Stalin dewasa ini
dengan Fir’aun, Jenghis Khan dan Attila pada zaman dahulu?
Dapatlah dikatakan bahwa karena ilmu pengetahuan adalah cahaya dan juga kekuatan,
maka penerapannya pada dunia material ini tidaklah khusus. Ilmu pengetahuan
mencerahkan dunia spiritual kita juga, dan konsekuensinya memberikan kekuatan bagi kita
untuk mengubah dunia spiritual kita. Karena itu, ilmu pengetahuan dapat membentuk
dunia dan manusia juga. Ilmu pengetahuan dapat menunaikan tugasnya sendiri, yaitu
membentuk dunia dan juga tugas agama, yaitu membentuk manusia. Jawabannya adalah
bahwa semua ini memang benar, namun masalah pokoknya adalah bahwa ilmu
pengetahuan adalah alat yang penggunaannya tergantung kepada kehendak manusia. Apa
saja yang dilakukan oleh manusia, dengan bantuan ilmu pengetahuan dia dapat
melakukannya dengan lebih baik. Itulah sebabnya kami katakan bahwa ilmu pengetahuan
membantu kita mencapai tujuan dan melintasi jalan yang kita pilih.
Jadi, alat digunakan untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Sekarang pertanyaannya adalah, dengan dasar apa tujuan itu ditetapkan? Seperti kita
ketahui, pada dasarnya manusia adalah binatang. Sisi manusiawinya merupakan kualitas
(kemampuan) yang diupayakannya. Dengan kata lain, kemampuan-kemampuan manusiawi
yang dimiliki oleh manusia perlu ditumbuh-kembangkan secara bertahap dengan agama.
Pada dasarnya manusia berjalan menuju tujuan egoistis dan hewaninya. Tujuan ini
material dan individualistis sifatnya. Untuk mencapai tujuan ini, manusia memanfaatkan
alat yang ada pada dirinya. Karena itu, dia membutuhkan kekuatan pendorong. Kekuatan
pendorong ini bukan tujuannya dan juga bukan alatnya. Dia membutuhkan kekuatan yang
dapat meledakkannya dari dalam, dan mengubah kemampuan terpendamnya menjadi
tindakan nyata. Dia membutuhkan kekuatan yang dapat mewujudkan revolusi dalam hati
nuraninya dan memberinya orientasi baru. Tugas ini tidak dapat dilaksanakan dengan
pengetahuan tentang hukum yang mengatur manusia dan alam beserta isinya. Namun tugas
ini baru dapat dilaksanakan jika dalam jiwa manusia tertanam kesucian dan arti penting
nilai-nilai tertentu. Untuk tujuan ini manusia harus memiliki beberapa kecenderungan yang
mulia. Kecenderungan seperti ini ada karena cara pikir dan konsepsi tertentu tentang alam
semesta dan manusia. Cara pikir dan konsepsi ini, serta muatan dimensi dan bukti cara
pikir dan konsepsi tersebut, tidak dapat diperoleh di laboratorium dan, seperti akan kami
jelaskan, berada di luar jangkauan ilniu pengetahuan.
Sejarah masa lalu dan sekarang telah memperlihatkan betapa buruk akibat yang
ditimbulkan oleh pemisahan antara ilmu pengetahuan dan agama. Kalau ada agama namun
tak ada ilmu pengetahuan, maka arah upaya kaum humanitarian adalah sesuatu yang tidak
banyak membawa hasil atau tidak membawa hasil yang baik. Upaya ini sering menjadi
sumber prasangka dan obskurantisme (sikap yang menentang ilmu pengetahuan dan
pencerahan-pen.), dan terkadang hasilnya adalah konflik yang membahayakan.
Dua atau tiga abad yang baru lalu dapat dipandang sebagai periode mendewakan ilmu
pengetahuan dan mengabaikan agama. Banyak intelektual mengira bahwa segenap
problem yang dihadapi manusia dapat dipecahkan dengan ilmu pengetahuan, namun
pengalaman telah membuktikan sebaliknya. Dewasa ini semua intelektual sepakat bahwa
manusia membutuhkan agama. Meskipun agama itu tidak religius, namun yang jelas di
luar ilmu pengetahuan. Sekalipun pandangan Bertrand Russel, materialistis, namun dia
mengakui bahwa: “Kerja yang semata-mata bertujuan memperoleh pendapatan, maka kerja
seperti itu tak akan membawa hasil yang baik. Untuk tujuan ini harus diadopsi profesi
yang menanamkan pada individu sebuah agama, sebuah tujuan dan sebuah sasaran.”[6]
Dewasa ini kaum materialis merasa terpaksa mengklaim diri sebagai kaum yang secara
filosofis materialis dan secara moral idealis. Dengan kata lain, mereka mengatakan bahwa
mereka adalah kaum materialis dari sudut pandang teoretis, dan kaum spiritualis dari sudut
pandang praktis dan idealistis. Bagaimanapun juga, problemnya tetap: mana mungkin
seorang manusia secara teoretis materialis dan secara praktis spiritualis? Pertanyaan ini
harus dijawab oleh kaum materialis sendiri.
George Sarton, ilmuwan dunia yang termasyhur, penulis buku yang terkenal, “History of
Science” (Sejarah Ilmu Pengetahuan), ketika menguraikan ketidakberdayaan ilmu
pengetahuan mewujudkan hubungan antar umat manusia, dan ketika menegaskan
kebutuhan mendesak akan kekuatan agama, berkata:
“Di bidang-bidang tertentu, ilmu pengetahuan berhasil membuat kemajuan yang hebat.
Namun di bidang-bidang lain yang berkaitan dengan hubungan antar umat manusia,
misalnya bidang politik nasional dan internasional, kita masih menertawakan diri kita.”
George Sarton mengakui bahwa kayakinan yang dibutuhkan oleh manusia adalah
keyakinan yang religius. Menurutnya, kebutuhan ini merupakan satu di antara tiga
serangkai yang dibutuhkan oleh manusia: seni, agama dan ilmu pengetahuan. Katanya,
“Seni mengungkapkan keindahan. Seni adalah kenikmatan hidup. Agama berarti kasih
sayang. Agama adalah musik kehidupan. Ilmu pengetahuan berarti kebenaran dan akal.
Ilmu pengetahuan adalah had nurani umat manusia. Kita membutuhkan ketiganya: seni,
agama dan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan mutlak diperlukan, meskipun tidak
pernah memadai.” (George Sarton, Six Wings: Men of Science in the Renaissance, hal.
218. London, 1958)
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah diatas, dapat disimpulkan bahwa : Agama (Sanskerta, a = tidak;
gama = kacau) artinya tidak kacau; atau adanya keteraturan dan peraturan untuk mencapai
arah atau tujuan tertentu. Religio (dari religere, Latin) artinya mengembalikan ikatan,
memperhatikan dengan saksama; jadi agama adalah tindakan manusia untuk
mengembalikan ikatan atau memulihkan hubungannya dengan Ilahi.
Adanya berbagai definisi tentang ilmu pengetahuan ternyata belum dapat menolong
untuk memahami hakikat ilmu pengetahuan itu. Sekarang orang lebih berkepentingan
dengan mengadakan penggolongan (klasifikasi) sehingga garis demarkasi antara (cabang)
ilmu yang satu dengan yang lainnya menjadi lebih diperhatikan.
Berdasarkan semuanya itu, hal-hal yang patut diperhatikan untuk memahami agama.
Pada setiap agama mempunyai sasaran atau tujuan penyembahan atau Sesuatu Yang Ilahi
dan disembah. Pada setiap agama ada keterikatan kuat antara yang menyembah [manusia]
dan yang disembah atau Ilahi. Pada umumnya, setiap agama ada sumber ajaran utama [yang
tertulis maupun tidak tidak tertulis]. Ajaran-ajaran agama dan keagamaan tersebut, pada
awalnya hanya merupakan uraian atau kalimat-kalimat singkat yang ada pada Kitab Suci.
Ilmu pengetahuan memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu:
1. Merupakan seperangkat penget ahuan yang sistematis
2. M e m i l i k i m e t o d e y a n g e f e k t i f
3. M e m i l i k i o b j e k
4. Memiliki rumusan kebenaran-kebenaran umum
5. B e r s i f a t o b j e k t i f
6. Dapat memberikan perkiraan atau prediks
Sudut pandang kedua yang menjadi landasan dalam membahas hubungan antara agama
dan ilmu pengetahuan adalah pertanyaan tentang bagaimana keduanya ini berpengaruh pada
manusia. Apakah ilmu pengetahuan membawa kita ke satu hal, dan agama membawa kita
kepada sesuatu yang bertentangan dengan satu hal itu? Apakah ilmu pengetahuan mau
membentuk (karakter) kita dengan satu cara dan agama dengan cara lain? Atau apakah
agama dan ilmu pengetahuan saling mengisi, ikut berperan dalam menciptakan
keharmonisan kita semua? Baiklah, kita lihat sumbangan ilmu pengetahuan untuk kita dan
sumbangan agama untuk kita.
B. SARAN DAN KRITIK
Demikian makalah yang kami susun semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
kita semua, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan yang
diharapkan. Maka dari itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak
sangat kami harapkan demi perbaikan tugas makalah kami yang akan datang, terima
kasih….
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan berbagai
macam Rahmat dan Karunianya kepada kita semua sehingga kita masih dapat melaksanakan
aktifitas keseharian kita sebagai makhluk ciptaannya dimuka bumi ini, kemudian Shalawat dan
Salam kita khaturkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, sebagai Nabi akhirujaman
sekaligur suri teladan yang telah mampu mengeluarka kita dari alam kebodohan menuju alam
ilmu pengetahuan dan dari alam kejahiliaan menuju alam islamiah seperti yang kita nimati pada
saat ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah yang telah
diembankan oleh dosen pembimbing mata kuliah Sosiologi Agama, selain itu juga makalah ini
disusun sebagai bahan pembelajaran bagi kita semua agar kita mengetahui bagaimana konsep
agama dan ilmu pengetahun serta bagaimana hubungan diantara keduanya.
Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kami sampaikan kepada semua pihak yang
sudah banyak membantu dalam penyusunan makalah ini, baik dari rekan-reka satu kelompok,
rekan maupun dosen pembimbing yang senantiasa memberikan arahan dan motivasi kepada
kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
baik dari isi maupun dari cara penyusunannya. Maka dari itu kritik dan saran yang bersifat
konstruktif sangat kami harapkan demi perbaikan makalah kami selanjutnya. Terima kasih

Wassalam

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .......................................................................................................


KATA PENGANTAR ........................................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................
A. LATAR BELAKANG ..........................................................................................
B. RUMUSAN MASALAH......................................................................................
C. TUJUAN ...............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................


A. PENGERTIAN AGAMA .......................................................................................
B. PENGERTIAN ILMU PENGETAHUAN .............................................................
C. CIRI-CIRI AGAMA ...............................................................................................
D. CIRI-CIRI ILMU PENGETAHUAN .....................................................................
E. HUBUNGAN AGAMA DAN ILMU PENGETAHUAN ......................................

BAB III PENUTUP .......................................................................................................


A. KESIMPULAN .......................................................................................................
B. SARAN DAN KRITIK ...........................................................................................
MAKALAH

SOSIOLOGI AGAMA
TENTANG

AGAMA DAN ILMU PENGETAHUAN

DOSEN PEMBIMBING : MUH. TAHIR, S.Ag, M.Pd

DISUSUN OLEH
KELOMPOK : VIII

1. SYAHRIL
2. ROHANA
3. SITI AMINAH
4. WIRAWAN
5. ASTUTI

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


(STKIP) BIMA
TAHUN AKADEMIK 2011/2012

Anda mungkin juga menyukai