Anda di halaman 1dari 134

FAKTOR-FAKTOR PELANGGARAN AJARAN AGAMA

PADA REMAJA PUTUS SEKOLAH


(Studi Kasus di Dusun Samirono Desa Krincing
Kecamatan Secang Kabupaten Magelang Tahun 2018)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban Dan Syarat


Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:
KHAFIDHOTUL AINI
NIM. 111-14-187

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2018

i
ii
FAKTOR-FAKTOR PELANGGARAN AJARAN AGAMA
PADA REMAJA PUTUS SEKOLAH
(Studi Kasus di Dusun Samirono Desa Krincing
Kecamatan Secang Kabupaten Magelang Tahun 2018)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban Dan Syarat


Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:
KHAFIDHOTUL AINI
NIM. 111-14-187

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2018

iii
iv
v
vi
MOTTO

       

“ Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang


yang ruku' ”. (Al-Baqarah: 43)

           

  

“ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana


diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa ”. (Al-Baqarah:
183)

vii
PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta karunia-Nya, skripsi

ini penulis persembahkan untuk:

1. Kedua orang tua Bapak Miftakhul Khoir dan Ibu Siti Khafsoh atas

bimbingan, do‟a, kasih sayang, nasihat, dan motivasi yang telah berikan

sampai saat ini.

2. Adikku Faizatul Ulya atas motivasi dan dukungan untuk mempercepat

penulisan skripsi ini.

3. Segenap keluarga Bapak Muhammad Mas‟ud, M. Pd. yang telah banyak

membantu, memberikan dukungan, semangat, motivasi, dan nasihat

kepada penulis selama ini.

4. Teman yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam proses

pembuatan skripsi ini dari Ma‟had IAIN Salatiga.

5. Teman senasib dan seperjuangan skripsi Siti Suryanti dari UIN SUNAN

KALIJAGA dan Irfi M.U. dari UNIVERSITAS TIDAR yang telah banyak

memberikan ide dan masukan dalam penulisan ini serta memberikan

semangat agar dapat mempercepat penulisan skripsi ini.

6. Sedulur Forum Komunikasi Mahasiswa Magelang atas bantuan dan

dukungan sejak pertama kali di Salatiga sampai sekarang.

7. Para responden Dusun Samirono yang telah memberikan data yang

sebenarnya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini.

8. Seluruh mahasiswa IAIN Salatiga terutama angkatan 2014.

viii
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang selalu

memberikan nikmat, karunia, taufik, serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan tugas skripsi ini dengan judul “ Persepsi Remaja

Putus Sekolah Terhadap Pelanggaran Ajaran Agama (Studi Kasus di Dusun

Samirono, Desa Krincing, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang)”. Tidak lupa

shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Agung

Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta pengikutnya yang selalu setia dan

menjadikannya suri tauladan yang mana beliaulah satu-satunya manusia yang

dapat membawa umat manusia dari zaman kegelapan menuju terang benderang.

Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai

pihak yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Oleh

karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

Keguruan IAIN Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam

IAIN Salatiga.

4. Bapak Dr. Mukti Ali, M.Hum. selaku dosen pembimbing akademik.

5. Bapak Achmad Maimun, M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah membimbing dengan iklas, mengarahkan, dan meluangkan waktunya

untuk penulis sehingga skripsi ini terselesaikan.

ix
x
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL LUAR ................................................................... I


HALAMAN BERLOGO ............................................................................ Ii
HALAMAN SAMPUL DALAM ............................................................... Iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................................ Iv
PENGESAHAN KELULUSAN.................................................................. v
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN............................................. vi
MOTTO........................................................................................................ vii
PERSEMBAHAN........................................................................................ viii
KATA PENGANTAR ................................................................................ ix
DAFTAR ISI ............................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xv
ABSTRAK .................................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Fokus Penelitian .............................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 5
E. Penegasan Istilah ............................................................................. 6
F. Sistematika Penelitian ..................................................................... 8
BAB II PEMBAHASAN
A. Landasan Teori
1. Persepsi ..................................................................................... 10
2. Remaja ....................................................................................... 13
3. Remaja Putus Sekolah ............................................................... 22
4. Pelanggaran Ajaran Agama ....................................................... 25
B. Kajian Penelitian Terdahulu............................................................. 33

xi
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ................................................................................ 37
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian .......................................................... 37
C. Sumber Data .................................................................................... 38
D. Prosedur Pengumpulan Data ........................................................... 38
E. Analisis Data ................................................................................... 40
F. Pengecekan Keabsahan Temuan ..................................................... 41
BAB IV PAPARAN DATA DAN ANALISIS
A. Paparan Data
1. Gambaran Umum Dusun Samirono .......................................... 43
2. Gambaran Informan .................................................................. 44
3. Hasil Penelitian ......................................................................... 50
B. Analisis Data
1. Persepsi Remaja Putus Sekolah Terhadap Ibadah .................... 59
2. Persepsi Remaja Putus Sekolah Terhadap Pelanggaran Ajaran 62
Agama .......................................................................................
3. Faktor-faktor Pelanggaran Ajaran Agama pada Remaja Putus 67
Sekolah
4. Upaya dalam Mengatasi Remaja Putus Sekolah yang 68
Meninggalkan Ajaran Agama....................................................
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 77
B. Saran ................................................................................................ 79
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

xii
DAFTAR TABEL

1. Tabel 4.1 Batas-batas wilayah Dusun Samirono, Desa Krincing,


Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang........................................41

2. Tabel 4.2 Karakteristik Informan Remaja Putus Sekolah Dusun


Samirono...........................................................................................42

xiii
DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1 Wawancara dengan informan IN

2. Gambar 2 Wawancara dengan informan YP

3. Gambar 3 Wawancara dengan informan RS

4. Gambar 4 Wawancara dengan informan AP

5. Gambar 5 Wawancara dengan informan R

6. Gambar 6 Wawancara dengan informan A

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman Wawancara

Lampiran 2 Transkip Wawancara

Lampiran 3 Gambar Dokumentasi

Lampiran 4 Surat Ijin Penelitian

Lampiran 5 Surat Keterangan Penelitian

Lampiran 6 Nota Pembimbing

Lampiran 7 Lembar Konsultasi

Lampiran 8 Daftar SKK

Lampiran 9 Daftar Riwayat Hidup

xv
ABSTRAK

Aini, Khafidhotul. 2018. Persepsi Remaja Putus Sekolah Terhadap Pelanggaran


Ajaran Agama (Studi Kasus di Dusun Samirono, Desa Krincing, Kecamatan
Secang, Kabupaten Magelang) Tahun 2018. Skripsi, Salatiga: Jurusan
Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut
Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Achmad Maimun, M. Ag.

Kata kunci: Persepsi, Remaja Putus Sekolah, dan Pelanggaran Ajaran


Agama

Bagi remaja sangat diperlukan adanya pemahaman, pendalaman dan


ketaatan dalam pelaksanaan ajaran agama. Seorang yang kosong dari pengalaman
keagamaan akan mudah terseret pada kegiatan yang menyimpang akibat pengaruh
dari teman-temannya maupun lingkungannya. Peneliti melihat bahwa di Dusun
Samirono, Desa Krincing, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang terdapat
remaja yang putus sekolah dan remaja yang sudah putus sekolah tersebut kurang
dalam pengalaman keagamaan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan subyek
penelitian sebanyak 6 responden. Sumber data yang di peroleh dalam penelitian
ini berasal dari data primer yakni para remaja putus sekolah, dan data sekunder
yang dapat berupa dokumen, arsip, buku, dll.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, remaja putus sekolah
mengatakan bahwa ibadah adalah suatu kegiatan yang wajib dilaksanakan dan
akan mendapat dosa jika meninggalkannya. Kedua, remaja putus sekolah
mempresepsikan pelanggaran ajaran agama adalah sesuatu yang dianggap tidak
baik. Mereka menganggap melanggar atau meninggalkan ajaran agama atau
ibadah baik shalat maupun puasa merupakan dosa. Akan tetapi realita dalam
kehidupan sehari-hari sebagian para remaja putus sekolah ini jarang atau bahkan
tidak perrnah melaksanakan ibadah tersebut. Faktor yang menyebabkan remaja
dengan mudahnya meninggalkan ajaran agama yaitu faktor internal dan eksternal.
Solusi yang dapat dilakukan dalam rangka mengurangi pelanggaran ajaran agama
adalah adanya kerja sama antara orang tua, tokoh masyarakat, masyarakat umum,
dan pemerintah.

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya semenjak lahir manusia dianugerahi fitrah atau

potensi untuk menjadi baik atau jahat, akan tetapi anak yang baru lahir

berada dalam keadaan yang suci tanpa noda dan dosa. Oleh karena itu,

apabila di kemudian hari dalam perkembangannya anak menjadi besar dan

dewasa dengan sifat-sifat yang buruk, maka hal itu merupakan akibat dari

pendidikan keluarga, lingkungan dan teman-teman sepermainannya yang

mendukug untuk tumbuh dan berkembangnya sifat-sifat buruk tersebut

(Juwariyah, 2010: 2). Maka masa remaja merupakan masa yang sangat

penting bagi individu karena masa remaja yang dapat menentukan masa

depan atau dewasanya nanti apakah ia menjadi baik atau buruk.

Remaja (adolescence) adalah masa transisi/ peralihan dari masa

kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya

perubahan aspek, fisik, psikis, dam psikososial. Secara kronologis yang

tergolong remaja antara usia 12/13-21 tahun. Menurut Erikson, remaja

akan melalui masa krisis di mana remaja berusaha mencari identitas diri

(search for self-identity) (Dariyo, 2004: 13-14).

Masa remaja merupakan masa peralihan, yang ditempuh oleh

seseorang dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Jika dilihat dari segi

fisik seorang remaja menyerupai orang dewasa. Akan tetapi dari segi

emosi dan sosial masih memerlukan waktu untuk berkembang menjadi

1
lebih dewasa dan matang. Masa remaja merupakan masa transisi pada fase

pembentukan keptibadian, karakter, dan budi pekerti.

Menurut Havighurst, salah satu dari jenis-jenis tugas

perkembangan remaja yaitu memperoleh kemandirian dan kepastian secara

ekonomis. Tujuan utama individu melakukan persiapan diri dengan

menguasai suatu ilmu dan keahlian, ialah untuk dapat bekerja sesuai

dengan bidang keahlian dan memperoleh penghasilan yang layak sehingga

menghidupi diri sendiri maupun keluarganya nanti. Sebab keinginan

seorang individu yaitu menjadi orang yang mandiri dan tidak bergantung

pada orang tua secara psikis maupun secara ekonomis (keuangan) (Dariyo,

2004: 78-79).

Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna

diantara sekian banyak ciptaan Tuhan lainnya. Manusia juga sering

dibekali dan diberi berbagai keistimewaan yang sekaligus membedakan

dengan makhluk-makhluk lainnya. Dalam rangka bagaimana manusia bisa

menjalin hubungan dengan Tuhan dan bagaimana manusia bisa selalu

mengadakan kontak batin dengan Tuhan, manusia menciptakan ritual

ibadahnya sendiri dengan berbagai ajarannya (Aibak, 2015: 43-44).

Dalam rangka agar manusia bisa menjalin hubungan dengan

Tuhan, agama Islam pun memiliki ritual ibadah tersendiri. Islam memiliki

ajaran-ajaran, tuntunan-tuntunan salam berbagai bidang kehidupan

khususnya dalam pembahasan ini adalah ibadah. Ajaran-ajaran ini

diturunkan oleh Tuhan, Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW utusan

2
Allah SWT. Kemudian Nabi Muhammad SAW menyeberluaskan ajaran-

ajaran tersebut bagi pemeluk agama Islam (Aibak, 2015: 44).

Ibadah-ibadah tersebut harus ditaati dan dilaksanakan oleh semua

umat muslim. Karena dengan menaati dan melaksanakan ibadah tersebut

merupakan suatu bentuk totalitas diri, pengakuan secara total bahwa umat

Islam menyembah Allah SWT. Akan tetapi apabila sesorang muslim

melanggar atau meninggalkan ibadah-ibadah yang sudah ditetapkan maka

ia akan mendapat konsekuensinya yaitu dengan balasan yang akan didapat

di hari kelak nanti.

Berdasarkan pengamatan peneliti di Dusun Samirono, Desa

Krincing, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, peneliti melihat

bahwa banyak remaja yang ternyata sudah putus sekolah. Kebanyakan dari

remaja tersebut sudah bekerja. Bagi seorang remaja sangat diperlukan

adanya pemahaman, pendalaman serta ketaatan terhadap ajaran-ajaran

agama yang dianut. Beruntung bagi remaja yang mempunyai orang tua

yang mampu memberikan bimbingan beragama sewaktu kecil, maka

mudah untuk melaksanakan ibadah dan berdo‟a kepada Allah SWT baik

dari ajakan orang lain maupun kesadaran sendiri. Akan tetapi lain halnya

bagi remaja yang mempunyai keluarga yang hidup jauh dari agama, maka

usia remajanya akan dilaluinya dengan lebih berat lagi dan dapat

mengarah pada kenakalan remaja. Seorang remaja yang kosong dari

pengalaman keagamaan akan mudah terseret pada kegiatan-kegiatan yang

menyimbang, akibat pengaruh teman-temannya maupun lingkungan

3
sekitar. Akan tetapi di Dusun Samirono, ada beberapa orang tua yang

kurang memberikan bimbingan beragama kepada anak-anaknya.

Sedangkan apabila remaja tersebut sudah bekerja dan orang tuanya kurang

memberikan bimbingan beragama apakah remaja tersebut dapat

melaksanakan ajaran agama dengan baik? Karena terkadang remaja yang

sudah mendapat pekerjaan sendiri akan lebih disibukkan dengan pekerjaan

mereka.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk

mengadakan penelitian pada remaja putus sekolah dengan mengangkat

tema “Faktor-faktor Pelanggaran Ajaran Agama pada Remaja Putus

Sekolah (Studi Kasus di Dusun Samirono, Desa Krincing, Kecamatan

Secang, Kebupaten Magelang Tahun 2018)”.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti dapat

merumuskan masalah yaitu:

1. Bagaimana persepsi remaja putus sekolah terhadap ibadah di Dusun

Samirono, Desa Krincing, kecamatan Secang, kabupaten Magelang

Tahun 2018?

2. Bagaimana persepsi remaja putus sekolah terhadap pelanggaran ajaran

agama di Dusun Samirono, Desa Krincing, Kecamatan Secang,

Kabupaten Magelang Tahun 2018?

4
3. Apa saja faktor-faktor pelanggaran ajaran agama pada remaja putus

sekolah di Dusun Samirono, Desa Krincing, Kecamatan Secang,

Kabupaten Magelang Tahun 2018?

4. Bagaimana upaya dalam mengatasi remaja putus sekolah yang

meninggalkan ajaran agama dan relevansinya dengan pendidikan?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

yaitu:

1. Untuk mengetahui persepsi remaja putus sekolah terhadap ibadah di

Dusun Samirono, Desa Krincing, Kecamatan Secang, Kabupaten

Magelang Tahun 2018.

2. Untuk mengetahui persepsi remaja putus sekolah terhadap pelanggaran

ajaran agama di Dusun Samirono, Desa Krincing, kecamatan Secang,

kabupaten Magelang Tahun 2018.

3. Untuk mengetahui faktor-faktor pelanggaran ajaran agama pada remaja

putus sekolah di Dusun Samirono, Desa Krincing, Kecamatan Secang,

Kabupaten Magelang Tahun 2018.

4. Untuk mengetahui upaya dalam mengatasi remaja putus sekolah yang

meninggalkan ajaran agama dan relevansinya dengan pendidikan.

D. Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini dapat dirumuskan menjadi dua,

antara lain yaitu:

5
1. Kegunaan Teoritis

a. Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya tentang

faktor pelanggaran ajaran agama pada remaja putus sekolah.

b. Dapat menambah wawasan bagi kaum remaja tentang pentingnya

ajaran agama.

c. Dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi penulis.

2. Keguanaan Praktis

a. Bagi masyarakat Dusun Samirono, agar lebih mengetahui

pentingnya ajaran agama yang berimplikasi pada orang tua dalam

memberikan bimbingan keagamaan kepada anak-anaknya.

b. Bagi remaja Dusun Samirono, untuk meningkatkan kesadaran akan

pentingnya pelaksanaan ajaran agama sehingga diharapkan remaja

dapat mengubah persepsi mereka agar tidak menyepelekan ajaran

agama.

E. Penegasan Istilah

Untuk lebih mempertegas dan memperjelas tentang judul skripsi

ini, serta untuk menghindari salah pengertian, maka perlu diuraiakan

beberapa penegasan istilah yang bersangkut paut dengan uraian ini, yaitu:

1. Persepsi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia persepsi yaitu

tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu, serapan, perlu diteliti,

atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancaindranya

(Depdikbud, 2007: 863). Menurut Desideranto persepsi adalah

6
pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang

diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan

(Rakhmat: 1994, 51).

2. Ajaran Agama

Menurut al-Maududi Islam adalah patuh menjalankan perintah

dan larangan dari sesuatu yang memerintahkan tanpa syarat. Disebut

agama Islam karena merupakan ketaatan kepada Allah dan menjalankan

atau mematuhi perintah-Nya tanpa syarat (Al-Maududi, 2006:14).

Semua ibadah yang ada dalam Islam antara lain yaitu sholat, puasa,

zakat, dan haji yang bertujuan agar manusia selalu ingat kepada Allah

SWT atau bahkan senantiasa dekat dengan-Nya. Ajaran agama Islam

yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu sholat dan puasa yang

terdapat dalam dasar Islam.

3. Remaja Putus Sekolah

Menurut KBBI remaja yaitu mulai dewasa, sudah sampai umur

untuk kawin, bukan anak-anak lagi (Depdikbud, 2007: 944). Remaja

adalah suatu tingkat umur, di mana anak-anak tidak lagi anak, akan

tetapi belum dapat dipandang dewasa. Jadi remaja adalah umur yang

menjembatani antara umur anak-anak dan umur dewasa (Daradjat:

1976, 28). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa remaja

adalah masa peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa.

Sedangkan definisi putus sekolah menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia yaitu belum sampai tamat sekolahnya sudah keluar

7
(Depdikbud, 2007: 914). Anak putus sekolah adalah murid yang tidak

dapat menyelesaikan menyelesaikan program belajarnya sebelum

waktunya selesai atau murid yang tidak tamat menyelesaikan program

belajarnya. Putus sekolah merupakan suatu keadaan berhentinya siswa

secara terpaksa dari suatu lembaga pendidikan formal tempat

belajarnya. Remaja putus sekolah yang dimaksud dalam penelitian ini

yaitu remaja yang keluar atau tidak menyelesaikan pendidikannya baik

dari pendidikan formal Sekolah Dasar, Sekolah Menengah maupun

Sekolah Menengah Atas yang disebabkan oleh beberapa faktor.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah para pembaca dalam mengikuti uraian

penyajian data penelitian ini, maka penulis akan paparkan sistematika

penulisan. Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari tiga bagian, yaitu

bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir. Bagian awal terdiri dari halaman

sampul luar, halaman berlogo, halaman sampul dalam, persetujuan

pembimbing, pengesahan kelulusan, pernyataan keaslian penelitian, moto,

persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, daftar

lampiran, dan abstrak.

Bagian inti terdiri dari pendahuluan, landasan teori, metode

penelitian, paparan data dan analisis, dan penutup. Bab I yaitu

pendahuluan. Pada bab ini mencakup latar belakang masalah, fokus

penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pembatasan masalah,

kajian penelitian terdahulu dan sistematika penulisan.

8
Bab II yaitu kajian pustaka. Dalam bab ini penulis akan

memberikan penjelasan yang lebih mendalam tentang persepsi,

pelanggaran ajaran agama, dan remaja putus sekolah. Penulis juga

membahas kajian pustaka yaitu kajian pustaka yang berisi tentang telaah

terhadap hasil penelitian terdahulu (prior research)yang relevan dengan

permasalahan dan variabel yang diteliti.

Bab III yaitu metode penelitian. Pada bab ini penulis membahas

tentang metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. Metode

penelitian yang akan dibahas di sini mulai dari prosedur dan jenis

penelitian, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data,

analisis data, dan pengecekan keabsahan temuan.

Bab IV yaitu paparan data dan analisis. Pada bab ini penulis akan

memaparkan data dari hasil penelitian tentang faktor-faktor pelanggaran

ajaran agama pada remaja putus sekolah yang diperoleh dari pengamatan

dan hasil wawancara. Peneliti juga membahas dan menganalisis lebih

dalam segala data dan temuan yang diperoleh dari penelitian.

Bab V yaitu penutup. Dalam bab ini penulis akan memberikan

kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan memberikan

saran untuk kebaikan ke depan. Dan terakhir yaitu bagian akhir yang

terdiri dari daftar pustaka, lampiran-lampiran, dan daftar riwayat hidup.

9
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Landasan Teori

1. Persepsi

Menurut Desiderato (1976), Persepsi adalah pengalaman

tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh

dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi

ialah memberikan makna pada stimulasi indrawi (sensory stimuli)

(Rakhmat, 1994: 51).

Pengertian persepsi (Perception) dalam Kamus Lengkap

Psikologi yaitu:

a. Proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif

dengan indra.

b. Kesadaran diri proses-proses organis.

c. (Titchener) satu kelompok pengindraan dengan penambahan arti-

arti yang berasal dari pengalaman masa lalu.

d. Variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari

kemampuan organisme untuk melakukan perbedaan di antara

perangsang-perangsang.

e. Kesadaran istuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan

yang serta merta mengenai sesuatu.

Dalam psikologi kontemporer, persepsi secara umum

diperlakukan sebagai satu variabel campur tangan (intervening

10
variabel), bergantung pada faktor-faktor perangsang, cara belajar,

perangkat, keadaan jiwa atau suasana hati, dan faktor-faktor

motivasional (Chaplin, 1981:358).

Sedangkan menurut Walgito (1997: 53) persepsi merupakan

suatu proses yang didahului oleh pengindraan, yaitu merupakan suatu

proses yang berujud diterimanya stimulus oleh individu melalui alat

reseptornya. Namun proses itu tidak berhenti sampai di situ saja,

melainkan stimulus diteruskan ke pusat susunan syaraf yaitu otak, dan

terjadilah proses psikologis, sehingga individu menyadari apa yang ia

lihat, apa yang ia dengar dan sebagainya, individu mengalami persepsi.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

persepsi yaitu suatu proses yang dimulai dari mengetahui dan

mengenali objek melalui indra kemudian meneruskannya ke otak

sehingga terbentuklah tanggapan yang terjadi dalam individu terhadap

objek tersebut.

Menurut Rakhmat (1994: 52) faktor-faktor yang

mempengaruhi persepsi antara lain yaitu:

a. Perhatian

Perhatian merupakan salah satu faktor yang sangat

mempengaruhi persepsi. Perhatian adalah proses mental ketika

stimulasi atau rangkaian stimuli menonjol dalam kesadaran pada

saat stimuli lainnya melemah. Perhatian terjadi apabila manusia

11
sedang mengkonsentrasikan diri pada salah satu alat indra dan

mengesampingkan masukan-masukan melalui alat indra yang lain.

b. Faktor-faktor Fungsional yang Menentukan Persepsi

Faktor fungional berasal dari kebutuhan, pengalaman

masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk apa yang disebut sebagai

faktor-faktor personal. Yang menentukan persepsi bukanlah jenis

atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan

respon pada stimuli itu.

c. Faktor-faktor Struktural yang Menentukan Persepsi

Faktor-faktor struktural berasal dari sifat stimuli dan efek-

efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu. Prinsip-

prinsip persepsi yang bersifat struktural dikenal dengan Teori

Gestalt. Menurut teori Gestalt, apabila individu ingin memahami

suatu peristiwa, ia akan memandangnya secara keseluruhan, dan

tidak meneliti fakta-fakta yang terpisah. Dan untuk memahami

seseorang, individu tersebut harus melihat dalam konteksnya,

dalam lingkungannya, dan dalam masalah yang dihadapinya.

Menurut Walgito (1997: 54) proses terjadinya persepsi yaitu

sebagai berikut, objek menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai

alat indra atau reseptor. Proses ini dinamakan proses kealaman (fisik).

Stimulus yang diterima oleh alat indra dilanjutkan oleh syaraf sensoris

ke otak. Proses ini dinamakan proses fisiologis. Kemudian terjadilah

suatu proses di otak, sehingga individu dapa menyadari apa yang ia

12
terima dengan receptor itu, sebagai suatu akibat dari stimulus yang

diterimannya. Proses yang terjadi dalam otak atau pusat kesadaran

itulah yang dinamakan proses psikologis. Dengan demikian taraf

terakhir dari proses persepsi ialah individu menyadari tentang apa yang

diterima melalui alat indra atau reseptor.

2. Remaja

a. Pengertian Remaja

Masa remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh

seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa, atau dapat dikatakan

bahwa masa remaja adalah masa perpanjangan masa kanak-kanak

sebelum mencapai dewasa (Syafaat dkk, 2008: 87). Penggunaan

istilah untuk menyebutkan masa peralihan dari masa anak dengan

masa dewasa, ada yang memberi istilah: puberty (Inggris),

puberteit (Belanda), pubertas (Latin), yang berarti kedewasaan

yang dilandasi oleh sifat dan tanda-tanda kelaki-lakian. Ada pula

yang menggunakan istilah adulescentio (Latin) yaitu masa muda

(Rumini & Sundari, 2004: 53).

Remaja menurut Zakiyah Daradjat dalam Syafaat dkk

adalah tahap peralihan dari masa kanak-kanak, tidak lagi anak,

tetapi belum dipandang menjadi dewasa. Remaja adalah umur yang

menjembatani anatara umur anak-anak dan umur dewasa (Syafaat

dkk, 2008: 87). Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami

bahwa masa remaja yaitu masa peralihan dari masa kanak-kanak

13
menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan fisik

dan psikis.

Masyarakat Indonesia mendefinisikan remaja sama

sulitnya dengan mendefinisikan remaja secara umum. Karena

Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat, dan tingkatan

sosial ekonomi maupun pendidikan. Walaupun demikian, sebagai

pedoman umum kita dapat menggunakan batasan usia 11- 24 tahun

dan belum menikah untuk remaja Indonesia dengan pertimbangan-

pertimbangan sebagai berikut:

1) Usia 11 tahun adalah usia di mana pada umumnya tanda-tanda

seksual sekunder mulai tampak (kriteria fisik).

2) Di banyak masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap

akil balig, baik menurut adat maupun agama, sehingga

masayarakat tidak lagi memperlakukan mereka sebagai anak-

anak (kriteria sosial).

3) Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan

perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas diri,

tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual dan

tercapainya puncak perkembangan kognitif maupun moral.

4) Usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi

peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih

menggantungkan diri pada orang tua, belum mempunyai hak-

hak penuh sebagai orang dewasa (secara adat dan tradisi),

14
belum bisa memberikan pendapat sendiri dan sebagainya.

Dengan kata lain orang yang sampai batas usia 2 tahun belum

memenuhi persyaratan kedewasaan sosial maupun psikolgik,

masih dapat digolongkan remaja (Sarwono, 1997: 14-15)

Istilah remaja atau kata yang berarti remaja tidak ada

dalam Islam. Di dalam Al-Qur‟an ada kata alfityatu, fityatun, yang

artinya orang muda. Firman Allah SWT dalam surat Al-Kahfi ayat

10 yang berbunyi:

ْ ُ‫ْف فَقَبل‬
َ ًْ ‫ىا َزبٌَّب َ َءاتٌَِب ِه ْي لَّ ُد‬
‫ك َزحْ َوتً َوهَ ِّي ْء‬ ِ ‫اِ ْذأَ َوي ْالفِ ْتيَتُ إِلًَ ْال َكه‬
)ٔٓ :‫لٌََب ِه ْي أَ ْه ِسًَب َز َشداً (الكهف‬
Artinya: “(ingatlah) tatkala Para pemuda itu mencari tempat
berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: „Wahai
Tuhan Kami, berikanlah rahmat kepada Kami dari sisi-
Mu dan sempurnakanlah bagi Kami petunjuk yang
Lurus dalam urusan Kami (ini)‟.” (QS. Al-Kahfi: 10)
Terdapat pula kata baligh yang menunjukkan seseorang

tidak kanak-kanak lagi, seperti dalam QS. An-Nuur ayat 59 yang

berbunyi:

ْ َ‫َوإِ َذ بَلض َغ األ‬


‫طفَ ُل ِه ٌْ ُك ْن ْال ُحلُ َن فَ ْليَ ْستَ ْئ ِرًُىا َك َوب ا ْستَ ْئ َرىَ الّ ِرييَ ِه ْي‬
)٥۹ :‫قَ ْبلِ ِه ْن ( الٌىز‬
Artinya: “Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur balig,
Maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-
orang yang sebelum mereka meminta izin....” (QS. An-
Nuur: 59)
Kata baligh dalam istilah hukum Islam digunakan untuk

penentuan umur awal kewajiban melaksanakan hukum Islam

dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain seseorang yang

telah baligh dan berakal, berlakulah seluruh ketentuan hukum

Islam. Dalam Islam seseorang manusia bila telah akil baligh, telah

15
bertanggung jawab atas setiap perbuatannya. Jika ia berbuat baik ia

akan mendapat pahala, dan jika ia berbuat buruk ia akan berdosa

(Daradjat, 1995: 10-11).

Masa remaja termasuk masa yang sangat menentukan

karena masa ini anak-anak mengalami masa perubahan pada psikis

dan fisiknya. Perubahan kejiwaan menimbulkan kebingungan di

kalangan remaja sehingga masa ini oleh orang Barat sebagai

periode strum und drang. Sebabnya mereka mengalami penuh

gejolak emosi dan tekanan jiwa mereka sehingga mudah

menyimpang dari aturan dan norma-norma sosial yang berlaku di

kalangan masyarakat (Syafaat dkk, 2008: 89-90).

b. Ciri - Ciri Remaja

Sebagaimana dikutip oleh Syafaat dkk (2008: 91-92)

menurut Zakiyah Daradjat, ciri-ciri khusus masa remaja dapat

dikelompokkan sebagai berikut:

1) Perasaan dan emosi remaja yang stabil;

2) Mengenai status remaja masih sangat sulit ditentukan;

3) Kemampuan metal dan daya pikir mulai agak sempurna;

4) Hal sikap dan moral menonjol pada menjelang akhir dari masa

remaja awal;

5) Remaja awal adalah masa kritis;

6) Remaja awal banyak masalah yang dihadapi.

16
Pada masa transisi ini, remaja menjalani badai dan topan

dalam kehidupan, perasaan, dan emosinya. Ketidakstabilan

tersebut nampak jelas dalam berbagai sikap. Untuk itu, perhatian,

bimbingan dari orang tua, guru, dan masyarakat sangat penting.

Mengenai usia remaja terdapat beberapa pendapat, ada

yang membagi menjadi empat fase, ada yang membagi masa

remaja menjadi tiga fase, dan ada pula yang mengatakan bahwa

masa remaja dibagi menjadi 2 fase. Tetapi yang jelas masa

remajaitu dimulai sejak usia 13 tahun hingga 21 tahun. Adapun

secara rinci masa remaja di kelompokkan menjadi 4 fase yaitu:

1) Masa pra remaja/masa puber (13 – 16 tahun).

2) Masa remaja awal (16 -18 tahun.

3) Masa remaja akhir (18 – 20 tahun).

4) Masa adolescence (21 tahun)

Adapun yang tiga fase yaitu: (1) pra-remaja/puber (13 –

16 tahun), (2) remaja awal (16 -18 tahun), (3) remaja akhir (18 –

20 tahun). Sedangkan yang membagi 2 fase perkembangan yaitu:

masa remaja awal (13 – 17 tahun dan masa remaja akhir (18 – 21

tahun) (Rohmah, 2013: 120-121).

c. Perkembangan Jiwa Remaja

Syamun Yusuf mengemukakan bahwa pada masa remaja

terjadi beberapa perkembangan. Perkembangan-perkembangan

tersebut antara lain yaitu:

17
1) Perkembangan Fisik

Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak

menuju dewasa, bukan hanya psikologis saja akan tetapi juga

fisik. Perubahan-perubahan fisik tersebut merupakan gejala

primer dalam pertumbuhan remaja, sedangkan perubahan

psikologis muncul sebagai akibat dari perubahan-perubahan

fisik tersebut (Sarwono, 1997: 51).

2) Perkembangan Intelektual

Ditinjau dari perkembangan intelektual, masa remaja

sudah mencapai tahap operasi formal. Remaja secara mental

telah dapat berpikir logis tentang berbagai gagasan yang abstrak.

Dengan kata lain, operasi formal lebih bersifat hipotesisi dan

abstrak, serta sistem sistematis dan ilmiah dalam memecahkan

masalah daripada berpikir konkret (Syafaat dkk, 2008: 103).

3) Perkembangan Emosi

Masa remaja merupakan puncak emosional, yaitu

perkembangan emosi yang tinggi. Pertumbuhan fisik, terutama

organ-organ seksual mempengaruhi perkembangan emosi atau

perasaan dan dorongan baru yang dialami sebelumnya, seperti

cinta, rindu, dan keinginan untuk berkenalan dengan lawab jenis

(Syafaat dkk, 2008: 103).

Masa remaja merupakan masa yang penuh emosi, salah

satunya yaitu emosi yang meledak-ledak atau sulit dikendalikan

18
contohnya semangat ingin maju, agresif, ingin tahu dll. Emosi

yang menggebu-gebu ini memang menyulitkan, terutama orang

lain dalam mengerti jiwa pada seorang remaja. Tetapi di pihak

lain, emosi yang menggebu ini bermanfaat bagi remaja, karena

ia terus mencari identitas dirinya. Emosi yang tak terkendali itu

antara lain disebabkan oleh konflik peran yang dialami remaja.

Ia ingin mandiri tetapi pada kenyataannya ia masih bergantung

pada orang tua atau ia ingin dianggap dewasa akan tetapi ia

masih diperlakukan seperti anak kecil. Dengan adanya emosi-

emosi tersebut remaja secara bertahap mencari jalannya menuju

kedewasaan, karena reaksi orang-orang disekitar terhadap

emosinya akan menyeabkan ia belajar dari pengalaman untuk

mengambil langkah-langkah yang terbaik (Sarwono, 1997: 84).

4) Perkembangan Sosial

Pada masa ini remaja sudah mempunyai kemampuan

untuk memahami orang lain, sebagai individu yng unik, baik

menyangkut sifat pribadi, minat, nilai-nilai, maupun

perasaannya (Syafaat dkk, 2008: 103).

5) Perkembangan Moral dan Religi

Moral dan religi merupakan bagian yang cukup penting

dalam jiwa remaja. sebagian orang berpendapat bahwa moral

dan religi bisa mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak

dewasa ini sehingga ia tidak melakukan hal-hal yang merugikan

19
atau bertentangan dengan kehendak atau pandangan masyarakat

(Sarwono, 1997:91).

Moral dan agama sama-sama memgendalikan tingkah

laku remaja, karena pada masa remaja muncul dorongan untuk

melakukan perbuatan-perbuatan baik yang dinilai oleh

masyarakat. Dalam moral mengatur untuk melakukan segala

sesuatu yang dinilai baik, dan menghindari segala sesuatu yang

dinilai tidak baik. Dalam agama juga mengatur tingkah laku

baik buruk, menstabilkan tingkah laku dan menawarkan

perlindungan dan rasa aman, khususnya bagi remaja yang

sedang mencari jati dirinya.

6) Perkembangan Kepribadian

Menurut Syamsu Yusuf dalam Syafaat, fase remaja,

saat yang paling pentig bagi perkembangan dan integritas

kepribadian. Faktor-faktor dan pengalaman baru yang terjadinya

perubahan kepribadian pada masa remaja meliputi:

a) Perolehan pertumbuhan fisik yang menyerupai dewasa;

b) Kematangan seksual yang disertai dorongan-dorongan dan

emosi baru;

c) Kesadaran terhadap diri sendiri, keinginan untuk

mengarahkan diri dan mengevaluasi kembali tentang standar

(norma) tujuan cita-cita;

20
d) Kebutuhan persahabatan yang bersifat heteroseksual,

berteman dengan pria atau wanita;

e) Munculnya konflik sebagai dampak dari masa transisi antara

masa kanak-kanak dan masa dewasa (Syafaat dkk, 2008:

104).

d. Pandangan Remaja Terhadap Agama

Zakiyah Daradjat dalam Syafaat berpendapat bahwa

perasaan remaja terhadap Allah bukanlah perasaan yang tetap,

tidak berbah-ubah, tetapi adalah perasaan emosi yang sangat cepat,

terutama pada masa remaja pertama. Kebutuhan akan Allah SWT

kadang-kadang tidak terasa apabila jiwa mereka dalam keadaan

aman tenteram dan tenang, tetapi Allah SWT sangat dibutuhkan

apabila mereka dalam keadaan gelisah, karena menghadapi bahaya

mengancam, ketika takut dan gagal, atau mungkin juga karena

berdosa (Syafaat, 2008: 181).

Karena masa remaja merupakan masa transisi, jadi

kebanyakan remaja mempunyai jiwa yang labil. Seperti halnya

agama, remaja akan mengingat Allah SWT apabila ia sedang

tertimpa masalah, putus asa, atau merasa gagal. Akan tetapi

terkadang remaja lupa akan Allah SWT saat ia merasa tentram.

Seperti kebanyakan remaja sekarang ini apabila ia sedang

merasakan kenikmatan dunia terkadang ia akan lupa terhadap

kewajiban yang ia miliki, seperti sholat.

21
Dalam menghadapi problemnya, para remaja harus

memiliki bekal pertahanan berupa kekuatan mental spiritual agama

yang mengatasinya. Pada masa peralihan tersebut, mereka harus

mempunyai pegangan nilai-nilai yang berarti dalam hidupnya.

Agama merupakan norma-norma abadi yang mengerti kehidupan

manusia. Dengan pendekatan fungsional, agama berperan sebagai

edukatif, penyelamat, dan pegangan hidup, kontrol sosial, dan

memperkuat persaudaraan (Syafaat, 2008: 192)

3. Remaja Putus Sekolah

a. Pengertian Remaja Putus Sekolah

Seperti pengertian di atas remaja adalah masa transisi atau

peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia putus sekolah yaitu belum sampai

tamat sekolahnya sudah keluar (Depdikbud, 2007: 914).

Menurut Paramayudha (2015: 3), remaja putus sekolah

yaitu anak yang berada dalam usia sekolah antara usia 7 sampai

dengan 21 tahun yang tidak bersekolah karena tidak mampu

membayar biaya sekolah. Sedangkan menurut Nahrodin (2016:

36), remaja putus sekolah adalah anak yang berusia 12 sampai

dengan 21 tahun yang karena sebab orang tuanya kurang mampu

dan melalaikan kewajibannya, sehingga tidak terpenuhi

kebutuhannya dengan wajar terutama dalam hal pendidikan.

22
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

remaja putus sekolah yaitu anak dari usia 12-21 tahun yang

berhenti bersekolah sebelum tamat pendidikan dasar, pendidikan

menengah dan pendidikan menengah atas atau tidak bersekolah

dan bisa disebabkan dengan berbagai macam alasan.

b. Faktor Penyebab Remaja Putus Sekolah

Yunita dalam Paramayudha, mengatakan bahwa ada

beberapa faktor yang menyebabkan remaja putus sekolah, antara

lain biaya sekolah yang terlalu mahal, sekolah membosankan, tidak

dapat membeli buku dan peralatan belajar, dan lain sebagainya.

Faktor lain yang mempengaruhi remaja putus sekolah yaitu orang

tua tidak memberikan motivasi, prestasi buruk dalam pelajaran di

sekolah, serta ada diskriminasi dari pihak sekolah (Paramayudha,

2015: 34).

Sebagaimana dikutip oleh Paramayudha, menurut

Handoko bahwa faktor ekonomi merupakan penyabab putus

sekolah akan tetapi itu bukan penyebab satu-satunya remaja

menjadi putus sekolah. Faktor kultural secara umum seperti pola

pikir orang tua juga berpengaruh terhadap melanjutkan atau putus

sekolahnya anak-anak mereka. Karena masih banyak orang tua

yang masih mempunyai pola pikir bahwa pendidikan dianggap

kurang penting. Bahkan secara kultural juga ada orang tua yang

memang tidak ingin anaknya melanjutkan sekolah karena alasan

23
tertentu, ini merupakan faktor sebagian faktor penyebab anak putus

sekolah. Dalam hal ini orang tua yang tidak begitu memperhatikan

pendidikan sang anak atau tidak begitu memahami makna penting

pendidikan juga menyumbang kemungkinan putus sekolah sang

anak (Paramayudha, 2015: 34-35).

Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

faktor penyebab remaja putus sekolah yaitu faktor ekonomi. Akan

tetapi masih banyak faktor-faktor lain yang menyebabkan remaja

putus sekolah, antara lain yaitu kurangnya motivasi orang tua

terhadap anak, IQ anak kurang, diskriminasi di sekolah, dan lain

sebagainya. Anak tetapi faktor yang sangat mempengaruhi remaja

putus sekolah yaitu, kurangnya minat untuk melanjutkan

pendidikan pada diri remaja itu sendiri. Walaupun banyaknya

faktor-faktor lain yang menghambat seperti keluarga, ekonomi, dan

lingkungan, akan tetapi apabila seorang remaja mempunyai niat,

keinginan dan minat untuk melanjutkan pendidikan maka berbagai

jalan akan terbuka untuknya dalam melanjutkan sekolah.

c. Upaya untuk Mengatasi Remaja Putus Sekolah

Upaya pencegahan dilakukan sebelum putus sekolah yaitu

mengamati, memperhatikan permasalahan-permasalahan pada anak

dan menyadarkan orang tua akan pentingnya pendidikan demi

menjamin masa depan anak serta memberikan motivasi belajar

kepada anak. Adapun upaya pembinaan yang dilakukan dengan

24
mengajarkan nilai-nilai keagamaan dan sosial kemasyarakatan

kepada anak, serta memberikan pekerjaan yang sesuai dengan

kemampuannya supaya anak disibukkan dengan pekerjaannya serta

dapat menghindari dari pikiran dan perilaku menyimpang.

Pendidikan merupakan hak yang harus dipenuhi bagi anak.

terpenuhinya hak terseut apabila ada kerja sama antara orang tua,

lembaga pendidikan (sekolah) atau pemerintah, maupun

lingkungan masyarakat. Akibat yang disebabkan oleh anak putus

sekolah yaitu kenakalan remaja, tawuran, minum-minuman, dan

berkelahi, akibat lainnya juga merasa kurang percaya diri atau

rendah diri (Basyiroh, 2015: 150).

Adanya keseriusan dari pihak pemerintah dengan cara

mengeluarkan kebajikan-kebajikan seperti halnya kebijakan dana

Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Bantuan ini juga dapat

membantu perkembangan pendidikan di Indonesia dengan

mengurangi jumlah anak yang putus sekolah. Pihak sekolah juga

harus mendukung kebijakan-kebijakan tersebut. Peranan keluarga

juga tak kalah penting untuk memberikan motivasi dan semangat

belajar bagi anak untuk dapat melanjutkan sekolahnya.

4. Pelanggaran Ajaran Agama

Menurut Zakiyah Daradjat (1969) agama memberikan arti

yang teramat besar dalam kehidupan manusia, karena agama

mempunyai beberapa fungsi yang antara lain (1) agama dapat

25
memberikan bimbingan dalam hidup, (2) agama dapat menolong

dalam menghadai kesukaran, dan (3) agama dapat menentramkan

bathin (Rohmah, 2013: 141).

Menurut hasil penelitian Ross dan Oskar Kupy (Rohmah,

2013:130-131), tentang pandangan para remaja terhadap ajaran agama

yakni masalah ibadah dan do‟a, adalah 148 siswi dinyatakan bahwa 20

orang diantara mereka tidak pernah mempunyai pengalaman

keagamaan sedangkan sisanya (128) mempunyai pengalaman

keagamaan yang 68 diantaranya secara alami (tidak melalui pengajaran

resmi). Dan 31 orang diantara yang mendapat pengalaman keagamaan

melalui proses alami mengungkapkan adanya perhatian mereka

tentang keajaiban yang menakjubkan dibalik keindahan alam yang

mereka nikmati.

Selanjutnya mengenai pandangan mereka tentang ibadah

khususnya shalat yaitu bahwa hanya 17% saja dari para remaja yang

mengatakan bahwa sembahyang bermanfaat untuk berkomunikasi

dengan Tuhan, sedangkan 26% diantaranya menganggap bahwa

sembahyang hanyalah merupakan media untuk bermeditasi.

a. Pengertian Agama Islam

Definisi agama Islam yaitu agama yang ajaran-ajarannya

diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi

Muhammad SAW sebagai Rasul. Islam pada hakekatnya

membawa ajaran-ajaran tidak hanya mengenai satu segi, akan

26
tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia. Sumber

dari ajaran-ajaran yang mengambil berbagai aspek tersebut yaitu

Al-Qur‟an dan Hadist (Nasution, 1985: 24).

Definisi agama dalam Islam menggunakan istilah al-din

yang terdapat dalam bahasa Arab sekaligus juga dalam Al-Qur‟an.

Istilah al-din erat kaitannya dengan Islam. Dalam Al-Qur‟an

terdapat tiga istilah yang akan dijelaskan antara lain yaitu:

1) Al-Din al-Haqq, yang artinya agama yang benar

2) Al-Din al-Qayyim, yang artinya agama yang tegak lurus

3) Al-Din al-Hanif, agama yang sejalan dengan fitrah manusia.

Agama Islam adalah agama yang diformalkan dari istilah

al-din al-haqq, al-din al-qayyim, al-din al-hanif. Artinya, secara

legal formal (resmi) namanya agama Islam. Namun demikian,

secara subtansial (isi) tetap sesuai dengan makna Islam yang

mencakup ketiga istilah tersebut. Itulah agama yang benar dan

Allah Ta‟ala yang menamakan agama Islam (Makbuloh, 2013: 7).

Anak remaja sangat diperlukan pemahaman, pendalaman

serta ketaatan terhadap ajaran-ajaran agama yang dianut.

Pernyataan sehari-hari menunjukkan, bahwa remaja yang

melakukan kejahatan sebagian besar kurang memahami norma-

norma agama bahkan mungkin lalai menunaikan perintah-perintah

agama.

27
Secara garis besar arti agama bagi remaja dewasa ini

menjadi kompleks, sebab agama sesuai dengan fungsi dan

tujuannya memang multi dimensional (Sudarsono, 2004: 120).

Agama bagi remaja hanyalah merupakan kebutuhan sesaat. Bila

remaja sedang ada masalah, maka ia akan tekun beribadah dan

berdo‟a. Hal ini karena mereka menganggap bahwa persoalan yang

dihadapi akibat perbuatan dosa yang dilkukan (Syafaat dkk, 2008:

182).

b. Ajaran-Ajaran dalam Agama Islam

Menurut al-Maududi Islam adalah patuh menjalankan

perintah dan larangan dari sesuatu yang memerintahkan tanpa

syarat. Disebut agama Islam karena merupakan ketaatan kepada

Allah dan menjalankan atau mematuhi perintah-Nya tanpa syarat

(Al-Maududi, 2006:14).

Seperti yang telah diketahui bahwa Islam adalah ketaatan

kepada Allah SWT dan mematuhi kepada hukum-hukum serta

perintah-perintahnya-Nya. Maka kewajiban pertama yang harus

dilakukan adalah dengan sepenuh hati yakin akan keberadaan

Allah SWT. Orang yang menyatakan diri memeluk agama Islam,

maka ia wajib ber “iman” yaitu dengan menyakini dalam hati,

melafalkan dengan lisan, dan melakukannya dengan perbuatan.

Rukun iman terdiri dari enam antara lain yaitu: (1) iman kepada

Allah SWT; (2) iman kepada malaikat-malaikat Allah SWT; (3)

28
iman kepada kita suci (Al-Qur‟an); (4) iman kepada Rasul-Rasul

Allah SWT; (5) iman kepada hari akhir (hari kiamat); dan (6) iman

kepada qada dan qadar.

Ke enam rukun iman tersebut yaitu dasar Islam. Akan

tetapi apabila telah mengimani perkara, berarti ia telah masuk

golongan orang-orang Islam dan menjadi bagian dari mereka.

Namun keislaman belumlah sempurna, karena keislaman seseorang

tidak akan sempurna kecuali ia menaati semua yang dibawa Nabi

Muhammad SAW., beberapa hukum-hukum dan perintah dari

Allah SWT. Karena keimanan seseorang kepada sesuatu

mengharuskan untuk mentaatinya. Ketaatan setelah mengimani,

inilah Islam (Al-Maududi, 2006: 159-160).

Makna dan hakikat ibadah adalah pengabdian. Orang

Islam adalah hamba dan Allah SWT adalah sesembahan orang

Islam. Setiap yang dilakukan oleh hamba dalam rangka menaati

sesembahannya adalah ibadah (Al-Maududi, 2006:161). Dalam

Islam ibadah lah yang memberikan latihan rohani yang di perlukan

seseorang. Semua ibadah yang ada dalam Islam yaitu shalat, puasa,

zakat dan haji, yang bertujuan membuat roh manusia supaya tidak

lupa pada Allah SWT, bahkan senantiasa dekat pada-Nya

(Nasution, 1985: 37).

29
1) Ibadah Shalat

Ajaran-ajaran agama dalam agama Islam di bagi

menurut sifat dan bentuknya, baik itu ibadah mahdhah maupun

ibadah ghairu mahdhah. Akan tetapi penulis hanya akan

meneliti ibadah mahdhah saja, difokuskan pada ibadah shalat

dan puasa.

Kata Ibadah berasal dari bahasa Arab yang telah

teradopsi dan menjadi bahasa Melayu, dipakai dan difahami

secara baik oleh orang-orang yang menggunakan bahasa Melayu

di Indonesia. Ibadah dapat diartikan dengan berbakti,

berkhidmat, patuh, tunduk, serta mengesakan Allah SWT.

Ibadah dilakukan dengan penuh ketaatan kepada Allah SWT,

dengan harapan ridho dan perlindungan dari-Nya. Serta

dilakukan harus sesuai dengan tuntutan dan tuntunan Rasulullah

SAW (Zulkifli. 2016: 11).

Shalat menurut arti bahasa adalah berdo‟a. Sedangkan

menurut istilah syara‟ adalah sistem ibadah yang tersusun darai

beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dari takbiratul

ikhram dan diakhiri dengan salam, berdasar atas syarat-syarat

dan rukun tertentu (Ash-Shilawy, 2010: 31). Seperti yang

tercantum dalam QS. Al-Baqarah ayat 43:

ْ ‫ىا ال َّز َكىةَ وازْ َكع‬


)٣٤ :ٍ‫ُىا َه َع ال َّس ِك ِعييَ (البقس‬ ْ ُ‫صلَىةَ َو َءات‬ ْ ‫َوأَقِ ْي ُو‬
َّ ‫ىا ال‬
Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah
beserta orang-orang yang ruku'”. (QS. Al-Baqarah:
43)

30
Di antara ibadah Islam, shalat lah yang membawa

manusia menjadi dekat dengan Allah SWT. Karena di dalamnya

terdapat dialog antara manusia dengan Allah SWT dan dialog

berlaku antara dua pihak yang saling berhadapan. Dalam shalat

seorang muslim memang berhadapan dengan Allah SWT,

karena dalam sholat seseorang akan melakukan hal-hal berikut:

memuja, menyerahkan diri, memohon supaya dilindungi oleh

godaan setan, memohon diberi ampun dan dibersihkan dari

dosa, memohon supaya diberi petunjuk kepada jalan yang benar

dan dijauhkan dari kesesatan dan perbuatan-perbuatan yang

tidak baik kepada Allah SWT (Nasution, 1985: 37).

Ibadah shalat dalam Islam menempati posisi strategi

bagi seorang individu muslim dibandingkan ibadah yang lain.

Shalat merupakan tiang agama, sehingga tanpa shalat, maka

Islamnya seorang muslim tidak dapat berdiri (Zulkifli. 2016:

80).

2) Ibadah Puasa

Shaum (puasa) berasal dari kata Bahasa Arab yaitu

‫ يصوم‬,‫صام‬, shaamaa-yashuumu, yang bermakna menahan atau

sering juga disebut dengan al-imsak. Yaitu menahan diri dari

segala apa yang membatalkan puasa. Adapun puasa dalam

pengertian istilah agama adalah menahan diri dari makan,

minum, dan semua perkara yang membatalkan puasa sejak

31
terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari, dengan syarat-

syarat tertentu (Rifa‟i dkk: 149).

Menurut Faiqih dan Mu‟allim (1998:69), disyariatkan

oleh Islam dengan bentuk puasa sebagai kewajiban sekaligus

rukun Islam atas dasar perintah Al-Qur‟an maupun Sunnah

Rasulullah SAW.

Firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah: 183

‫ب َعلًَ الَّ ِر ْييَ ِه ْي‬


َ ِ‫صيَب ُم َك َوب ُكت‬
ِّ ‫ب َعلَ ْي ُك ُن ال‬ ْ ٌُ‫يَأَيُّهَب الَّ ِر ْييَ َءا َه‬
َ ِ‫ىا ُكت‬
)ٔ٣٤ :ٍ‫قَ ْبلِ ُك ْن لَ َعلَّ ُك ْن تَتَّقُىىَ (البقس‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertakwa,” (QS. Al-
Baqarah: 183).
Puasa memiliki hikmah yang sangat besar terhadap

manusia, baik terhadap individu maupun sosial, terhadap rohani

maupun jasmani. Terhadap rohani, puasa juga berfungsi

mendidik dan melatih manusia agar terbiasa mengendalikan

hawa nafsu yang ada dalam diri setiap individu. Puasa juga

mampu melatih kepekaan dan kepedulian sosial manusia dengan

merasakan langsung rasa lapar yang sering diderita oleh orang

miskin dan dituntunkan untuk membantu mereka dengan

memperbanyak shadaqoh. Sedangkan terhadap jasmani, puasa

bisa mempertinggi kekuatan dan ketahanan jasmani, karena

pertama, umumnya penyakit bersumber dari makanan, dan

kedua, Allah SWT menciptakan makhluk-Nya termasuk

manusia sudah ada kadarnya. Allah SWT memberikan kelebihan

32
demikian pula keterbatasan pada manusia, termasuk

keterbatasan pada soal kadar makan minumnya (Faiqih &

Mu‟allim, 1998: 68).

B. Kajian Pustaka

Kajian pusaka dalam penelitian ini berisi tentang telaah terhadap

hasil penelitian terdahulu (prior research) yang relevan dengan

permasalahan dan variabel yang diteliti. Penelitian oleh Nahrodin (2016)

mengenai “Remaja Putus Sekolah antara Harapan dan Tantangan (Studi

Kasus di Desa Ngemplak Kecamatan Windusari, Kabupaten Magelang

Tahun 2015)” bahwa tantangan remaja putus sekolah di Desa Ngemplak

diantaranya adalah berpeluang terjerumus ke dalam perilaku menyimpang,

kesuliatan mencari pekerjaan, dipandang sebelah mata oleh masyarakat,

dan lemah dalam bidang ekonomi. Usaha yang dilakukan oleh orang tua

remaja putus sekolah di Desa Ngemplak untuk menghindari perilaku

menyimpang diantaranya adalah memberi perhatuian dan kasih sayang

kepada remaja putus sekolah, mengarahkan pada pergaulan remaja yang

baik, sering mengingatkan akan bahayanya perilaku menyimpang,

menjaga keharmonisan keluarga, dan membibing anak sejak kecil sesuai

tuntunan agama. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis

lakukan adalah penelitian yang dilakukan oleh Nahrodin tahun 2016,

meneliti tentang apa saja harapan dan tantangan remaja putus sekolah di

Dusun Ngemplak, Kecamatan Windusari, Kabupaten Magelang Tahun

2015). Sedangkan penelitian yang dilakukan penulis, meneliti tentang

33
persepsi, faktor-faktor pelanggaran ajaran agama, dan upaya mengatasi

pelanggaran ajaran agama pada remaja putus sekolah di Dusun Samirono,

Desa Krincing, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang.

Peneltian oleh Irwina Safitri (2015) mengenai “Persepsi Orang

Tua Murid tentang Pendidikan dan Dukungan Menyekolahkan Anak

(Studi Kasus SMP Negeri 1 Jambu, kab. Semarang)” bahwa persepsi

orang tua murid tentang pendidikan adalah cara pandang orang tua tentang

pendidikan, yang meliputi: Signifikasi pendidikan; pendidikan tinggi

sebagai jembatan untuk mewujudkan masa depan yang sukses; harapan

terhadap pendidikan agama Islam. Dukungan orang tua merupakan sikap,

tindakan, motivasi dan penerimaan anggota keluarganya. Adapun

dukungan orang terhadap anak-anaknya meliputi: komitmen, penyediaan

fasilitas, keteladanan, dan pembiyaan. Dukungan orang tua dari siswa-

siswi SMP Negeri 1 Jambu dalam menyekolahkan anaknya ke SMP

Negeri 1 Jambu adalah benar-benar murni dari dorongan dirinya sendiri

untuk mendidik anak-anaknya karena sudah kewajiban orang tua terhadap

anak-anaknya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis

lakukan adalah penelitian yang dilakukan oleh Irwina Safitri tahun 2015,

meneliti cara pandang orang tua murid tentang pendidikan dan dukungan

terhadap anak-anaknya di SMP Negeri 1 Jambu, Kabupaten Semarang.

Sedangkan penelitian yang dilakukan penulis, Sedangkan penelitian yang

dilakukan penulis, meneliti tentang persepsi, faktor-faktor pelanggaran

ajaran agama, dan upaya mengatasi pelanggaran ajaran agama pada remaja

34
putus sekolah di Dusun Samirono, Desa Krincing, Kecamatan Secang,

Kabupaten Magelang.

Penelitian oleh Winda Ratnasari (2016) mengenai “ Pendidikan

Agama Islam pada Remaja Putus Sekolah di Dusun Ampelgading Desa

Kenteng Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Tahun 2016”

bahwa persepsi remaja putus sekolah di Dusun Ampelgading dapat

diambil dari kesimpulan bahwa pendidikan agama islam itu penting,

dengan alasan: (1) Karena dengan pendidikan agama remaja lebih

mengenal dan diharapkan dapat menerapkan sopan santun, bisa

membedakan mana yang dilarang dan mana yang diperbolehkan dalam

agama; (2) Karena tanpa pendidikan agama remaja menjadi tidak bisa

membedakan mana yang halal, mana yang haram, mana yang baik, mana

yang buruk, dengan pendidikan agama remaja juga bisa mengetahui

bagaimana cara berperilaku yang santun sesuai dengan etika dan norma-

norma yang berlaku; dan (3) Pendidikan agama dapat menjadi bekal di

akhirat nanti. Karena pendidikan tidak hanya untuk kepentingan dunia,

tetapi juga untuk kepentingan di akhirat kelak.

Cara mengajarkan pendidikan agama Islam pada remaja putus

sekolah di Dusun Ampelgading Desa Kenteng dengan menggunakan

metode: (1) metode dengan memberi perhatian; (2) metode dengan

nasihat; (3) metode dengan pembiasaan. Pelaksanaan pendidikan agama

Islam pada remaja di Dusun Ampelgading cukup baik, dalam artian sikap

remaja terhadap agama cukup baik, walaupun pelaksanaan pendidikan

35
agamanya tidak selalu rutin ia kerjakan, misalnya dalam hal sholat, puasa,

dan mengaji masih banyak remaja yang rutin menjalankannya. Dalam

melaksanakan pendidikan agama Islam pasti ada hambatan dalam

melaksanakan kegiatan tersebut. Hambatan-hambatan tersebut antara lain

yaitu: kesibuka remaja, sikap malas pada remaja, sulit ketika diarahkan,

sering menunda-nunda kegiatan tersebut, dan tidak bisa mengatur waktu.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah

penelitian yang dilakukan oleh Winda Ratnasari tahun 2016, meneliti

mengenai pendidikan agama Islam pada remaja putus sekolah di Dusun

Ampelgading, Dusun Kenteng, Kecamatan Bandungan, Kabupaten

Semarang. Sedangkan penelitian yang dilakukan penulis, meneliti tentang

persepsi, faktor-faktor pelanggaran ajaran agama, dan upaya mengatasi

pelanggaran ajaran agama pada remaja putus sekolah di Dusun Samirono,

Desa Krincing, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang.

36
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitiatif.

Penelitian kualitatif adalah salah satu jenis penelitian yang bertujuan untuk

mendapatkan pemahaman tentang kenyataan melalui proses berfikir

induktif. Melalui penelitian kualitatif peneliti dapat mengenali subjek,

merasakan apa yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari. Dalam

penelitian ini, peneliti terlibat dalam situasi dan setting fenomena yang

diteliti. Peneliti diharapkan selalu memusatkan perhatian pada kenyataan

atau kejadian dalam konteks yang diteliti (Basrowi dan Suwandi, 2009: 1-

2).

Menurut Moloeng penelitian kualitatif adalah penelitian yang

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh

subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll,

secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan

bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan

memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moloeng, 2009: 6).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Dusun Samirono, Desa

Krincing, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang.

37
2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2018.

C. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini menurut

Sugiyono (2015: 225) ialah:

1. Data Primer, yaitu sumber data yang langsung memberikan data

kepada pengumpul data atau sumber data yang diperoleh secara

langsung. Digunakan untuk mendapatkan data tentang persepsi remaja

putus sekolah terhadap pelanggaran ajaran agama. Adapun untuk

memperoleh data dengan melakukan wawancara dengan para informan

yang telah ditentukan meliputi berbagai hal yang berkaitan dengan

pelanggaran ajaran agama. Adapun peneliti melakukan wawancara

dengan remaja putus sekolah.

2. Data Sekunder, yaitu sumber yang tidak langsung memberikan data

kepada pengumpul data atau sumber data pendukung atau penunjang

dalam penelitian ini. Adapun sumbernya berupa dokumen, arsip, buku,

karya ilmiah, serta foto kegiatan pelaksanaan ajaran agama pada

remaja putus sekolah.

D. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi.

38
1. Observasi

Observasi adalah pengamatan langsung terhadap objek untuk

mengetahui keberadaan objek, situasi, konteks dan maknanya dalam

upaya mengumpulkan data penelitian (Satori & Komariah, 2017: 105).

Metode ini dapat digunakan sebagai alat untuk mencari berbagai data

dan informasi tentang pelaksanaan ajaran agama pada remaja putus

sekolah di Dusun Samirono, Desa Krincing, Kecamatan Secang,

Kabupaten Magelang.

2. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu oleh

dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) sebagai pengaju/pemberi

pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) sebagai pemberi

jawaban atas pertanyaan itu (Basrowi & Suwandi, 2008: 127).

Sebelum melakukan wawancara peneliti telah mempersiapkan

instrumen pertanyaan tentang pelanggaran ajaran agama pada remaja

putus sekolah di Dusun Samirono, Desa Krincing, Kecamatan Secang,

Kabupaten Magelang.

3. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data melalui studi dokumentasi

diartikan sebagai upaya untuk memperoleh data dan informasi berupa

catatan/gambar yang tersimpan berkaitan dengan masalah yang diteliti

(Indrawan & Yuniawati, 2016: 139). Penelitian ini menggunakan

metode dokumentasi yaitu dengan mencari sejumlah besar data yang

39
tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi yang berkaitan

dengan persepsi remaja putus sekolah terhadap remaja putus sekolah di

Dusun Samirono, Desa Krincing, Kecamatan Secang, Kabupaten

Magelang, dan data tersebut dapat berupa surat-surat pribadi.

E. Analisis Data

Analisis Data Kualitatif menurut Bodgan & Biklen (1982) adalah

upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja data, mengorganisasikan data,

memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,

mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang

penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang diceritakan

kepada orang lain (Moloeng, 2009: 248).

Adapun langkah-langkah analisis data menurut Miles and

Huberman (1984) yang dikutip oleh Satori & Komariah (2017: 218)

adalah sebagai berikut:

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Analisis data perlu dilakukan melalui reduksi data, karena

data yang diperoleh banyak dan relatif beragam dan bahkan sangat

rumit. Data yang diperoleh ditulis dalam bentuk laporan atau data yang

terperinci. Laporan yang disusun berdasarkan data yang diperoleh

direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-

hal yang penting. Data hasil mengikhtiarkan dan memilah-milah

berdasarkan satuan konsep, tema, dan kategori tertentu akan

memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan juga

40
mempermudah peneliti untuk mencari kembali data sebagai tambahan

atas data sebelumnya yang diperoleh jika diperlukan.

2. Penyajian Data (Data Display)

Langkah selanjutnya sesudah mereduksi data adalah

menyajikan data (Data Display). Teknik penyajian data dalam

penelitian kualitatif dapat dilakukan dalam berbagai bentuk seperti

tabel, grafik dan sejenisnya. Lebih dari itu, penyajian data bisa

dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar

kategori, flowcart dan sejenisnya. Penelitian ini dalam menyajikan data

akan menggunakan teks naratif.

3. Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing/Verification)

Langkah ke tiga dalam analisis data kualitatif yaitu penarikan

kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih

bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti

kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.

Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal,

didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti

kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang

dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

F. Pengecekan Keabsahan Temuan

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan

41
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moloeng, 2009:

330).

Triangulasi dengan sumber, yaitu membandingkan dan mengcek

balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu

dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal itu dapat dicapai

dengan jalan: (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil

wawancara; (2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan

umum dengan apa yang dikatakanny secara pribadi; (3) membandingkan

apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang

dikatakannya sepanjang waktu; (4) membandingkan keadaan dan

prespektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang

seperti rakyat, orang berada, orang pemerintahan, (5) membandingkan

hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan (Moloeng,

2009: 330-331).

Triangulasi dengan teknik, peneliti menggunakan teknik

pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan sumber yang

sama. Peneliti menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam,

dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak

(Sugiyono, 2017: 241).

42
BAB IV

PAPARAN DATA DAN ANALISIS

A. Paparan Data

1. Gambaran Umum Dusun Samirono

Dusun Samirono masuk ke wilayah Desa Krincing,

Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang. Dengan jumlah penduduk

372 jiwa. Sebelah barat dan utara dusun ini adalah Dusun Bangsren

yang masih merupakan bagian dari wilayah Desa Krincing. Adapun

sebelah selatan Dusun Samirono adalah Dusun Selurah yang juga

masih merupakan wilayah dari Desa Krincing. Dan sebelah timur

Dusun ini adalah Dusun Brangkal, Desa Kalikuto, Kecamatan Grabag,

Kabupaten Magelang. Adapun batas-batas wilayah Dusun Samirono

dapat dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Batas-batas wilayah Dusun Samirono, Desa Krincing,

Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang

Batas Sebelah Utara Dusun Bangsren dan Jalan


Secang-Grabag
Batas Sebelah Timur Brangkal, Kecamatan Grabag,
Kabupaten Magelang
Batas Sebelah Barat Dusun Brangkal, Desa Kalikuto,
Kecamatan Grabag, Kabupaten
Magelang
Batas Sebelah Selatan Sawah dan Dusun Selurah

Dusun Samirono memiliki 3 RT yaitu 31, 32, dan 33. Adapun

untuk ketua RT 31 yaitu Bpk. Miftakhul Khoir, RT 32 yaitu Bpk.

Rusdiyanto, adapun untuk RT 33 tidak mempunyai ketua RT. Kegiatan

43
yang ada di Dusun Samirono antara lain yaitu PKK, Posyandu,

Yasinan dan berbagai macam arisan. Sebagian besar masyarakat

Dusun Samirono berprofesi sebagai buruh tani, ada juga petani,

pelajar, buruh pabrik, dan pegawai negeri.

Dusun Samirono memiliki satu pendidikan formal yaitu TK

Aisyiah Samirono yang terletak di seberang jalan Secang-Grabag.

Untuk RT 31 kebanyakan masyarakat lulusan SD, akan tetapi untuk

RT 32 dan RT 33 sudah didominasi oleh lulusan SMP dan SMA.

Pendidikan non formal (TPA) di Dusun Samirono ada dua yaitu di RT

31 dan RT 33. Akan tetapi murid-murid di TPA RT 31 dua kali lipat

lebih banyak dari pada RT 33.

2. Gambaran Informan

Pemilihan informan sebagai sumber data dalam penelitian ini

adalah berdasarkan subyek yang menguasai permasalahan, memiliki

data, dan bersedia memberikan informasi lengkap dan akurat.

Informan yang bertindak sebagai sumber data dan informasi harus

memenuhi syarat, yang akan menjadi informan narasumber (key

informan) dalam penelitian ini adalah remaja putus sekolah akibat

putus sekolah SD/MI, SMP/MTS dan SMA/MA mulai dari usia 13-21

tahun di Dusun Samirono, Desa Krincing, Kecamatan Secang,

Kabupaten Magelang.

Tabel 4.2 Karakteristik Informan Remaja Putus Sekolah Dusun

Samirono

44
No. Nama Usia Pendidikan Kegiatan Saat Jenis
Terakhir Ini Kelamin
1. IN 16 SMP Bekerja Prerempuan
tahun
2. YP 18 SD Menganggur Laki-laki
tahun
3. RS 18 SD Bekerja Laki-laki
tahun
4. AP 18 SD Bekerja Laki-laki
tahun
5. R 18 SD Bekerja Laki-laki
tahun
6. A 19 SD Bekerja Perempuan
tahun

a. IN (18 Tahun)

IN sekarang bekerja di toko kelontong di Kelurahan

Soropan, Kab. Temanggung. Ia berangkat bekerja mulai dari pukul

07.30 dan selesai pada pukul 04.00. Pekerjaan ibu IN yaitu swasta,

ibu IN bekerja di pabrik kayu lapis, sehingga ibu IN dapat bekerja

saat malam hari (shift malam). Saat ibu IN mendapat shift malam,

IN dapat beristirahat pada waktu malam hari. Akan tetapi saat ibu

IN mendapat shift pagi maka IN membantu pekerjaan rumah yaitu

mencuci di sore atau malam hari dan memasak pada pagi harinya.

IN merupakan putri pertama dan ia memiliki adik yang masih

sekolah. Menyadari bahwa ia merupakan anak sulung, ia

membantu meringankan beban ibunya dengan memasak untuk

keluarganya pada pagi hari. Melihat IN berangkat pada pukul

07.30 IN, saat melakukan pekerjaan rumah di pagi hari ia merasa

45
terburu-buru tetapi tetap ia lakukan demi membantu meringankan

beban ibunya.

Alasan IN putus sekolah dikarenakan oleh beberapa faktor

antara lain yaitu: (1) dari ibu menyarankan terserah, artinya ia

lanjut sekolah atau putus sekolah merupakan keputusan IN; (2) dari

ayah memang tidak memperbolehkan untuk lanjut sekolah; (3) dari

IN sendiri memang sudah tidak mempunyai niat atau keinginan

untuk melanjutkan sekolah. IN pernah di bujuk oleh salah satu

saudara dari orang tuanya untuk tetap melanjutkan sekolah dengan

dibiayai nya sekolah IN, akan tetapi IN tetap tidak mau

melanjutkan sekolahnya. Prestasi di sekolah IN tidak menjadi

alasan untuk putus sekolah karena saat di sekolah ia dapat

memenuhi nilai KKM.

b. YP (18 Tahun)

Pada tahun 2017 YP masih bekerja sebagai sales. Akan

tetapi saat ini menganggur. Kegiatan yang dilakukan sehari-hari

yaitu hanya bermain dengan teman-teman atau memancing. Alasan

YP putus sekolah yaitu malas. Kedua orang tua YP menginginkan

YP untuk tetap melanjutkan sekolah. Dan untuk masalah ekonomi

keluarga YP, mereka mampu untuk membiayai YP jika

melanjutkan sekolah. “SD ki emang es arep metu, pas arep ujian ki

pengen metu, neng tak teruske dikik tekan ujian juk ra sekolah

meneh” (Wawancara, Jum‟at, 04 Mei 2018). YP memang sudah

46
tidak menginginkan untuk sekolah, dapat dilihat dari wawancara di

atas saat hampir mendekati ujian YP sudah tidak ingin pergi untuk

sekolah. Akan tetapi ia melanjutkan sekolah sampai ujian selesai.

Dan setelah itu YP tidak menginginkan untuk bersekolah kembali.

c. RS (18 Tahun)

Kegiatan yang dilakukan saat ini yaitu bekerja, ia bekerja

menjadi kuli bangunan. Saat menjadi pekerja berat atau buruh

banguanan tidak setiap hari selalu bekerja. Ada kalanya ia akan di

rumah selama beberapa hari. Saat ini RS sedang tidak ada

pekerjaan dan ia menganggur di rumah.

Alasan RS putus sekolah yaitu bosan. Saat peneliti

menemui RS dan melakukan beberapa pembicaraan, RS

menjawabnya dengan suara sangat pelan dan ia juga sering

meminta pendapat ibunya hanya untuk bersedia menjadi informan,

“piye mak”? dan pertanyaan tersebut ia tanyakan berkali-kali. Dan

saat pelaksanaan wawancara ada dua pertanyaan yang tidak ia

jawab. Pertanyaan tersebut menyangkut pendapat sendiri tentang

sesuatu dan ia tidak mau menjawab (Observasi tanggal 04 Mei

2018, pukul 07.52 di rumah RS). Dari observasi tersebut daat

disimpulkan bahwa RS kurang memiliki kepercayaan diri.

Kurangnya kepercayaan diri dapat menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi remaja untuk putus sekolah

d. AP (18 Tahun)

47
Saat ini AP bekerja menjadi buruh di Karanngkitri, Desa

Krincing. Ia bekerja ikut saudaranya (adik dari ibu). AP berangkat

bekerja mulai pukul 08.00-04.00 setiap hari kecuali hari Jum‟at.

Ibu AP bekerja sebagai penjahit, ayahnya saat ini tidak bekerja

karena ayah AP pernah mengalami gagal ginjal dan komplikasi

dengan begitu sampai saat ini ayah AP sudah tidak bisa bekerja

berat. Saat di rumah ayah AP hanya membantu mlakukan

pekerjaan rumah.

Alasan AP putus sekolah yaitu malas sekolah. Orang tua

AP mengusahakan agar AP tetap belajar, hal ini dapat dilihat AP

yang pernah belajar di bangku MTS walaupun hanya satu setengah

tahun akan tetapi AP memutuskan untuk keluar. Setelah keluar dari

sekolah orang tua AP mengirim AP ke pondok pesantren, itupun

juga tidak berlangsung lama hanya satu setengah tahun. AP keluar

karena ayah AP tidak tega karena kehidupan pondok pesantren

yang keras.

e. R (18 Tahun)

Kegiatan yang dilakukan R saat ini yaitu bekerja, ia

bekerja sebagai buruh di Karanngkitri, Desa Krincing. R dan AP

bekerja dalam satu lokasi. Pekerjaan R pun sering berpindah-

pindah. Ia pernah membajak di sawah, pernah menjadi pembuat

perabot rumah tangga, sekarang ia menjadi pembuat batu bata. Ia

48
mendapat pekerjaan tersebut karena tetangga-tetangganya atau

dalam bahasa jawa “melu kerjo”.

Alasan R putus sekolah karena tidak mau berfikir. Ia

mengatakan “sekolah kok mikir”. (Wawancara tgl. 05 mei 2018

pukul 18.43 di rumah R). Orang tua R mendukung R untuk terus

bersekolah, akan tetapi R tahu bahwa keuangan orang tua R tidak

lah baik. Jadi, R memutuskan untuk tidak meneruskan

pendidikannya.

f. A (19 Tahun)

Kegiatan yang dilakukan A saat ini yaitu bekerja. Ia

bekerja di sebuah Home Industry di Dusun Samirono. A berangkat

bekerja mulai pukul 08.00-04.30 setiap hari. Apabila ia ingin

mendapat tambahan gaji ia bisa membawa pulang pekerjaannya.

Akibat pergaulan bebas yang dialami oleh A, ia sekarang sudah

mempunyai anak di usia 19 tahun. Dan hal tersebut sangat

berdampak pada anaknya, saat ini anak-anak seusianya sudah bisa

berjalan akan tetapi anak A belum dapat berjalan. A pun tidak

dapat mengasuh anaknya layaknya seorang ibu. Setiap hari anak

tersebut diasuh oleh neneknya atau kakak-kakak A.

Alasan A putus sekolah yaitu karena ekonomi keluarga.

Keluarga A bukanlah dari keluarga yang berada, ayah A sudah

tidak bisa bekerja lagi karena usia tua, ibu A hanya bekerja sebagai

buruh tani. Kakak-kakak A pun juga hanya bekerja sebagai buruh.

49
3. Hasil Penelitian

a. Persepsi Remaja Putus Sekolah Terhadap Ibadah

Pelaksanaan ibadah dalam penelitian ini hanya ibadah

shalat dan puasa. Makna dan hakikat ibadah adalah pengabdian.

Orang Islam adalah hamba dan Allah SWT adalah sesembahan

orang Islam. Setiap yang dilakukan oleh hamba dalam rangka

menaati sesembahannya adalah ibadah (Al-Maududi, 2006:161).

Dalam Islam ibadah lah yang memberikan latihan rohani yang di

perlukan seseorang. Semua ibadah yang ada dalam Islam yaitu

shalat, puasa, zakat dan haji, yang bertujuan membuat roh manusia

supaya tidak lupa pada Allah SWT, bahkan senantiasa dekat pada-

Nya (Nasution, 1985: 37).

Sedikit berbeda dengan pendapat para remaja putus

sekolah tentang ibadah, menurut IN makna ibadah yaitu

“Penting, harus dilakukan. Kanggo neng akhirat kaleh

niku to rukun (karena ibadah untuk bekal di akhirat, dan salah satu

rukun Islam)”. (wawancara tgl. 03 Mei 2018 pukul 19.41 di rumah

IN) lampiran hal. 4.

Dilanjutkan oleh AP yang mengatakan

“ Harus dilakukan. Karena takut dosa”. (Wawancara tgl.

04 Mei 2018 pukul 18.42 di rumah AP) lampiran hal. 12.

Dilanjutkan lagi oleh R

50
“Shalat iku wajib, nek ra ngalakoni yo dosa (shalat itu

wajib, jika tidak dilakukan akan mendapat dosa)”. (Wawancara tgl.

05 Mei 2018 pukul 18.43 di rumah R) lampiran hal. 14.

Dari beberapa pernyataan informan di atas dapat

disimpulkan bahwa pandangan remaja putus sekolah terhadap

ibadah yaitu harus dilakukan atau wajib karena ibadah menjadi

bekal di akhirat nanti, ibadah merupakan salah satu rukun Islam

yang harus dilaksanakan, dan jika tidak dilaksanakan akan

mendapat dosa.

Pernyataan informan di atas dapat dibuktikan dengan

pelaksanaan ibadah sehari-hari. Hal ini dapat dilihat dari

wawancara IN, AP, dan A, mengatakan bahwa mereka tetap

melaksanakan ibadah shalat.

“Nek gek kepepet ora shalat, neng tetep shalat (kalau

sedang kepepet tidak shalat, tapi tetap melaksanakan shalat)”.

(Wawancara tgl. 03 Mei 2018 pukul 19.41 di rumah IN) lampiran

hal. 5.

Dilanjutkan oleh AP yang mengatakan

“Enggeh shalat mbak (iya saya melaksanakan shalat

mbak)” (Wawancara tgl. 04 Mei 2018 pukul 18.42 di rumah AP)

lampiran hal. 12.

Dilanjutkan oleh A yang mengatakan

51
“Enggeh shalat tetap saya lakukan” (Wawancara tgl. 06

Mei 2018 pukul 07.29 di rumah A) lampiran hal. 16.

Adapun untuk informan R ia mengatakan

“Aku? Ya shalat. Neng ra ketung sedino peng pindo (saya?

ya shalat, walaupun satu hari shalat hanya dua kali)”. (Wawancara

tgl. 05 Mei 2018 pukul 18.43 di rumah R) lampiran hal. 14.

Akan tetapi RS mengatakan “Enggeh kadang (kadang

shalat)”. (Wawancara tgl. 04 Mei 2018 pukul 07.52 di rumah RS)

lampiran hal. 10.

Sedangkan untuk YP mengatakan “Ora (Tidak) sama

sekali”. (Wawancara tgl. 04 Mei 2018 pukul 07.30 di rumah YP)

lampiran hal. 7.

Dari beberapa penyataan di atas dapat disimpulkan bahwa

dari enam orang informan tiga diantaranya melakukan shalat secara

teratur, sedang dua diantaranya jarang melaksanakan shalat dan

satu orang tidak pernah melakukan shalat. Terdapat satu persamaan

dari keenam informan tersebut dalam hal shalat yaitu mereka

mengatakan bahwa mereka pernah melanggar atau meninggalkan

ibadah shalat dengan berbagai alasan antara lain yaitu sikap malas

pada diri remaja, bangun kesiangan, lupa waktu dan saat sedang

sakit.

Untuk pelaksanaan ibadah puasa keenam informan

tersebut mengatakan bahwa pada saat bulan Ramadhan mereka

52
melaksanakan ibadah puasa. Salah satu informan IN juga

melakukan puasa sunnah, tidak hanya puasa ramadhan.

“Nek pas ramadhan nek gek ra batal ya puasa, nek hari-


hari biasa nek ra lali sahur ya puasa (Selama bulan Ramadhan
kalau tidak berhalangan saya puasa dan saat hari-hari biasa kalau
tidak lupa sahur saya juga puasa sunnah)”. (Wawancara tgl. 03 Mei
2018 pukul 19.41 di rumah IN) lampiran hal. 5.

Akan tetapi keenam informan tersebut juga pernah

meninggalkan ibadah puasa pada saat bulan Ramadhan dengan

berbagai alasan antara lain sebagai berikut: bekerja, tidak sahur,

sakit, atau tidak sengaja meminum air.

b. Persepsi Remaja Putus Sekolah Terhadap Pelanggaran Ajaran

Agama

Meninggalkan shalat wajib termasuk sesuatu yang paling

munkar, dosa yang paling besar, dan perbuatan haram yang paling

buruk di sisi Allah SWT. Sangat dianjurkan untuk menjaga shalat

dan dilarang untuk mengabaikan atau meninggalkannya, wajib

mengajak keluarga, anak-anak, dan orang-orang sekitar untuk

mendirikan shalat. Apabila seseorang tidak dapat melakukan

shalat, maka ia termasuk dalam golongan orang yang meremehkan

hak-hak Allah SWT dan agamanya, sehingga ia akan mendapat

azab dan murka Allah SWT (Abdullah, 1996: 176). Hal ini sama

seperti yang diungkapkan oleh AP mengenai pelanggaran ajaran

agama dalam hal shalat yaitu

53
“Menurut saya itu dosa”. (Wawancara tgl. 04 Mei 2018

pukul 18.42 di rumah AP) lsmpiran hal. 13.

Dilanjutkan oleh R yang menyatakan

“ Menurut saya dosa” (Wawancara tgl. 05 Mei 2018 pukul

18.43 di rumah R) lampiran hal. 15.

Sedikit berbeda dengan yang diungkapkan oleh A yaitu

“Enggeh harus mengingatkan to (harus mengingatkan

orang yang meninggalkan shalat saat kita mengetahuinya)”.

(Wawancara tgl. 06 Mei 2018 pukul 07.29 di rumah A) lampiran

hal. 17.

Akan tetapi YP mengatakan

“Ya piye wong podo wae aku yo nglanggar kok, mosok


kon nyeneni. tapi ya kurang apik (ya bagaimana, ya sama saja saya
juga melanggar, apakah harus dimarahi, tapi memang kurang
bagus)”. (Wawancara tgl. 04 Mei 2018 pukul 07.30 di rumah YP)
lampiran hal. 8.

Adapun hasil penelitian tentang persepsi remaja putus

sekolah terhadap pelanggaran ajaran agama dalam hal puasa

merupakan dosa atau dianggap tidak baik. Hal ini sesuai dengan

yang dinyatakan oleh YP

“Yo podo mbak koyo mau kurang apik (ya sama mbak

kurang bagus)”. (Wawancara tgl. 04 Mei 2018 pukul 07.30 di

rumah YP) lampiran hal. 8.

Dilanjutkan oleh AP dan R yang mengatakan

54
“Enggeh sami niku dosa (ya sama itu termasuk dosa)”.

(Wawancara tgl. 04 Mei 2018 pukul 18.42 di rumah AP dan

Wawancara tgl. 05 Mei 2018 pukul 18.43 di rumah R) lampiran

hal. 13 dan 15.

Sedikit berbeda dengan yang diungkapkan oleh A

“Sama, harus mengingatkan saat mengetahui ada orang

yang meninggalkan puasa”. (Wawancara tgl. 06 Mei 2018 pukul

07. 29 di rumah A) lampiran hal. 17.

Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa

persepsi remaja putus sekolah terhadap pelanggaran ajaran agama

baik shalat maupun puasa yaitu hukumnya dosa dan apabila

mengetahui seseorang yang meninggalkan shalat maka harus saling

mengingatkan. Akan tetapi para informan juga mengatakan bahwa

mereka pernah meninggalkan ibadah baik shalat maupun puasa.

Ada juga yang mengatakan bahwa mereka jarang dan bahkan tidak

pernah melaksanakan ajaran agama yaitu ibadah shalat. Persepsi

remaja putus sekolah dengan yang apa yang dilaksanakan sehari-

hari sangat berbeda.

c. Faktor-Faktor Pelanggaran Ajaran Agama Pada Remaja Putus

Sekolah

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan remaja putus

sekolah meninggalkan ajaran agama antara lain yaitu dari dalam

diri sendiri, faktor keluarga, dan faktor lingkungan. Faktor-faktor

55
tersebut dibagi menjadi dua yaitu faktor pendukung dan faktor

penghambat yang dapat menjadikan remaja putus sekolah

meninggalkan ajaran agama.

1) Faktor Pendukung

Faktor pendukung dalam pelaksanaan ajaran agama

baik shalat maupun puasa antara lain yaitu lingkungan keluarga

dan faktor internal (diri sendiri). Keenam informan tersebut

mengaku bahwa orang tua selalu mengingatkan dalam

pelasanaan ajaran agama. Akan tetapi untuk informan YP,

walaupun orang tua selalu mengingatkan ia tidak pernah

mendengarkan “Iya, selalu tapi ra tau tak rungokke

(Orang tua juga selalu mengingatkan, tapi tidak

mendengarkan)”. (Wawancara tgl. 04 Mei 2018 pukul 07.30 di

rumah YP) lampiran hal. 9.

Faktor pendukung lain yang membuat remaja putus

sekolah melaksanakan ajaran agama ialah kesadaran dalam diri

sendiri akan pentingnya ibadah. Seperti yang dituturkan oleh

IN

“Yo rukun kui mbak, harus nek menurutku mbak neng


nomor dua (Saya mengamalkan ibadah karena rukun Islam,
dalam mengamalkan ibadah itu menurut saya harus, tetapi
nomor dua)”. (Wawancara tgl. 03 Mei 2018 pukul 19.41 di
rumah IN) lampiran hal. 6.

Sedikit berbeda dengan apa yang dikatakan oleh YP

dan A

56
“Pengen mawon, pengen ngilangi nganu to ngilangi

dosa (ya ingin saja, ingin menghilangkan dosa)”. (Wawancara

tgl. 06 Mei 2018 pukul 07. 29 di rumah A) lampiran hal. 17.

“Nek puasa kadang neng nek gek pengen wae, karo

ngelongi dosa (kalau puasa terkadang kalau ingin saja, sama

menghilangkan dosa)”. (Wawancara tgl. 04 Mei 2018 pukul

07.30 di rumah YP) lampiran hal. 8.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa

mereka melaksanakan ajaran agama karena kesadaran diri akan

pentingnya ibadah baik shalat maupun puasa. Kesadaran diri

mereka dapat dilihat bahwa mereka melaksanakan ibadah

karean ibadah shalat dan puasa merupakan rukun Islam dan

mereka melaksanakan ajaran agama karena untuk ingin

mengurangi dosa-dosa mereka.

2) Faktor Penghambat

Faktor penghambat dalam pelaksanaan ajaran agama

yang baik shalat maupun puasa yaitu faktor internal (diri

sendiri) dan lingkungan. Hal ini seperti yang dikatakan oleh

sebagian besar informan yang mengatakan bahwa alasan

meraka tidak melaksanakan ajaran agama yaitu karena malas.

Seperti yang dipaparkan oleh YP

57
“Turu, ya aku dewe yo males (ketiduran, saya sendiri

juga malas)”. (Wawancara tgl. 04 Mei 2018 pukul 07.30 di

rumah YP) lampiran hal. 8.

AP juga mengatakan

“Ngeh niku lupa waktu karo males, malese lek penting

(iya seperti tadi lupa waktu sama males, tapi lebih ke

malasnya)”. (Wawancara tgl. 04 Mei 2018 pukul 18.42 di

rumah AP) lampiran hal. 13.

Sedikit berbeda dengan RS

“Mboten bangun, pas dolan, nek puasa pas kerjo niko

(Belum bangun dan jalan sama teman. Tidak puasa karena

kerja)”. (Wawancara tgl. 04 Mei 2018 pukul 07.52 di rumah

RS) lampiran hal. 11.

Dari beberapa pernyataan diatas dapat disimpulkan

bahwa faktor internal yang menghambat pelaksanaan ajaran

agama pada remaja putus sekolah karena adanya sifat malas

yang tertanam pada diri mereka.

Sedangkan faktor penghambat lainnya yang

menganggu pelaksanaan ajaran agama yaitu lingkungan

masyarakat. Lingkungan masyarakat di sini hanya sebatas

teman sebaya di sekitar rumah. Seperti pernyataan oleh YP

58
“Kalau main dengan teman-teman juga tidak pernah

sholat”. (Wawancara tgl. 04 Mei 2018 pukul 07.30 di rumah

YP) lampiran hal. 9.

Seperti dalam yang dinyatakan oleh RS dalam

(Wawancara tgl. 04 Mei 2018 pukul 07.52 di rumah RS), ia

mengatakan bahwa bermain dengan teman-teman tidak

mendukung dalam mengamalkan ibadah.

AP juga menyatakan

“Kalau sama teman-teman jarang melakukan shalat”.

(Wawancara tgl. 04 Mei 2018 pukul 18.42 di rumah AP)

lampiran hal. 13.

A juga mengatakan bahwa

“Shalat e mboten...( kalau shalat tidak,...)”.

(Wawancara tgl. 06 Mei 2018 pukul 07. 29 di rumah A)

lampiran hal 17.

Dari beberapa penyataan di atas dapat disimpulkan

bahwa lingkungan masyarakat khususnya remaja di Dusun

Samirono tidak mendukung pelaksanaan ajaran agama dalam

hal shalat.

B. Analisis Data

1. Persepsi Remaja Putus Sekolah Terhadap Ibadah

Dalam rangka manusia menaati sesembahan-Nya atau Allah

SWT, maka dibuatlah ritual agama. Dalam Islam ritual-ritual agama

59
yaitu ibadah. Ibadah-ibadah dapat dikategorikan ke dalam berbagai

macam. Akan tetapi ibadah di sini hanya membahas rukun Islam

antara lain ibadah shalat dan puasa. Ibadah-ibadah tersebut hukumnya

wajib untuk dilaksanakan. Bahkan untuk kaum intelektual ibadah-

ibadah tersebut sudah menjadi suatu kebutuhan dalam diri seseorang.

Setiap orang memiliki persepsi berbeda-beda terhadap makna

ibadah. Dalam penelitian ini peneliti hanya meneliti persepsi remaja

putus sekolah. Menurut para remaja khususnya remaja putus sekolah,

mereka menganggap bahwa ibadah adalah rukun Islam yang harus

dilakukan atau wajib. Jika tidak dilaksanakan maka akan mendapat

dosa. Ibadah juga menjadi bekal untuk di akhirat nanti. Melihat remaja

hanya mengatakan bekal hanya untuk di akhirat, dapat disimpulkan

bahwa remaja belum mengetahui bahwa pelaksanaan ibadah juga

penting untuk kehidupan di dunia. Dengan melaksanakan ibadah baik

shalat maupun puasa manusia dapat menjadi lebih dekat dengan Allah

SWT.

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak

menuju masa kedewasaan. Dalam masa itu remaja dalam masa

kegoncangan. Masa remaja juga sangat membutuhkan pemahaman dan

pendalaman akan agama. Dalam sebuah penelitian remaja yang

bersekolah menganggap bahwa shalat dapat mendorong mereka

meredakan kesusahan yang mereka derita. Karena masa remaja

merupakan masa untuk pencarian jati diri, ia akan mudah terpengaruh.

60
Jika ia tidak memiliki pemahaman dan pendalaman akan agama maka

dikhawatirkan ia akan memilih pergaulan yang salah.

Remaja yang melanjutkan jenjang pendidikan formal atau

sekolah mereka dapat menambah ilmu pengetahuan tentang agama.

Pendidikan formal saat ini juga menanamkan sikap kedisiplinan dalam

beribadah contohnya diadakannya shalat berjamaah. Dengan demikian

diharapkan siswa dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari

baik di sekolah maupu di rumah. Berbeda dengan remaja yang putus

sekolah, dalam kasus Dusun Samirono, Desa Krincing, Kecamatan

Secang, Kabupaten Magelang remaja putus sekolah jarang

mengunjungi masjid atau mushola. Dalam wawancara memang para

informan mengatakan bahwa mereka tetap melaksanakan ibadah baik

shalat maupun puasa. Walaupun ada persamaan dari mereka yaitu

mereka mengaku bahwa mereka mengakui pernah meninggalkan

ibadah-ibadah tersebut. Remaja yang putus sekolah berhak mendapat

ilmu pengetahuan tentang agama, ia dapat belajar mengaji pada

pemuka agama atau ia dapat mengikuti kegiatan-kegiatan di

masyarakat seperti pengajian. Pada tanggal 01 Mei 2018 Dusun

Samirono mengadakan pengajian dalam rangka akhirussanah TPQ,

akan tetapi peneliti tidak melihat satupun remaja putus sekolah yang

menghadiri kegiatan pengajian tersebut. Remaja putus sekolah tersebut

juga sudah berhenti belajar agama pada pemuka agama. Jadi, dapat

61
disimpulkan bahwa remaja putus sekolah tersebut sudah tidak

memiliki keinginan untuk manambah wawasan ilmu agama.

Dalam paparan data di atas remaja putus sekolah mengatakan

bahwa ibadah adalah suatu kegiatan yang wajib dilaksanakan dan akan

mendapat dosa jika meninggalkannya, akan tetapi realita dalam

kehidupan sehari-hari jarang atau bahkan tidak pernah melaksanakan

ibadah tersebut. Akan tetapi perlu digaris bawahi bahwa tidak semua

remaja putus sekolah di Dusun Samirono meninggalkan atau

malanggar ajaran agama baik shalat maupun puasa.

2. Persepsi Remaja Putus Sekolah Terhadap Pelanggaran Ajaran

Agama

Dasar pengetahuan yang dimiliki seseorang serta tingkat

pendidikan yang dimilikinya akan membawa pengaruh sikapnya

terhadap pelanggaran ajaran agama. Remaja yang terpelajar selalu

mengedepankan rasionya dalam menanggapi sesuatu, akan menjadi

lebih kritis terhadap ajaran agamanya, terutama ajaran yang bersifat

dogmatis. Apalagi jika mereka memiliki kemampuan untuk

menafsirkan ajaran agama yang dianutnya itu secara lebih rasional

(Rahmah, 2013: 133).

Dari paparan data di atas dapat dianalisis bahwa remaja putus

sekolah mempresepsikan pelanggaran ajaran agama adalah sesuatu

yang dianggap tidak baik. Mereka menganggap melanggar atau

meninggalkan ajaran agama atau ibadah baik shalat maupun puasa

62
merupakan dosa. Sebagian lain mengatakan bahwa setelah

meninggalkan atau melanggar ajaran agama dapat membuat mereka

merasa menyesal. Seperti yang dipaparkan di atas melihat realita

kehidupan sehari-hari mereka. Sebagian dari remaja putus sekolah

mengaku bahwa mereka jarang dan bahkan tidak pernah melaksanakan

ibadah. Remaja tersebut juga mengatakan bahwa hal yang ia lakukan

tersebut tidaklah baik.

Perkembangan agama pada masa remaja dapat terpengaruh

oleh berbagai macam-macam faktor, baik yang datang dari luar

maupun yang timbul dalam dirinya sendiri. Dasar-dasar kepercayaan

dan pokok ajaran agama seharusnya bertumbuh bersama dengan

pertumbuhan mental sejak ia kecil. Maka apa yang diterimanya waktu

kecil dari orang tua dan gurunya, itulah nanti yang akan berkembang di

masa remaja dan dewasanya. Pokok-pokok keyakinan dan ajaran

agama yang tertanam sejak kecil itu akan berkembang subur apabila

pendapat atau keyakinan orang tua dan gurunya sejalan dan dalam

kehidupan masyarakat ia tidak mendapat kritikan-kritikan tentang

kepercayaannya itu (Daradjat, 1975: 78).

Pengetahuan dan pendalaman yang dimiliki seseorang serta

tingkat pendidikan yang dimilikinya akan membawa pengaruh

terhadap ajaran agama. Remaja yang putus sekolah sekolah khususnya

putus sekolah SD memahami agama hanya sebatas pengertian tentang

keyakinan agama. Mereka tidak mendapatkan penambahan dan

63
pendalaman ilmu agama sehingga mereka dapat dengan ringannya

meninggalkan ajaran agama tersebut. Para remaja putus sekolah ini

juga sudah tidak memiliki keinginan untuk menambah atau mendalami

ilmu agama, terbukti bahwa mereka sudah tidak mendatangi pemuka

agama atau mendatangi pengajian-pengajian yang diselenggarakan di

desa. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab remaja putus

sekolah dengan begitu mudahnya meninggalkan ajaran agama baik

shalat maupun puasa. Berbeda dengan remaja yang masih melanjutkan

jenjang pendidikannya, saat di sekolah dapat meningkatkan ilmu

agamanya. Remaja yang terpelajar akan menjadi lebih kritis, termasuk

agama yang dianutnya, kemudian ia dapat menggali lebih dalam

keingintahuannya terhadap permasalahan yang belum ia ketahui saat

berada di sekolah.

Seperti paparan data di atas salah satu penyebab yang

menyebabkan remaja putus sekolah meninggalkan ajaran agama baik

ibadah shalat maupun puasa yaitu rasa malas yang terdapat dalam diri

remaja. Dari paparan data di atas hampir semua informan menjadikan

rasa malas sebagai alasan untuk meninggalkan ajaran agama. Berbagai

alasan yang diberikan informan penyebab mereka meninggalkan

ibadah baik shalat maupun puasa. Tidur kesiangan, lupa waktu, bahkan

tidak sempat. Saat puasa lupa sahur, bahkan tidak sengaja meminum

air saat berwudhu. Alasan-alasan tersebut sebenarnya berasal dari rasa

malas yang sudah tertanam pada diri remaja. Dalam Islam sebenarnya

64
memberikan keringanan bagi orang yang memiliki halangan atau

sedang dalam kesusahan dalam pelakasanaan ajaran agama.

Seperti paparan di atas orang tua hanya sebatas mengingatkan

anak-anaknya untuk melaksanakan ibadah. Lingkungan keluarga dapat

menjadi faktor pendukung dan dapat juga menjadi faktor penghambat

bagi remaja dalam pelaksanaan ajaran agama. Jika orang tua hanya

mengingatkan, untuk remaja yang patuh terhadap orang tua ia dapat

melaksanakan ibadah walaupun orang tua yang mengingatkan bukan

atas kesadaran diri sendiri. Akan tetapi jika seorang remaja yang tidak

patuh terhadap orang tua kecil kemungkinan ia akan melaksanakan

ibadah walaupun orang tua sudah mengingatkannya. Remaja putus

sekolah di Dusun Samirono ini kebanyakan memiliki orang tua yang

kurang memberikan bekal keagamaan terhadap anak-anaknya.

Terbukti dengan ringannya para remaja meninggalkan ajaran agama.

Jika orang tua ingin membekali anak-anaknya dengan ilmu agama,

maka orang tua dapat memberikan ilmu agama baik melalui pemuka

agama di Desa ataupun mengirim anaknya ke pondok pesantren.

Semua orang tua sebenarnya ingin yang terbaik untuk anak-anaknya

walaupun dengan cara yang berbeda. Begitu pun dengan keagamaan

yang dimiliki oleh para remaja, orang tua ingin anak-anaknya selamat

baik di dunia maupun di akhirat nanti.

Pada usia remaja, pengaruh lingkungan masyarakat kadang-

kadang lebih besar daripada pengaruh keluarga sebab remaja sedang

65
mengembangkan kepribadiannya, yang sangat memerlukan pengakuan

lingkungan teman-teman dan masyarakat pada umumnya. Terutama

masa remaja akhir (17-21 tahun), sangat memperhatikan masyarakat,

maka persoalan masyarakat atau nasib orang banyak seringkali

menjadi pusat perhatian mereka (Darajdat, 1995: 144).

Sebenarnya lingkungan masyarakat di Dusun Samirono

termasuk salah satu lingkungan yang cukup baik bagi pertumbuhan

dan perkembangan anak dan jika saat mulai remaja ia selalu dalam

pengawasan orang tua. Akan tetapi untuk remaja yang putus sekolah

lebih memilih untuk bergaul dengan teman-teman yang sama

dengannya atau sama-sama putus sekolah terkadang mereka lebih

memilih untuk bergaul dengan orang dewasa yang memiliki moral dan

perilaku yang kurang baik di masyarakat. Hal ini juga menjadi salah

satu penyebab remaja putus sekolah dengan begitu mudahnya

meninggalkan ajaran agama.

Akan tetapi remaja putus sekolah juga mempunyai motivasi

yang membuat mereka melaksanakan ibadah baik shalat maupun puasa

yaitu kesadaran diri. Seperti yang dipaparkan di atas para informan

tersebut mengatakan bahwa mereka mengamalkan ajaran agama

karena takut dosa atau sebagai salah satu alternatif untuk

menghilangkan sebagian dosa. Akan tetapi ada juga yang mengatakan

bahwa melaksanakan ajaran agama apabila hanya ingin saja. Menurut

Daradjat (1995: 15), sebenarnya perasaan remaja terhadap Tuhan tidak

66
tetap, terkadang sangat cinta dan percaya kepada-Nya, tetapi terkadang

berubah menjadi acuh tak acuh atau menentang.

3. Faktor-Faktor Pelanggaran Ajaran Agama pada Remaja Putus

Sekolah

Pelanggaran ajaran agama pada remaja putus sekolah baik

berupa ibadah shalat maupun puasa di Dusun Samirono, Desa

Krincing, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, disebabkan oleh

beberapa faktor antara lain sebagai berikut:

a. Faktor Internal

Faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu dapat

dilihat dari berbagai kondisi antara lain yaitu; Pertama, kurangnya

pemahaman dan pendalaman dalam ilmu agama. Kurangnya

pemahaman dan pendalaman remaja terhadap agama dapat

menjadikan mereka meninggalkan ajaran agama. Kedua, rasa

malas yang tertanam dalam diri individu. Rasa malas yang

tertanam dalam diri remaja putus sekolah dijadikan alasan untuk

meninggalkan ibadah baik shalat maupun puasa.

b. Faktor Eksternal

Faktor yang terdapat dari luar individu dapat diakibatkan

oleh beberapa kondisi antara lain yaitu; Pertama, keluarga.

Keluarga yang kurang dalam memberikan bimbingan keagamaan

bagi anak-anak mereka dapat menyebabkan remaja menjadi mudah

dalam meninggalkan ajaran agama. Akan tetapi berbeda dengan

67
remaja yang memiliki keluarga yang dapat memberikan

pengalaman beragama pada anaknya sejak kecil, saat remaja nanti

ia dapat menerima agamanya dan dapat mengamalkan ibadah

dengan taat. Kedua, lingkungan masayarakat. Kondisi lingkungan

masyarakat yang buruk dapat menjadi pengaruh bagi remaja dalam

pengamalan ibadahnya.

Faktor yang sangat menentukan dalam pelaksanaan ajaran

agama yaitu diri sendiri. Menurut Aibak (2015: 80), pada dasarnya

ibadah shalat dan puasa merupakan ibadah yang sifatnya individual,

jasmaniyah-rohaniyah. Dalam arti bahwa orang yang melaksanakan

shalat atau puasa dan yang tahu bahwa dia melaksanakan shalat dan

puasa hanya dirinya dan Allah SWT yang tahu. Karena orang yang

meninggalkan ibadah-ibadah tersebut akan berurusan langsung dengan

Allah SWT, manusia hanya mengingatkan bahwa kita tidak boleh

melupakan Allah SWT.

4. Upaya dalam Mengatasi Remaja Putus Sekolah yang

Meninggalkan Ajaran Agama dan Relevansi Pelanggaran Ajaran

Agama dengan Pendidikan

a. Upaya dalam Mengatasi Remaja Putus Sekolah yang

Meninggalkan Ajaran Agama

Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam

mengatasi remaja putus sekolah yang meninggalkan ajaran agama

dilakukan oleh semua anggota masyarakat, mulai dari orang tua

68
remaja itu sendiri, masyarakat umum, tokoh masyarakat, maupun

pemerintah.

1) Orang Tua

Keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama

dan utama dalam pembinaan generasi muda. Pembinaan

kepribadian dimulai sejak dalam kandungan, kemudian

pengalaman dan pendidikan yang diterima anak dari orang tua

dalam keluarga, baik pendidikan yang dilakukan dengan

sengaja maupun yang tidak disengaja. Jika kedua orang tuanya

baik, rukun dan menyayanginya, maka ia akan mendapatkan

unsur-unsur positif dalam kepribadiannya. Dan apabila orang

tuanya beragama dan taat melaksanakan agama dalam

kehidupannya sehari-hari, maka anak akan mendapat

pengalaman keagamaan yang menjadi unsur dalam

kepribadiannya (Daradjat, 1995: 140).

Akan tetapi jika orang tuanya kurang memberikan

bimbingan beragama bagi anak maka anak tersebut akan jauh

dari agamanya sehingga mereka dapat dengan mudah

meninggalkan ajaran agama. Sebagai orang tua harus

memberikan contoh dan latihan dengan sadar dan bijaksana

bagi anaknya dalam pembinaan keagamaan bagi anak. Karena

saat anak mendapat pembinaan agama dari keluarga dengan

baik sejak kecil, maka remaja nanti ia akan terbiasa dengan

69
pelaksanaan ajaran agama. Remaja tersebut juga akan terbiasa

hidup yang sesuai dengan nilai-nilai akhlak yang diajarkan

agama. Apabila remaja sudah terlanjur dengan mudahnya

meninggalkan ajaran agama maka orang tua harus lebih tegas

terhadap anaknya. Dan orang tua harus dapat mengubah sikap

mereka agar anak dapat mencontoh kebiasaan baik dari orang

tua mereka.

2) Masyarakat Umum

Masyarakat di Dusun Samirono ada sebagian yang

memberikan contoh yang baik bagi remaja dan ada juga yang

memberikan contoh yang buruk bagi remaja. Sebagian remaja

yang putus sekolah di Dusun Samirono berasal dari keluarga

yang kurang membina, dan para remaja tersebut terkadang

selalu berkumpul dengan masyarakat yang kurang memberikan

contoh buruk bagi mereka.

Upaya yang dapat dilakukan anggota masyarakat

yaitu remaja-remaja desa atau Karang Taruna mengajak remaja

yang putus sekolah untuk mengikuti atau aktif dalam setiap

kegiatan remaja di masyarakat. Karena semua kegiatan remaja

di masyarakat biasanya kegiatan-kegiatan yang positif. Dengan

begitu remaja putus sekolah yang sebelumnya mengikuti

masyarakat yang membawa pengaruh buruk akan beralih

dengan mengikuti kegiatan-kegiatan yang positif.

70
Pemahaman dan kurangnya pemahaman agama bagi

remaja juga merupakan salah satu penyebab remaja putus

sekolah meninggalkan ajaran agama. Masyarakat yang

berpendidikan dapat memberikan sedikit ilmunya bagi remaja

yang putus sekolah dalam hal ilmu agama. Kegiatan tersebut

dapat diselenggarakan oleh karang taruna atau remaja-remaja di

desa, contohnya seperti kajian-kajian non formal atau diskusi-

diskusi antar remaja yang membahas tentang pendidikan atau

keagamaan. Sehingga remaja putus sekolah dapat menambah

ilmu agamanya dan diharapkan untuk dapat memperbaiki diri

menuju hal-hal yang positif dan tidak lagi meninggalkan ajaran

agama dengan mudahnya.

Kegiatan di masyarakat seperti pengajian atau kajian

keagamaan hendaknya lebih ditingkatkan. Seperti paparan data

di atas remaja putus sekolah hampir tidak pernah menghadiri

kegiatan-kegiatan keagamaan. Apabila kegiatan-kegiatan

tersebut diadakan maka orang tua, remaja-remaja di desa, dan

masyarakat lain mengajak remaja yang putus sekolah tersebut

untuk mengikuti kegiatan keagamaan tersebut. Dengan begitu

semua anggota masyarakat berkontribusi dalam perbaikan dan

pembinaan remaja putus sekolah yang melanggar ajaran agama.

Bagi masyarakat yang mempunyai usaha dapat

memberikan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan remaja

71
putus sekolah tersebut. Karena dengan melakukan pekerjaan

remaja dapat lebih fokus dalam pekerjaannya dan dapat

menghindari remaja agar tidak menganggur. Dan diharapkan

remaja dapat mengembangkan keterampilan mereka, sehingga

saat dewasa nanti ia mempunyai usahanya sendiri.

3) Tokoh Masyarakat

Tokoh masyarakat dapat dibedakan menjadi dua yaitu

tokoh masyarakat formal dan tokoh masyarakat nonformal.

Tokoh masyarakat formal antara lain yaitu ketua RT, ketua

RW, kepala desa, dan sebagainya. Adapaun untuk tokoh

masyarakat non formal antara lain yaitu pemuka agama dan

tokoh-tokoh agama lainnya.

Upaya yang dapat dilakukan oleh tokoh masyarakat

yaitu hendaknya menyadari bahwa remaja putus sekolah

tersebut membutuhkan perbaikan dan pembinaan keagamaan.

Dengan menunjukkan perhatian kepada mereka bahwa

mengerti apa yang sedang dialaminya. Perhatian itu

ditunjukkan dengan kata-kata dan tindakan. Apabila hanya

perkataan saja maka remaja tidak akan mempercayainya.

Tindakan yang dilakukan dengan mengetahui sebab atau latar

belakang mengapa remaja tersebut meninggalkan agama. Saat

menyikapi hal tersebut jangan menggunakan kata-kata yang

kasar atau bentakan. Akan tetapi dengan menggunakan kata

72
yang halus atau dari hati ke hati dan dengan memberikan

pengarahan dan bimbingan jiwa, mental dan agama. Jika

penyebab remaja meninggalkan ajaran agama tersebut

dikarenakan ia mengikuti masyarakat yang kurang memberikan

contoh yang buruk bagi mereka maka nasihatlah orang yang

mengajak remaja tersebut agar janganlah mengajak remaja

berbuat hal yang dianggap tidak pantas dan memintanya untuk

berhenti melakukan hal tersebut.

4) Pemerintah

Remaja yang putus sekolah dan disebabkan oleh

kurangnya ekonomi upaya yang dapat dilakukan pemerintah

yaitu dengan memperbanyak beasiswa-beasiswa bagi anak-

anak yang kurang mampu sehingga mereka tidak akan berhenti

untuk putus sekolah. Dengan begitu pengetahuan mereka

tentang pendidikan maupun agama tidak hanya sebatas

penegertian saja. Seperti yang dipaparkan di atas salah satu

penyebab remaja meninggalkan ajaran agama dikarenakan

kurangnya pemahaman dan pendalaman tentang agama. Dan

diharapkan dengan lanjutnya remaja ke sekolah dapat

mengurangi kebiasaan remaja meninggalakan ajaran agama.

Adanya keseriusan pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan-

kebijakan seperti beasiswa maka dapat meningkatkan

73
pendidikan di Indonesia, karena mengurangi jumlah anak yang

putus sekolah di Indonesia.

b. Relevansi Pelanggaran Ajaran Agama pada Remaja Putus Sekolah

dengan Pendidikan

Menurut Zakiyah Daradjat dalam Syafaat, pendidikan

agama hendaknya dapat mewarnai kepribadian remaja, sehingga

agama itu benar-benar menjadi bagian dari pribadinya yang akan

menjadi pengendali dalam kehidupannya di kemudian hari. Untuk

pembinaan pribadi itu, pendidikan agama hendaknya diberikan

oleh seseorang yang benar-benar mencerminkan agama dalam

sikap, tingkah laku, gerak-gerik, cara berpakaian, berbicara,

menghadapi persoalan, dan keseluruhan pribadinya, pendidikan

dan pembinaan agama akan sukses apabila ajaran agama itu hidup

dan tercermin dalam pribadi remaja (Syafaat, 2008: 172).

Keluarga merupakan pendidikan pertama dan utama bagi

anak. Orang tua harus mengoptimalkan segala aspek

perkembangan anak, orang tua juga harus mengarahkan pendidikan

dalam lingkungan keluarga ke arah keteladanan yang positif.

Pendidikan yang berbasis keteladanan dalam keluarga sangat

menentukan kepribadian anak pada masa remaja yang akan datang.

Apabila banyak pengalaman dan keteladanan yang positif

diberikan orang tua kepada anak-anaknya, maka masa remaja yang

akan datang nanti ia akan menjadi pribadi dengan kepribadian yang

74
positif. Akan tetapi apabila lingkungan keluarga kurang dalam

memberikan keteladanan atau bahkan memberikan contoh yang

buruk bagi anaknya sejak kecil, maka kelak kepribadian remaja

yang akan datang adalah kepribadian yang negatif.

Sama halnya dengan pendidikan agama Islam, pendidikan

agama yang pertama dimulai dari lingkungan keluarga. Apabila

orang tua memberikan bimbingan beragama pada anak sejak kecil,

maka remaja nanti ia akan terbiasa dengan pelaksanaan ajaran

agama karena ia banyak memiliki pengalaman keagamaan yang

sudah ditanam sejak kecil. Selain penciptaan suasana keagamaan

dalam keluarga, perhatian dan komunikasi orang tua sangat

dibutukan oleh remaja. Perhatian dan komunikasi dalam keluarga,

selain dapat menumbuhkan kesepahaman dan kasih sayang, juga

sangat menunjang keberhasilan kerja sama antara orang tua dengan

anak dalam kebaikan dan kebenaran.

Putus sekolah juga menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi remaja meninggalkan ajaran agama, dikarenakan ia

hanya memiliki pengetahuan tentang keagamaan hanya sebatas

pengetahuan saja. Lingkungan sekolah menjadi salah satu faktor

penyebab siswa putus sekolah, akan tetapi sekolah dapat menjadi

salah satu solusi dalam mengurangi siswa putus sekolah. Dengan

adanya motivasi-motivasi yang diberikan guru selama

pembelajaran, diselenggarakannya penyuluhan-penyuluhan di

75
sekolah tentang pentingnya pendidikan, atau dengan memberikan

bantuan operasional siswa pada siswa yang kurang mampu.

Sokolah juga dapat menamkan sikap kedisiplinan pada siswa

dalam mengamalkan ajaran agama khususnya ibadah shalat dan

puasa. Beberapa sekolah sudah menerapkan shalat jama‟ah dhuhur

pada siswa-siswanya, shalat dhuha, dan berbagai kajian keislaman

lainnya. Diterapkannya kegiatan-kegiatan tersebut supaya siswa

dapat istiqomah dalam pelaksanaan ajaran agama dan menjadi

remaja yang berkepribadian sesuai dengan agama.

76
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil kajian serta pemahaman yang mengacu pada

rumusan masalah yang telah ditetapkan serta berdasarkan analisis data

yang diuraikan secara deskriptif pada BAB IV, maka dapat ditarik

kesimpulan, antara lain sebagai berikut:

1. Persepsi Remaja Putus Sekolah Terhadap Ibadah

Setiap orang memiliki persepsi berbeda-beda terhadap makna

ibadah. Dalam penelitian ini peneliti hanya meneliti persepsi remaja

putus sekolah. Menurut para remaja khususnya remaja putus sekolah,

mereka menganggap bahwa ibadah adalah rukun Islam yang harus

dilakukan atau wajib. Jika tidak dilaksanakan maka akan mendapat

dosa. Ibadah juga menjadi bekal untuk di akhirat nanti. Akan tetapi

realita dalam kehidupan sehari-hari jarang atau bahkan tidak pernah

melaksanakan ibadah tersebut. Akan tetapi perlu digaris bawahi bahwa

tidak semua remaja putus sekolah di Dusun Samirono meninggalkan

atau malanggar ajaran agama baik shalat maupun puasa.

2. Persepsi Remaja Putus Sekolah Terhadap Pelanggaran Ajaran Agama

Remaja putus sekolah mempresepsikan pelanggaran ajaran

agama adalah sesuatu yang dianggap tidak baik. Mereka menganggap

melanggar atau meninggalkan ajaran agama atau ibadah baik shalat

maupun puasa merupakan dosa. Sebagian lain mengatakan bahwa

77
setelah meninggalkan atau melanggar ajaran agama dapat membuat

mereka merasa menyesal. Seperti yang dipaparkan di atas melihat

realita kehidupan sehari-hari mereka. Sebagian dari remaja putus

sekolah mengaku bahwa mereka jarang dan bahkan tidak pernah

melaksanakan ibadah. Remaja tersebut juga mengatakan bahwa hal

yang ia lakukan tersebut tidaklah baik.

3. Faktor-faktor Pelanggaran Ajaran Agama pada Remaja Putus Sekolah

Faktor-faktor pelanggaran ajaran agama pada remaja putus

sekolah yaitu faktor internal dan ekternal. Faktor internal antara lain

yaitu kurangnya pemahaman ilmu agama dan rasa malas, sedangkan

faktor eksternal antara lain yaitu kurangnya bimbingan beragama pada

keluarga dan lingkungan masyarakat yang buruk.

4. Upaya dalam Mengatasi Remaja Putus Sekolah yang Meninggalkan

Ajaran Agama dan Relevansi Pelanggaran Ajaran Agama pada

Pendidikan

Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi

remaja putus sekolah yang meninggalkan ajaran agama apabila ada

kerja sama antara orang tua remaja, tokoh masyarakat, masyarakat

umum, ataupun pemerintah. Pendidikan agama yang dimulai sejak usia

dini dapat membantu remaja untuk mengurangi pelanggaran ajaran

agama. Orang tua harus mengetahui tanggung jawabnya untuk

memberikan pendidikan yang baik dan terencana di keluarganya.

78
B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian, maka dapat penulis

kemukakan saran kepada:

a. Remaja putus sekolah di Dusun Samirono, Desa Krincing, Kecamatan

Secang, Kabupaten Magelang untuk lebih memperdalam ilmu agama,

meningkatkan ibadah kepada Allah SWT, dan tidak mengikuti

kebiasaan buruk yang dilakukan oleh masyarakat setempat.

b. Bagi orang tua remaja putus sekolah Dusun Samirono, Desa Krincing,

Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang untuk lebih memberikan

teladan yang baik bagi putra putrinya, memberi perhatian lebih seperti

mengontrol dan mengawasi pergaulan putra putrinya, memberikan

bimbingan beragama, memberikan nasihat-nasihat kepada putra-

putrinya bahwa pelaksanaan ibadah sangat penting baik di dunia

maupun di akhirat.

c. Untuk masyarakat Dusun Samirono, Desa Krincing, Kecamatan

Secang, Kabupaten Magelang untuk memberikan teladan yang baik

bagi para remaja, lebih sering mengadakan kegiatan keagamaan

masyarakat khususnya bagi para remaja.

79
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Allamah Sayyid. 1996. Al-Nasha’ih Al-Diniyyah wa al-Washaya al-


Imaniyyah. Agar Iman Senantiasa Meningkat: Nasihat dan Wasiat Seputar
Ibadah dan Muamalah. Terjemahan oleh Isma‟il Ba‟adillah. 2011. Jakarta
Selatan: Hikmah.

Aibak, Kutbuddin. 2015. Fiqih Tradisi: Menyibak Keragaman dalam


Keberagamaan. Yokyakarta: Kalimedia.

Al-Maududi, Abul A‟la. 2006. Dasar-Dasar Islam, terj. Mabadi’ul Islam. Solo:
Media Insani Press.

Ash-Shilawy, Ibnu Rif‟ah. 2010. Panduan Shalat Lengkap. Yogyakarta: Citra


Risalah.

Basyiroh. 2015. Pembinaan Keagamaan dan Pendidikan Karakter bagi Remaja


Putus Sekolah di Balai Rehabiltas Sosial “Wira Adhi Karya” Ungaran Tahun
2014/2015. Salatiga: Jurusan Pedidikan Agama Islam IAIN Salatiga.

Basrowi & Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka


Cipta.

Chaplin, J.P. 1975. Kamus Lengkap Psikologi. Terjemahan oleh Kartini Kartono.
1981. Jakarta: Rajawali.

Daradjat, Zakiyah. 1995a. Pembinaan Remaja. Jakarta: Bulan Bintang.

_______, Zakiyah. 1995b. Remaja: Harapan dan Tantangan. Jakarta: Ruhama.

Dariyo, Agoes. 2004. Psikologi Perkembangan Agama. Bogor: Ghalia Indonesia.

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:


Balai Pustaka.

Faiqih, Aunur Rahim & Amir Mu‟allim. 1998. Ibadah dan Akhlak dalam Islam.
Yokyakarta: UII Press Indonesia.

Hamid, Sjamsul Rijal. 1995. Buku Pintar tentang Islam. Jakarta: Pustaka Amani.

Indrawan, Rully & Poppy Yuniawati. 2016. Metodologi Penelitian: Kuantitatif,


Kualitatif, dan Campuran untuk manajemen, Pembangunan, dan Pendidikan
(Revisi). Bandung: Refika Aditama.
Juwariyah. 2010. Hadist Tarbawi. Yokyakarta: Teras.

Makbuloh, Deden. 2013. Pendidikan Agama Islam: Arah Baru Perkembangan


Ilmu dan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Moloeng, J. Lexy. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja


Rosda Karya Offset.

Nahrodin. 2016. Remaja Putus Sekolah antara Harapan dan Tantangan (Studi di
Desa Ngemplak Kecamatan Windusari Kabupaten Magelang Tahun 2015).
Salatiga: Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga.

Nasution, Harun. 1985. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta:


Universitas Indonesia (UI-Press).

Rakhmat, Jalaluddin. 1994. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya


Offset.

Rifa‟i, Moh, dkk. Tt. Terjemahan Khulashan Kifayatul Akhyar. Semarang: Toha
Putra.

Rohmah, Noer. 2013. Pengantar Psikologi Agama. Sleman: Teras.

Rumini, Sri & Siti Sundari. 2004. Perkemangan Anak dan Remaja: Buku
Pegangan Kuliah. Jakarta: Rineka Cipta.

Sarwono, Sarlito Wirawan. 1997. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo


Persada.

Satori, Djam‟an & Aan Komariah. 2017. Metodologi Penelitian Kualitatif.


Bandung: Alfabeta.

Sudarsono. 2004. Kenakalan Remaja: Prevensi, Rehabilitasi, dan Resosialisasi.


Jakarta: Rineka Cipta.

Sugiyono. 2015. Metode PenelitianKuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

_______. 2017. Metode PenelitianKuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Syafaat, Aat. 2008. Peranan Pendidikan Agama Islam dalam Mencegah


Kenakalan Remaja (Juvenile Delinquency). Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Walgito, Bimo.1997. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset.


Paramayudha, Yudistira. 2015. Pengaruh Bimbingan Mental Agama terhadap
Perilaku Keberagamaan Remaja Putus Sekolah di Panti Sosial Bina Remaja
(PSBR) Bambu Apus Jakarta. Skripsi tidak diterbitkan. Jakarta: Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam UIN Syarif Hidayatullah.

Zulkifli. 2016. Rambu-rambu Fiqih Ibadah: Mengharmoniskan Hubungan


Vertikal dan Horizontal. Yokyakarta: Kalimedia.
PEDOMAN WAWANCARA

FAKTOR-FAKTOR PELANGGARAN AJARAN AGAMA

PADA REMAJA PUTUS SEKOLAH

(Studi Kasus Di Dusun Samirono, Desa Krincing, Kecamatan Secang,

Kabupaten Magelang)

No. Rumusan Data Yang Digali Pertanyaan Narasumber


Masalah
1. Persepsi 1. Pandangan a. Bagaimana 1. IN (16
Remaja Putus remaja putus pandangan
Tahun)
Sekolah sekolah saudara
Terhadap terhadap tentang
Perempuan
Pelanggaran ibadah pelaksanaan
Ajaran Agama ajaran agama 2. YP (18
(ibadah)?
Tahun)
b. Seberapa
penting
Laki-laki
pelaksanaan
ajaran agama 3. RS (18
bagi saudara?
Tahun)
2. Pelaksanaan a. Bagaimana
ajaran agama pengamalan Laki-laki
dalan hal ajaran agama
ibadah shalat dalam hal 4. AP (18
dan puasa sholat?
Tahun)
b. Bagaimana
pengamalan

1
ajaran agama Laki-laki
dalam hal
5. R (18 Tahun)
puasa?

Laki-laki
c. Apakah
saudara 6. A (19 Tahun)
pernah
Perempuan
melanggar/
meninggalkan
ajaran agama
(ibadah)?
3. Persepsi a. Bagaimana
remaja putus pandangan
sekolah saudara
terhadap tentang
pelanggaran pelanggaran
ajaran agama ajaran agama
dalam hal
sholat?
b. Bagaimana
pandangan
saudara
tentang
pelanggaran
ajaran agama
dalam hal
puasa?
4. Faktor-faktor a. Kendala apa
pendukung saja yang
dan saudara

2
penghambat hadapi dalam
dalam mengamalkan
pelaksanaan ajaran
ajaran agama agama?
bagi remaja b. Apa motivasi
putus sekolah yang
mendorong
saudara untuk
mengamalkan
ajaran
agama?
c. Apakah orang
tua selalu
mengingatkan
saudara
dalam
pelaksanaan
ajaran
agama?
d. Apakah
lingkungan
masyarakat
selalu
mendukung
saudara
dalam
pelaksanaan
ajaran
agama?

3
TRANSKIP HASIL WAWANCARA

FAKTOR-FAKTOR PELANGGARAN AJARAN AGAMA

PADA REMAJA PUTUS SEKOLAH

(Studi Kasus Di Dusun Samirono, Desa Krincing, Kecamatan Secang,

Kabupaten Magelang)

INFORMAN PERTAMA

Hari, Tanggal Wawancara : Kamis, 03 Mei 2018

Nama : IN

Usia : 16 Tahun

Pendidikan Terakhir : SMP

Pekerjaan Orang Tua : Pekerjaan ayah dan ibu IN yaitu swasta

IN saat ini bekerja di toko kelontong di Kelurahan Soropadan, Kab.

Temanggung. IN berangkat bekerja mulai dari pukul 07.30 dan selesai pada pukul

04.00. Pekerjaan ibu IN yaitu swasta, ibu IN bekerja di pabrik kayu lapis,

sehingga ibu IN dapat bekerja saat malam hari (shift malam). Saat ibu IN

mendapat shift malam, IN dapat beristirahat pada waktu malam hari. Akan tetapi

saat ibu IN mendapat shift pagi maka IN membantu pekerjaan rumah yaitu

mencuci di sore atau malam hari dan memasak pada pagi harinya. Saat memasak

di pagi hari ia merasa terburu-buru karena ia harus berangkat pada jam 07.30, ia

tetap membantu ibu melakukan pekerjaan rumah.

4
Alasan IN putus sekolah dikarenakan oleh beberapa faktor antara lain

yaitu: (1) dari ibu menyarankan terserah, artinya ia lanjut sekolah atau putus

sekolah itu keputusan IN; (2) dari ayah memang tidak diperbolehkan untuk lanjut

sekolah; (3) dari IN sendiri memang sudah tidak mempunyai niat untuk

melanjutkan sekolah. IN pernah di bujuk oleh salah satu saudara dari orang tuanya

untuk tetap melanjutkan sekolah dengan dibiayai nya sekolah IN, akan tetapi IN

tetap tidak mau melanjutkan sekolahnya. Prestasi di sekolah IN tidak menjadi

alasan untuk putus sekolah karena saat di sekolah ia dapat memenuhi nilai KKM.

Peneliti : Bagaimana pandangan saudara tentang pelaksanaan ajaran agama

(ibadah)?

IN : Penting, harus dilakukan.

Peneliti : Seberapa penting pandangan saudara tentang pelaksanaan ibadah?

IN : Penting banget

Peneliti : Apa alasan saudara bahwa pelaksanaan ibadah sangat penting?

IN : Kanggo neng akhirat kaleh niku to rukun (karena ibadah untuk

bekal di akhirat, dan salah satu rukun Islam)

Peneliti : Bagaimana pengamalan ajaran agama dalam hal sholat?

IN : Nek gek kepepet ora shalat, neng tetep shalat (kalau sedang

kepepet tidak shalat, tapi tetap melaksanakan shalat)

Peneliti : Bagaimana dengan pengamalan ajaran agama dalam hal puasa?

IN : Nek pas ramadhan nek gek ra batal ya puasa, nek hari-hari biasa

nek ra lali sahur ya puasa (Selama bulan Ramadhan kalau tidak

5
berhalangan saya puasa dan saat hari-hari biasa kalau tidak lupa

sahur saya juga puasa sunnah)

Peneliti : Saat puasa ramadhan apabila saudara sedang berhalangan apakah

saudara menggantinya di kemudian hari?

IN : geh tak ganti (iya, saya ganti)

Peneliti : Apakah saudara selalu menggantinya sesuai dengan hutang

saudara?

IN : Kadang, nek sitik di ganti nenk nek ukih kadang ganti kadang

ora. Nek sitik di ganti, nenk nek mayan akeh yo paling-paling

sepuluh, tak ganti delapan (saat melunasi hutang puasa saya

menggantinya jika hutang saya sedikit (hanya beberapa hari), tetapi

kalau banyak saya tidak mengganti sepenuhnya, misalnya hutang

10 hari hanya mengganti 8 hari)

Peneliti : Apakah saudara pernah melanggar/ meninggalkan ajaran agama

(ibadah)?

IN : Iya sudah

Peneliti : Apakah saat meninggalkan ajaran agama saudara merasa

menyesal?

IN : Iya, rasane (rasanya) menyesal

Peneliti : Setelah merasa menyesal apa yang saudara lakukan?

IN : Ya tak ganti di lain hari

Peneliti : Kendala apa saja yang saudara hadapi dalam mengamalkan ajaran

agama?

6
IN : Perjalanan jauh karo nek subuh kae (bangun kesiangan)

Peneliti : Apa motivasi yang mendorong saudara untuk mengamalkan

ajaran agama?

IN : Yo rukun kui mbak, harus nek menurutku mbak neng nomor dua

(Mengamalkan ibadah karena rukun Islam, dalam mengamalkan

ibadah itu menurut saya harus, tetapi nomor dua)

Peneliti : Apakah orang tua selalu mengingatkan saudara dalam

pelaksanaan ajaran agama?

IN : Iya

Peneliti : Apakah lingkungan masyarakat selalu mendukung saudara dalam

pelaksanaan ajaran agama?

IN : Nek dolan kan sok nanggon budhe, terus budhe seng sok ngilekke

shalat (Kalau main saya selalu di rumah budhe dan budhe selalu

mengingatkan saya untuk sholat)

Peneliti : Apakah teman sebaya juga mendukung saudara dalam

pelaksanaan ibadah?

IN : Iya mbak

7
INFORMAN KEDUA

Hari, Tanggal Wawancara : Jum‟at, 04 Mei 2018

Nama : YP

Usia : 18 Tahun

Pendidikan Terakhir : SD

Pekerjaan Orang Tua : Buruh Tani

Pada tahun 2017 YP masih bekerja sebagai sales. Akan tetapi saat ini

menganggur. Kegiatan yang dilakukan sehari-hari yaitu hanya bermain dengan

teman-teman dan memancing.

Alasan YP putus sekolah yaitu malas. Kedua orang tua YP menginginkan

YP untuk tetap melanjutkan sekolah. Dan untuk masalah ekonomi keluarga YP,

mereka mampu untuk membiayai YP jika melanjutkan sekolah. “SD ki emang es

arep metu, pas arep ujian ki pengen metu, neng tak teruske dikik tekan ujian juk

ra sekolah meneh” (Wawancara, Jum‟at, 04 Mei 2018). YP memang sudah tidak

menginginkan untuk sekolah, dapat dilihat dari wawancara di atas saat hampir

mendekati ujian YP sudah tidak ingin pergi untuk sekolah. Akan tetapi ia

melanjutkan sekolah sampai ujian selesai. Dan setelah itu YP tidak menginginkan

untuk bersekolah kembali.

Peneliti : Bagaimana pandangan saudara tentang ibadah?

YP : Yo kudu dilakoni (Ya harus dilakukan)

Peneliti : Seberapa penting pelaksanaan ajaran agama bagi saudara?

YP : Sangat penting, neng ra tau shalat (Tapi tidak pernah shalat)

Peneliti : Bagaimana pengamalan ajaran agama dalam hal sholat?

8
YP : Ora (Tidak) sama sekali

Peneliti : Bagaimana dengan pengamalan ajaran agama dalam hal puasa?

YP : He.e, kadang ho.o kadang ora (Puasa iya, kadang puasa kadang

tidak)

Peneliti : Apakah saudara pernah melanggar/meninggalkan ajaran agama

(ibadah)?

YP : Sudah

Peneliti : Apa alasan yang membuat saudara tidak melaksanakan atau

meninggalkan ibadah shalat?

YP : Ora sempet (tidak sempat)

Peneliti : Apa alasan yang membuat saudara tidak melaksanakan atau

meninggalkan ibadah puasa?

YP : Kerja, pas poso wingi, wingi kan ijeh kerjo (bekerja, saat puasa

kemarin, saya masih bekerja)

Peneliti : Apakah saudara mengetahui jika meninggalkan ajaran agama

(ibadah) adalah dosa?

YP : Yo ngerti, neng gek ra sempet wae (iya saya tahu, tapi memang

tidak sempat saja)

Peneliti : Bagaimana pandangan saudara tentang pelanggaran ajaran agama

baik shalat maupun puasa?

YP : Ya piye wong podo wae aku yo nglanggar kok, mosok kon

nyeneni. Tapi ya kurang apik (ya bagaimana, ya sama saja saya

9
juga melanggar, apakah harus dimarahi, tapi memang kurang

bagus)

Peneliti : Kendala apa saja yang saudara hadapi dalam mengamalkan ajaran

agama?

YP : turu, ya aku dewe yo males (ketiduran, saya sendiri juga malas)

Peneliti : Apa motivasi yang mendorong saudara untuk mengamalkan

ajaran agama?

YP : Nek puasa kadang neng nek gek pengen wae, karo ngelongi dosa

(kalau puasa terkadang kalau ingin saja, sama menghilangkan dosa)

Peneliti : Apakah orang tua selalu mengingatkan saudara dalam

pelaksanaan ajaran agama?

YP : Iya, selalu tapi ra tau tak rungokke (iya, selalu tapi tidak pernah

saya dengarkan)

Peneliti : Apakah lingkungan masyarakat selalu mendukung saudara dalam

pelaksanaan ajaran agama?

YP : Kalau main dengan teman-teman juga tidak pernah sholat

10
INFORMAN KETIGA

Hari, Tanggal Wawancara : Jum‟at, 04 Mei 2018

Nama : RS

Usia :18 Tahun

Pendidikan Terakhir : SD

Pekerjaan Orang Tua : Buruh Tani

Kegiatan yang dilakukan saat ini yaitu bekerja, ia bekerja menjadi kuli

bangunan. Saat menjadi pekerja berat atau buruh banguanan tidak setiap hari

selalu bekerja. Ada kalanya ia akan di rumah selama beberapa hari. Saat ini RS

sedang tidak ada pekerjaan dan ia menganggur di rumah. Alasan RS putus sekolah

yaitu bosen.

Peneliti : Bagaimana pandangan saudara tentang ibadah?

RS : Saudara RS tidak mau menjawab

Peneliti : Seberapa penting pelaksanaan ajaran agama bagi saudara?

RS : Sangat penting

Peneliti : Bagaimana pengamalan ajaran agama dalam hal sholat?

RS : Ngeh kadang (kadang shalat)

Peneliti : Bagaimana pengamalan ajaran agama dalam hal puasa?

RS : puasa iya

Peneliti : Apakah saudara pernah melanggar/ meninggalkan ajaran agama

(ibadah)?

RS : Iya

11
Peneliti : Apa alasan yang membuat saudara tidak melaksanakan atau

meninggalkan ibadah shalat?

RS : Ngeh nek kulo males (ya kalau saya males)

Peneliti : Apa alasan yang membuat saudara tidak melaksanakan atau

meninggalkan ibadah puasa?

RS : Mboten (tidak) sahur

Peneliti : Bagaimana pandangan saudara tentang pelanggaran ajaran agama

ibadah?

RS : Ngeh elek (Tidak baik)

Peneliti : Kendala apa saja yang saudara hadapi dalam mengamalkan ajaran

agama?

RS : Mboten bangun, pas dolan, nek puasa pas kerjo niko (Belum

bangun dan jalan sama teman. Tidak puasa karena kerja)

Peneliti : Apakah orang tua selalu mengingatkan saudara dalam

pelaksanaan ajaran agama?

RS : Ngeh enggeh (ya, iya)

Peneliti : Apakah lingkungan masyarakat (teman sebaya) selalu mendukung

saudara dalam pelaksanaan ajaran agama?

RS : Mboten (tidak)

12
INFORMAN KEEMPAT

Hari, Tanggal Wawancara : Jum‟at, 04 Mei 2018

Nama : AP

Usia : 18 Tahun

Pendidikan Terakhir : SD

Pekerjaan Orang Tua : Buruh

Kegiatan yang dilakukan AP saat ini yaitu bekerja, ia bekerja sebagi buruh

di daerah Krincing yang dimulai dari pukul 08.00-04.00 setiap hari kecuali hari

Jum‟at. Alasan AP putus sekolah yaitu malas sekolah. Orang tua AP

mengusahakan agar AP tetap belajar di bangku MTS walaupun hanya satu

setengah tahun akan tetapi AP memutuskan untuk keluar. Setelah keluar dari

sekolah orang tua AP memasukkan AP ke pondok pesantren, itupun juga tidak

berlangsung lama hanya satu setengah tahun. AP keluar karena ayah AP tidak

tega karena kehidupan pondok pesantren yang keras.

Peneliti : Bagaimana pandangan saudara tentang ibadah?

AP : Harus dilakukan

Peneliti : Seberapa penting pelaksanaan ajaran agama bagi saudara?

AP : Ngeh (iya), penting

Peneliti : Apa alasan saudara bahwa pelaksanaan ibadah penting?

AP : Wedi dosa (takut dosa)

Peneliti : Bagaimana pengamalan ajaran agama dalam hal sholat dan

puasa?

AP : Ngeh shalat, poso (iya saya shalat dan puasa)

13
Peneliti : Apakah saudara pernah melanggar/ meninggalkan ajaran agama

(ibadah)?

AP : Pernah

Peneliti : Apa alasan yang membuat saudara tidak melaksanakan atau

meninggalkan ibadah shalat?

AP : Lupa waktu

Peneliti : Apa alasan yang membuat saudara tidak melaksanakan atau

meninggalkan ibadah puasa?

AP : Mboten sahur (tidak sahur)

Peneliti : Bagaimana pandangan saudara tentang pelanggaran ajaran

agama?

AP : Dosa

Peneliti : Kendala apa saja yang saudara hadapi dalam mengamalkan ajaran

agama?

AP : Ngeh niku lupa waktu karo males, malese lek penting (iya seperti

tadi lupa waktu sama males, tapi lebih ke malasnya)

Peneliti : Apakah orang tua selalu mengingatkan saudara dalam

pelaksanaan ajaran agama?

AP : Selalu

Peneliti : Apakah teman sebaya selalu mendukung saudara dalam

pelaksanaan ajaran agama?

AP : Arang (jarang)

14
Peneliti : Apakah lingkungan masyarakat (orang dewasa) selalu mendukung

saudara dalam pelaksanaan ajaran agama

AP : Bisa jadi

15
INFORMAN KELIMA

Hari, Tanggal Wawancara : Sabtu, 05 Mei 2018

Nama :R

Usia : 18 Tahun

Pendidikan Terakhir : SD

Pekerjaan Orang Tua : Buruh Tani

Kegiatan yang dilakukan R sehari-hari yaitu bekerja sebagai buruh di

daerah Krincing yang dimulai dari pukul 08.00-04.00. R bekerja satu lokasi

dengan AP. Alasan R putus sekolah karena tidak mau berfikir. Orang tua R

mendukung R untuk terus bersekolah, akan tetapi R tahu bahwa keuangan orang

tua R tidak lah baik. Jadi, R memutuskan untuk tidak meneruskan pendidikannya.

Peneliti : Bagaimana pandangan saudara tentang ibadah?

R : Shalat iku wajib, nek ra nglakoni ya dosa (shalat itu wajib, jika

tidak dilakukan akan mendapat dosa)

Peneliti : Seberapa penting pelaksanaan ajaran agama bagi saudara?

R : Sangat penting

Peneliti : Bagaimana pengamalan ajaran agama dalam hal shalat?

R : Aku? Ya shalat. Neng ra ketung sedino peng pindo (saya? ya

shalat, walaupun satu hari shalat hanya dua kali)

Peneliti : Bagaimana pengamalan ajaran agama dalam hal puasa?

R : Poso (puasa) wajib

Peneliti : Apakah saudara pernah melanggar/ meninggalkan ajaran agama

(ibadah)?

16
R : Pernah

Peneliti : Apa alasan yang membuat saudara tidak melaksanakan atau

meninggalkan ibadah shalat?

R : Masuk angin (sakit)

Peneliti : Apa alasan yang membuat saudara tidak melaksanakan atau

meninggalkan ibadah puasa?

R : Nek poso? Yo pas loro wetenge kae, masuk angin kui (kalau

puasa? saat sakit perut, ya masuk angin tadi)

Peneliti : Bagaimana pandangan saudara tentang pelanggaran ajaran

agama?

R : Dosa

Peneliti : Kendala apa saja yang saudara hadapi dalam mengamalkan ajaran

agama?

R : Ya pas masuk angin karo kesel, nek poso nek ra masuk angin ya

ra ninggalake (ya saat sakit dan capek dan saat puasa kalau tidak

sakit ya saya tinggalkan)

Peneliti : Apa motivasi yang mendorong saudara untuk mengamalkan

ajaran agama?

R : Ya nek lego (kalau ada waktu luang)

Peneliti : Apakah orang tua selalu mengingatkan saudara dalam

pelaksanaan ajaran agama?

R : Ya mengingatkan selalu

17
Peneliti : Apakah lingkungan masyarakat selalu mendukung saudara dalam

pelaksanaan ajaran agama?

R : Nek ra shalat senani (kalau tidak shalat di marahai)

18
INFORMAN KEENAM

Hari, Tanggal Wawancara : Minggu, 06 Mei 2018

Nama :A

Usia : 19 Tahun

Pendidikan Terakhir : MI

Pekerjaan Orang Tua : Buruh Petani

Kegiatan yang dilakukan A sehari-hari yaitu bekerja, A bekerja di sebuah

Home Industry di Samirono. A mulai bekerja pada pukul 08.00-04.30 setiap hari.

Alasan A putus sekolah yaitu karena ekonomi keluarga.

Peneliti : Bagaimana pandangan saudara tentang ibadah?

A : Nek puasa ki wajib ya, terus nek shalat harus (puasa itu wajib,

dan kalau shalat harus dilaksanakan)

Peneliti : Seberapa penting pelaksanaan ajaran agama bagi saudara?

A : Penting banget

Peneliti : apa alasan saudara bahwa pelaksanaan ibadah sangat penting?

A : Nek shalat kaleh puasa ki harus dilaksanakke geh nek mboten

dilaksanakke dosa (shalat dan puasa harus dilaksanakan apabila

tidak dilaksanakan akan mendapat dosa)

Peneliti : Bagaimana pengamalan ajaran agama baik ibadah shalat maupun

puasa?

A : Ngeh (ya) puasa dan shalat saya lakukan

Peneliti : Apakah saudara pernah melanggar/ meninggalkan ajaran agama

(ibadah)?

19
A : Pernah

Peneliti : Apa alasan yang membuat saudara tidak melaksanakan atau

meninggalkan ibadah shalat?

A : Nek meninggalkan paling nek gek prei, kaleh subuh, kaleh geh

niku telat waktu (kalau meninggalkan shalat mungkin saat libur,

sama ya itu telat waktu)

Peneliti : Apa alasan yang membuat saudara tidak melaksanakan atau

meninggalkan ibadah puasa?

A : Puasa pernah batal satu karena ngeh niku dong mboten sengojo

ke teko ngombe nek pas wudhu (puasa pernah batal satu karena ya

itu terkadang tidak sengaja meminum air saat wudhu)

Peneliti : Bagaimana pandangan saudara tentang pelanggaran ajaran agama

baik shalat maupun puasa?

A : Ngeh harus mengingatkan to (ya harus mengingatkan)

Peneliti : Kendala apa saja yang saudara hadapi dalam mengamalkan ajaran

agama?

A : Nek pas poso ngeh pernah nek muni ah batal ah (saat puasa ya

pernah saya batalkan)

Peneliti : Apa motivasi yang mendorong saudara untuk mengamalkan

ajaran agama?

A : Pengen mawon, pengen ngilangi nganu to ngilangi dosa (ya ingin

saja, ingin menghilangkan dosa)

20
Peneliti : Apakah orang tua selalu mengingatkan saudara dalam

pelaksanaan ajaran agama?

A : Iya

Peneliti : Apakah lingkungan masyarakat selalu mendukung saudara dalam

pelaksanaan ajaran agama?

A : Shalat e mboten , neng nek puasa teko tak teroske mawon (kalau

shalat tidak, kalau puasa ya saya teruskan saja)

21
Gambar 1
Wawancara dengan informan IN

Gambar 2
Wawancara dengan informan YP

22
Gambar 3
Wawancara dengan informan RS

Gambar 4
Wawancara dengan informan AP

23
Gambar 5
Wawancara dengan informan R

Gambar 6
Wawancara dengan informan A

24

Anda mungkin juga menyukai