Oleh:
SULTON
Email: sulton@umpo.ac.id
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Ponorogo
Abstrak
Perubahan pada dasarnya menyangkut berbagai hal, mulai dari aspek fisik sampai
perubahan kehidupan manusia. Perubahan kehidupan manusia atau terkait dengan
lingkungan kehidupannya itulah yang kemudian disebut sebagai perubahan sosial.Sejumlah
pertanyaan tersebut menggambarkan realitas sosial dengan berbagai dinamikanya sejalan
dengan pilihan jawaban yang ditetapkan. Menjawab pertanyaan tersebut Charles F. Andrain
mengemukakan klasifikasi pola perubahan sosial sebagai berikut :Pertama, Golongan
revolusioner, mengambil pilihan perubahan sosial secara fundamental dan cepat dengan
kekerasan secara meluas untuk menggugah massa yang pasif dan membalas tekanan elit yang
menentang perubahan.Islam sebagai sistem keyakinan atau tata nilai memuat generalisasi
atau konseptualisasi yang memberikan kerangka bagaimana seharusnya manusia berpikir
dan berperilaku dalam hidup dan kehidupan bersama. Fanatisme kelompok atau golongan
di internal umat Islam itu sendiri dengan klaim-klaim kebenarannya yang final telah
mereduksi universalitas ajaran Islam itu sendiri, termasuk peluangnya untuk mengambil
peran potensial dalam mendorong perubahan sosial
yang mapudengan pernyataan yang proses sosial, pola sosial dan bentuk
proses gerak maju yang didorong oleh transportasi, dan komunikasi yang
dasar, struktur, perilaku individu dan kekerasan yang lebih besar. Pola
dan sikapnya, serta kebijakan. ini diyakini oleh golongan puritan arena
arah baru yang harus diikuti oleh yang tegas untuk mengendalikan
keyakinan dan tata nilai kemungkinan “Cahaya Ilahi” dari dalam orang
besar tidak dirubah secara mendasar dapat membebaskan diri dari ikatan-
ulang tata nilai yang ada. Selain itu selalu siap menerima “Cahaya
mengenai sifat atau tujuan manusia yaitu umat yang menyuruh berbuat
dan masyarakatnya yang bisa dipakai makruf, mence- gah dari yang munkar,
sebagai landasan untuk menjelaskan dan beriman ke- pada Allah SWT (QS.
manu siaatau sebagai pendorong untuk ummah” bukanlah ses- uatu yang
• Dalam doktrin keberagamaan Islam ter- karena sudah ber-Islam, tanpa adanya
pada kesejahteraan dan kebahagian dalam QS. Ar Ra’d, 13:11 bahwa Allah
se- jati (Sunyoto Usma, 1997:2). Islam tidak akan mengubah nasib suatu
manusia untuk mewujudkan keadaan • Tafsir dari QS. 3:110 tersebut seperti
ideal tersebut. Dalam konteks itulah memberikan arah, bahwa siapa saja
elemen pasif dalam proses sosial, negara) yang mengaku dirinya muslim,
sosial termasuk pe- rubahan sosial. diri dan kelompoknya sebagai ‘khaira
Islam sebagai agama dengan misi ummah’. Artinya dalam hal ini ada
universal, yang diturunkan oleh Allah keniscayaan yang melakat dalam diri
SWT untuk memberi rahmat bagi alam dan kebersamaan umat Islan untuk terus
eksistensi Tuhan, manusia dan alam baik pada aras politik, ekonomi, sosial,
ajaran Islam sebenarnya tertuang ide- internal umat Islam itu sendiri dengan
semacam itu seringkali sulit muncul ke ajaran Islam itu sendiri, termasuk
• Tafsir atas sistem keyakinan dan atas clien nya. Dalam konstruksi budaya
tata nilai Islam sebagai doktrin yang masyarakat yang demikian, keputusan-
statis dan kaku oleh umatnya, bisa keputusan krusial berikut tafsirnya
status quo dari praktik sosio-politik Kuatnya cenkraman para patron tersebut
umat yang berlindung dibalik baju atau tata nilai termasuk dalam hal ini
agama.Fenomena elite umat atau sistem keyakinan dan tata nilai Islam.
manusia menjadi aktif dan tidak tadinya berbeda kedalam titik temu
memberi amanat kepada setiak individu • Sementara pada sisi lain konteks
seolah doktrin agama hanya untuk kebijakan) harus bekerja keras untuk
dalam dunia ini menjadi tafsir bebas baik dengan mengelola sumberdaya
bersaing dan berkonflik. Hal ini dapat belaka bernama kekuasaan. Hajatan
mendorong para elite membuat politik nasional berupa pileg dan pilpres
perubahan (baca: perubahan sosial) pada paro awal tahun 2014 ini kiranya
• Tekanan kelompok yang menguasai baik dan ideal, karena proses interaksi
elite untuk menempuh jalan paksa berdasar sitem keyakinan dan tata
dalam rangka menekan konflik anti nilai luhur baik sebagai bangsa (red.
pada saat yang sama dapat mengelola panggung kedaulatan rakyat, maka
Itulah asumsi teoritis dan impiris kasus pemilu ada di tangan pemilih)
suap/ jasa, dendam atau tidak senang Tiara Wacana: Jogjakarta. Fairchild, Henry
kepada yang berhak, sesungguhnya Pratt ed., 1962., Dictionary of Sociology and
penguasa (dalam kasus pemilu adalah Related Science, New Jersey: Littlefield,
Al Anfal, 27-28). Dan “Setiap diri Garna, Judstira K., 1992., Teori-Teori
manusia (dalam kasus pemilu adalah Perubahan Sosial, Program Pasca Sarjana
Muddatstsir, 38)”. Inilah beberapa Willbert E., 1974., The Social Change,