Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH FILSAFAT ILMU

“ AL-FARABI (872-951) DAN PEMIKIRANNYA”

DISUSUN OLEH :
KELOPMPOK IX
ANDI NAIFAH ALATAS (220404501032)
HASNAINI (220404501039)
NURANNISA AR RAHMI (220404501074)
UMMAH AZZAHRA (220404500006)

DOSEN PENGAMPU MATA KULIAH :


Prof. Dr. Syamsul Bachri Thalib, M.Si

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2022

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah Filsafat Ilmu yang berjudul “Al-farabi (872-951) dan
pemikirannya” tepat pada waktunya. Shalawat serta salam juga semoga selalu tercurahkan
kepada baginda Rasulullah SAW, sang manajer sejati Islam yang selalu becahaya dalam
sejarah hingga saat ini.
Dalam pembuatan makalah ini, tentu tak lupa penulis mengucapkan terima kasih
kepada Dosen Pengampu yang telah membimbing penulis selama ini. Tentunya makalah ini,
masih jauh dari kesempurnaan. Olehnya itu penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran
yang membangun. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Makassar, 13 September 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………ii

BAB I………………………………………………………………………………………1
PENDAHULUAN…………………………………………………………………………1
1.1 LATAR BELAKANG……………………………………………………………..1
1.2 RUMUSAN MASLAH…………………………………………………………….1
1.3 TUJUAN MASALAH……………………………………………………………...2

BAB II……………………………………………………………………………………..3
2.1 PEMBAHASAN…………………………………………………………………..3
2.1.1 BIOGRAFI…………………………………………………………………3
2.1.2 PEMIKIRAN………………………………………………………………..4
2.1.3 KARYA……………………………………………………………………...7

BAB III…………………………………………………………………………………….9
3.1 KESIMPULAN……………………………………………………………………9
3.2 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..10

iiiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Munculnya ilmu filsafat pada masa silam yang telah dipopulerkan oleh beberapa tokoh
filsafat Yunani kuno yakni diantaranya Heraklitos, Plato, Aristoteles dan sebagainya telah
menjadi sebab lahirnya para filsuf muslim, diantaranya adalah al-Kindi, Ibn Sina, Ibn Rusyd,
al-Farabi dan lain-lain. Peradaban Islam muncul tidak lepas dari berbagai pemikiran yang
berkembang dalam Islam. Berbagai pemikiran yang muncul tersebut biasa disebut filsafat
Islam. Pemikiran yang berkembang dalam filsafat Islam memang didorong oleh pemikiran
filsafat Yunani yang masuk ke Islam. Namun, hal itu tidak berarti bahwa filsafat Islam adalah
nukilan dari filsafat Yunani. Filsafat Islam adalah hasil interaksi dengan filsafat Yunani dan
yang lainnya. Hal itu dikarenakan pemikiran rasional umat Islam telah mapan sebelum
terjadinya transmisi filsafat Yunani ke dalam Islam.

Al-Farabi adalah penerus tradisi intelektual al-Kindi, tapi dengan kompetensi,


kreativitas, kebebasan berpikir dan tingkat sofistikasi yang lebih tinggi lagi. Jika al-Kindi
dipandang sebagai seorang filosof Muslim dalam arti kata yang sebenarnya, Al-Farabi
disepakati sebagai peletak sesungguhnya dasar piramida studi falsafah dalam Islam yang sejak
itu terus dibangun dengan tekun. Ia terkenal dengan sebutan Guru Kedua dan otoritas terbesar
setelah panutannya Aristoteles. Tujuan filsafat dan agama bagi Al-Farabi adalah sama, yaitu
mengetahui semua wujud. Hanya saja filsafat memakai dalil-dalil yang yakini dan ditujukan
kepada golongan tertentu, sedang agama memakai cara iqna’I (pemuasan perasaan) dan kiasan-
kiasan serta gambaran,dan ditujukan kepada semua orang, bangsa dan negara.

Berdasarkan hal tersebut maka akan diuraikan tentang biografi dan pemikiran al-Farabi
dalam makalah ini

B.RUMUSAN MASALAH
Berd asarka n lat ar be la ka ng ma sa la h d iat as mak a d iru mu sk a n
p e r m a s a l a h a n s e ba g a i b e r i k u t :
1 . B a g a i m a n a k a h r i w a ya t h i d u p a l - f a r a b i ?
2. Bag a ima nak a h Pe nd id ik a n a l- fa ra bi?
3. Bag a ima nak a h kar ier a l- far a bi?
4 . A p a s a j a p e m i k ir a n a l - f a r a b i ?
5 . A p a s a j a k a r ya - k a r ya a l - f a r a b i ?

1
C . Tujuan Masalah

Bersumber pada rumusan permasalahan yang disusun oleh penulis di atas, hingga tujuan
dalam penyusunan makalah ini merupakan bagaikan berikut:

1. Untuk mengetahui riwayat hidup al-farabi.


2. Untuk mengenali Pendidikan al-farabi.
3. Untuk mengenali karier al-farabi.
4. Untuk nengenali pemikiran-pemikiran al-farabi.
5. Untuk mengnali karya-karya al-farabi.

2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Biografi dan Pendidikannya Al-Farabi
Nama lengkapnya adalah Abu Nashr Muhammad ibn Muhammad IbnTarkhan ibn
Auzalagh. Ia lahir di wasij, distrik Farab (sekarang dikenal dengan kota Atrar/Transoxiana).
Turkistan pada tahun 257 H /870 M. Ayahnya seorang jendral berkebangsaan Persia dan ibunya
berkebangsaan Turki. Ia dikenal dikalangan Latin Abad Tengah dengan sebutan Abu Nashr
(Abunaser), sedangkan sebutan nama al-Farabi diambil dari nama kota Farab, tempat ia
dilahirkan. Al-Farabi mempunyai sebutan layaknya sebutan nama bagi orang-orang Turki, ini
dikarenakan ibunya bersal dari negara Turki.
Sejak kecil al-Farabi sudah tekun dan rajin belajar, apalagi dalam mempelajari bahasa, kosa
kata, dan tutur bahasa ia telah cakap dan luar biasa. Penguasaan terhadap bahasa Iran, Turkistan
dan Kurdikistan sangat ia pahami. Malah sebaliknya, bahasa Yunani dan Suryani sebagai
bahasa ilmu pengetahuan pada waktu itu tidak ia kuasai. Ada sebuah pendapat yang
mengatakan bahwa Farabi dapat berbicara dalam tujuh puluh macam bahasa; tetapi yang dia
kuasai dengan aktif hanya empat bahasa; Arab, Persia, Turki, dan Kurdi.
Menurut literatur, al-Farabi dalam usia 40 tahun pergi ke Baghdad, sebagai pusat
kebudayaan dan ilmu pengetahuan dunia di kala itu. Ia belajar kaidah-kaidah bahasa Arab
kepada Abu Bakar al-Saraj dab belajar logika serta filsafat kepada seorang Kristen, Abu Bisyr
Mattius ibnu Yunus. Kemudian, ia pindah ke Harran, pusat kebudayaan Yunani di Asia kecil
dan berguru kepada Yuhanna ibnu Jailani. Tetapi tidak berapa lama di Harran, ia kembali ke
Baghdad untuk memperdalam ilmu filsafat.
Selama di Baghdad ia banyak menggunakan waktunya untuk berdiskusi, mengajar,
mengarang, dan mengulas buku-buku filsafat. Baghdad merupakan kota yang pertama kali
dikunjunginya. Di sini ia berada selama sepuluh tahun, kemudian pindah ke Damaskus. Di sini
ia berkenalan dengan Gubernur Aleppo, Saifuddaulah al-Hamdani.
Gubernur ini sangat terkesan dengan al-Farabi, lalu diajaknya pindah ke Aleppo dan
kemudian mengangkat al-Farabi sebagai ulama istana. Dalam dunia intelektual Islam ia
mendapat kehormatan dengan julukan al-Mu’allim al-Sany (guru kedua), sedangkan yang
menjadi guru pertama adalah Aristoteles yang menyandang delar al-Mu’allim al-Awwal (guru
pertama), selain itu al-Farabi juga meyandang predikat al-Syaikh al-Rais (Kiyai Utama), gelar-
gelar ini didapatkan karena ia banyak memamhami filsafat Aristoteles.
Sebagai seorang filosof yang ternama, dalam hidupnya ia dikenal seorang yang tidak
berkecimpung di dunia politik pemerintahan. Atas dasar inilah ia mendapatkan sebuah

3
kebebasan dalam mengeluarkan pemikirannya yang tidak terikat dengan dogma-dogma yang
berbau politik di kala itu.
Satu sisi menguntungkan dirinya, tetapi kalau dilihat dari segi pemerintahan maka ia juga
rugi karena kurangnya pengalaman dalam mengelola urusan kenegaraan, juga untuk menguji
teori-teorinya terhadap kenyataan politik di kala itu.
2. Pemikirannya.

a. Filsafat Emanasi
Salah satu filsafat al-Farabi adalah teori emanasi yang di dapatnya dari teori Plotinus Yaitu
teori tentang keluarnya sesuatu wujud yang mumkin (alam makhluk) dari Zat yang wajibul
wujud (Zat yang mesti adanya; Tuhan). Teori emanasi disebut juga dengan nama “teori urut-
urutan wujud”.
Menurut al-Farabi, Tuhan adalah pikiran yang bukan berupa benda. Ia berpindirian, bahwa
seluruh yang ada (maujud) tidak terlepas dari keadaan wajibul wujud atau mumkin wujud.
Yang mumkinul wujud lahir karena ada sebab, sedangkan yang wajibul wujud adalah ada
dengan tidak bersebab, ia memiliki Zat yang Agung dan sempurna, ia memiliki kesanggupan
mencipta dalam keseluruhan sejak azali. Atau apabila terdapat satu zat yang kedua sesudah
zat yang pertama, maka zat yang kedua ini adalah sinar yang keluar dari yang pertama. Sedang
Ia (Yang Esa) adalah diam, sebagaimana keluarnya sinar yang berkilauan dari matahari,
sedang matahari ini diam. Selama yang pertama ini ada, maka semua makhluk terjadi dari zat-
Nya, timbullah suatu hakikat yang bertolak keluar. Hakikat ini sama seperti form (surat)
sesuatu, di mana sesuatu itu, keluar darinya.
b. Filsafat Metafisika

Mengenai pembicaraan filsafat metafisika ini, seperti para filosof lainnya, yakni
membahas tentang masalah ke-Tuhanan. Al-Farabi membagi ilmu Ketuhanan menjadi 3
(tiga) yaitu:

pertama, membahas semua wujud dan hal-hal yang terjadi padanya sebagai wujud. Kedua,
membahas prinsip-prinsip burhan dalam ilmu-ilmu teori juz’iyat (paticulars), yaitu ilmu yang
berdiri sendiri karena penelitiannya tentang Wujud tertentu. Ketiga, membahas semua Wujud
yang tidak berupa benda-benda ataupun berada dalam benda-benda itu? Kemudian terlebih
dahulu dibahas apakah Wujud serupa itu ada atau tidak, kemudian dibuktikan dengan burhan
bahwa Wujud serupa itu ada. Apakah Wujud serupa itu sedikit atau banyak? Apakah Wujud
serupa itu berketerbatasan atau tidak? kemudian dibuktikan dengan burhan bahwa

4
keterbatasan. Al-Farabi ketika menjelaskan Metafisika (ke-Tuhanan), menggunakan pemikiran
Aristoteles dan Neoplatonisme. Ia berpendapat bahwa al-Maujud al-Awwal sebagai sebab
pertama bagi segala yang ada. Dalam pemikiran adanya Tuhan, al-Farabi mengemukakan dalil
Wajib al-Wujud dan Mumkin al-Wujud.

Menurutnya, segala yang ada ini hanya memiliki dua kemungkinan dan tidak ada alternatif
yang ketiga. Wajib al-Wujud adalah wujudnya tidak boleh tidak ada, ada dengan sendirinya,
esensi dan wujudnya adalah sama dan satu. Ia adalah Wujud yang sempurna selamanya dan
tidak didahului oleh tiada. Jika Wujud itu tidak ada, akan timbul kemustahilan karena Wujud
lain untuk adanya bergantung kepadanya. Inilah yang disebut dengan Tuhan. Adapun mumkin
al-Wujud tidak akan berubah menjadi Wujud Aktual tanpa adanya Wujud yang menguatkan,
dan yang menguatkan itu bukan dirinya, tetapi Wajib al-Wujud. Walaupun demikian, mustahil
terjadi daur dan tasalsul (processus in infinitum) karena rentetan sebab akibat itu akan berakhir
pada Wajib al-Wujud.

c. Filsafat ke-Nabian
Filsafat ke-Nabian dalam pemikiran al-Farabi erat hubungannya pada agama. Agama yang
dimaksud adalah agama Samawi (langit). Dalam agama Islam Nabi adalah manusia seperti
manusia lainnya. Akan tetapi Nabi diberi kelebihan oleh Allah akan kemuliaan berupa
mukjizat yang tidak dimiliki oleh manusia lainnya. Maka dalam agama Islam, seorang Nabi
adalahutusan Allah yang mengemban tugas keagamaan.Dalam sebuah analisa al-Farabi,
ada sebuah kritik yang dikemukakan A. Hanafi, yang termuat dalam buku Filsafat Islam,
yakni:

Pertama, teori al-Farabi telah menempatkan Nabi di bawah filosof karena pengetahuan
yang diperoleh melalui pikiran lebih tinggi dari pada yang diperoleh melalui imajinasinya.
Akan tetapi nampaknya al-Farabi tidak menganggap penting terhadap perbedaan tersebut,
sebab selama sumbernya sama, yaitu Akal Fa’al, dan nilai keluarnya juga sama, maka
tentang cara memperolehnya tidak menjadi sebuah persoalan. Dengan perkataan lain, nilai
suatu kebenaran tidak bergantung pada cara memperolehnya, melainkan keplpada
sumbernya. Selain itu dalam bukunya tersebut ia mengatakan; seorang Nabi dapat naik ke
alam atas melalui pikiran, karena ada pikiran ada kekuatan suci yang memungkinkannya
naik ke alam cahaya, tempat menerima perintah-perintah Tuhan. Jadi, Nabi memperoleh
Wahyu bukan hanya melalui imajinasinya saja, tetapi melalui kekuatan pikirannya yang
besar.

5
Kedua, apabila seoarang Nabi dapat berhubungan dengan Akal Fa’al melalui pemikiran
dan renungan, maka artinya ke-Nabian menjadi semacam ilmu pengetahuan yang bisa dicapai
oleh setiap orang, atau menjadi perkara yang bisa dicari (muktasab), sedangkan menurut
Ahlusunnah, ke-Nabian bukanlah sifat-sifat (keadaan) yang berasal dari diri Nabi, bukan pula
tingkatan yang bisa dicapai seseorang melalui ilmu dan usahanya, juga bukanlah kesediaan
psikologis yang memungkinkan dapat berhubungan dengan alam rohani, melainkan suatu kasih
sayang yang diberikan oleh Tuhan kepada orang yang dikehendaki-Nya. Akan tetapi sekiranya
perlu dicatat bahwa al-Farabi berkata; filsafat itu tidak mudah diperoleh, sebab setiap orang bi
sa berfilsafat, akan tetapi yang bisa mencapai filsafat yang sebenarnya hanyalah sedikit saja.
Al-Farabi juga menetapkan bahwa seorang Nabi mempunyai imajinasi yang luar biasa atau
kekuatan rahasia tertentu. Boleh jadi menurut pendapatnya, imajinasi dan kekuatan tersebut
bersifat Fitrah (mempunyai potensi dari sejak lahir), bukan yang bisa dicari, meskipun ia tidak
jelas-jelas mengatakan demikian.

Ketiga, kalau sekiranya al-Farabi dapat terlepas dari kedua kritik tersebut di atas, maka
sukarlah ia terlepas dari kritik ketiga, yaitu bahwa tafsiran psikologis terhadap Wahyu banyak
berlawanan dengan nas-nas agama, di mana Malaikat Jibril turun kepada Nabi Muhammad
SAW dalam bentuk manusia biasa kadang terdengar oleh Nabi seperti bunyi lonceng.

Inilah teori ke-Nabian yang telah dicapainya, kemudian ia hubungkan dengan persoalan-
persoalan sosial dan kejiwaan. Akhirnya ia membuat sebuah kesimpulan bahwa Nabi adalah
seorang yang mempunyai pribadi shaleh dan mempunyai jiwa untuk memimpin sebuah negeri.

d. Filsafat Politik Al-Farabi


selain ia seorang filosof muslim dan membuat karya-karya, ia juga menyibukkan dirinya
untuk ikut berpartisipasi mengurus ke-Negaraan dengan kata lain ia ikut berkecimpung dalam
dunia politik. Sama halnya dengan para filosof muslim lainnya, untuk membentuk sebuah
negara yang baik, maka para filosof berusaha menuangkan pikirannya, dan terkadang
pemikiran itu disentuh dengan nilai-nilai politik semata.
Dalam persoalan filsafat ke-Negaraan ini, filsafat al-Farabi lebih mengarah kepada filsafat
Plato, Aristotoles dan Ibnu Abi Rabi’, al- Farabi berpendapat bahwa manusia adalah makhluk
sosial, makhluk yang mempunyai kecenderungan alami untuk bermasyarakat. Hal ini
dikarenakan manusia tidak mampu memenuhi segala kebutuhannya sendiri tanpa bantuan atau
kerjasama dengan pihak lain. Adapun tujuan bermasyarakat itu menurutnya, tidak semata-mata
untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup, tetapi juga untuk menghasilkan kelengkapan hidup

6
yang akan memberikan kepada manusia akan sebuah kebahagiaan, tidak saja materil tetapi juga
sprituil, tidak saja di dunia yang fana ini, tetapi juga di akhirat nanti. Pendapatnya ini
menyangkut tujuan hidup beragama sebagai seorang muslim di masyarakat
Al-Farabi mengklarifikasikan masyarakat ke dalam dua golongan masyarakat, yakni:

i. Masyarakat Sempurna (al-Mujtami’ al-Kamilah). Masyarakat sempurna adalah


masyarakat yang mengandung keseimbangan di antara unsur-unsurnya. Perbedaan
hanyalah kalau unsur-unsur masyarakat itu mempunyai kebebasan individual yang lebih
besar, maka dalam diri manusia unsur-unsurnya itu lebih dikuasai dan diperintah oleh
pusatanya. Selanjutnya, masyarakat yang sempurna, diklasifikasikan menjadi tiga
bahagian, pertama masyarakat sempurna besar (gabungan banyak bangsa yang sepakat
untuk bergabung dan saling membantu serta bekerjasama, biasa disebut perserikatan
bangsa-bangsa), kedua masyarakat sempurna sedang (masyarakat yang terdiri atas suatu
bangsa yang menghuni di satu wilayah dari bumi biasa disebut negara nasional), ketiga
masyarakat sempurna kecil (masyarakat yang terdiri atas para penghuni satu kota (negara
kota).
ii. Masyarakat Tidak/belum Sempurna (al-Mujatami’ laisa Kamilah). Masyarakat yang
tidak/belum sempurna adalah masyarakat yang kehidupannya kecil seperti masyarakat
yang penghidupan sosialnya di tingkat desa, kampung, lorong/dusun, dan keluarga. Dalam
hal ini, yang kehidupan masyarakat masih jauh dari ketidak sempurnaan adalah keluarga.

4. KARYA

Selama hidupnya Al-farabi banyak berkarya. Jika ditinjau dari ilmu pengetahuan, karya-karya Al-
Farabi dapat ditinjau dari ilmu pengetahuan, karya-karya Al-Farabi dapat ditinjau menjadi 6 bagian

1. Logika
2. Ilmu-ilmu matematika
3. Ilmu alam
4. Teologi
5. Ilmu politik dan kenegaraan
6. Bunga rampai (Kutub Munawwa’ah)
7. Musik

Diantaranya karya tulis Al-farabi adalah :

1. Al musiqi al Kabir yang di dalamnya terdapat pemaparan tentang dasar musil,teori,dan


praktinya.

7
2. Ihsha’u al-Iqa
3. Kalam Fi al-Musiqi
4. Ihsha’u al-Ulum wa at-Ta’rif bin Aghradhiha
5. Jawami as-Siyasah

8
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kesimpulan dari pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa al-Farabi sebagai
filosof Islam yang pertama kali membawa wacana filsafat secara lebih mendalam. Ia
mendirikan tonggak-tonggak filsafat Islam yang kemudian banyak diikuti oleh filosof Islam
yang lain. Namun dari beberapa ajarannya masih terdapat banyak penyimpangan terhadap
ajaran islam yang murni, seperti teori emanasinya yang menggambarkan sosok tuhan seakan
akan hanya bagian dari suatu sistem yang terus berkelanjutan. Kemudian pemahaman
mengenai nabi dan filosof yang disamakan oleh Al Farabi, menganggap bahwa kenabian adalah
sesuatu yang dapat dicapai oleh semua orang melalui tingkatan-tingkatan proses pembelajaran.

9
DAFTAR PUSTAKA
1. Corbin, Henry; Hossein Nasr (2001). History of Islamic Philosophy. Kegan Paul. ISBN 978-0-7103-
0416-2.Artikel dengan pernyataan yang tidak disertai rujukan

2. Al Farabi Founder Of Islamic Neoplatonism

3. Laurence S. Moss, ed. (1996). Joseph A. Schumpeter: Historian of Economics: Perspectives on the
History of Economic Thought. Routledge. hlm. 87. ISBN 9781134785308. Ibn Khaldun drited away
from Al-Farabi's political idealism.

4. Dhanani, Alnoor (2007). "Fārābī: Abū Naṣr Muḥammad ibn Muḥammad ibn Tarkhān al‐Fārābī".
Dalam Thomas Hockey; et al. The Biographical Encyclopedia of Astronomers. New York: Springer.
hlm. 356–7. ISBN 978-0-387-31022-0. (PDF version

5. Brague, Rémi; Brague, Remi (1998). "Athens, Jerusalem, Mecca: Leo Strauss's "Muslim"
Understanding of Greek Philosophy". Poetics Today. 19 (2): 235–
259. doi:10.2307/1773441. ISSN 0333-5372. JSTOR 1773441.

6. Anwarudin Harahap. 1981. “Posisi Abu Nasr Al Farabi dalam Dunia Islam”, skripsi sarjana.
Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

7. Anthony Black. 2006. “Pemikiran Politik Islam”. Jakarta. Serambi

8. Shamas Malik Nanji, "Alfarabi philosophy of education", hal. 6, sebuah tesis doktoral di
Universitas McGiIl, Montreal, Kanada.

9. Eduarny Tarmiji. 2004. “Konsep Al-Farabi tentang Negara Utama”, thesis magister. Jakarta:
Fakultas Sastra Universitas Indonesia

10. H. Sirajuddin Zar, 2004. “Filsafat Islam”. Jakarta: Raja Grafindo Persada
.
11. Gaudah, Muhammad Gharib. (2007). 147 ilmuwan terkemuka dalam sejarah Islam. Mas Rida, H.
Muhyiddin. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. ISBN 978-979-592-410-4. OCLC 953648911.

12. (Inggris) Al-Farabi, Abu Nasr. ” Mabadi Ara Ahl Al-Madina Al Fadila”, (diterjemahkan oleh R.
Walzer.” Al-Farabi on The Perfect State”), Oxford: Claendon Press, 1985

13. (Inggris) Hans Wehr, A Dictionary of Moddern Written Arrabic ( Arabic- English), Ed. By: J
Milton Cowan (Wiesbaden: Otto Harrassowitz, 1979)

14. Hujjatul Islam: Al Farabi, Pemikir Besar Muslim Abad Pertengahan (Bagian 4)

10
11

Anda mungkin juga menyukai