Kelompok I:
Nadila : (220603044)
Yusriati : (220603040)
MATARAM
2023
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peradaban Islam mulai di bangun oleh Nabi Muhammad saw, ketika berhasil
merumuskan konsep Piagam Madinah. Kemudian dilanjutkan oleh Khulafa’ Rasyidin (Abu
Bakar, Umar Ibn Khattab, Utsman Ibn Affan, dan Ali Ibn Abi Thalib) puncaknya adalah
ketika Harun ar-Rasyid dan anaknya al-Makmun dari dinasti Abbasiyah berhasil membangun
peradaban ilmu berkat penerjemahan secara kontinu terhadap pemikiran-pemikiran di luar
Islam, terutama pemikiran filsafat Yunani. Namun sebelum proses terjemahan berbagai
literatur ke dalam bahasa Arab dilakukan, diperbatasan Persia kajian ilmiah tentang tata
bahasa Arab telah dimulai terutama oleh para muallaf, hal ini dapat dimaklumi untuk
memenuhi kebutuhan bahasa para pemeluk Islam baru agar dapat berinterkasi dengan para
penakluk dan penguasa Islam yang memang saat itu telah menjadikan bahasa Arab sebagai
bahasa Nasionalnya. Kajian tata bahasa Arab juga menjadi sebuah kenicayaan untuk
mempelajari dan memahami al-Qur’an yang notabenenya berbahasa Arab.
Faktor lain yang sekaligus menjadi faktor utama bagi timbulnya gerakan pemikiran
filsafat dalam Islam adalah membanjirnya proses terjemahan berbagai literatur ke dalam
bahasa Arab. Diantara literatur yang diterjemahkan tersebut adalah buku-buku India, Iran,
dan buku Suriani-Ibrani, terutama sekali bukubuku Yunani. Pada pusat-pusat kebudayaan
seperti Syria, Mesir, Persia, juga Mesopotamia, pemikiran filsafat Yunani diketemukan oleh
kaum Muslimin. Namun kota Baghdad yang menjadi pusat kekuasaan dinasti Abbasiyah
menjadi jalur utama masuknya filsafat Yunani kedalam Islam, dan disinilah timbul gerakan
penerjemahan buku-buku Yunani kedalam bahasa Arab.
Berkat adanya usaha-usaha penerjemahan tersebut, umat Islam telah mampu mewarisi
tradisi intelektual dari tiga jenis kebudayaan yang sangat maju, yakni Yunani, Persia, dan
India. Warisan intelektual tersebut dimanfaatkan dalam membangun suatu kebudayaan ilmu
pengetahuan yang lebih maju, seperti yang kelihatan dalam berbagai bidang ilmu dan mazhab
filsafat pemikiran Islam. Orang yang dipandang sangat berjasa dalam proses penerjemahan
tersebut dan dianggap sebagai filosof Islam pertama adalah AlKindi, di mana ia berhasil
mendamaikan warisan-warisan Hellenistis dengan Islam. Ia juga dikenal sebagai filosof Arab
pertama. Artikel berikut ini akan membahas sedikit tentang sosok al-Kindi beserta hal-hal
penting dalam pemikiran-pemikiran filsafatnya.
BAB II
PEMBAHASAN
Al-Kindi adalah sebagai perintis filasafat murni dalam dunia Islam. Al-Kindi memandang
filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang mulia, yaitu ilmu pengetahuan mengenai sebab dan
realitas Ilahi yang pertama dan merupakan sebab dari semua realitas lainnya. Ia melukiskan
filsafat sebagai ilmu dan kearifan dari segala kearifan. Filsafat bertujuan untuk memperkuat
kedudukan agama dan merupakan bagian dari kebudayaan Islam.
Kemudian menurut al-Kindi, filsafat adalah pengetahuan kepada yang benar (knowledge
of truth). Al-Qur’an yang membawa argumen-argumen yang lebih meyakinkan dan benar
tidak mungkin bertentangan dengan kebenaran yang dihasilkan filsafat. Agama di samping
menerangkan wahyu juga mempergunakan akal, dan filsafat mempergunakan akal. Wahyu
tidak bertentangan dengan filsafat, hanya argumentasi yang dikemukakan wahyu lebih
meyakinkan daripada argumen filsafat. Keduanya bertujuan untuk menerangkan apa yang
benar dan yang baik. Bertemunya agama dan filsafat dalam kebenaran dan kebaikan
sekaligus menjadi tujuan dari keduanya. Dengan demikian, menurut al-Kindi, orang yang
menolak filsafat berarti mengingkari kebenaran. Ia mengibaratkan orang yang mengingkari
kebenaran tersebut tidak jauh berbeda dengan orang yang memperdagangkan agama, dan
orang itu pada hakekatnya tidak lagi beragama karena ia telah menjual agamanya. Menurut
al-Kindi, kita tidak pada tempatnya malu mengakui kebenaran dari mana saja sumbernya.
Bagi mereka yang mengakui kebenaran tidak ada suatu yang lebih tinggi nilainya selain
kebenaran itu sendiri dan tidak pernah meremahkan dan merendahkan orang yang menerima-
nya.
Ilmu filsafat meliputi ketuhanan, keesaanNya, dan keutamaan serta ilmu-ilmu lain
yang mengajarkan bagaimana jalan memperoleh apa-apa yang bermamfaat dan menjauhkan
dari apa-apa yang mudharat. Hal ini juga dibawa oleh para rasul Allah, dan juga mereka
menetapkan keesaan Allah dan memastikan keutamaan yang diridhai-Nya.
Seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa tujuan filsafat sejalan dengan ajaran yang
dibawa oleh rasul. Oleh karena itu, sekalipun ia datang dari Yunani, maka kita menurut al-
Kindi, wajib mempelajarinya, bahkan lebih jauh dari itu, kita wajib mencarinya.
Dalam usaha memadukan antara filsafat dan agama ini, al-Kindi juga membawakan
ayat-ayat al-Qur’an. Menurutnya menerima dan mempelajari filsafat sejalan dengan ajaran al-
Qur’an yang memerintahkan pemeluknya untuk meneliti dan membahas segala fenomena di
alam semesta ini. Di antara ayat-ayatnya adalah sebagai berikut:
“Dan Apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala
sesuatu yang diciptakan Allah…”
“Maka Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana Dia diciptakan dan
langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia
ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?”
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan
siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia,
dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia
hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala
jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit
dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi
kaum yang memikirkan.”
Dengan demikian al-Kindi telah membuka pintu bagi penafsiran filosofis terhadap al-
Qur’an, sehingga menghasilkan antara wahyu dan akal dan antara filsafat dan agama.
Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa pemaduan antara filsafat dan agama didasarkan
pada tiga alasan berikut:
2. Wahyu yang diturunkan kepada nabi dan kebenaran filsafat saling bersesuaian
Dari paparan di atas dapat disimpulkan hahwa al-Kindi merupakan pionir dalam
melakukan usaha pemaduan antara filsafat dengan agama atau antara akal dan wahyu.
Dalam hal ini dapat dikatan bahwa al-Kindi telah memainkan peranan yang besar dan
penting di pentas filsafat Islam, sehinga ia melapangkan jalan bagi para filosof Islam yang
datang kemudian.
BAB III
Kesimpulan
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa; Pertama, al-Kindi adalah filosof pertama
dalam Islam dan pertama dari bangsa Arab. Kedua, filsafat menurut al-Kindi merupakan ilmu
tentang hakikat segala sesuatu yang dipelajari orang menurut kadar kemampuannya, yang
mencakup ilmu ke-Tuhan-an (rububiyyah), ilmu keesaan (wahdaniyyah), ilmu keutamaan
(fadhilah), semua ilmuilmu yang bermanfaat dan bagaimana cara memperolehnya, serta
bagaimana cara menjauhi perkara-perkara yang merugikan. Ketiga, Filsafat merupakan
pengetahuan yang benar (Knowledge of truth), dan al-Qur’an yang membawa argumen-
argumen yang lebih meyakinkan dan benar tidak mungkin bertentangan dengan kebenaran
yang dihasilkan filsafat. Jadi antara agama dan filsafat tidak bertentangan. Oleh karenanya, al-
Kindi berusaha untuk menyatukan antara Filsafat dengan agama, sekaligus menjawab kritik-
kritik dari para ulama yang menyatakan bahwa filsafat merupakan ilmu yang sesat dan
menyesatkan. Ketiga, menurut al-Kindi bukti adanya tuhan lewat dalil Baharunya alam,
Keanekaragaman dalam wujud, dan kerapian alam. Keempat, dalam filsafat jiwanya al-Kindi
menyatakan bahwa jiwa adalah jauhar basith (tunggal, tidak tersusun, tidak panjang, dalam,
dan lebar). Kelima, dalam pemikiran tentang akal al-Kindi menyatakan bahwa akal terbagi
menjadi empat bentuk akal yang merupakan tahapan-tahapan proses pemahaman hal-hal yang
rasional. akal yang selamanya dalam aktualitas (al-’aql allazi bi al-fi’l abada). akal potensial
(al-aql bi al-quwwat ), akal yang berubah di dalam jiwa, dari potensial menjadi aktual, dan
akal yang berada dalam keadaan aktual.
Daftar Pustaka
Ahmad, Abu, dkk, 1982, Filsafat Islam, Semarang, Toha Putra Semarang.
Aji, Ahmad Mukri. Rasionalitas ijtihad Ibn Rusyd: kajian atas fiqh jinayat dalam kitab
Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid, Bogor: Pustaka Pena Ilahi, 2010.
Atiyeh, George N. 1983, al-Kindi Tokoh Filsafat Muslim, terj. Kasidjo Djojo Suwarno,
Bandung: Salman.
Aji, Ahmad Mukri; Yunus, Nur Rohim. Basic Theory of Law and Justice, Jakarta:
Jurisprudence Institute, 2018.
Fahry, Majid, 1987, Sejarah Filsafat Islam, terj. Mulyadhi Kartanegara, Jakarta: Dunia
Pustaka Jaya.