DOSEN :
DISUSUN OLEH :
1. NAUFAL FADHLURROHMAN
2. M. KHAIRUL IMAM
3. ZUMARDIN
A. LATAR BELAKANG
Al-Kindi adalah filosof Islam pertama yang berupaya mempertemukan ajaran Islam
dengan filsafat Yunani.Sebagai seorang filosof, al-Kindi lebih mengandalkan kemampuan
akal untuk memperoleh pengetahuan yang benar tentang realitas. Tetapi dalam waktu yang
sama, diakui keterbatasan akal untuk mencapai pengetahuan metafisis. Oleh karena itu,
menurut al-Kindi, diperlukan adanya Nabi yang mengajarkan hal-hal di luar jangkauan akal
manusia yang diperoleh dari wahyu Tuhan.Dengan demikian, al-Kindi tidak sependapat
dengan para filosof Yunani dalam hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama
Islam.Misalnya, tentang kejadian alam berasal dari ciptaan Tuhan yang semula tidak ada.Al-
kindipun berbeda dengan pendapat Aristoteles yang mengatakan bahwa alam tidak diciptakan
dan bersifat abadi. Oleh karena itu, al-Kindi bukan termasuk filosof yang dikritik al-Ghazali
dalam kitabnya : Tahafut al-Falasifah (Serangan terhadap para filosof).
Al-Kindi dikenal sebagai filosof Muslim pertama, karena dialah orang Islam pertama
yang mendalami ilmu-ilmu filsafat. Hingga abad ke-7 M, filsafat masih didominasi orang
Kristen Suriah. Al-Kindi tak sekedar menerjemahkan karya-karya filsafat Yunani, namun dia
juga menyimpulkan karya-karya filsafat Helenisme. Salah satu kontribusinya yang besar
adalah menyelaraskan filsafat dan agama.
C. FILSAFAT KETUHANAN
Sebagaimana halnya dengan filosof – filosof Yunani dan filosof – filosof Islam lainnya,
Al – Kindi, selain dari filosof, adalah juga ahli ilmu pengetahuan. Pengetahuan ia bagi
kedalam dua bagian :
1. Pengetahuan Ilahi (Divine Science), sebagaimana yang tercantum dalam Al –
Qur’an : yaitu pengetahuan langsung yang diperoleh Nabi dari Tuhan. Dasar pengetahuan
ialah keyakinan.
2. Pengetahuan manusiawi (Human Science) atau filsafat. Dasarnya ialah pemikiran
(Ratio Reason).
Argumen – argumen yang dibawa Al – Qur’an lebih meyakinkan daripada argumen –
argumen yang ditimbulkan dari filsafat. Tetapi filsafat dan Al – Qur’an tidak bertentangan,
kebenaran yang diberitakan Wahyu tidak bertentangan dengan kebenaran yang dibawa
filsafat. Mempelajari filsafat dan berfilsafat tidak dilarang, karena teologi adalah bagian dari
filsafat, dan umat Islam diwajibkan belajar teologi.
Filsafat baginya ialah pengetahuan tentang yang benar (Knowledge of Truth). Disinilah
terlihat persamaan filsafat dan agama. Tujuan agama ialah menerangkan apa yang benar dan
apa yang baik, filsafat itu pulalah tujuannya. Agama, disamping Wahyu, mempergunakan
akal, dan filsafat juga mempergunkan akal. Yang benar pertama (The Firsh Truth) bagi Al –
Kindi ialah Tuhan. Filsafat dengan demikian membahas soal Tuhan dan agama ini pulalah
dasarnya. Dan filsafat yang paling tinggi ialah filsafat ialah filsafat tentang Tuhan.
Sebagaimana Al-kindi berkata : { Filsafat yang termulia dan tertinggi derajatnya adalah
filsafat utama, yaitu ilmu tentang yang benar pertama, yang menjadi sebab bagi segala yang
benar }.
Kebenaran ialah bersesuaian apa yang ada dalam akal dengan apa yang ada diluar akal.
Dalam alam terdapat benda-benda yang dapat ditangkap oleh panca indera. Benda-benda ini
merupakan juz’iat (particulars). Yang penting bagi filsafat bukan juz’iat yang tak terhingga
banyaknya itu, tetapi yang penting ialah hakikat yang terdapat dalam juz’iat itu, yaitu kulliyat
(universal, definisi). Tiap – tiap benda mempunyai dua hakikat :
Tuhan dalam filsafat Al – kindi tidak mempunyai hakikat dalam arti aniyah dan
mahiyah, tidak aniyah karena Tuhan tidak masuk dalam benda – benda yang ada dalam alam,
bahkan ia adalah pencipta alam ia tidak tersusun dari materi dan bentuk. Tuhan juga tidak
mempunyai hakikat dalam bentuk mahiyah, karena Tuhan tidak merupakan genus dan
species. Tuhan hanya satu, dan tidak ada yang serupa dengan Tuhan, Tuhan adalah unik. Ia
adalah al-haq al-awwal (yang benar pertama ) dan al-haq wahid (yang benar tunggal). Ia
semata – mata satu. Hanya ialah yang satu, selain dari Tuhan semuanya mengandung arti
banyak.
Sesuai paham yang ada dalam Islam. Tuhan bagi Al-Kindi adalah pencipta dan bukan
penggerak pertama sebagaimana pendapat Aristoteles. Alam bagi Al-Kindi bukan kekal
dizaman lampau (qadim), tetapi mempunyai permulaan. Karena itu ia lebih dekat dalam hal
ini pada filsafat Platinus yang mengatakan bahwa yang maha satu adalah sumber dari alam
ini dan sumber dari segala yang ada. Alam ini adalah emanasi dari yang maha satu. Tetapi
paham emanasi ini kelihatannya tidak jelas dalam filsafat Al-Kindi. Al-Farabi-lah yang
dengan jelas menulis tentang itu.