Anda di halaman 1dari 15

Aliran Filsafat Al-Kindi

Nama Autor : Kholifatun Nisa’


Afiliasi Kampus : UIN Sunan Ampel Surabaya
Email : nisakholifatun348@gmail.com

ABSTRAK
Al-Kindi adalah seorang filosof islam pertama di dunia, yang berusaha menyatukan ajaran
islam dengan Filsafat Yunani. Pemikiran filsafat al-Kindi merupakan refleksi doktrin-doktrin
yang diperolehnya dari sumber-sumber Yunani klasik dan warisan Neo-Platonis yang
kemudian ia padukan dengan keyakinan agama yang dianutnya. al-Kindi kemudian
menuliskan pemikiran-pemikirannya dalam karya-karyanya. Dasar pemikiran al-Kindi dalam
menympaikan pemikirannya tertulis dalam karyanya, yaitu Fi al-Hudud al-Asyya. Al-Kindi
memiliki peran yang besar dalam filsafat, yaitu membuka besar-besar pintu pemikiran bagi
para ilmuwan muslim lainnya untuk menyampaikan pemikirannya. Filsafat Islam mencapai
puncak kejayaan pada abad ke-9 dan ke-11 masehi. al-Kindi lebih mengutamakan akal dalam
memperoleh pengetahuan tentang kebenaran suatu yang nyata. Namun di waktu yang
bersamaan, dia juga mengakui akan keterbatasan akal dalam mencapai pengetahuan yang
ghaib. Al-Kindi berpendapat filsafat yang paling luhur dan mulia adalah filsafat
pertama (Tuhan), yang merupakan sababa (‘illah) bagi setiap kebenaran. Menurut al-
Kindi, tuhan adalah Wujud yang sempurna dan tidak didahului wujud lain, wujudnya
kekal tidak berakhir, sedangkan wujud yang lain itu disebabkan oleh wujudnya.

Kata Kunci: Aliran Filsafat Al-Kindi

PENDAHULUAN

Filsafat Yunani yang mungkin dikaji oleh orang Islam karena beberapa faktor,
salah satunya karena adanya karya-karya terjemahan filsafat yang disalin kedalam
bahasa Arab. Lewat penerjemahan-penerjemahan ini para pemikir muslim mengenal
pemikiran-pemikiran filosof Yunani, seperti Aristoteles, Plato, dan ajaran-ajaran
Neoplatonis, yang kemudian mereka kembangkan dan perkaya dengan Islam, yang
kemudian dengan adanya perkembangan itu tercipta sebuah pemikiran baru, yaitu
Filsafat Islam.
Filsafat islam di bagian Timur dan Barat berbeda, di 2 bagian tersebut ada
sebagian filosof yang berbeda pendapat antara satu dengan yang lain tentang berbagai

1
pokok pengertian. Filosof-filosof di bagian Timur ada al-Kindi, al-Farabi, dan Ibnu
Sina. Sedangkan di bagian Barat, yaitu Ibnu Majah, Ibnu Thufail dan Ibnu Rusyd.
Filosof-filosof Muslim memiliki pengaruh yang besar dalam filsafat, hingga
W. Montgomery Watt mengambil kesimpulan bahwa tanpa danya filofof muslim ilmu
pengetahuan dan filsafat tidak akan bisa berkembang seperti sekarang ini.
Filsafat Islam mencapai puncak kejayaan pada abad ke-9 dan ke-11 masehi.
Filsafat islam tidak mampu melampaui abad pertengahan dan mulai memasuki
periode anti klimaks pada abad ke-12. Para filosof muslim antara lain yaitu, Al-
Kindi,. Al-Kindi adalah seorang filosof islam pertama di dunia, yang berusaha
menyatukan ajaran islam dengan filsafat Yunani. Sebagai seorang filosof, al-Kindi
lebih mengutamakan akal dalam memperoleh pengetahuan tentang kebenaran suatu
yang nyata. Namun di waktu yang bersamaan, dia juga mengakui akan keterbatasan
akal dalam mencapai pengetahuan yang ghaib. Al-Kindi menyusun filsafatnya di
Baghdad yang pada saat itu masih menjadi ibu kota pemerintahan sekaligus pusat
pengkajian ilmu pengetahuan. Di Baghdad juga al-kindi mendapat banyak dukungan
baik moral maupun material dari tiga Khalifah Dinasti Abbasiyah, yaitu Khalifah Al-
Makmun, Al-Mu’tashim dan Al-Watsiq.
Ketiga Khalifah tersebut sangat mendukung kegiatan belajar mengajar,
kegiatan ilmiah, filosofis dan kesusastraan. Menurut Ibnu Nadhim, Al-kindi memiliki
kecenderungan tidak hanya pada Filsafat Yunani tapi al-Kindi juga mempelajari studi
keagamaan India. Terlepas dari ketidaksmpurnaan filsafat al-Kindi, dia tetaplah sosok
yang paling berjasa dalam membuka akses filsafat dan Sains Yunani sera membangun
pondasi filsafat islam bagi para filosof muslim setelahnya.1

 Biografi Al-Kindi
Nama lengkap al-Kindi Abu Yusuf bin Ishaq bin Ash Shabah bin Imron bin
Asy’ats bin Qais al-Kindi. Diberi julukan al-Kindi karena dia berasal dari Suku yang
bernama Kindah, salah satu suku yang terbesar di Jazirah Arab. Ada beberapa
pendapat tentang lahirnya al-Kindi. Dalam biografinya, tercatat bahwa dia terlahir
pada tahun 188 H (804 M), hal tersebut dikatakan oleh al-Khalili. Selain itu ada
sebagian sumber yang mengatakan bahwa al-Kindi lahir pada 186 H (802 M) dan ada
juga yang berpendapat tahun 185 H (801 M). Al-kindi dikenal sebagai filosof muslim
keturunan Arab pertama, dia lahir di Kuffah, ayahnya bernama Ishaq Bin Shabah
yang menjadi salah satu pejabat pada masa pemerintahan Khalifah Al-Mahdi (775-
785 M) dan masa Khalifah Harun Ar-Rasyid (786-809).2
Masa kecil al-Kindi dihabiskan di Kuffah dalam asuhan orang tuanya
langsung. Pada masa anak-anak al-Kindi ditinggal meninggal oleh ayahnya, namun
hal tersebut tisak menyurutkan niatnya untuk terus belajar dan belajar. Dia
mempelajari berbagai macam ilmu di Kuffah, Bashrah dan Baghdad.
Ilmu yang pertama dia pelajari adalah ilmu agama, dia menghafalkan al-
Qur’an dan mempelajari tata bahasa Arab, yang kemudian dilanjutkan dengan belajar
1
Abubakar Madani, “Pemikiran Filsafat Al-Kindi”, Jurnal Lentera, Vol. IXX, No. 2, Desember 2015, hal 107
2
http://m.gomuslim.co.id/read/khazanah/2017/05/12/4014/al-kindi-filsuf-muslim-yang-ahli-kedokteran-dan-
astronomi.html, Diakses pada tanggal 8 Mei 2020

2
filsafat, logika, matematika, musik, astronomi, fisika, kimia, geografi, kedokteran dan
teknik mesin. Al-kindi adalah seorang yang sangat jenius, dia adalah seorang ahli
filsafat dan juga kedokteran, dia telah menemukan banyak ilmu dalam bidang
kedokteran. Dia juga seorang ahli bahasa, selain ahli dan mahir dalam bahasa Arab,
dia juga ahli dalam bahasa Yunani. Karena keahliannya dalam beberapa bahasa inilah
yang membuatnya semakin mudah mempelajari berbagai macam ilmu. Dan karena
keahliannya inilah al-Kindi diangkat menjadi penerjemah buku-buku asing oleh
Khalifah Al-Makmun yang kemudian menjadi guru pribadi bagi Ahmad bin
Mu’tashim putra dari Al-Mu’tashim yang saat itu menjabat sebagai pemimpin Dinasti
Abbasiyah pengganti Khalifah Al-Makmun.
Al-Kindi diberi julukan “Filosof Arab” oleh para sejarawan, karena al-Kindi
adalah satu-satunya filosof islam yang berasal dari keturunan Arab asli yang
bermoyang pada Ya’qub bin Qathan yang berempat tinggal di Arab Selatan. Al-Kindi
adalah seorang filosof islam yang sangat produktif. Dia telah mencetak banyak karya
buku dalam berbagai bidang keilmuan kurang. Menurut Ibnu Nadhim kurang lebih
ada 260 karya yang diciptakan oleh al-Kindi, diantaranya yaitu tentang filsafat,
logika, dan kosmologi. Selain dikenal sebagai filosof, al-Kindi juga dikenal sebagai
ahli kimia, ahli musik, ahli geografi, astronom, bahkan juga seorang dokter.
Peran yang begitu besar yang di berikan al-Kindi dalam filsafat ini membuka
besar-besar pintu pemikiran bagi para ilmuwan muslim untuk menyampaikan
pemikirannya. Sebelum lahirnya al-Kindi, umat islam sangat menentang untung
mempelajari ilmu filsafat, karena mereka khawatir dengan belajat filsafat maka rasa
hormat terhadap tuhan mereka juga akan berkurang. Namun setelah datangnya al-
Kindi, al-Kindi mencoba membuka pemikiran umat islam dan mencoba membangun
nilai filsafat dalam diri umat muslim agar mereka dapat menolerasi pemikiran-
pemikiran yang berasal dari luar ajaran islam. Al-Kindi menjembatani kesenjangan
antara pendekatan intelektual setengah hati dengan filsafat yang kerasdari rekan-rekan
muslim sezamannya. Dari sikapnya inilah akhirnya al-Kindi diberi gelar faylosof
(filsuf) karena apa yang ia sampaikan dalam filsafat murni, sebenarnya hanya sedikit
mengundang ide-ide asli daripadanya, sekalipun ia memiliki pemikiran bebas.
Menurut al-Khalili, al-Kindi wafat pada tahun 260 H (874 M). Pendapat yang
lain mengatakan bahwa al-Kindi wafat pada tahun 252 H (866 M).

 Karya-karya Al-Kindi
 Fi al-Falsafah al-Ula (Filsafat Pertama)
Dalam bukunya ini, al-Kindi menjelaskan bahwa filsafat pertama juga
termasuk filsafat tertinggi. Filsafat pertama adalah pengetahuan tentang
penyebab pertama. Penyebab utama dianggap sangat utama karena
menjabarkan penyebab adanya waktu.
Denagn belajar filsafat maka seseorang akan belajar pengetahuan di
alam nyata dan akan mempelajari keilahian dan keesaan tuhan. Selain itu,
manusia juga akan belajar tentangg kualitas manusia, dimana al-Kindi
menekankan pentingnya akal dan membandingkannya dengan masalah.

3
 Fi Wahdaniya Allah wa Tunahiy Jirm al-Alam (Kesatuan Allah dan
Keterbatasan Dunia)
 Fi Kammiya Kutub Aristutalis wa Ma Yahtaj Ilahi fi Tahsil al-Falsafa
(Tentang Kuantitas Buku Aristoteles dan yang Diperlukan untuk Memperoleh
Filsafat)
 Fi al-Hila li Daf al-Ahzan (Tentang Seni Mencegah Kedukaan)
 Al-falsafah al-Dakhilat wa al-Masa’il al-Manthiiyyah wa al-Muqtashah wa Ma
Fawqa al-Thabi’iyyah ( Tentang Filsafat yang Diperkenalkan dan Masalah-
Masalah Logika dan Muskil, Serta Metafisika)
 Fi Annahu la Tanalu al-Falsafah illa bi ‘Ilm al-Riyadhiyyah (Tentang Filsafat
tidak dapat Dicapai Kecuali dengan Ilmu Pengetahuan dan Matematika)
 Fi Qashd Arithathalis fi al-Maqulat (Tentang Maksud-maksud Aristotales
dalam kategori-kategorinya)
 Fi Ma’iyah al-‘Ilm wa Aqsamihi (Tentang Sifat Ilmu Pengetahuan dan
Klasifikasinya)
 Risalah fi Hudud al-Asyya’ wa Rusumiha (Tentang Definisi Benda-benda dan
Uraiannya)
 Risalah fi Annahu Jawahir la Ajsam (Tentang Substansi-substansi tanpa
Badan)
 Fi Ibarah al-Jawami’ al-Fikriyah (Tentang Ungkapan-ungkapan mengenai ide-
ide Komperehensif)
 Risalah al-Hikmiyah fi Asrar al-Ruhaniyah (Sebuah Tulisan Filosofis tentang
Rahasia-rahasia Spiritual)
 Risalah fi al-Ibanah an al—‘Illat al-Fa’ilat al-Qaribah li al-Kawn wa al-Fasad
(Tentang Penjelasan Mengenai Sebab Dekat yang Aktif Terhadap Alam dan
Kerusakan).3

 Pemikiran Filsafat Al-Kindi


Pemikiran filsafat al-Kindi merupakan refleksi doktrin-doktrin yang
diperolehnya dari sumber-sumber Yunani klasik dan warisan Neo-Platonis yang
kemudian ia padukan dengan keyakinan agama yang dianutnya. Dasar pemikiran al-
Kindi dalam menympaikan pemikirannya tertulis dalam karyanya, yaitu Fi al-Hudud
al-Asyya. Dalam karyanya tersebut al-Kindi melakukan peringkasan atas definisi dari
literatur Yunani dalam bentuk yang sederhana. Pada awalnya ringkasan memaparkan
filsafat Yunani oleh banyak sejarawan dinilai hanya merupakan ringkasan definisi
secara harfiah saja yang merujuk pada Aristoteles.
Sementara dalam karyanya yang khusus membahas tentang permulaan dari
disiplin filsafat, al-Kindi mengemukakan enam definisi filsafat yang semuannya
becorak platonis. Menurut al-Kindi, filsafat adalah ilmu tentang hakikat sesuatu dalam
batas kesanggupan manusia yang meliputi ilmu ketuhanan, ilmu keesaan
(Wahdaniyah), ilmu keutamaan (Fadhilah) dan kajian apapun yang berguna bagi
kehidupan manusia. Al-Kindi juga berpandangan bahwa para tujuan para filosof
dalam berteori adalah untuk mengetahui kebenaran yang selanjutnya ditindaklanjuti

3
Ahmad Fuad Al-Ahwani, Filsafat Islam, (Jakarta: Pustaka Firdausi, 1995), hal 68

4
dengan amal perbuatan dalam tindakan, semakin dekat manusia dengan kebenaran
maka akan semakin dekat pula pada kesempurnaan.
Oleh karena itu, pengetahuan tentang kebenaran dalam hal-hal lain yang
diverifikasi dari problem kebenaran merupakan orientasi para filsof manapun tanpa
membedakan latar pemikiran dan jenis ataupun aliran yang dianut. Sebagaimana
filosof Yunani, filosof Muslim juga mempercayai tentang perihal kebenaran berada
jauh di atas batas-batas pengalaman. Dalam berteori, para filosof mencari kebenaran,
dan dalam praktek, menyesuaikan kebenaran itu dengan kenyataan empiris. Jika
pengalaman tentang kebenaran merupakan orientasi yang hendak dicapai oleh para
filosof, maka al-Kindi pun menetapkan tujuan utama filsafat sebagai jalan menuju
pengetahuan tersebut. Menurut al-Kindi, pengetahuan akan kebenaran mengharuskan
manusia untuk menggabungkan fisika dan metafisika, sains dan teknologi. Berangkat
dari asumsi ini, kemudian al-Kindi mengupayakan perpaduan antara doktrin filsafat
dan agama.
Menurut al-Kindi filsafat yang paling luhur dan mulia adalah filsafat pertama
(Tuhan), yang merupakan sababa (‘illah) bagi setiap kebenaran. Mengetahui ‘illah itu
lebih mulia dari mengetahui akibatnya, karena kita hanya mengetahui sesuatu dengan
sempurna bila mengetahui ‘illah-nya.
Upaya al-Kindi dalam memperpadukan antara agama dan filsafat didasarkan
pada kitab suci al-Qur’an yang telah meyakinkan seputar permasalahan kebenaran
yang tidak akan bertentangan dengan doktrin yang dihasilkan filsafat. Hanya saja,
proses perpaduan agama dan filsafat tidak mungkin terlaksana tanpa mengakui
keberadaan alat kerja agama dan filsafat yang sama. Menurut al-Kindi, fakta bahwa
filsafat bersandar pada kemampuan akal tidak berbeda dengan fakta bahwa doktrin
agama juga memerlukan akal sebagai alat untuk memahami ajarannya. Hal ini berarti,
al-Kindi menaruh hormat yang tinggi pada akal, dengan cara memaksimalkan cara
kerja akal dalam mencapai pengetahuan akan kebenaran.
Meskipun pemikiran al-Kindi banyak yang merujuk pada filsafat Aristoleles,
namun hal itu tidak membatasi peran filsafat pada pemikiran abstrak. Sebagai seorang
muslim yang baik, al-Kindi meyakini peran penting filsafat dalam agama. Kebenaran
yang dicari oleh para filosof tidak berbeda dengan kebenaran yang disampaikan oleh
para Nabi kepada umat manusia.
Dalam karyanya Kammiyah Kutub aristhateles al-Kindi memaparkan
perbedaan antara doktrin agama dan filsafat, yaitu:
 Filsafat merupakan bagian dari humaniora yang dicapai oleh para
filosof melalui proses panjang pembelajaran. Sedangkan agama adalah
ilmu ketuhanan yang menempati tingkatan paling tinggi karena
diperoleh tanpa proses pembelajaran, namun hanya langsung diterima
oleh Rosulullah melalui proses pewahyuan.
 Filsafat menunjukkan jawaban yang tidak pasti dan memerlukan
perenungan yang mendalam. Sedangkan agama sudah memberikan
jawaban yang jelas dalam kitab suci.
 Filsafat menggunakan metode logika. Sedangkan agama mendekati
persoalan manusia dengan keimanan4.

4
Abubakar Madani, “Pemikiran Filsafat Al-Kindi”, Jurnal Lentera, Vol. IXX, No. 2, Desember 2015, hal 109-111

5
 Pemikiran al-Kindi tentang Epistemologi
Meskipun al-Kindi mengangkat ilmu-ilmu filsafat dari pemikiran
tokoh filsafat Yunani, tapi al-Kindi sebagai seorang filosof muslim
mempunyai pendapat sendiri yang sesuai dengan keyakinan dalam agamanya.
Setidaknya ada 3 macam pengetahuan manusia yang di kemukakan
oleh al-Kindi, yaitu pengetahuan inderawi, pengetahuan yang diperoleh
dengan akal (rasional), dan pengetahuan yang langsung diperoleh dari tuhan
(isyroqi).5
a. Pengetahuan Inderawi
Pengetahuan inderawi terjadi secara langsung ketika seseorang
mengamati sebuah objek material yang kemudian berindah ke
imajinasi dan kemudian diteruskan ke tempat penampungan yang
disebut recollection. Pengetahuan yang didapat dari inderawi ini
tidak tetap, karena objek yang diamati juga tidak tetap.
b. Pengetahuan Rasional
Pengetahuan ini didapat dengan menggunakan akal yang
bersifat immaterial. Objek dalam pengetahuan ini bukan individu,
melainkan genus dan spesies. Orang yang mengamati manusia
sebagai yang berbadan tegak dengan dua kaki, pendek, jakung,
berkulit putih atau berwarna ini akan menghasilkan pengetahuan
inderawi. Tetapi orang yang mengamati manusia dengan
menyelidiki hakikatnya hingga dapat disimpulkan bahwa manusia
adalah makhluk berfikir (rational anilam= hayawan nathiq),.
Al-kindi mengingatkan agar orang-orang tidak mengacaukan
metode pengetahuan yang harus ditempuh, kerena setaip ilmu
mempunyai metode sendiri yang sesuai dengan wataknya. Watak
ilmulah yang akan menentukan metode pengetahuan tersebut. Jika
kita menggunakan metode suatu pengetahuan satu untuk
pengetahuan lain itu adalah sebuah kesalahan yang besar. Karena
setiap pengetahuan sudah ada metodenya masing-masing dan beda
antara satu dengan yang lain.6
c. Pengetahuan Isyraqi
Menurut al-Kindi, pengetahuan inderawi saja tidak akan sampai
pada pengetahuan yang hakiki tentang hakekat-hakekat. Sementara
pengetahuan rasional terbatas pada pengetahuan tentang genus dan
spesies. Para filosof, banyak yang membatasi jalan untuk
memperoleh pengetahuan inderawi dan rasional ini. Sebagaimana
para filosof yang lain, al-Kindi pun mengingatkan adanya jalan lain
selain dua jalan diatas, yaitu jalan isyraqi. Pengetahuan isyraqi
adalah pengetahuan yang langsung berasal dari tuhan. Puncak dari
jalan pengetahuan ini adalah yang diterima oleh para nabi yaitu
wahyu, yang kemudian diajarkan kepada umat manusia.

5
Ahmad Musthofa, Filsafat Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hal 104
6
Ibid, hal 105

6
Para nabi mendapat wahyu dari tuhan tanpa harus bersusah
payah, tanpa memerlukan waktu ountuk memperolehnya,
pengetahuan para nabi semata-mata terjadi karena kehendak tuhan.
Pengetahuan dengan jalan ini hanya terjadi khusus pada para nabi
saja, hal ini yang membedakan nabi dengan manusia biasa. Akal
akan meyakinkan kebenaran pengetahuan mereka berasal dari
tuhan, karena pengetahuan itu ada pada saat manusia biasa tidak
mampu mengusahakannya, karena memang hal itu berasal dari luar
kemampuan manusia.7
 Pemikiran al-Kindi Tentang Agama
Agama yang bersumber dari wahyu Allah mengandung kebenaran, dan
kebenaran ini dituangkan untuk manusia. Filsafat juga mengandung
kebenaran, dimana kebenaran itu didasarkan pada pencarian nalar manusia.
Dengan demikian dapat diketahui ujung dari agama dan filsafat adalah
kebenaran. Namun, kebenaran agama tidak dapat dirasakan kecuali oleh orang
yang berakal. Oleh sebab itu, kebenaran agama harus digali agar lebih jelas,
penggalian kebenaran ini dilakukan degan menggunakan nalar filsafat.
Al-kindi berpendapat bahwa kebenaran yang dibawa oleh agama lebih
positif dan lebih meyakinkan daripada kebenaran filsafat, walaupun untuk
memperjelasnya al-Kindi juga harus memakai filsafat. Jadi, kebenaran yang
hendak dicari oleh filsafat, rasio yang menjadi alat untuk pencariannya, dan
kebenaran yang dibawa oleh agama, rasio juga yang yang berfungsi untuk
membuka tabirnya. Dengan demikian akal berfungsi baik dalam filsafat
maupun dalam agama.
Pembahasan tertinggi dalam filsafat adalah pembahasan tentang
masalah ada atau masalah kebenaran awal, yaitu masalah tentang ketuhanan.
Kebenaran tidak bisa tuntas pembahasannya jika belum sampai pada pokok
dari segala kebenaran. Oleh karena itu filsafat berupaya keras untuk sampai
pada kebenaran yang pertama, dimana kebenaran pertama itu adalah tentang
ketuhanan. Masalah ketuhanan ini digali dari berbagai aspek, dengan begitu
maka akan terlihat dengan jelas kemutlakannya, keadaannya, keesaannya, dan
lain sebagainya. Begitu juga dalam agama, dimana teologi dengan dalil-dalil
aqlinya telah menetapkan tentang eksistensi tuhan yang maha mutlak.
Demikianlah pemikiran al-Kindi tentang agama dan filsafat. Keduanya
saling beriringan dan saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya.
Sampai pada suatu saat al-Kindi pernah mengatakan bahwa jika ada orang
yang mengatakan bahwa filsafat ini bertentangan dengan agama, maka
sesungguhnya orang itu adalah orang yang tidak beragama. Karena
pemikirannya itulah, tidak salah jika beberapa ahli sejarah menganggap bahwa
al-Kindi adalah sebagai ahli ilmu kalam dari golongan Mu’tazilah daripada
sebagai filosof.

7
Ibid, hal 107

7
 Pemikiran al-Kindi Tentang Metafisika
Pembahasan tentang metafisika ini suda ada sejak masa Yunani kuno
yang mempermasalahkan tentang being atau yang ada. Pada abad ke-7 M
wilayah islam telah menyebar luas hingga Mesir, Syiria, Irak, dan Persia. Hal
ini menandakan mulainya kontak antaa islam dan filsafat Yunani, karena
sebelum islam masuk ke daerah ini filsafat Yunani telah lebih dulu masuk dan
berkembang disini. Adanya penerjemahan buku-buku Yunani ke dalam
Bahasa Arab telah mengantarkan intelektual muslim untuk dapat
menyampaikan filsafatnya, khususnya filsafat metafisika.
Metafisika berasal dari Bahasa Yunani, meta yang berarti setelah atau
di balik, dan phusika yang berarti hal-hal di alam, dimana metafisika ini
adalah cabang filsafat yang mempelajari penjelasan asal atau hakikat objek di
dunia. Aristoteles berpendapat, metafisika adalah disiplin ilmu yang
membahas keadalahan, sesuatu (being qua being) dan ciri-ciri sejati
(properties intherent) atas segala sesuatu. Metafisika membahas sesuatu yang
sangat umum dan mendasar. Jika metafisika ini diterapkan dalam pembahasan
manusia, maka yang dibahas adalah apa itu manusia, dari mana asal manusia,
siapa yang menciptakan manusia, untuk apa manusia diciptakan, dan apa saja
yang membuat manusia bahagia dan sedih. Begitu pula jika metafisika
diterapkan dalam pembahasan alam, maka akan dibahas siapa yang
menciptakan alam dan untuk apa alam diciptakan.
Makna metafisika al-Kindi lebih spesifik dari Aristoteles, al-Kindi
menyebutnya dengan filsafat awal (al-Falsafah al-Ula). Menurut al-Kindi,
metafisika adalah ilmu filsafat yang paling mulia, karena metafisika
mempelajari tentang ilmu kebenaran. Selain itu al-Kindi menyebut metafisika
ini sebagai ilmu sebab pertama (al-‘illat al-Ula), alasannya karena semua
cabang ilmu filsafat tercakup dalam disiplin ilmu ini. Permasalahan yang
diangkat dalam pemikiran meafisika al-Kindi tidak sama persis dengan apa
yang dikaji oleh pemikiran metafisika Aristotales dan para filosof lainnya.
Masalah yang dibicarakan al-Kindi terbatas pada pengklasifiksian wujud
(being), alam semesta dan tuhan. Metafisika al-Kindi tidak hanya menyajikan
sesuatu hal yang baru, tapi al-Kindi senantiasa menempatkan dirinya sebagai
lawan dari metafisikanya filosof Yunani dengan memasukkan nilai-nilai islam
kedalamnya.
1. Wujud (Being)
Al-kindi membedakan sesuatu yang ada (wujud/being) menjadi
2, yaitu sesuatu yang bersifat inderawi (al-mahsus) dan yang
bersifat akali (al-ma’qul). Ilmu yang mempelajari sesuatu yang
bersifat inderawi disebut dengan ilmu fisika (thabi’i), sedangkan
ilmu yang mempelajari sesuatu yang bersifat akali disebut dengan
ilmu metafisika.
Menurut al-Kindi setiap benda memiliki 2 hakikat, yaitu
hakikat juz’i yang disebut aniah, dan hakikat kulli yang disebut
mahiah (hakikat yang berifat universal dalam bentuk genus dan
spesies). Juz’i yang dinisbatkan kepada individu yang tampak itu

8
menjadi bahan pembahasan ilmu fisika (thabi’i), sedangkan
metafisika membahas segala sesuatu yang bersifat kulli.
2. Alam Semesta
Salah satu problem yang paling penting dikalangan para filosof
muslim adalah pembahasan mengenai penciptaan alam semesta.
Dikatakan sangat penting karena problem ini berkaitan erat dengan
konsep tauhid (the unity of God). Telah dijelaskan, bahwa al-Kindi
adalah seorang filosof muslim yang sedang berusaha memadukan
antara filsafat dan agama. Karena itu, dalam permasalaha alam
semesta ini, al-Kindi lebih memilih berpendapat bahwa alam ini
diciptakan, sesuai dengan yang telah dijelaskan dalam al-Qur’an,
karena alam ini diciptakan maka alam ini tidaklah kadim.
Al-kindi berpendapat bahwa alam ini ada disebabkan oleh
sebab yang jauh (‘illat ba’idat ilahy), yakni allah. Allah
menciptakan alam yang sebelumnya tidak ada menjadi ada (cretion
ex nihilo). Pendapat al-Kindi ini sangat bertentangan dengan
pendapat para filosof terdahulu, mereka tidak pernah berpendapat
bahwa alam diciptakan dari tidak ada menjadi ada. Mereka
berpendapat bahwa alam ini diciptakan dari benda yang sudah ada
sebelumnya dengan cara emanasi.
3. Tuhan
Setelah membuktikan bahwa alam ini diciptakan dalam suatu
masa, al-Kindi kemudian mengemukakan bahwa alam ini
mempunyai dzat yang menciptakan, untuk membuktikan gal itu al-
Kindi mdngajukan beberapa argumen. Pertama, adanya allah
dibuktikan dengan diciptakannya alam semesta pada suatu masa,
segala sesuatu yang diciptakan pada suatu masa maka mempunyai
pencipta. Kedua, keanekaragaman alam. Sebelum beragumen, al-
Kindi menjelaskan makna dari istilah “satu” (one/wahid), kata
“satu” adalah istilah yang merujuk pada “satu” (single) dari
kumpulan beberapa objek dan merujuk pada “esa” (one), sang
pencipta. Makna pertama, ia tersusun dari beberapa objek dan
dapat dibagi (divisible) ke dalam beberapa bagian. Sedangkan
untuk makna kedua (one-ness, the creator), adalah satu yang tidak
dapat dibagi-bagi (indivisible). Selain “yang esa” (one-ness) berarti
beragam (multiple). Ketiadaan yang esa juga berdampak pada
ketiadaan yang beragam, yang esa (one-ness) adalah penyebab
adanya yang lain, dialah allah sang pencipta. Ketiga, segala sesuatu
yang mustahil dapat menjadi penyebab atas dirinya sendiri. Karena
jika ia sendiri yang menyebabkan atas dirinya maka akan terjadi
rangkaian yang tidak akan habis-habis. Sementara itu, sesuau yang
tidak berakhir tidak mungkin terjadi. Karena itulah, penyebabnya
harus berasal dari luar sesuatu itu, yakni dzat yang maha mulia dan
lebih dahulu adanya daripada sesuatu itu, ia adalah allah SWT yang
maha menciptakan.

9
Al-kindi berfilsafat, bahwa tuhan tidak memiliki hakikat dalam
arti aniah atau mahiah. Bukan aniah karena tuhan tidak termasuk
dalam benda-benda yang ada di alam, bahkan ia adalah pencipta
alam. Tuhan juga bukan mahiah karena tuhan tidak termasuk genus
dan spesies. Tuhan hanya satu, dan tidak ada yang serupa dengan
tuhan. Tuhan adalah yang benar pertama (al-Haqq al-Awwal) dan
yang benar tunggal (al-Haqq al-Wahid). Bagi al-Kindi, tuhan
adalah pencipta (mubdi’), tuhanlah yang menciptakan alam beserta
isinya. Menurut al-Kindi, tuhan menjadi penyebab gerak, tetapi
dirinya sendiri tidak harus bergerak. Tuhan melahirkan sesuatu
yang bergerak (alam semesta) dengan jalan dicintai.8

 Pemikiran al-Kindi Tentang Ketuhanan.


Sebagaimana seperti filosof-filosof Yunani dan filosof-filosof Islam
yang lain, selain sebagai filosof al-Kindi juga ahli ilmu pengetahuan. Dimana
al-Kindi membagi pengetahuan menjadi dua bagian:
a. Pengetahuan Ilahi (Divine Science)
Sebagaimana telah dijelaskan dalam al-Qur’an, bahwa
pengetahuan langsung yang diterima oleh Nabi dari tuhan. Dasar
pengetahuan ini adalah keyakinan.
b. Pengetahuan Manusiawi (Human Science)
Filsafat, dasarnya adalah pemikiran (ratioreason).
Argumen yang terdapat dalam al-Qur’an lebih meyakinkan daripada
argumen yang ada dalam filsafat. Namun, antara al-Qur’an dan filsafat tidak
bertentangan, kebenaran yang diberitakan oleh wahyu tidak bertentangan
dengan kebenaran yang ada dalam filsafat. Belajar tentang filsafat tidak
dilarang dalam islam, karena umat islam sendiri diwajibkan untuk belajar
teologi dan teologi juga termasuk bagian dari filsafat.
Bagi al-Kindi filsafat adalah pengetahuan tentang yang benar
(Knowledge of truth), dari sinilah terlihat persamaan antara filsafat dan agama.
Tujuan dari agama sendiri adalah untuk menerangkan apa yang benar dan apa
yang baik, dan filsafat itu pulalah tujuannya. Agama, disamping wahyu,
mempergunakan akal, dan filsafat juga mempergunakan akal. Menurut al-
Kindi yang benar pertama (The first truth) adalah tuhan. Dengan demikian ,
filsafat juga membahas tentang tuhan dan agama lah dasarnya. Dan filsafat
yang paling tinggi adalah filsafat tentang tuhan.9
Sebagaimana kata al-Kindi:
“Filsafat tang termula dan tertinggi derajatnya adalah filsafat utama,
yaitu ilmu tentang yang benar pertama, yang menjadi sebab bagi segala yang
benar”.
Menurut al-Kindi, tuhan adalah Wujud yang sempurna dan tidak
didahului wujud lain, wujudnya kekal tidak berakhir, sedangkan wujud yang
8
Http://anwafi.blogspot.com/2011/03/pemikiran-metafisika-al-kindi.html, Diakses pada 10 Mei 2020
9
Muhammad Abdul Hadi, Abu Zaidah, (Darul Fikr al-‘Arobiy, 1950), hal 97

10
lain itu disebabkan oleh wujudnya. Tuhan itu maha esa yang tidak dapat
dibagi-bagi dan tidak ada dzat lain yang dapat menyamainya dalam segala
aspek. Tuhan tidak dilahirkan dan tidak pula melahirkan. Sama seperti paham
yang ada dalam islam, bagi al-Kindi tuhan adalah pencipta dan bukan
penggerak pertama sebagaimana pendapat Aristoteles. Bagi al-Kindi alam
bukan kekal di zaman lampau (Qadim) tetapi memiliki permulaan. Pendapat
al-Kindi yang demikian menunjukkan betapa kuatnya pengaruh ilmu kalam
pada waktu itu.

 Pemikiran al-Kindi Tentang Jiwa


Menurut al-Kindi, jiwa itu tidak tersusun, tetapi mempunyai arti
penting, sempurna dan mulia. Substansi roh berasal dari substansi tuhan
hubungan roh dengan tuhan sama seperti hubungan cahaya dengan matahari.
Selain itu, jiwa bersifat spiritual, illahiyah, terpisah dan bebeda dengan jasad.
Jiwa berbeda dengan jasad dan mempunyai wujud sendiri. Pendapat
yang yang dikemukakan oleh al-Kindi tentang kelainan jiwa dengan jasad
adalah keadaan badan mempunyai hawa nafsu (Carnal desire) dan soifat
pemarah (Passion). Jiwa menentang keinginan hawa nafsu dan sifat pemarah.
Jiwa bersifat kekal dan tidak hancur seperti jasad. Jiwa tidak hancur
karena substansinya berasal dari substansi tuhan. Jiwa adalah cahaya yang
dipancarkan tuhan selama berada dalam jasad, jiwa tidak memperoleh
kesenangan yang sebenarnya dan pengetahuannya tidak senpurna. Hanya
setelah jiwa terpisah dari jasad, jiwa akan pergi kealam kebenaran atau alam
akal diatas bintang-bintang, di dalam alam yang dekat dengan tuhan dan dapat
melihat tuhan, maka saat ini dan disinilah jiwa akan memperoleh kesenangan
yang sebenarnya dalam bentuk pengetahuan yang sempurna dan kesenangan
ini bersifat abadi.
Namun jiwa yang dapat langsung pergi ke alam tersebut hanya jiwa
yang suci ketika di dunia, sementara jiwa yang kotor selama di dunia tidak
dapat langsung pergi ke alam tersebut. Jiwa yang kotor akan terlebih dulu
pergi ke bulan untuk di bersihkan. Setelah selesai membersihkan diri di bulan,
jiwa akan pindah ke merkuri, dan demikianlah naik setingkat demi setingkat
hingga akhirnya jiwa itu benar-benar bersih dan sampai ke alam kebenaran
atau alam akal.
Jiwa sendiri memiliki 3 daya, yaitu daya bernafsu (appertitive), daya
pemarah (irascrible) dan daya berfikir (cognitif faculty). Al-kindi mengatakan
bahwa ada 3 macam akal, yaitu akal yang bersifat potensial, akal yang telah
keluar dari sifat potensial dan menjadi aktual, dan akal yang telah mencapai
tingkat kedua dari aktualitas.10
Akal yang bersifat potensial tidak bisa memiliki sifat aktual jika tidak
ada kekuatan yang menggerakkannya dari luar. Oleh sebab itulah, menurut al-
Kindi ada satu macam lagi akal yang mempunyai wujud diluar roh manusia,
10
Havis Aravik, Hoirul Amri, “Menguak Hal-Hal Penting Dalam Pemikiran Filsafat Al-Kindi”, Jurnal Sosial &
Budaya Syar-i, Vol 6, No 2, 2019, hal 200-201

11
dan bernama ‫( العقل الذي بالعقل أبد‬akal yang selamanya dalam aktualitas),
karena selamanya dalam aktualitas, ialah yang membuaut akal bersifat
potensial dalam roh manusia menjadi aktual.
Adapun sifat-sifat dari akal ini adalah:
1. Akal yang pertama
2. Selamanya dalam aktualitas
3. Merupakan species dan genus
4. Mebuat akal potensial menjadi akal berfikir
5. Tidak sama dengan akal potensial.
Menurut al-Kindi manusia disebut berakal jikadia telah mengetahui
universal, yaitu jika ia telah memperoleh akal yang diluar itu. Akal pertama
menurut al-Kindi mengandung arti banyak, karena dia adalah universal.
 Pengaruh Pemikiran Al-Kindi
Al-kindi sebagai filosof islam pertama menjadi kunci pertama
terbukannya gerbang filsafat di dunia islam. Al-kindi telah berhasil membuka
jalan bagi kaum muslim untuk menerima filsafat. Sejarah menyebutkan bahwa
al-Kindi memiliki pengaruh dan konstribusi besar terhadap perkembanngan
ilmu pengetahuan di dunia islam. Tidak hanya itu, al-Kindi juga memiliki
banyak pretasi yang dia ciptakan yangakhirnya menobatkannya menjadi
filosof muslim ternama, yang posisinya setara dengan para pemikir besar
lainnya. Al-Kindi adalah filosof islam pertama yang menyelaraskan agama
dengan filsafat.
Al-kindi telah mempermudah jalan bagi al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu
Rusyd. Al-kindi memberikan dua pandangan yang berbeda, pertama dengan
mengikuti jalur ahli logika dan memfilsafatkan agama. Kedua, memandang
agama sebagai ilmu illahiyah dan menempatkannya di atas filsafat. Kebesaran
al-Kindi telah dibuktikan dengan pengaruhnya dalam kemajuan peradaban
islam, kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan dalam islam yang di pelopori
oleh al-Kindi dan karya-karya yang diciptakan al-Kindi menghiasi kerajaan
Dinasti Abbasiyah yang pada saat itu di pimpin oleh Khalifah al-Mu’tashim.
Dari pemikiran-pemikiran al-Kindi, banyak pemikir-pemikir lain pada waktu
itu yang akhirnya ikut terinspirasi untuk menciptakan sebuah karya.11

 Kesimpulan
al-Kindi mempenyai nama lengkap Abu Yusuf bin Ishaq bin Ash
Shabah bin Imron bin Asy’ats bin Qais al-Kindi. Diberi julukan al-Kindi
11
Ahmad, Mudzakir Syadali, Filsafat Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hal 40

12
karena dia berasal dari Suku yang bernama Kindah, salah satu suku yang
terbesar di Jazirah Arab. Ayahnya bernama Ishaq bin Shabah. Al-Kindi belajar
beberapa ilmu di Kuffah Basrah, dann Baghdad. Ilmu yang pertama kali
dipelajari al-Kindi adalah ilmu agama, dia menghafalkan al-Qur’an dan
mempelajari tata bahasa Arab, yang kemudian dilanjutkan dengan belajar
filsafat, logika, matematika, musik, astronomi, fisika, kimia, geografi,
kedokteran dan teknik mesin. Al-kindi juga ahli dalam beberapa bahasa,hal ini
yang mempermudahkannya mempelajari berbagai ilmu, dan karena
keahliannya inilah al-Kindi diangkat menjadi penerjemah buku-buku asing
oleh Khalifah Al-Makmun yang kemudian menjadi guru pribadi bagi Ahmad
bin Mu’tashim putra dari Al-Mu’tashim.
Al-kindi mempunyai beberapa karya, diantaranya Fi Falsafah al-Ula,
Fi Wahdaniya Allah wa Tunahiy Jirm al-Alam, Fi Kammiya Kutub Aristutalis
wa Ma Yahtaj Ilahi fi Tahsil al-Falsafa, Fi al-Hila li Daf al-Ahzan
Al-falsafah al-Dakhilat wa al-Masa’il al-Manthiiyyah wa al-Muqtashah wa
Ma Fawqa al-Thabi’iyyah, Fi Annahu la Tanalu al-Falsafah illa bi ‘Ilm al-
Riyadhiyyah, Fi Qashd Arithathalis fi al-Maqulat, Fi Ma’iyah al-‘Ilm wa
Aqsamihi, Risalah fi Hudud al-Asyya’ wa Rusumiha, Risalah fi Annahu
Jawahir la Ajsam, Fi Ibarah al-Jawami’ al-Fikriyah, Risalah al-Hikmiyah fi
Asrar al-Ruhaniyah, Risalah fi al-Ibanah an al-‘Illat al-Fa’ilat al-Qaribah li
al-Kawn wa al-Fasad.
Menurut al-Kindi, filsafat adalah ilmu tentang hakikat sesuatu
dalam batas kesanggupan manusia yang meliputi ilmu ketuhanan, ilmu
keesaan (Wahdaniyah), ilmu keutamaan (Fadhilah) dan kajian apapun yang
berguna bagi kehidupan manusia. Menurut al-Kindi filsafat yang paling luhur
dan mulia adalah filsafat pertama (Tuhan), yang merupakan sababa (‘illah)
bagi setiap kebenaran. Mengetahui ‘illah itu lebih mulia dari mengetahui
akibatnya, karena kita hanya mengetahui sesuatu dengan sempurna bila
mengetahui ‘illah-nya. Setidaknya ada 3 macam pengetahuan manusia yang di
kemukakan oleh al-Kindi, yaitu pengetahuan inderawi, pengetahuan yang
diperoleh dengan akal (rasional), dan pengetahuan yang langsung diperoleh
dari tuhan (isyroqi). Menurut al-Kindi agama dan filsafat. Keduanya saling
beriringan dan saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Agama
mengandung kebenaran, dan kebenaran ini dituangkan untuk manusia. Filsafat
juga mengandung kebenaran, dimana kebenaran itu didasarkan pada pencarian
nalar manusia. Metafisika berasal dari Bahasa Yunani, meta yang berarti
setelah atau di balik, dan phusika yang berarti hal-hal di alam, dimana
metafisika ini adalah cabang filsafat yang mempelajari penjelasan asal atau
hakikat objek di dunia. Makna metafisika al-Kindi lebih spesifik dari
Aristoteles, al-Kindi menyebutnya dengan filsafat awal (al-Falsafah al-Ula).
Menurut al-Kindi, metafisika adalah ilmu filsafat yang paling mulia, karena
metafisika mempelajari tentang ilmu kebenaran. Menurut al-Kindi, tuhan
adalah Wujud yang sempurna dan tidak didahului wujud lain, wujudnya kekal
tidak berakhir, sedangkan wujud yang lain itu disebabkan oleh wujudnya.
Tuhan itu maha esa yang tidak dapat dibagi-bagi dan tidak ada dzat lain yang
dapat menyamainya dalam segala aspek. Tuhan tidak dilahirkan dan tidak pula

13
melahirkan. Menurut al-Kindi, jiwa itu tidak tersusun, tetapi mempunyai arti
penting, sempurna dan mulia. Substansi roh berasal dari substansi tuhan
hubungan roh dengan tuhan sama seperti hubungan cahaya dengan matahari.
Selain itu, jiwa bersifat spiritual, illahiyah, terpisah dan bebeda dengan jasad.
Jiwa sendiri memiliki 3 daya, yaitu daya bernafsu (appertitive), daya pemarah
(irascrible) dan daya berfikir (cognitif faculty).
Al-kindi sebagai filosof islam pertama menjadi kunci pertama
terbukannya gerbang filsafat di dunia islam. Pemikiran al-Kindi telah
membuka jalan fikiran para filosofsetahnya, seperti al-Farabi, Ibnu Sina, dan
Ibnu Rusyd. Hasil pemikirannya pun memberikan kemajuan-kemajuan
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dalam islam yang terbukti dengan
karya-karya yang diciptakannya yang menghiasi kerajaan Dinasti Abbasiyah.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abubakar Madani, “Pemikiran Filsafat Al-Kindi”, Jurnal Lentera, Vol. IXX, No. 2, Desember 2015

Ahmad Fuad Al-Ahwani, Filsafat Islam, (Jakarta: Pustaka Firdausi, 1995)

Ahmad, Mudzakir Syadali, Filsafat Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 1999)

Ahmad Musthofa, Filsafat Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1997)

Ahmad Musthofa, Filsafat Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1997)

Havis Aravik, Hoirul Amri, “Menguak Hal-Hal Penting Dalam Pemikiran Filsafat Al-Kindi”, Jurnal Sosial &
Budaya Syar-i, Vol 6, No 2, 2019

Muhammad Abdul Hadi, Abu Zaidah, (Darul Fikr al-‘Arobiy, 1950)

http://m.gomuslim.co.id/read/khazanah/2017/05/12/4014/al-kindi-filsuf-muslim-yang-ahli-
kedokteran-dan-astronomi.html, Diakses pada tanggal 8 Mei 2020
Http://anwafi.blogspot.com/2011/03/pemikiran-metafisika-al-kindi.html, Diakses pada 10 Mei 2020

15

Anda mungkin juga menyukai