Anda di halaman 1dari 9

PEMIKIRAN FILSAFAT AL-KINDI

Oleh:
Nisa Nurul Awaliyah
nnawaliyah2410@gmail.com
Prodi PGMI, STAI Al-Ma’arif Ciamis

ABSTRAK

Artikel ini membahas tentang pemikiran filsafat Al-Kindi. Filsafat Al-Kindi


merupakan merupakan filosof muslim pertama yang menyusun pemikiran Filsafat
Islam dengan sistematika yang jelas. Nama lengkap Al-Kindi adalah Al-Kindi Abu
Yusuf Yacub bin Ishaq bin Ashshabah bin Imran bin Ismail bin Muhammad bun Al-
Asy’ats bin Qais Al-Kindi, lahir di Kufah (Irak) Pemikiran filsafat Al-Kindi
merupakan cinta kepada kebijaksanaan. Filsafat adalah ilmu tentang hakikat segala
sesuatu yang dipelajari orang menurut kadar kemampuannya, yang mencakup ilmu
keTuhan-an (rububiyyah), ilmu keesaan (wahdaniyyah), ilmu keutamaan (fadhilah),
semua ilmu-ilmu yang bermanfaat dan bagaimana cara memperolehnya, serta
bagaimana cara menjauhi perkara-perkara yang merugikan upaya manusia
meneladani perbuatan-perbuatan Tuhan sejauh dapat dijangkau oleh kemampuan
akal. Pemikiran tentang filsafat oleh Al-Kindi meliputi Filsafat dan Agama,
Metafisika, Alam Fisika, dan Jiwa Manusia.
Kata kunci: Al-Kindi, Filsafat. Pemikiran

Pendahuluan
Salah satu faktor yang memungkinkan filsafat Yunani dikaji oleh orang-
orang Islam adalah karena adanya karya-karya terjemahan filsafat yang disalin
secara bebas kedalam bahasa Arab baik langsung dari bahasa Yunani maupun dari
teks asli versi Siriac (Nasution, 1973: 11). Gerakan penerjemahan ini berlangsung
dari tahun 750 sampai tahun 1000 masehi (Nasir, 1996). Oleh karena itu, lewat
penerjemahan-penerjemahan ini para pemikir muslim mengenal pemikiran-
pemikiran filosof Yunani seperti Plato, Aristoteles, dan ajaran-ajaran Neoplatonis
(Nasution, 1973) untuk kemudian mereka kembangkan dan perkaya dengan
pendekatan Islam, sehingga lahirlah disiplin baru dalam dunia pemikiran Islam yang
dikenal dengan sebutan Filsafat Islam (al-Falsafah al-Islamiyah) dengan beberapa
tokohnya seperti Al-Kindi (796-873 M), al-Farabi (870-950 M), Ibn Sina (980-1037
M), al-Ghazali (1059-1111 M), Ibn Rusyd (1126-1198 M) dan lain-lain (Nasir,
1996).
Para tokoh-tokoh itu memiliki reputasi dan pengaruh yang diakui tidak
hanya di dunia Islam abad pertengahan bahkan juga mewarnai fiosof-filosof Barat
modern. Sedemikian besarnya pengaruh filosof-filosof muslim ini hingga W.
Montgomery Watt mengambil kesimpulan bahwa tanpa keberadaan mereka, ilmu
pengetahuan dan filsafat orang-orang Eropa tidak akan bisa berkembang seperti
ketika dulu nenek moyang mereka mengembangkannya untuk pertama kalinya
(Nasir, 1996).
Dengan demikian, filsafat Islam telah mencapai puncak kejayaannya pada
abad ke- 9 dan ke-11 masehi. Berbeda dengan filsafat Barat yang berkembang
hingga abad modern, kejayaan filsafat Islam tidak mampu melampau abad
pertengahan dan mulai memasuki periode anti klimaks pada abad ke-12, khususnya
Ibn Rusyd (Nasir, 1996).
Di antara para filosof muslim yaitu Al-Kindi. Al-Kindi menyusun
filsafatnya di Bagdad yang ketika itu masih menjadi ibu kota pemerintahan dan
sekaligus pusat pengkajian pengetahuan. Di kota ini juga al-Kindi mendapat banyak
dukungan moral dan material dari tiga khalifah dinasti Abbasiyah, al- Ma’mun, al-
Mu’tasim dan al-Watsiq. Ketiga khalifah itu menunjukkan minat yang tinggi pada
pengetahuan dan menyetujui kelangsungan kegiatan belajar mengajar, kegiatan
ilmiah, filosofis dan kesusastraan. Menurut Ibnu Nadhim, kecenderungan al-Kindi
ternyata tidak hanya pada filsafat Yunani saja, tetapi al- Kindi juga mendalami studi
keagamaan India, Chaldean dan Harran (Basri, 2013:18). Terlepas dari semua
ketidaksempurnaan sistematika filsafat al-Kindi, ia tetaplah sosok yang paling
berjasa dalam membuka akses filsafat dan sains Yunani serta membangun fondasi
filsafat Islam bagi para filosof muslim setelahnya.
Biografi Al-Kindi
Nama lengkap Al-Kindi adalah Al-Kindi Abu Yusuf Yacub bin Ishaq bin
Ashshabah bin Imran bin Ismail bin Muhammad bun Al-Asy’ats bin Qais Al-Kindi,
lahir di Kufah (Irak) sekitar tahun 185 H/801 M, dan meninggal pada tahun 260
H/873 M. Pada masa khalifah harun Al-Rasyid (786-809 M) dari Dinasti Bani
Abbas (750-1258 M). Nama Al-Kindi sendiri dinisbahkan kepada marga atau suku
leluhurnya, salah satu suku besar zaman pra-Islam. Menurut Faud Ahwani, Al-Kindi
lahir dari keluarga bangsawan, terpelajar, dan kaya. Ismail Al-Ash’ats ibn Qais,
buyutnya, telah memeluk Islam pada masa Nabi dan menjadi sahabat Rasul. Mereka
kemudian pindah ke Kufah. Di Kufah, ayah Al-Kindi, Ishaq ibn Shabbah, menjabat
sebagai gubernur, pada masa Khalifah Al-Mahdsi (775-785 M), Al-Hadi (785-876
M), dan Harun Al-Rasyid (786-909 M), masa kekuasaan Bani Abbas (750-1258 M).
Ayahnya meninggal saat Al-Kindi masih kecil.
Al-Kindi melewati masa kecilnya di Kufah dengan menghafal al-Qur’an,
mempelajari tata bahasa Arab, kesusastraan Arab dan ilmu hitung. Keseluruhan
yang dipelajarinya di masa itu merupakan kurikulum pelajaran wajib bagi semua
anak-anak zamannya di wilaah Kufah. Selanjutnya Al-Kindi mendalami pelajaran
Fiqh dan kajian keilmuan baru yang disebut Kalam. Akan tetapi, kecenderungan Al-
Kindi lebih mengarah pada ilmu pengetahuan dan filsafat, khususnya ketika Al-
Kindi meninggalkan Kufah dan berdomisili di Bagdad.
Al-Kindi adalah filosof muslim yang pertama-tama berupaya mempertemukan
pandangan Plato dan Aristoteles serta menyelaraskan ajaran Islam dengan Filsafat
Yunani. Al-Kindi sangat percaya terhadap kemampuan akal untuk memperoleh
pengetahuan yang benar tentang realitas. Di samping itu, ia mengakui keterbatasan
akal untuk mencapai metaphisis. Oleh karena itu, diperlukan adanya nabi yang
mengajarkan hal-hal yang di luar jangkauan akal manusia yang diperoleh dari
wahyu Tuhan.
Pendapat Al-Kindi Tentang Filsafat
Menurut Al-Kindi, filsafat adalah cinta kepada kebijaksanaan. Filsafat adalah
ilmu tentang hakikat segala sesuatu yang dipelajari orang menurut kadar
kemampuannya, yang mencakup ilmu keTuhan-an (rububiyyah), ilmu keesaan
(wahdaniyyah), ilmu keutamaan (fadhilah), semua ilmu-ilmu yang bermanfaat dan
bagaimana cara memperolehnya, serta bagaimana cara menjauhi perkara-perkara
yang merugikan upaya manusia meneladani perbuatan-perbuatan Tuhan sejauh
dapat dijangkau oleh kemampuan akal manusia. Filsafat adalah pengetahuan dari
segala pengetahuan dan kebijaksanaan dari segala pengetahuan dan kebijaksanaan
dari segala kebijaksanaan. Al-Kindi menyatakan bahwa filsafat hendaknya diterima
sebagai bagian dari kebudayaan Islam. Karena filsafat merupakan pengetahuan
tentang kebenaran. Filosof Muslim, sebagaimana filosof Yunani percaya bahwa
kebenaran jauh berada di atas pengalaman. Oleh karenanya, filsafat terbagi atas tiga
bagian; pertama, pengajaran (ta’lim), yaitu ilmu yang bersifat mengantarkan; kedua,
ilmu alam yang bersifat terakhir, dan ketiga, ilmu agama yang bersifat paling tinggi.

Filsafat dan Agama


Menurut Al-Kindi agama dan filsafat keduanya mencari kebenaran. Agama
menempuh jalan syara, sedang filsafat menempuh jalan dalil akal. Jadi, agama dan
filsafat tidaklah harus dipertentangkan karena keduanya membawa kebenaran yang
serupa, yang meliputi ilmu ketuhanan, ilmu keesaan, ilmu fadhilah serta ilmu-ilmu
lain yang bermanfaat bagi manusia.
Sebagai filosof Muslim yang berusaha mengkompromikan antara teori
filsafat dan agama dengan tujuan untuk mengetahui sesuatu yang benar (knowledge
of the truth). Dari sinilah kita bisa lihat persamaan antara filsafat dan agama. Tujuan
agama dan tujuan filsafat adalah sama, yaitu menerangkan apa yang benar dan apa
yang baik. Agama, disamping wahyu juga menggunakan akal. Adapun kebenaran
pertama menurut Al-Kindi, ialah Tuhan (Allah). Dialah al haqq al awwal, the first
Truth. Dengan demikian filsafat membahas soal Tuhan, agamapun yang menjadi
dasarnya Tuhan. Ia menunjukkan keselarasan antara filsafat dengan agama.
Keselarasan antara filsafat dan agama didasarkan pada tiga alasan: 1) ilmu agama
merupakan bagian dari filsafat. 2) wahyu yang diturunkan kepada Nabi dan
kebenaran filsafat saling bersesuaian. 3) menuntut ilmu secara logis diperintahkan
dalam agama.

Metafisika
Metafisika berasal dari bahasa Yunani “meta” mempunyai arti “sesudah atau
di belakang”. Menurut Al-Kindi metafisika merupakan argumen-argumen nalar
dalam membicarakan atau membuktikan eksistensi Tuhan. Ia membagi metafisika
atas dua pengertian, yaitu metafisika generalis (ada sebagai yang ada atau makhluk)
dan metafisika khusus (ada sebagai yang Ilahi), yaitu Tuhan yang Esa. Adapun
menurut Al-Kindi adalah pemeriksaan umum terhadap segala yang ada, baik yang
berhubungan dengan tubuh maupun jiwa, mempersatukan dunia lahir dan bathin,
dan menintegrasikan jawaban atas pertanyaan tentang asas dan tujuan. Sebagai
halnya dengan filosof-filosof Yunani dan filosof-filosof Islam lainnya. Al-Kindi ,
selain dari filosof, adalah juga ahli ilmu pengetahuan. Pengetahuan ia bagi ke dalam
dua bagian:
1. Pengetahuan Ilahi (Divine Science), yaitu pengetahuan langsung
yang diperoleh Nabi dari Allah. Dasar pengetahuan ini ialah
keyakinan.
2. Pengetahuan manusiawi (Human Science) atau falsafat. Dasarnya
ialah pemikiran rasional (Nasution,1973:15)
Al-Kindi merupakan filosof Islam pertama yang menggagas bukti rasional-
filosofis tentang Tuhan. Karena ada alam dan hukum-hukum yang berlaku di
dalamnya, tidak akan mengkin berjalan se-teratur yang terlihat, tanpa ada yang
mengedalikannya. Wujud pengendali alam yang menjaganya tetap berada dalam
keteraturan tentulah wujud yang maha dan tidak akan mungkin sama dengan yang
dikendalikannya. Jika alam dan hukum- hukum alam adalah baharu, maka
pengendali tidaklah baharu. Jika alam dan hukum-hukum alam merupakan hasil
penciptaan, maka pengendali bukanlah wujud yang diciptakan. Sesuatu yang
mengendalikan mesti berbeda dengan yang dikendalikannya. Sebab bila antara
pengendali dengan yang dikendalikan sama, maka yang akan lahir adalah sebuah
ketidak-teraturan. Pemikiran Al-Kindi tentang metafisika bertujuan untuk
membuktikan wujud Allah.
a. Baharunya alam ini menunjukkan bahwa alam ini ada penciptanya.
b. Tadbir (dalil pengendalian), yaitu hukum alam terwujud (berjalan) sesuai
dengan tuntunan Allah.
c. Zat dan sifat Tuhan, menurut Al-Kindi Allah adakah wujud yang hak, yang
tiada ketiadaan selama-lamanya, ia adalah wujud yang maha sempurna, tidak
berakhir dan tidak berwujud sesuatu tanpa wujudnya.
Menurut Al-Kindi, alam semesta betapa pun luasnya adalah terbatas dan
segala yang terbatas tidak mungkin tidak mempunyai awal yang tidak terbatas.
Dengan kata lain, alam mesti mempunyai titik awal dalam waktu. Betapapun
jauhnya ia dirunut, kebelakang, ia harus mulai dalam titik temporal tertentu, dan
tidak mungkin surut ke belakang secara tak terhingga atau tasalsul (Zaprulkhan,
2014: 26).

Alam Fisika
Menurut Al-Kindi, alam ini dijadikan Allah dari tidak ada menjadi ada,
kemudian mengendalikannya dan mengaturnya, serta menjadikannya sebagiannya
sebagai sebab yang lain. Al-Kindi menyanggah pandangan Aristoteles tentang
qadimnya alam. Selanjutnya, mengatakan bahwa dalam alam ini terdapat berbagai
gerak, antara lain gerak menjadikan dan merusak.
Alam ini terdiri atas dua bagian, yaitu alam yang terletak di bawah falak
bulan sampai ke ujung alam, dan alam yang merentang tinggi. Jenis alam pertama
terdiri dari unsur (air, api, udara dan tanah), yang merupakan alam perubahan,
pertumbuhan dan kemusnahan, sedangkan jenis kedua tidak bertumbuh dan tidak
musnah, karena akan abadi.

Jiwa Manusia
Jiwa adalah merupakan suatu entitas Ilahi yang tidak tersusun dan kekal, dan
memancar dari Allah. Ia bukan materi atau terbuat dari materi, dan walupun bersatu
untuk sementara waktu dengan tubuh, jiwa terpisah dan tidak tergantung kepadanya,
hubungannya dengan jasad yang bersifat aksidensial atau dalam arti berbentuk
dalam keadaan tidak mandiri), karena seperti yang kita ketahui jiwa itu Bersatu
dengan badan dan dengan itu bisa melakukan berbagai kegiatan. Akan tetapi suatu
saat jiwa pasti akan berpisah kembali dengan badan, jika jiwa terpisah dengan badan
maka itulah yang disebut dengan kematian.
Pandangannya terhadap jiwa atau ruh. Menurut al-Kindi, substansi ruh adalah
sederhana (tidah tersusun dan kekal. Ia memiliki arti penting dalam kehidupan
manusia. Ia sempurna dan mulia karena substansinya berasal dari substansi Tuhan.
Hubungannya dengan tuhan sama dengan hubungan cahaya dan matahari. Menurut
al-Kindi bahwa ruh mempunyai esensi dan eksistensi yang terpisah dengan tubuh dan
tidak tergantung satu sama lainnya. Jiwa menurut al-Kindi adalah prinsip kehidupan
yang mempengaruhi tubuh organik untuk beberapa saat lamanya untuk kemudian
melepaskannya. Jiwa merupakan entitas tunggal yang substansinya sama dengan
substansi pencipta sendiri karena ia sesungguhnya adalah limpahan dari substansi

Karya-karya Al-Kindi
Menurut Ali Mahdi Khan (2004: 47) Al-Kindi adalah seorang penulis dan
ilmuwan eksiklopedia. Tulisan-tulisan orisinalnya berjumlah 275 buah, termasuk
buku-buku filsafat, logika, fisika, politik, psikologi, etika, astronomi, kedokteran,
peradaban, teologi, musik, optik, geografi, fenomenologi, sejarah dan bidang-bidang
lainnya. Al-Kindi juga sangat dihormati para pemikir Eropa abad pertengahan, sangat
disayangkan buku-bukunya yang masih ada hanya berjumlah kurang dari dua puluh
buah, segelintir dalam bahasa Arab, sebagian lagi dalam bahasa Latin. Adapun
beberapa karya yang tulis al-Kindi adalah sebagai berikut: Pertama, fil al-falsafat al-
Ula, Kedua, Kitab al-Hassi ’ala Ta’allum al-Falsafat. Ketiga, Risalat ila al-Ma’mun
fi al-’illat wa Ma’lul. Keempat, Risalat fi Ta’lif al-A’dad. Kelima, Kitab al-Falsafat
al-Dakhilatn wa al-Masa’il al-Manthiqiyyat wa al-Mu’tashah wa ma Faruqa al-
Thabi’yyat. Keenam, Kammiyat Kutub Aristoteles, Ketujuh, Fi al-Nafs (Zar, 2004:
43). Dari uraian di atas dapat dijadikan bukti bahwa wawasan keilmuan Al-Kindi
sangatlah luas. Bahkan beberapa karya tulisnya telah diterjemahkan oleh Gerard
Cremona ke dalam bahasa Latin, yang sangat mempengaruhi pemikiran Eropa pada
abad pertengahan. Oleh karena itu, Cardono sebagaimana dikutip Sirajuddin Zar
(2004: 43) menyatakan bahwa al-Kindi termasuk salah satu dari dua belas pemikir
besar.

Kesimpulan
Filsafat adalah pengetahuan dari segala pengetahuan dan kebijaksanaan dari
segala kebijaksanaan. Filsafat adalah ilmu tentang hakikat segala sesuatu yang
dipelajari orang menurut kadar kemampuannya, yang mencakup ilmu keTuhan-an
(rububiyyah), ilmu keesaan (wahdaniyyah), ilmu keutamaan (fadhilah), semua ilmu-
ilmu yang bermanfaat dan bagaimana cara memperolehnya, serta bagaimana cara
menjauhi perkara-perkara yang merugikan upaya manusia meneladani perbuatan-
perbuatan Tuhan sejauh dapat dijangkau oleh kemampuan akal manusia.
Filsafat dan agama dengan tujuan untuk mengetahui sesuatu yang benar
(knowledge of the truth). Dari sinilah kita bisa lihat persamaan antara filsafat dan
agama. Tujuan agama dan tujuan filsafat adalah sama, yaitu menerangkan apa yang
benar dan apa yang baik. Keselarasan antara filsafat dan agama didasarkan pada tiga
alasan: 1) ilmu agama merupakan bagian dari filsafat. 2) wahyu yang diturunkan
kepada Nabi dan kebenaran filsafat saling bersesuaian. 3) menuntut ilmu secara
logis diperintahkan dalam agama.
Metafisika merupakan argumen-argumen nalar dalam membicarakan atau
membuktikan eksistensi Tuhan. Ia membagi metafisika atas dua pengertian, yaitu
metafisika generalis (ada sebagai yang ada atau makhluk) dan metafisika khusus (ada
sebagai yang Ilahi), yaitu Tuhan yang Esa. Adapun menurut Al-Kindi adalah
pemeriksaan umum terhadap segala yang ada, baik yang berhubungan dengan tubuh
maupun jiwa, mempersatukan dunia lahir dan bathin, dan menintegrasikan jawaban
atas pertanyaan tentang asas dan tujuan.
Alam ini dijadikan Allah dari tidak ada menjadi ada, kemudian
mengendalikannya dan mengaturnya, serta menjadikannya sebagiannya sebagai
sebab yang lain. Al-Kindi menyanggah pandangan Aristoteles tentang qadimnya
alam. Selanjutnya, mengatakan bahwa dalam alam ini terdapat berbagai gerak,
antara lain gerak menjadikan dan merusak.
Jiwa adalah merupakan suatu entitas Ilahi yang tidak tersusun dan kekal, dan
memancar dari Allah. Ia bukan materi atau terbuat dari materi, dan walupun bersatu
untuk sementara waktu dengan tubuh, jiwa terpisah dan tidak tergantung kepadanya,
hubungannya dengan jasad yang bersifat aksidensial atau dalam arti berbentuk
dalam keadaan tidak mandiri).
Beberapa karya yang tulis al-Kindi adalah sebagai berikut: Pertama, fil al-
falsafat al-Ula, Kedua, Kitab al-Hassi ’ala Ta’allum al-Falsafat. Ketiga, Risalat ila
al-Ma’mun fi al-’illat wa Ma’lul. Keempat, Risalat fi Ta’lif al-A’dad. Kelima, Kitab
al-Falsafat al-Dakhilatn wa al-Masa’il al-Manthiqiyyat wa al-Mu’tashah wa ma
Faruqa al-Thabi’yyat. Keenam, Kammiyat Kutub Aristoteles, Ketujuh, Fi al-Nafs.

Daftar Pustaka
Madani, B.A. (2015) Pemikiran Filsafat Al-Kindi. Samarinda: IAIN Samarinda.
Habibah, S. (2017) Filsafat Ketuhanan Menurut Al-Kindi, Lamongan: UNISDA
Lamongan.
https://www.referensimakalah.com/2011/09/ketuhanan-dan-filsafat-jiwa-al-
kindi_5919.html (Diakses pada tanggal 09 Februari 2023)

Anda mungkin juga menyukai