Anda di halaman 1dari 12

Paradigma Pemikiran Filsafat Ilmu dalam Sejarah Umat Islam

Abad Pertengahan Al-Kindi

MAKALAH

Disusun guna memenuhi tugas


Mata Kuliah : Filsafat Ilmu Keislaman
Dosen Pengampu : Dr. Ahmad Ismail, M.Hum

Oleh
Moch Alfi Fajrin
NIM : 1803038009

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2019

1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masuknya filsafat Yunani (barat) ke dunia timur menjadi cikal bakal
berkembangnya filsafat di dunia timur. Filsafat Yunani ini dibawa oleh Alexander
Yang Agung ketika melakukan ekspansi ke Persia dengan membawa ribuan
tentara dan akhirnya terjadilah akulturasi budaya antara keduanya. Kemudian
ajaran filsafat baru berkembang dari Persia merembes ke daerah-daerah Arab
lainnya dan baru berkembang pada abad ke 7 M yang dipelopori oleh kholifah
dinasti Umayah yaitu Abdul Malik bin Marwan.
Pada abad ke-9 muncullah seorang filosof muslim yang bernama Al-Kindi.
Pada masa Al-Kindi inilah yang menjadi tonggak sejarah bangkitnya filsafat
Islam. Dia adalah filosof muslim pertama yang menerjemahkan filsafat Yunani ke
dalam bahasa Arab. Setelah Al-Kindi banyak muncul filosof-filosof muslim yang
ikut mengembangkan filsafat Islam seperti Al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Rusyd dan
lain sebagainya. Dengan begitu filsafat terus berkembang dan akhirnya meredup
di masa Al-Ghozali karena adanya benturan antara filsafat dan syariat.
Pada makalah ini akan kami bahas tentang filosof muslim yang sangat
perperan dalam pengembangan filsafat timur dan bahkan dia adalah pelopor
berkembangnya filsafat di dunia timur. Ia adalah Al-Kindi. Mengenai siapakah
Al-Kindi, bagaimana pemikiran filsafatnya dan apakah karya-karyanya dalam
dunia filsafat akan kami jelaskan dalam pembahasan di bawah ini.

B. Rumusan Masalah

2
Rumusan masalah yang dibahas dalam pembahasan makalah ini adalah
sebagai berikut.
1. Bagaimana sejarah hidup Al-Kindi?
2. Bagaimana pemikiran Al-Kindi tentang Tuhan, Jiwa dan Alam?
3. Apa saja karya-karya Al-Kindi?

C. Tujuan
Tujuan pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah hidup Al-Kindi.
2. Untuk mengetahui bagaimana pemikiran Al-Kindi tentang Tuhan,
Jiwa dan Alam.
3. Untuk mengetahui karya-karya Al-Kindi.

II. PEMBAHASAN
A. Sejarah hidup Al-Kindi
Al-Kindi nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’kub ibnu Ishaq ibnu
Al-Syabbah ibnu Imron ibnu Muhammad ibnu Al-Asy’ats ibnu Qo’is Al-Kindi..1
Al-Kindi adalah nisbah pada suku yang menjadi asal cikal bakalnya, yaitu Banu
Kindah.Banu Kindah adalah suku keturunan Kindah yang sejak dulu menempati
daerah selatan jazirah Arab. Daerah ini tergolong memiliki apresiasi kebudayaan
yang cukup tinggi dan banyak dikagumi orang.2
Al-Kindi dilahirkan di Kufah tahun 185 H/801 M. Ayahnya Ishaq Al-
Sabbah, adalah gubernur Kufah pada masa pemerintahan Al-Mahbudi dan Harun
Al-Rasyid dari bani Abbas. Ayahnya meninggal beberapa tahun setelah Al-Kindi
lahir. Dengan demikian Al-Kindi dibesarkan dalam keadaan yatim. Pada masa
kecilnya Al-Kindi memperoleh pendidikan di Basroh. Tentang siapa-siapa
gurunya tidak ada informasi yang valid. Sejarah tidak memberikan informasi
memadai mengenai hal ini. Tetapi dapat dipastikan bahwa ia mempelajari ilmu-
ilmu yang sesuai dengan kurikulum pada masanya. Ia mempelajari Al-Qur’an,
11
Sirojuddin Izar, Filsafat Islam (Filosof dan Filsafatnya), (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2009), hlm. 37
2
Maftukhin, Filsafat Islam, (Yogyakarta: TERAS, 2012), hlm. 79

3
membaca, menulis, dan berhitung. Setelah menyelesaikan pelajaran dasarnya di
Basrah, ia melanjutkan studi ke Bagdad hingga tamat.
Dalam perkembangannya ia mahir sekali dalam berbagai macam cabang
ilmu yang ada pada saat itu seperti ilmu ketabibab (kedokteran), filsafat, ilmu
hitung, mantik (logika), geometri, astronomi dan sebagainya. Ilmu-ilmu yang
berasal dari Yunani juga ia pelajari. Ada salah satu bahasa ilmu pengetahuan
ketika itu ia kuasai dengan baik, yaitu bahasa Suryani. Dari buku-buku Yunani
yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Suryani inilah Al-Kindi kemudian
menerjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Nama Al-Kindi menanjak setelah ia hidup di istana pada masa
pemerintahan Al-Mu’tasim yang menggantikan Al-Ma’mun pada tahun 218
H/833 M. Hal ini disebabkan karena pada waktu itu Al-Kindi dipercaya pihak
istana menjadi guru pribadi putranya yaitu Ahmad Ibn Mu’tasim. Pada masa
inilah Al-Kindi berkesempatan menulis karya-karyanya. Setelah masa Al-Ma’mun
ia menerjemahkan kitab-kitab Yunani ke dalam bahasa Arab.3
Perjalanan intelektual yang mengantarkan Al-Kindi menjadi ulama besar
dipengaruhi oleh faktor lingkungan dua kota besar pada saat itu yaitu Kuffah dan
Basrah. Kedua kota tersebut pada abad ke 2 H/8 M dan ke 3 H / 9 M, merupakan
dua pusat kebudayaan Islam yang bersaing. Kuffah lebih cenderung pada studi-
studi aqliyah, dimana Al-Kindi melewatkan masa kanak-kanaknya. Dia menghafal
Al-Qur’an, mempelajari tata bahasa Arab, kesusastraan, dan ilmu hitung yang
semua itu merupakan kurikulum bagi semua anak muslim. Ia kemudian
mempelajari fiqih dan disiplin ilmu baru yang disebut kalam. Akan tetapi,
tampaknya ia lebih tertarik pada ilmu pengetahuan dan filsafat, terutama setelah ia
pindah ke Bagdad.
Pengetahuan lengkap tentang ilmu dan filsafat Yunani bisa diperoleh
dengan menguasai dua bahasa, yaitu bahasa Yunani dan Syiria. Sebab banyak
karya Yunani diterjemahkan dengan dua bahasa tersebut. Al-Kindi mempelajari
bahasa Yunani tetapi ia juga menguasai bahasa Syiria dalam beberapa karya
klasik. Ia juga memperbaiki beberapa terjemahan bahasa Arab.

3
Yatimin Abdullah. Studi Islam Kontemporer. (Jakarta: Amzah, 2006) hlm. 59

4
Kisah lain tentang Al-Kindi digambarkan dalam karikatur Al-Jahiz dalam
kitab Al-Bukhala. Al-Kindi hidup mewah di sebuah rumah, yang di dalam kebun
rumahnya ia memelihara banyak binatang langka, ia hidup menjauh dari
masyarakat, bahkan dari tetangga-tetangganya. Sebuah kisah menarik oleh Al-
Qifti menjelaskan bahwa Al-Kindi bertetangga dengan seorang saudagar kaya dan
ia tidak pernah tahu bahwa Al-Kindi adalah dokter ahli. Ketika anak sang
saudagar tiba-tiba lumpuh dan tidak seorang tabibpun di Bagdad mampu
menyembuhkannya, seseorang memberi tahu sang saudagar bahwa ia bertetangga
oleh seorang filosof tercemerlang yang amat pandai mengobati penyakit seperti
itu. Al-Kindi mengobati anak yang lumpuh itu dengan musik.4
Sebagai filosof Islam pertama, al Kindi telah berjasa dalam usahanya
menjadikan filsafat sebagai salah satu khazanah pengetahuan Islam setelah
disesuaikan lebih dahulu dengan agama. Dalam risalah yang dihadiahkan kepada
Ahmad Ibn Al-Mu’tashim Billah tentang filsafat “pertama” (metaphisic), Al-
Kindi menyatakan pendapatnya bahwa baik agama maupun filsafat kedua-duanya
menghendaki kebenaran. Agama menempuh jalan syari’at, sedangkan filsafat
menempuh jalan metode pembuktian. Filsafat dipandang sebagai hasil
kesanggupan manusia (human skill) yang menempati kedudukan tertinggi dan
mempunyai martabat termulia. Al Kindi mendefinisikan filsafat sebagai
pengetahuan tentang hakekat segala sesuatu menurut batas kesanggupan manusia.5

B. Filsafat Al-Kindi
Salah satu usaha Al-Kindi memperkenalkan filsafat ke dalam dunia Islam
dengan cara mengetuk hati umat supaya menerima kebenaran walaupun darimana
sumbernya. Menurutnya kita tidak pada tempatnya malu mengakui kebenaran dari
mana saja sumbernya. Bagi mereka yang mengakui kebenaran tidak ada sesuatu
yang lebih tinggi nilainya selain kebenaran itu sendiri dan tidak pernah
meremehkan dan merendahkan martabat orang yang menerimanya.

4
Dedi Supriadi, Pengantar Filsafat Islam (Konsep Filsuf dan Ajarannya), (Bandung: CV. Pustaka
Setia, 2009), hlm. 51-52
5
Yusuf Suyono, Bersama Ibn Rusyd Menengahi Filsafat dan Ortodoksi, (Semarang : Walisongo
Press, 2008), hlm.47

5
Telah dipaparkan bahwa Al-Kindi adalah orang Islam yang pertama kali
meretas jalan mengupayakan pemaduan atau keselarasan antara filsafat dan agama
atau antara akal dan wahyu. Menurutnya antara keduanya tidaklah bertentangan
karena masing-masing keduanya adalah ilmu tentang kebenaran. Sedangkan
kebenaran itu adalah satu. Ilmu filsafat meliputi ketuhanan, keEsaan-Nya, dan
keutamaan, serta ilmu-ilmu selain yang mengajarkan bagaimana jalan
memperoleh apa-apa yang bermanfaat dan menjauhkan dari apa-apa yang
mudarat. Hal seperti ini juga dibawa oleh para Rasul Allah dan mereka juga
menetapkan keEsaan Allah dan memastikan keutamaan yang diridhoi-Nya. Atas
dasar itulah menurut Al-Kindi kita wajib berterima kasih pada para pendahulu kita
yang telah memberi kita ukuran kebenaran. Jika mereka tidak membekali kita
dengan pikiran yang membuka jalan bagi kebenaran pastilah kita tidak akan dapat,
sekalipun kita telah mengadakan penyelidikan yang lama dan tekun, menemukan
prinsip utama yang benar atas dasar penarikan kesimpulan kita yang kabur, dan
yang dari generasi ke generasi telah terbuka sejak dulu hingga sekarang. Tujuan
ungkapan Al-Kindi di atas adalah untuk menghalalkan filsafat bagi umat Islam.
Usaha yang ia lakukan cukup menarik dan bijaksana. Oleh karena itu sekalipun
filsafat datang dari Yunani, menurut Al-Kindi kita wajib mempelajarinya bahkan
lebih dari itu, kita wajib mencarinya.6
Al-Kindi merupakan pionir dalam melakukan usaha pemaduan antara
filsafat dan agama atau antara akal dan wahyu. Ia melempangkan jalan bagi Al-
Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Ruz yang datang kemudian. Dalam hal ini dapat di
katakan bahwa Al-Kindi telah memainkan peranan yang besar dan penting di
“pentas” filsafat Islam.7 Al-Kindi adalah filosof Islam pertama yang
mengorientasikan pemikirannya untuk menjaga dan membela Islam sambil
berusaha untuk mengompromikan agama dan akal.

1. Falsafah Ketuhanan

6
Sirojuddin Izar, Filsafat Islam (Filosof dan Filsafatnya), …, hlm. 43-45
7
Sirojuddin Izar, Filsafat Islam (Filosof dan Filsafatnya), …, hlm. 50

6
Sebagimana dengan filosof-filosof Yunani dan filosof-filosof Islam
lainnya, Al-Kindi juga ahli dalam ilmu pengetahuan. Menurutnya, pengetahuan
terbagi menjadi dua bagian:
a. Pengetahuan Ilahi ‫( ِع ْل ُم اِل ِه ٌّي‬Devine Sciense) sebagaimana yang tercantum
dalam Al-Qur’an yaitu pengetahuan langsung yang diperoleh Nabi dari Tuhan.
Dasar pengetahuan ini adalah keyakinan.
b. Pengetahuan manusiawi ‫انى‬XXX‫( ِع ْل ُم اِ ْن َس‬Human Science) atau falsafat.
Dasarnya adalah pemikiran (ratio-reason).

Menurut Al-Kindi filsafat ialah pengetahuan tentang yang benar


(knowledge of truth). Disinilah terdapat persamaan falsafah dan agama. Tujuan
agama ialah menerangkan apa yang benar dan apa yang baik, dan falsafah itulah
pula tujuannya. Agama, di samping wahyu , mempergunakan akal, dan falsafah
juga mempergunakan akal. Yang benar pertama ‫ق اَأْل َّو ُل‬
ُّ ‫ = )اَ ْل َح‬the first truth) bagi
Al-Kindi adalah Tuhan.8
Argumen-argumen yang dibawa Qur’an lebih meyakinkan daripada
argumen-argumen yang ditimbulkan falsafat. Tetapi filsafat dan Qur’an tak
bertentangan, kebenaran yang diberitakan wahyu tidak bertentangan dengan
kebenaran yang dibawa falsafat. Mempelajari falsafat dan berfilsafat tidak
dilarang karena teology adalah bagian dari filsafat dan umat Islam diwajibkan
belajar teology.
Tuhan dalam falsafat Al-Kindi tidak mempunyai hakekat dalam arti aniah
atau mahiah. Tidak aniah karena Tuhan tidak termasuk dalam benda-benda yang
ada di alam bahkan Ia adalah pencipta alam. Ia tidak tersusun dari materi dan
bentuk, juga tidak mempunyai hakekat dalam bentuk mahiah karena Tuhan tidak
merupakan genus atau spesies. Tuhan hanya satu dan tidak ada yang serupa
dengan-Nya.
Sesuai dengan paham yang ada dalam Islam, Tuhan bagi Al-Kindi adalah
pencipta. Alam bagi Al-Kindi bukan kekal di zaman lampau tetapi mempunyai
permulaan. Karena itu Ia lebih dekat dalam hal ini pada filsafat continus yang

8
Dedi Supriadi, Pengantar Filsafat Islam (Konsep Filsuf dan Ajarannya), …, hlm.

7
mengatakan bahwa Yang Maha Satu adalah sumber dari alam ini dan sumber dari
segala yang ada.9
2. Falsafah Jiwa
Jiwa dipandang intisari dari manusia dan filosof-filosof Islam banyak
memperbincangkan hal ini, apalagi karena ayat-ayat al-Qur’an atau hadits Nabi
tidak menjelaskan hakekat ruh itu. Bahkan menurut sugesti dalam al-Qur’an,
manusia tidak akan mengetahui hakekat ruh. Ruh adalah urusan Tuhan dan bukan
urusan manusia. Tetapi sungguhpun demikian filosof-filosof Islam membahas
tentang ini berdasar pada falsafah tentang ruh yang mereka jumpai dalam falsafat
Yunani.10
Menurut al-Kindi, jiwa adalah sesuatu yang sederhana, tidak tersusun
(basiithah, simple, sederhana), namun mempunyai arti penting, sempurna, dan
mulia.11 Substansinya berasal dari substansi Tuhan. Hubungannya dengan Tuhan
sama dengan hubungan cahaya dengan matahari.12
Al-Kindi membagi jiwa menjadi 3 macam seperti yang kita temukan pada
plato; yaitu daya pikir, daya marah dan daya nafsu. Dia berpendapat bahwa jika
daya pikir mampu mengendalikan dua daya lainnya, yaitu nafsu dan marah, maka
manusia mampu menguasai nafsu dan meredam amarahnya. Manusia yang
dikendalikan oleh nafsu dan amarahnya maka disamakan dengan binatang yang
juga mempunyai sifat ini.13 Daya berpikir itu disebut akal.
Manusia memperoleh pengetahuan yang sebenarnya dengan perantara ruh
(jiwa). Ada dua macam pengetahuan, yaitu:

1. Pengetahuan panca indera, hanya mengenai yang lahir-lahir saja. Dalam


hal ini manusia dan binatang sama.
2. Pengetahuan akal. Merupakan hakekat-hakekat dan hanya dapat diperoleh
oleh manusia tetapi dengan syarat ia harus melepaskan dirinya dari sifat
9
Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hlm. 15-16
10
Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam,…, hlm. 17
11
Fuad Farid Ismail dkk., Cara Mudah Belajar Filsafat, (Jogjakarta: IRCisoD, 2012), hlm. 198
12
Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam,…, hlm. 17
13
Fuad Farid Ismail dkk., Cara Mudah Belajar Filsafat, hlm. 199

8
binatang yang ada dalam tubuhnya, dengan cara meninggalkan dunia dan
berpikir serta berkontemplasi tentang wujud (bersifat zahid).

3. Falsafah Alam
Al-Kindi berpendapat bahwa alam adalah baru (makhluk). Ia diciptakan
dari segala sesuatu yang tidak ada dengan suatu kemampuan mencipta. Artinya
Allah SWT berkata kepadanya “Jadilah”, maka iapun menjadi ada, sesuai dengan
ilmu dan kehendak-Nya dan tidak terjadi dengan cara emanasi, seperti yang
dikatakan oleh Plotinus Alexandria yang diikuti oleh sebagian filsuf muslim.14
Ia memastikan bahwa alam itu mutahanin (berakhir). Karena alam itu
mutahanin, maka ia tidak azali. Ia berteori bahwa benda pasti berakhir, demikian
pula benda secara keseluruhan, yakni seluruh alam wujud. Karena setiap benda
mempunyai jenis dan macam, maka benda tidak mungkin azali, sebab yang azali
tidak berjenis. Dengan demikian benda bukanlah sesuatu yang azali. Menurutnya,
alam semesta itu terbatas pada sudut jasad (jism), waktu (zaman), dan gerak
(gerak).15

C. Karya-karya Al-Kindi
Al-Kindi adalah filosof muslim pertama. Ia aktif terlibat dalam kegiatan
penerjemahan buku-buku Yunani dan sekaligus melakukan koreksi serta
perbaikan atas terjemahan orang lain. Ia juga memperoleh penghargaan dari
khalifah Al-Ma’mun yang terkenal cintanya kepada filsafat dan sains. Menurut
informasi, Al-Ma’mun membayar siapa saja yang sanggup menerjemahkan buku-
buku ke dalam bahasa Arab dengan emas seberat buku yang diterjemahkan. Selain
itu, ia juga termasuk seorang yang kreatif dan produktif dalam kegiatan tulis
menulis. Tulisannya sangat banyak dalam berbagai disiplin ilmu. Akan tetapi,
sangat disayangkan kebanyakan karya tulisnya telah hilang sehingga sulit
menjelaskan berapa jumlah karya tulisnya. Sebuah ikhtisar yang berisi 25 risalah

14
Fuad Farid Ismail dkk., Cara Mudah Belajar Filsafat (Barat dan Islam),..., hlm. 200

15
Slamet Hambali, Pengantar Ilmu Falak, (Yogyakarta : Bismillah Publisher, 2012), hlm. 67

9
al-Kindi ditemukan Ritter di Istambul, sementara beberapa risalah pendeknya
yang lain ditemukan di Aleppo. Menurut George Atiyeh karya-karya Al-Kindi
dalam berbagai ilmu pengetahuan mencapai 270 risalah. Risalah-risalah itu
dikelompokkan dalam 17 kelompok, yaitu: 1. Filsafat, 2. Logika, 3. Ilmu hitung,
4. Globular, 5. Musik, 6. Astronomi, 7. Geometri, 8. Sperikal, 9. Medis, 10.
Astrologi, 11. Dialektika, 12. Psikologi, 13. Poltik, 14. meteorologi, 15. Dimensi,
16. Benda-benda pertama, 17. Spesies tertentu logam dan kimia.16
Gambaran karya Al-Kindi menunjukkan betapa luas pengetahuan Al-Kindi.
Beberapa karya ilmiahnya telah diterjemahkan oleh Geran dari Cremona ke dalam
bahasa latin, dan karya-karya itu sangat mempengaruhi pemikiran Eropa pada
abad pertengahan.

Karya-karya Al-Kindi, baik yang ditulis sendiri maupun ditulis ulang oleh penulis
lainnya, diantaranya:
1. Kitab Kimiya’ Al-‘Itr (Book of the Chemistry of Perfume);
2. Kitab fi Isti’mal Al-‘Adad Al-Hidi (On the Use of the Indian Numerals);
3. Risalah fil-Illa Al-Failali l-Madd wal-Fazr (Treatise on the Efficient Cause of
the Flow and Ebb);
4. Kitab Ash-Shu’a’at (Book of the Rays);
5. The Medical Formulary of Aqrabadhn of Al-Kindi, by M. Levey (1966);
6. Al Kindi’s Metaphysics: a Translation of Yaqub ibn Ishaq al Kindi’s Treatise
“On First Philosophy” (fi Al-Fasalah alUla), by Alfred L. Lvry (1974).17

III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan pada pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut
1. Al-Kindi dilahirkan di Kufah tahun 185 H/801 M. Ayahnya Ishaq Al-
Sabbah, adalah gubernur Kufah pada masa pemerintahan Al-Mahbudi
dan Harun Al-Rasyid dari bani Abbas. Ayahnya meninggal beberapa

16
Sirojuddin Izar, Filsafat Islam (Filosof dan Filsafatnya), …, hlm., 42
17
Dedi Supriadi, Pengantar Filsafat Islam (Konsep Filsuf dan Ajarannya), …, hlm. 53-54

10
tahun setelah Al-Kindi lahir. Dengan demikian Al-Kindi dibesarkan
dalam keadaan yatim. Pada masa kecilnya Al-Kindi memperoleh
pendidikan di Basroh. Tentang siapa-siapa gurunya tidak ada informasi
yang valid. Sejarah tidak memberikan informasi memadai mengenai
hal ini. Tetapi dapat dipastikan bahwa ia mempelajari ilmu-ilmu yang
sesuai dengan kurikulum pada masanya. Ia mempelajari Al-Qur’an,
membaca, menulis, dan berhitung. Setelah menyelesaikan pelajaran
dasarnya di Basrah, ia melanjutkan studi ke Bagdad hingga tamat.
2. Al-Kindi adalah orang Islam yang pertama kali meretas jalan
mengupayakan pemaduan atau keselarasan antara filsafat dan agama
atau antara akal dan wahyu. Menurutnya antara keduanya tidaklah
bertentangan karena masing-masing keduanya adalah ilmu tentang
kebenaran. Sedangkan kebenaran itu adalah satu. Ilmu filsafat meliputi
ketuhanan, keEsaan-Nya, dan keutamaan, serta ilmu-ilmu selain yang
mengajarkan bagaimana jalan memperoleh apa-apa yang bermanfaat
dan menjauhkan dari apa-apa yang mudarat
3. Tulisannya karya-karya Al Kindi sangat banyak dalam berbagai
disiplin ilmu. Akan tetapi, sangat disayangkan kebanyakan karya
tulisnya telah hilang sehingga sulit menjelaskan berapa jumlah karya
tulisnya. Sebuah ikhtisar yang berisi 25 risalah al-Kindi ditemukan
Ritter di Istambul, sementara beberapa risalah pendeknya yang lain
ditemukan di Aleppo.

DAFTAR PUSTAKA

Dedi Supriadi, Pengantar Filsafat Islam (Konsep Filsuf dan Ajarannya),


(Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009), hlm. 51-54.

Fuad Farid Ismail dkk., Cara Mudah Belajar Filsafat, (Jogjakarta: IRCisoD,
2012), hlm. 198-200.

11
Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,
1973), hlm. 15-16.

Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam,…, hlm. 17.

Maftukhin, Filsafat Islam, (Yogyakarta: TERAS, 2012), hlm. 79.

Maftukhin, Filsafat Islam, …, hlm. 79-81.

Sirojuddin Izar, Filsafat Islam (Filosof dan Filsafatnya), (Jakarta: PT.


RajaGrafindo Persada, 2009), hlm. 37.

Sirojuddin Izar, Filsafat Islam (Filosof dan Filsafatnya), …, hlm. 42-45.

Sirojuddin Izar, Filsafat Islam (Filosof dan Filsafatnya), …, hlm. 50.

Slamet Hambali, Pengantar Ilmu Falak, (Yogyakarta : Bismillah Publisher, 2012),


hlm. 67.

Yusuf Suyono, Bersama Ibn Rusyd Menengahi Filsafat dan Ortodoksi, (Semarang
: Walisongo Press, 2008), hlm.47.

12

Anda mungkin juga menyukai