Anda di halaman 1dari 7

PEMIKIRAN POLITIK ISLAM AL KINDI

Al-Kindi, alkindus, nama lengkapnya Abu Yusuf Ya`kub ibn Ishaq ibn

Sabbah ibn Imran ibn Ismail al-Ash`ats ibn Qais al-Kindi, lahir di Kufah, Iraq

sekarang, tahun 801 M, pada masa khalifah Harun al-Rasyid (786-809 M) dari

dinasti Bani Abbas (750-1258 M).3 Nama “al-Kindi” sendiri dinisbatkan kepada

marga atau suku leluhurnya, salah satu suku besar zaman pra-Islam. Menurut

Faud Ahwani, al-Kindi lahir dari keluarga bangsawan, terpelajar dan kaya. Ismail

al-Ash`ats ibn Qais, buyutnya, telah memeluk Islam pada masa Nabi dan menjadi

shahabat Rasul. Mereka kemudian pindah ke Kufah. Di Kufah sendiri, ayah al-

Kindi, Ishaq ibn Shabbah, menjabat sebagai Gubernur, pada masa khalifah al-

Mahdi (775-785 M), al-Hadi (785-876 M) dan Harun al-Rasyid (786-909 M),

masa kekuasaan Bani Abbas (750-1258 M).

Pendidikan al-Kindi dimulai di Kufah, dengan pelajaran yang umum saat

itu, yaitu al-Qur’an, tata bahasa Arab, kesusasteraan, ilmu hitung, fiqh dan teologi.

Yang perlu dicatat, kota Kufah saat itu merupakan pusat keilmuan dan

kebudayaan Islam, di samping Basrah, dan Kufah cenderung pada studi keilmuan

rasional (aqliyah).5 Kondisi dan situasi inilah tampaknya yang kemudian

menggiring al-Kindi untuk memilih dan mendalami sains dan filsafat pada masa-

masa berikutnya.Al-Kindi kemudian pindah ke Baghdad. Di ibu kota

pemerintahan Bani Abbas ini al-Kindi mencurahkan perhatiannya untuk

menterjemah dan mengkaji filsafat serta pemikiran-pemikiran rasional lainnya

yang marak saat itu. Menurut al-Qifthi (1171-1248 M), al-Kindi banyak

menterjemahkan buku filsafat, menjelaskan hal-hal yang pelik dan meringkaskan


secara canggih teori-teorinya. Hal itu dapat dilakukan karena al-Kindi diyakini

menguasai secara baik bahasa Yunani dan Syiria, bahasa induk karya-karya

filsafat saat itu. Berkat kemampuannya itu juga, al-Kindi mampu memperbaiki

hasil-hasil terjemahan orang lain, misalnya hasil terjemahanIbn Na`ima al-Himsi,

seorang penterjemah Kristen, atas buku Enneads karya Plotinus (204-270 M);

buku Enneads inilah yang dikalangan pemikir Arab kemudian disalahpahami

sebagai buku Theologi karya Aristoteles (348-322 SM). Berkat kelebihan dan

reputasinya dalam filsafat dan keilmuan, al-Kindikemudian bertemu dan berteman

baik dengan khalifah al-Makmun (813-833 M), seorang khalifah dari Bani Abbas

yang sangat gandrung pemikiran rasional dan filsafat. Lebih dari itu, ia diangkat

sebagai penasehat dan guru istana pada masa khalifah al-Muktashim (833-842 M)

dan al-Watsiq (842-847 M). Posisi dan jabatan tersebut bahkan masih tetap

dipegangnya pada awal kekuasaan khalifah al-Mutawakkil (847-861 M), sebelum

akhirnya ia dipecat karena hasutan orang-orang tertentu yang tidak suka dan iri

atas prestasi-prestasi akademik yang dicapainya. Sikap iri dan permusuhan dari

kalangan tertentu seperti inilah yang tampaknya juga telah memunculkan

informasi-informasi negative tentang watak dan sifat al-Kindi. Misalnya, al-Kindi

ditampilkan sebagai sarjana yang mempunyai sifat pelit dan kikir. Sifatnya ini

bahkan ditonjolkan sebanding dengan tingkat popularitas dan prestasi

keilmuannya. Namun, George N Atiyeh (1923-2008 M) meragukan kebenaran

informasi tersebut. Sebab, menurutnya, para pengkritiknya juga tidak dapat

melakukan hal lain kecuali memuji prestasi-prestasi akademik dan filsafatnya.

Selain itu, beberapa informasi lain justru menyatakan sebaliknya, yaitu bahwa al-
Kindi mempunyai watak yang mulia, berperilaku sebagai orang yang bermartabat,

penuh dedikasi dan tulus.Al-Kindi meninggal di Baghdad, tahun 873 M. Menurut

Atiyeh, al-Kindi meninggal dalam kesendirian dan kesunyian, hanya ditemani

oleh beberapa orang terdekatnya. Ini adalah ciri khas kematian orang besar yang

sudah tidak lagi disukai, tetapi juga sekaligus kematian seorang filosof besar yang

menyukai kesunyian. Al-Kindi meninggalkan banyak karya tulis. Setidaknya ada

270 buah karya tulis yang teridentifikasi, yang dapat diklasifikasi dalam 17

kelompok: (1) filsafat, (2) logika, (3) ilmu hitung, (4) globular, (5) music, (6)

astronomi, (7) geometri, (8) sperikal, (9) medis, (10) astrologi, (11) dialektika,

(12) psikologi, (13) politik, (14) meteorology, (15) besaran, (16) ramalan, (17)

logam dan kimia. Cakupan karya-karya tersebut menunjukkan luasnya wawasan

dan pengetahuan al-Kindi. Beberapa karyanya telah diterjemahkan oleh Gerard

(1114–1187 M), tokoh dari Cremona, Italia, ke dalam bahasa Latin dan memberi

pengaruh besar pada pemikiran Eropa abad-abad pertengahan. Karena itu,

Gerolamo Cardano (1501-1576 M), seorang tokoh matematika asal Italia, menilai

al-Kindi sebagai salah satu dari 12 pemikir besar dunia yang dikenal di Eropa saat

itu.

Menurut Ali Mahdi Khan (2004: 47) al-Kindi adalah seorang penulis dan

ilmuwan eksiklopedia. Tulisan-tulisan orisinalnya berjumlah 275 buah, termasuk

buku-buku filsafat, logika, fisika, politik, psikologi, etika, astronomi, kedokteran,

peradaban, teologi, musik, optik, geografi, fenomenologi, sejarah dan bidang-

bidang lainnya. al-Kindi juga sangat dihormati para pemikir Eropa abad

pertengahan, sangat disayangkan buku-bukunya yang masih ada hanya


berjumlah kurang dari dua puluh buah, segelintir dalam bahasa Arab, sebagian

lagi dalam bahasa Latin. Adapun beberapa karya yang tulis al-Kindi adalah

sebagai berikut: Pertama, fil al-falsafat al-Ula, Kedua, Kitab al-Hassi ’ala

Ta’allum al-Falsafat. Ketiga, Risalat ila al-Ma’mun fi al-’illat wa

Ma’lul. Keempat, Risalat fi Ta’lif al-A’dad. Kelima, Kitab al-Falsafat al-

Dakhilatn wa al-Masa’il al-Manthiqiyyat wa al-Mu’tashah wa ma Faruqa al-

Thabi’yyat. Keenam, Kammiyat Kutub Aristoteles, Ketujuh, Fi al- Nafs . Dari

uraian di atas dapat dijadikan bukti bahwa wawasan keilmuan al-Kindi sangatlah

luas. Bahkan beberapa karya tulisnya telah diterjemahkan oleh Gerard Cremona

ke dalam bahasa Latin, yang sangat mempengaruhi pemikiran Eropa pada abad

pertengahan. Oleh karena itu, Cardono sebagaimana dikutip Sirajuddin Zar

menyatakan bahwa al-Kindi termasuk salah satu dari dua belas pemikir besar.

Sejarah pemikiran Islam tidak lepas dari transformasi ilmu dari pemikiran-

pemikiran kebudayaan di luar agama Islam, termasuk filsafat Yunani. Proyek

tersebut digagas oleh Bani Abbasiyyah dan mencapai puncaknya ketika kekuasaan

dipegang oleh Khalifah al-Harun Ar-Rasyid dan al-Makmun. Orang yang paling

berjasa dan dianggap filosof pertama dalam dunia Islam adalah al-Kindi. Artikel

ini membahas tentang hal-hal penting dalam pemikiran filsafat al-Kindi. Dengan

tujuan untuk mengetahui bagaimana pemikiran filsafat al-Kindi. Artikel ini

menggunakan penelitian kualitatif berbasis kepustakaan (library research) dengan

pendekatan deskriptif kualitatif dan teknis analisis deskriptif dan content analysis.

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa al-Kindi merupakan seorang filosof

yang membawa filsafat ke dalam dunia Islam. Hal-hal dalam pemikiran al-Kindi
adalah hubungan Agama dan Filsafat, filsafat ketuhanan, filsafat jiwa, akal dan

ruh, ketakterhinggaan sampai konsep akal.

Dalam literatur fiilsafat Islam klasik, ada pemikiran dari Abu Yusuf Ya’qub ibn

Ishaq al-Kindi atau biasa disebut sebagai al-Kindi saja, tentang politik.

Al-Kindi memang tidak menjelaskan secara langsung bagaimana suatu negara

seharusnya dibentuk seperti pemikiran Ibnu Abi Rabi, al-Farabi, al-Mawardi, Ibnu

Taimiyah, Ibnu Khaldun. Tapi, yang menarik dari filsafat politik al-Kindi adalah

pemikirannya yang berfokus pada etika dan moral seseorang untuk mencapai

kebahagiaan.

Dalam tulisan berjudul Membangun Kerangka Keilmuan IAIN Perspektif karya

Mulyadhi Kartanegara, dijelaskan bahwa Al-Kindi mencoba menghadirkan

kebahagiaan kepada orang lain dalam konteks negara adalah masyarakat dan

mencegah kesedihan. Menurut al-Kindi, kesedihan adalah penyakit jiwa yang

menghalangi manusia mencapai kebahagiaan.

Al-Kindi adalah filsuf pertama yang menggagas tentang politik. Politik al-Kindi

tidak fokus pada pembentukan suatu negara atau kota yang ideal atau makmur.

Al-Kindi lebih banyak menelurkan pemikiran pada masalah jiwa, etika, dan moral

juga kebahagiaan. Menurut al-Kindi, kebahagiaan adalah tujuan akhir manusia di

dunia.
Tujuan akhir manusia bagi al-Kindi bukan memperkaya diri, tapi mencari

kebijaksanaan, kedamaian, dan ketenangan. Jika hanya mencari kekayaan, maka

kehidupan akan membawa manusia pada kesengsaraan dan kesusahan.

Manusia yang bijaksana menurut al-Kindi akan selalu mengejar keadilan untuk

keseimbangan hatinya untuk menahan dan mengontrol hasrat serta hawa nafsu.

Kontrol itulah yang nantinya akan membawa pada kesedihan tak berkesudahan.

Apa yang dimaksud politik menurut al-Kindi adalah konsep kebahagiaan. Karena

berangkat dari pemikiran tentang kebahagiaan, maka hakikat politik bagi al-Kindi

adalah menghadirkan kebahagiaan kepada orang lain. Dalam konteks negara bisa

diartikan sebagai usaha pemimpin dalam menghadirkan kebahagiaan untuk

rakyatnya.

Kebahagiaan rakyat bisa disamakan dengan kesejahteraan dan rasa aman. Politik

bukanlah suatu usaha untuk memperebutkan tahta dan jabatan serta pengakuan.

Selain itu, Al-Kindi memandang keadilan sebagai keseimbangan. Baginya,

kekuatan terbesar manusia adalah kekuatan jiwanya, yakni saat manusia mampu

mengekang hasrat hawa nafsu dan kemarahannya.

Jika dikontekstualisasikan dengan kondisi negara Indonesia saat ini, konsep

politik al-Kindi sangat bisa dipraktikkan meskipun terkesan utopis. Masalah

Indonesia seperti kemiskinan dan tindakan kriminal yang merajalela adalah


cerminan negara yang tidak bahagia. Rakyat sama sekali belum bahagia atau

sejahtera.

Maka dari itu, para elit pemerintahan sebaiknya kembali kepada hakikat politik.

Dalam filsafat politik al-Kindi, pemimpin mestinya menghadirkan kebahagiaan,

bukan saling rebut kekuasaan dan jabatan serta saling menjatuhkan satu sama

lainya. Sebab, tujuan akhir politik pada hakikatnya adalah menyejahterakan dan

menenteramkan kehidupan rakyatnya.

Pada sisi yang lain, ajaran-ajaran etika dan moral yang dikemukakan al-Kindi bisa

menjadi pemelihara dan pengobat ruhani jiwa-jiwa manusia yang sakit.

Anjurannya untuk menemukan kembali esensi manusia sebagai makhluk susila

bisa membantu manusia menemukan kembali kebahagiaan hakiki yang telah

hilang.

Anda mungkin juga menyukai