meminta maaf itu mudah, namun tak semua bisa memaafkan, Terkadang memang ada
benarnya, memaafkan memang bukan perkara yang mudah. Namun perlu diperhatikan, jika
kita sulit memaafkan, maka akan banyak dendam di hati kita, terlebih kita akan sulit
melupakan kesalahan orang lain terhadap apa yang diperbuat kepada kita.
Pemaaf adalah sifat yang memang perlu dimiliki untuk membangun suatu karakter
seseorang. Bukan berarti memaksakan harus untuk memiliki sifat pemaaf, namun terkadang
perlu kita belajar, dilatih, bagaimana kita menumbuhkan sifat itu?. Pemaaf adalah sifat mulia
yang akan menjadikan seorang menjadi mulia karenanya. Kenapa bisa termasuk sifat yang
mulia?
“Shadaqah itu tidaklah mengurangi sebagian dari harta, dan tidaklah Allah
menambah kepada seseorang hamba karena (pemberian) maafnya kecuali kemuliaan, dan
tidaklah pula seseorang bersikap Tawadlu kecuali Allah akan meninggikannya” (HR.
Muslim 4689)
Tidak banyak dari manusia memang memiliki sifat pemaaf. Namun bagi orang mukmin
hendaknya memiliki sifat ini. Perlu kita pahami bahwa sifat pemaaf ini merupakan perangai
yang baik, sifat yang mencerminkan akan beningnya hati dan lapangnya dada, dan karakter
yang didasari dengan keimanan dan rasa kasih sayang. Tapi memang perlu dilakukan
pembelajaran sedini mungkin agar kelak saat dewasa, untuk membentuk karakter pemaaf tak
begitu sulit.
Sifat pemaaf akan membawa pada hati yang bersih. Hati yang bersih bisa membawa
pemiliknya menuju kehidupan akhirat, dan mendorong pemiliknya untuk tunduk kepada
Allah. (Aliyullah Abu Al Wafa, 2006)
Sebelum kita lebih jauh membahas tentang sifat pemaaf melalui kisah-kisah para Rasul dan
sahabatnya, adakalanya kita mengetahui arti dari pemaaf itu sendiri. Dalam bahasa Arab,
sikap pemaaf disebut al’afw yang memiliki arti bertambah (berlebih), penghapusan, ampun,
atau anugerah.
Selain kisah khalifah Abu Bakar, ada juga kisah dari Rasulullah SAW. Banyak kisah hidup
beliau yang dapat diambil sebagai pelajaran hidup, termasuk salah satu sifat pemaafnya.
Seperti kisah seorang wanita Yahudi yang mencoba meracuni Rasulullah dengan menabur
racun dimakanan beliau, namun Rasulullah terselamatkan. Hingga wanita itu mengakui
perbuatannya kepada Rasulullah, dan beliau memaafkan wanita itu tanpa menghukumnya.
Kisah Rasulullah SAW, setelah terjadinya perang Uhud, kemudian dari kejadian itu Allah
menurunkan ayat berikut ini :
“Jika kamu menyatakan sesuatu kabaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu
kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa.” (QS.
An-Nisa’ [4]: 149).
Orang yang memiliki jiwa pemaaf, secara lebih ia juga akan memiliki jiwa yang sabar dan
ikhlas. Satu sifat terpuji bisa membawa pada sifat terpuji lainnya. Itulah yang nantinya akan
membentuk suatu karakter sebagai seorang muslim yang tak hanya pandai namun muslim
yang mempunyai pribadi seperti para Rasul dan sahabatnya.
Kata dari seorang Mujahid, dikutip dalam buku karangan A. Fuadi tentang sifat pemaaf
bahwa:
Fuadi, Ahmad., 131 Pintu Cahaya dari Timur. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2014.
Haekal, Muhammad Husain.,Sejarah Hidup Muhammad. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya,
2008
Lings, Martin., Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik. Jakarta: PT.
Serambi Ilmu Semesta, 2008.